Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, February 28, 2011

Thank God it’s Saturday


Stevany & March masih tidak masuk. Pilek. Batuk. Ya, cuacanya begini mana tidak bikin orang mondar-mandir sakit. Lihat saja cuaca hari ini yang paginya lumayan cerah tapi siang bisa mendung. Lalu hujan. Kemudian cerah & bahkan panas terik.

Evelyn & saya kerap bergurau soal pabrik ingus & dahak karena sekalipun kami sudah sembuh dari pilek & batuk tapi bisa dari pagi sampai siang saluran pernapasan kami penuh dengan ingus & dahak yang membuat kami beberapa kali harus mengeluarkannya.

“Heran kok dalam situasi ekonomi macam apa pun pabrik di tenggorokan kita kok bertahan terus ya” saya tertawa karena bergantian hari ini kami ber-srat srot di kelas “tidak ada bangkrutnya ni pabrik”. Hehe.

Jam 10.45 syukurlah sekolah sudah sepi. Baru deh berasa babak belurnya. Cape.

Saya & Evelyn lagi asyik-asyik duduk di atas karpet merah sambil menghabiskan bekal makan siang saat kepsek masuk ke kelas kami.

“Kok ga di gulung karpetnya? Ayo cepetan. Teteh mau pulang cepat karena harus ngurusin ibunya”. Yah, padahal kita maunya duduk di karpet sambil mengerjakan tugas-tugas. Ini juga tumpukan buku-buku sudah pada bergeletakan di atas karpet. Ada buku absensi kelas, buku paket anak-anak, buku SKH guru.

“Pindah ke sini aja” dari sebelah wali kelas TK B berseru “Di sini sudah di sapu & di pel”.

Yah, terpaksa deh menggulung dulu karpet itu & kemudian menggotong buku-buku ke sebelah. Tapi duduk di lantai? Ya, soalnya kan di sekolah ini semua meja kursi dipinggirkan ke tembok dengan posisi saling tumpuk begitu anak-anak bubar.

“Enak sih enak tapi udahannya..” Evelyn nyengir.

“Udah syukur kita-kita ga kurus kering. Jadi bagian bawah sini masih ada daging tebal yang mengalasinya. Jadi kan tidak terasa sakit duduk di lantai tanpa alas” saya tertawa. Ya, ada untungnya juga kan jadi orang punya badan ‘berdaging’.

Jadilah kami bertiga berkumpul di kelas TK B. Eh, ternyata enak juga biarpun harus duduk di lantai tanpa alas. Soalnya dari luar bertiup angin sejuk & full musik di dalam kelas dari hp wali kelas TK B. Asyik. Jadilah kami dengan tenang tapi enjoy mengerjakan tugas masing-masing.

Lagi enak-enak begitu eh, ada gangguan datang. Anaknya Evelyn yang setiap hari Sabtu libur hari ini datang ke sekolah. Dia ada di kelas bersama kami. Duduk manis di samping Evelyn. Tadinya saya kira dia hanya melihat-lihat buku paket. Eh, tidak tahunya entah mendapat inspirasi dari mana satu buku dia tulis dengan ‘tidak masuk. Sakit’. Dengan pulpen pula menulisnya! Haduh!

Kalau saja saya bisa menduga ada resiko dia akan membuat ‘graffiti’ seperti itu di buku paket murid kami pasti tidak akan saya ijinkan dia menyentuh buku itu. Ceroboh betul saya. Tapi itu karena sama sekali tidak menduga hal seperti itu akan terjadi. Dia bukan anak TK lagi. Sudah kelas 1 SD! Saya berpikir anak SD tidak akan melakukan hal-hal semacam itu lagi. Mencoreti buku adalah pekerjaan anak TK. Anak SD sudah mengerti ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Mencoreti buku paket adalah salah satunya.

Yah, sempat berkicaulah saya selama 1-2 menit. Akhirnya saya menunduk. Menghela napas dalam-dalam. Menghitung sampai 10. Soalnya saya sudah bertanduk, bertaring & berasap banget-banget. Hehe.

Yah, semua memang pernah berbuat salah tapi ini kesalahan yang saya kategorikan konyol & tidak perlu terjadi. Jadi saya lebih menyesalkan diri karena ikut berpartisipasi dalam menciptakan sikon yang mendorong terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh anak itu.

Memang kalau ada anak kecil di dekat kita maka segala macam kemungkinan bisa terjadi. Bahkan hal-hal yang paling tidak terpikirkan, yang paling tidak mungkin, yang paling tidak terduga tetap bisa terjadi.

Tapi apa pun yang terjadi pada hari ini tetap saja saya lega karena hari ini hari Sabtu. 
___________________________________________________________________

Stevany & March were still absent today (Saturday, 26th). Cold. Cough. How to expect anyone wouldn’t get sick in this kind of weather? It could go sunny but later on it would turn cloudy, drizzling & after that could go very hot & sunny. 

Evelyn & I have our own joke regarding the mucus in our respiratory tract. We picture it as a mucus factory that never runs out of business in any kind of economical situation. Lol.

10.45 am & I’m so glad everyone has left school. Good. We can have some peace here at last. But it was when I felt how exhausted I was.

So Evelyn & I were sitting on the carpet, finishing our meals from our lunch boxes when headmaster came in our classroom & asked why haven’t we rolled the carpet. The janitor needed to clean the classroom. She needed to go home early to take care her unwell mother. Sigh ….

“Come in here, guys” the other teacher said from inside her classroom “The room here has been cleaned”

So we rolled the carpet & moved all the books there. But sitting on the floor? Geez.. Yeah, so it’s because in this school all of the desk & chair are piled up & put next to the wall. 

Well, it wasn’t so bad to sit on the floor. Good thing to have chubby bottom. Lol. So it doesn’t feel hurt to sit on the floor without any mattress.

It was actually fun to be in this classroom. The wind was cool. It was also full music from our fellow teacher’s cellphone. Nice.

It was short lived though. Evelyn’s daughter who came to school with her today because she doesn’t have school every Saturday scribbled one of our students’ book. & she wrote it with pen too! Oh No!!

Part of my upsetness because I gave her accessed to that book. I thought she would just looking at the pictures & drawings on that book. It never crossed my mind that she would scribble something on it. She’s not a kindergarten kid. She’s a first grader! I thought elementary kids have old enough that they have the understanding of what they should & shouldn’t do. Making graffiti on school books are definitely a forbidden thing.

So for about 1-2 minutes I ‘sang’ to her. Then I bowed my head down. Took a deep breath. Counted 1 to 10. I knew every horn on my head were sticked out high. I gotta cool myself down.

The fact is whenever there’s a child around, you may have to deal with any unexpected things, unexpected mistakes, unexpected accident, unexpected joy, unexpected sorrow, you name it. I’ve been around kids for nearly 6 years & I’ve another experience & lesson about it today.

But whatever happened today I'm still glad today is Saturday.

Saturday, February 26, 2011

Anak milennium / Children of Millennium

Rasanya lagu ‘Kau datang & pergi sesuka hatimu’ itu tepat untuk menggambarkan cuaca hari ini karena dari pagi suasananya berganti-ganti antara mendung-panas-mendung-hujan-panas-mendung-hujan.

Cuma ya pulang jadi enak karena udaranya sejuk. Enak buat berjalan kaki. Tapi saya malah tidak perlu berjalan kaki karena bertemu dengan ibu-ibu yang rumahnya dekat sekolah yang menawarkan saya untuk ikut naik motornya sampai ke depan kompleks. Oh, syukur terima kasih Tuhan! Saya bisa menghemat napas & waktu. Hehe.

Di sekolah hari Jumat (25/2) lumayan tenang. Dari kemarin banyak yang tidak masuk. Ya, tidak heran. Cuacanya seperti ini membuat banyak orang sakit.

Satu jam saya ngetem di kelas TK B karena dari jam 9 sampai 10 pagi saya mengajar bahasa Inggris di situ.

Irene tidak membawa buku bahasa Inggrisnya karena ibunya berpikir jadwal pelajaran bahasa Inggris masih sama dengan jaman Laura, kakaknya Irene, dulu. Yee, itu kan 3 tahun lalu. Dulu Rabu tapi sudah 2 tahun ini menjadi hari Jumat. & ngakaklah mamanya Irene saat dia menyadarinya. Untung saja dia tidak lantas mengajari anaknya menghafal 5 kata bahasa inggris untuk hari Rabu minggu depan. Bisa saya mencak-mencak ke Irene karena dari kemarin buku bahasa Inggris sudah diberikan kepada anak TK B untuk di bawa pulang, dihafalkan 5 kata itu & hari ini sudah harus siap untuk di test.

Begitu pun Cley masih tidak belajar. Brili lupa memberikan buku itu kepada ibunya sehingga walhasil hari ini dia bengong menghadapi soal-soal test yang saya berikan. & mereka belum mampu untuk menyerap review ulang yang selalu saya berikan sebelum test dilaksanakan.

Agel sebaliknya membuat saya kagum. Anak itu tidak masuk kemarin sehingga baru menghafal kira-kira 20 menit sebelum test saya berikan. Tapi hasilnya 100. Betul semua. Tidak semua anak berumur 6 tahun mampu mengerti perintah yang saya berikan dan mampu untuk berkonsentrasi menghafal dalam hitungan kurang dari setengah jam. Luar biasa.

Cindi kebalikannya. Semalam sudah menghafal katanya. Pagi ini dia duduk paling depan. Jadi saat saya mereview kembali ke 5 kata bahasa inggris (cat, dog, fish, horse & cow) yang harus mereka hafalkan seharusnya dia bisa ingat kembali dengan 5 kata yang sudah dihafalkannya semalam itu. Tapi sampai semua kertas saya kumpulkan, Cindi belum menulis satu pun dari ke 5 kata itu.

Saya penasaran. Cindi memang baru masuk sekolah Juli 2010. Belum pernah bersekolah sebelumnya. Perkembangannya belajar membaca pun sangat lambat. Jadi saya ingin mengecek pemikiran saya apakah penyebabnya karena dia belum bisa mengenali huruf-huruf & bukan karena faktor kecerdasan.

Jadi saya tuntun dia untuk menghafal 3 kata dulu. Lalu pelan-pelan di tambah satu  hingga menjadi 4 kata. Kemudian saya minta dia menuliskan seluruh 4 kata itu. Berhasil. Dia bisa mengingatnya. Jadi saya mencoba dengan menambahi lagi dengan kata terakhir. Kata ke 5 berhasil diingatnya tapi saat saya memintanya untuk menuliskan seluruh 5 kata yang tadi dihafalkannya hasilnya? Gagal. Kembali lagi hanya 3 kata yang dapat di diingatnya. Aduh! Frustrasi betul saya jadinya tapi yah, mau di kata apa. Berarti daya ingat Cindi memang hanya mampu menampung 3 kata. 4 maksimal. Di tambah 1 lagi maka semua kocar kacir. Tidak bisa saya paksa. Setiap anak memang memiliki kemampuannya masing-masing.

“Anak TK B sudah ulangan?” begitu Gege, mamanya Noel anak TK B, bercerita kepada saya tentang komentar tetangganya yang mengetahui tentang test bahasa Inggris.

Saya cuma nyengir mendengarnya. Tuntutan jaman, coy. Bukan karena ibu guru kurang kerjaan atau sangat kejam sampai sebelia itu sudah menjejali mereka dengan pelajaran anak SD.

Jaman sekarang tidak seperti jaman saya masuk SD tahun 1978. Dulu saya masuk kelas 1 SD boro-boro sudah tahu bahasa Inggris. Kenal huruf saja belum. Asli buat huruf, buta angka & mungkin juga buta warna. Tapi jaman itu pendidikan masih masuk akal. Disesuaikan dengan umur. Peraturan masih berjalan sesuai dengan praktek di lapangan. Beda dengan sekarang. Peraturan tinggal peraturan.

Itu yang membuat saya bersyukur menjadi produk jadul. Hehe.

Nah, untuk memacu semangat belajar anak TK B karena semester ke dua ini saya memaksimalkan perbendaharaan kata dalam bahasa Inggris sebagai persiapan untuk mereka masuk kelas 1 SD maka saya memakai cara ‘hadiah’.

Saya membuat tabel di karton berwarna hitam. Menulisinya dengan nama-nama anak TK B lalu memberitahu mereka bahwa setiap nilai 100 mendapat bintang emas, nilai 80-90 mendapat bintang perak. Setelah 5 kolom terisi (5 minggu) maka saya akan memberikan mereka hadiah sesuai dengan jumlah bintang emas / perak yang mereka dapatkan.

Saya sudah melakukan ini selama 5 tahun. Hasilnya sangat baik. Anak memang harus diberikan imbalan untuk memacu mereka untuk mau berbuat baik / berprestasi. Tidak apalah saya mengeluarkan dana lebih asalkan hasilnya positif untuk anak-anak itu. Toh kalau mereka berhasil yang senang kan ikut senang.
___________________________________________________________________


It was a little quiet today (Friday, 25th). & it was also has been cloudy-sunny-drizzling on & off the whole day. But it made the day cool. Nice weather to take a walk. However, I’ve got a rode half way home which I’m so grateful because I could save breath & time.

It’s English class every Friday from 9 to 10 am in the senior class which are for the 6 year olds. They will graduate from kindergarten in June this year so their teacher & I are working more harder in effort to prepare them for elementary school.

The thing is in Indonesia it works differently nowadays than when I entered elementary in 1978. Back then it could be said that I enrolled first grade almost entirely illiterate. It doesn’t work like that anymore. I don’t remember when it was changed but since I work as kindergarten teacher I learned to know that elementary schools give reading, math & even English test to those who are signed up for first grade.

So I usually work harder on the kids in the senior English vocabulary. I want them to know at least 100 English words. I give them 5 words for them to memorize every week of which I will test them. I give them those 5 words in Thursday & I give a test the next day.

Today I found 4 kids with different case. Irene forgot to bring her English book to school because her mother thought English class is held on Wednesday. Good thing she didn’t forget to memorize the 5 English words I gave her & her classmates.

Cley brought the book home yesterday just like the rest of his class did but somehow he didn’t memorize those words. Why? He didn’t say a word. He just stared at me with a look of puzzle mixed with frantic & fear. I sighed my despair.

Brili brought the book home yesterday just like the rest of his class did but somehow he forgot to tell his mother that he had task for today’s English class. So he didn’t memorize any words.

Cindi told me she has memorized those words with the help of her mother last night but half hour later when I looked at her paper it was still empty.

I was curious to know why. Cindi is a slow learner but I wanted to what’s the obstacle that made her forgot everything she has memorized the night before so I gave her 2 words for her to memorize & after she could remember them I added with 1 more  word so it made 3 words & she could memorize them all. Good.

So I was encouraged to give her 1 more word & after that asked her to write down all the 4 words that she has memorized. It went well. I wanted to know if I could push her more by adding 1 more word for her to memorize. It worked.

But when I asked her to write down all the 5 words, she got confused. Those words seemed to evaporate from her brain so I had to start the process from the start again. Start it by giving her 2 words for her to memorize & after that added 1 more word. But after another try out I knew she could only memorize 3 words maximum. I can’t force her beyond her ability. Well, hopefully her memorizing & reading skills will improve in time so she will be able to memorize the whole 5 words just like her classmates.

I know I’m pushing these kids so I’ve been compensate them with reward too. I’ve been doing this for nearly 6 years in my English class in the senior class.

I make a star table which I have all of their names on it. I make 5 columns representing 5 weeks. Every kid who gets 100 score will earn a gold star. 80-90 score earn them silver star. At the end of the fifth week I will count every gold & will give them rewards that came out from my own budget. It’s nothing fancy. Usually pencils, erasers, sharpeners, books, keyrings, puzzles, small toys. An old friend from college even shipped me a box of toy that contained about 50 small toys once she learned about my reward for those kids. Well, I’m grateful for that.

‘Tamu’ tak di undang / Uninvited ‘guest’

Kalau bisa milih rasanya saya ga mau masuk hari ini (Kamis, 24/2). Pagi bangun ternyata ‘tamu’ tak di undang itu datang. Heran saya kok setiap bulan tetap saja dia setia datang padahal sambutan yang diterimanya adalah helaan napas kesal.

Hehe. Siapa sih ‘tamu’ tak di undang ini? Ya, setiap perempuan menerima kedatangannya setiap bulan. Datang tak di undang tapi kalau dia tidak datang bisa membuat resah. Siapakah dia?.

Masih belum bisa menebak juga? Wah, di jamin pasti anda bukan mahluk berjenis kelamin perempuan kalau belum juga bisa menebak. Hehe. Karena yang perempuan pasti sudah langsung bisa tahu bahwa ‘tamu’ yang saya maksudkan ini adalah menstruasi. Kehadirannya mengundang rasa benci dan rindu. Benci kalau dia datang tapi rindu kalau dia tidak hadir. Yah, rindu-rindu berbalut kecemasan bagi mereka yang sudah menikah atau mempunyai kehidupan seks aktif.

Tapi di sisi lain lega juga karena dengan demikian saya tidak perlu dicemaskan lagi dengan kemungkinan dia akan datang saat kami mengadakan acara rekreasi sekolah ke Taman Safari hari Rabu, 9 Maret nanti.

Setiap kali kami akan mengadakan acara-acara, terutama yang dilakukan di luar sekolah, saya, wali kelas TK B dan teteh akan saling mengecek jadwal kedatangan ‘tamu’ tak di undang itu. Berharap-harap cemas jadwalnya tidak bertepatan dengan hari penyelenggaraan acara sekolah. Tuh, repot kan kalau jadi perempuan.. hehe... 

Aduh, paling ga enak deh kalau sekolah mengadakan kegiatan berenang dan pada hari itu si ‘tamu’ datang. Kebayang ga sih harus  masuk ke dalam kolam renang dalam keadaan sedang berdarah-darah begitu? Ntar di kira ada korban penyerangan ikan hiu... lho, emangnya di kolam renang ada ikan hiu??... hehe...

Dan jelas kehadiran ‘tamu’ ini membuat kondisi fisik tidak segagah biasanya. Lesu, lemas, emosi tinggi itu pasti dirasakan. Hari ini saja di sekolah biar pun saya tetap aktif tapi beberapa kali rasanya badan ngilu. Pinggul pegal. Kalau di rumah sih enak bisa langsung berbaring di tempat tidur tapi ini mana bisa. Sudah syukur tidak di sertai pula dengan gejolak emosi yang melonjak.

Kodrat sih kodrat tapi ini bagian dari menjadi perempuan yang tidak saya sukai. Bukan berarti saya ingin berubah kelamin saja. Saya hanya tidak menyukai beberapa bagian dari keperempuanan saya dan yang satu ini adalah yang paling tidak saya sukai. Grrrrr....
__________________________________________________________________

I’d prefer to stay home today (Thursday, 21st) if I could. I woke up this morning to find that the uninvited ‘guest’ is here. I wonder why it keeps coming though it never receive warm welcome from me.

Lol. Who’s this uninvited ‘guest’? Every female receives its monthly visit. It comes uninvited but if it doesn’t come it would make us restless. Can you guess who is that? or I should say what is it... since it is not a person...

Oh, still can’t guess who it is? You must be male then because every female would have quickly guessed who and what it is. Yep, it’s our monthly menstruation. Come uninvited but if it doesn’t come it would make us restless especially those who’re married or have an active sex life.

However, I’m glad it comes today so I won’t have to worry it will come when school has recreation to Safari Park on Wednesday, March 9th.

Everytime school is going to hold outing event all of us will check our menstrual time to see if it won’t be come the same day as school’s outing event because it’s effecting our physical and emotional condition. It won’t be comfortable for us.

It would be so uncomfortable when school has swimming activity at the time you have your menstrual. How would it feel to be in the swimming pool at that condition. No.. no... They would think somebody has just been attacked by a shark when seeing a track of blood coming from your lower body part... yeah right, as if there were shark in the swimming pool..

Such as what I felt today in school. Though remained active but I sure felt muscle pains on my hip and wished I were be home so I could lie down on my bed.

So it is indeed our female condition but that’s particular one thing of being female that I dislike so much.

Kembali ke habitat / Back to my habitat

Aduh enaknya hari ini (Rabu, 23/2) bisa kembali dinas di kelas sendiri. Setelah menghadapi 7 anak PG kemarin saya jadi berasa enteng sekalipun harus menghadapi 15 anak di TK A. Padahal jumlahnya 2 kali lipat ya. Tapi yang jumlahnya sedikit malah bikin ngos-ngosan saya 2 kali lipat. Hehe.

Bahkan dari pagi hari sebelum bel berbunyi kebahagiaan sudah terasa di hati saya.

Saya tidak bisa menggambarkan indahnya perasaan saya saat pagi hari Farrell menyalami saya; atau saat …

Clarissa datang lalu menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan saya; kemudian …

Sekar yang berdiri di depan saya tanpa kata mengawasi saya yang sedang duduk & menulis soal-soal untuk les anak TK besok; lalu menyusul …

Stevany yang mampir untuk menggelitiki saya sebelum lari keluar kelas sambil tertawa cekikikan; sesaat kemudian …

Dea yang begitu masuk ke dalam kelas sudah ribut berceloteh lalu memakaikan topinya ke kepala saya, di susul …

Kekey & Kelvin dengan cengiran khasnya menyalami saya, atau bahkan ketika …

Michelle yang tiba-tiba mengejutkan saya karena tanpa suara masuk kelas & tahu-tahu saya melihat tangannya terulur hanya beberapa senti jaraknya dari hidung saya.

Wah, saya betul-betul baru menyadari betapa bahagianya saya bisa berada di antara anak-anak itu di kelas saya sendiri. Betapa sangat melegakan & membahagiakannya melihat anak-anak yang saya kenal luar dalamnya dengan sangat baik sama seperti mereka juga mengenal saya demikian. Kami adalah satu. Kami sudah menyatu.

Betapa pun saya dikatakan sebagai guru terbeken & terfavorit di sekolah tapi sebetulnya tidak semua anak di sekolah betul-betul menyatu dengan saya. Mereka bisa saja bercanda, bermain & mengobrol dengan saya tapi sesungguhnya tidak benar-benar saya kenali. Tidak menyatu. Tidak melebur dengan saya.

Beda dengan anak di kelas sendiri. Tidak peduli bagaimana sifat, pembawaan & ulah mereka tapi kami adalah satu. Kami tidak sekedar sekumpulan manusia di dalam satu ruangan. Kami tidak hanya saling mengenal. Kami sudah melebur menjadi satu. Kami saling peduli & saling mengasihi sekalipun pertengkaran & pertentangan juga mewarnai kebersamaan kami. & ini adalah sesuatu yang tidak saya temui dalam pekerjaan-pekerjaan saya sebelumnya.
___________________________________________________________________

I can’t tell you how glad I am today (Wednesday, Feb 22nd) to be back to my own class. After had quite a day in PG class yesterday it feels so good to be among my own kids.

& funny how it feels so easy to deal with the 15 of them than to deal with only 7 kids in PG class.

Even before the bell rang that feeling of happiness filled in my heart already.

I can’t describe how it feels when Farrell came to me to shake my hand after he got in school; or when …

Clarissa hurled herself to my arms; followed by ..

Sekar who stood quietly saying no word as she watched me sat & writing down the essay for the other class tutoring tomorrow; later on …

Stevany giggled when she ran into me just to tickle me before she dashed out of the classroom; next …

Chatty Dea came into the classroom & put her hat onto my head; so the boys came ..

Kekey & Kelvin with their too familiar grins when they greeted me good morning; even when …

Michelle made no sound entered the classroom & surprised me when suddenly I saw her hand only few centimeters under my nose as she tried to shake my hand as her good morning greeting to me.

I just realized how happy I am to be among my own kids in my own class. To be with those whom I’ve known so well. & to be with them who have known me so well. We’ve become one. We’re one.

Eventhough they say I’m the most popular & favourite teacher in school but in reality I don’t know all of the kids that well. Eventhough we’ve play, joke & talk but I still don’t know their real skin. They don’t become one with me. They don’t absorbed in me.

It’s different with the kids in my own class. Whatever their personalities, characters & doings but we’re one. We’re not just a bunch of human being gathered in one room. We’re not just known each other. We’ve absorbed one another. We care & love for each other though fights & arguments coloured our days as well. & this is what I don’t find in my former jobs.

‘Kriting’ di PG / Stress in PG class

“Ke, beneran?” tanya Evelyn pagi ini (Selasa, 22/2) sementara dia duduk di depan kantor mengobrol dengan wali kelas TK B dan saya di dalam kelas PG sedang sibuk bekerja di komputer.

“Jadi” jawab saya.

“Apa sih?” wali kelas TK B kebingungan mendengar percakapan ini.

Saya nyengir. Kemarin saya mengkonfirmasikan ke Evelyn bahwa hari ini saya akan dinas di kelas PG (Playgroup) karena kepsek harus menghadiri seminar seharian. Itu yang ditanyakan Evelyn tadi.

Cuma satu kata yang untuk menggambarkan kelas PG hari ini : ‘Kriting’. Saya sudah sangat bersyukur yang datang cuma 7 anak dari keseluruhan 10 anak sehingga kelas tidak terlalu ramai oleh anak & para orang tua.

Sebagai seorang yang biasanya ngotot banget ‘mengusir’ orang tua murid dari dalam kelas & yang selalu sangat semangat mengingatkan guru-guru di kelas lain untuk tidak mengijinkan orang tua murid masuk ke kelas mendampingi anaknya yang tidak mau di tinggal sendiri di dalam kelas maka buat saya mengherankan sekali bahwa kepsek membiarkan orang tua murid anak PG berada di dalam kelas dari awal sampai akhir pelajaran.

Pusing saya melihat bagaimana kelas PG yang sempit itu penuh sesak dengan kepsek, teteh, 10 anak & 5-6 orang tua anak PG.

Saya pikir mana enak mengajar di dalam kelas seperti itu. & agak heran mengapa kepsek membiarkan kondisi seperti itu berlangsung lebih dari 1 semester. Padahal di semester pertama saja doi rajin ‘berkicau’ mengomentari tantenya Kelvin & mamanya Vivien yang berada di dalam kelas saat anak-anak itu masih gamang berada di dalam kelas tanpa ditemani.

Kami memang memberi tenggang waktu bagi anak yang belum mampu untuk mandiri secara emosi untuk didampingi oleh orangtuanya / walinya selama 3 minggu atau bisa lebih lama dari itu bila memang diperlukan. Tapi di semester ke 2 umumnya anak sudah menjadi lebih mandiri & beradaptasi sehingga tidak ada lagi yang belum mampu berada di dalam kelas tanpa didampingi.

Proses kemandirian dilakukan lembut & tegas. Lembut saat kami membiarkan anak didampingi tapi perlahan juga diikuti dengan tindakan tegas memaksa anak untuk berada di dalam kelas tanpa didampingi. Resikonya di dalam kelas anak ybs mungkin menangis / mengamuk tapi kalau tidak disertai dengan pemaksaan seringkali anak mengikuti saja keinginan & ketakutannya. Jadi untuk mandiri memang perlu di paksa oleh keadaan.

Yah, sama saja seperti kita orang dewasa. Dulu saya di paksa keadaan untuk belajar bisa hidup mandiri lepas dari orang tua saat kost karena bekerja di kota lain. Dari yang tidak bisa akhirnya menjadi bisa. Mau tidak mau harus bisa. Lama-lama jadi terbiasa.

Keadaan membuat saya jadi mandiri secara emosi, mental & fisik. Kalau tidak di paksa keadaan & belajar memaksa diri maka saya tidak akan menjadi orang seperti sekarang ini.

Karena itu kalau kita memaksa anak-anak kita untuk berani mencoba & berani mandiri maka itu bukan suatu kekejaman tapi sesuatu yang harus dilakukan untuk kebaikan mereka sendiri nantinya.

Jadilah di dalam kelas hari ini ada papanya Jason dan pembantunya Ryan sementara mamanya Chelsea, mamanya Ferents & mamanya Kezia antara datang & pergi mengikuti kebutuhan sang anak. Kalau anak anteng maka mama di luar. Anak berlari keluar maka mama ikut masuk ke kelas. Suatu sikon yang membuat saya bingung, lelah fisik, capek di hati & rada bertanduk.

Saya tidak mengijinkan mamanya Ferents untuk masuk & doi juga tidak mau masuk.

Mamanya Kezia awalnya berada di luar tapi kemudian beberapa kali masuk ke kelas mengikuti ‘kebutuhan’ sang anak walau beberapa kali pula saya ‘usir‘ keluar walau untuk itu saya harus berhadapan dengan tangisan Kezia. Suer, capcay banget bo kalau ketemu dengan sikon-sikon kayak gini karena di saat yang bersamaan saya punya 6 anak lainnya yang harus saya perhatikan & di didik.

Mamanya Chelsea sama stressnya dengan saya menghadapi Chelsea.

Jujur saja, saya bingung melihat Chelsea & Kezia yang di awal masuk PG dulu adalah anak-anak yang menurut saya mandiri secara emosi & fisik. Kenapa kok mereka mengalami kemunduran?

Chelsea yang sudah lebih lama mengenal saya dari jaman kakaknya, Justin, berada di kelas PG yang saat itu saya yang menjadi wali kelasnya seperti takut saat harus mengerjakan tugas di dalam kelas. Padahal dulu saya sempat beberapa kali membiarkan dia ikut masuk ke kelas PG untuk memperhatikan kami bermain atau belajar, bahkan beberapa kali pula dia saya ijinkan ikut bermain bersama kami, ikut pula menggambar, mewarnai & menulis. Dia sangat antusias karenanya. Bahkan di awal masuk PG pun masih seperti itu. Jadi ketika beberapa minggu kemudian dia berubah menjadi cengeng, penakut & tidak percaya diri hal ini membuat saya bingung & prihatin. Ada apa ya dengan kelas PG itu? Begitu sangat berbedakah suasananya dengan saat saya menjadi wali kelasnya?

Tapi yang jelas hari ini trio Ferents, Kezia & Chelsea betul-betul membuat saya kriting. Kalau salah satu dari mereka ada yang lari keluar maka 2 lainnya akan segera menyusul. Seorang dari mereka menangis maka di jamin 2 lainnya segera menjadi gelisah & gelagatnya akan menangis pula. Satu dari mereka ingin pipis / minum / makan pasti 2 lainnya segera ‘terinspirasi’ untuk melakukan hal yang sama.

Sumpeh, selama hampir 6 tahun saya menjadi guru TK belum pernah saya menemukan kasus seperti ini. Ya, memang anak kecil itu serba ‘latah’. Tapi tidak seluruh tindakan temannya membuatnya latah ingin meniru / melakukannya juga. Jadi trio ini buat saya adalah kasus langka. Hehe. Betul bikin juling bin kriting. Saya penasaran, kesal, bingung & gregetan jadinya.

Sayangnya saya cuma sekali-sekali saja mengajar di kelas PG jadi tidak bisa saya menemukan jalan keluar untuk menghadapi kasus ini. Lagi pula nanti ada yang merasa dilangkahi / tidak kalau saya ‘menyumbangkan’ suara tentang trio ini sementara biasanya kan beliau yang selalu dengan penuh semangat menyumbang saran & kritikan kepada saya & Evelyn entah itu di minta / tidak di minta tanpa perduli apakah hal itu melangkahi hak prerogatif kami sebagai ‘penguasa’ di kelas TK A.

Ya, mudah-mudahan dalam waktu beberapa bulan ini anak-anak PG mengalami kemajuan. Kalau pun tidak maka mudah-mudahan perubahan & perkembangan yang positif dapat terjadi seiring dengan pertumbuhan usia mereka. Kita tidak boleh berhenti berharap, berdoa & berusaha.
___________________________________________________________________

“Ke, is it in today?” asked Evelyn to me this Tuesday morning (Feb 22nd) when she sat infront of school’s office as she chatted with another teacher who teaches in the senior class.

“Yep” was my reply.

“What in the world are the two of you talking about?” it puzzled the other teacher upon heard our coded conversation.

I grinned remember that yesterday I confirmed to Evelyn about me teaching in PG (Playgroup) class today replacing the headmaster who had to attend a seminar.

I’ve got only 1 word to describe PG class today : stressful. I’ve already thanked God that only 7 kids showed up out of the total 10 kids so the classroom wasn’t crowded with kids & their parents.

It confused me seeing that for someone who so persistently told us that parents are not allowed to accompany the kids inside the classroom, headmaster doesn’t applied this to her own class. I went inside or passed her class several times to see it was jammed with her, school’s janitor, the kids & about 5-6 parents. & that’s a small classroom. Even seeing it made me have headache already.

How uncomfortable it is for the kids to learn & for the teacher to teach?! I can’t figure it out howcome headmaster let it goes longer than a semester when I remember how often she reminded us, Vivien’s mother & Kelvin’s aunt about not allowing parents inside the classroom when those kids weren’t able to be left by themselves in the classroom in their first semester.

School does give 3 weeks for children to be accompanied by their parents if they’re having difficulties to adapt / to stay in class all by themselves. But usually they’ve become more independent in the second semester that they can stay in class all by themselves.

The process to this uses 2 methods. Gentleness & stern. Sometimes we need to be stern to a child or otherwise the child would hold on to his / her fear or attachment to their parents. They need to learn to be independent emotionally & physically. It’s about tough love. If we love our kids, we need to teach them to be independent. Sometimes it means we need to force them to learn it. In kindergarten it means by leaving them alone in the classroom though it would drive them crazy or crying but sometimes it has to be that way. Forcing a situation where they had no other choice than to learn to let go their fears & start to learn to be independent.

Even adults learn the same way when we face situation where we have to learn to do it by ourselves & not give in to our inferior feelings.

I learned to live independent when I had to live & work in other towns. Away from my parents forced me to be tough. I’d not become a person I am today if I haven’t gone through those situations.

So in the classroom there were Jason’s father & Ryan’s maid while Ferent’s mom, Chelsea’s mom & Kezia’s mom were in & out accordingly to their daughters need. If the kid sat in the classroom, they were outside but when the kid rushed outside, they came in.

It frustrated me. It really did.

I had to ask them to leave because I didn’t want them to be inside the classroom. I had to deal with Kezia’s & Chelsea’s tantrums because of that. It’s really mentally & physically exhausting if you had to deal with a child’s tantrum while at the same time you’ve 5 other kids to care for.

To be honest I’m completely confused to see PG kids especially Kezia & Chelsea whom looked so matured & independent when they were first entered PG class. I’ve even known Chelsea from the time when her brother, Justin, was in PG. I allowed her to watch & even participated in our class activities such as playing, colouring or writing & she enjoyed it & thus so excited & enthusiast about schooling.

So the change in their behaviours are very confusing & bothered me deeply. I’m curious to know what has made them changed. But I don’t teach in that class everyday not to mention if I’d upset someone if I’ve a say or intervene one’s class considering that all this time it has always been that one particular person who’s been quick to have a say & intervene our class though it means it violates our prerogative right of our own class.

The trio of Ferents, Kezia & Chelsea really drove me insane today. Whenever one of them went out the classroom, the other 2 would follow. When one of them cry, the other 2 would give signs of being restless & even ready to have tantrum. When one of them took a drink / eat / washed her hands the other 2 would follow suit.

I swear in my nearly 6 years working as kindergarten teacher I’ve never met any case like this. It’s common for kids to imitate / copy their friends attitude but not always. That’s why it’s a rare case for me.

Well, I hope they will change in the time a head. If they don’t let’s hope they will as they grow older. We can’t stop hoping, believing & trying.

Aduh, kelasku! / What happened in my class?

Senin pagi (21/2) begitu sampai di sekolah, saya kaget lihat whiteboard di kelas saya di hiasi tulisan spidol merah & biru. Lebih kaget lagi saat tidak menemukan spidol hitam & merah di botol di mana kami biasa meletakkannya.

Wah, tanduk, taring & asap mulai keluar dari Bu Keke nih…

Baru juga saya tinggal sehari itu kelas karena kemarin saya tidak bisa datang untuk mengajar sekolah minggu, nah, hari ini saya mendapati ruangan kelas saya seperti ini. Gimana ini? Ulah siapa ini? Minta di tabok rupanya ya! Waduh, bu guru galak betul ya. Hehe.

“Ini sudah mending, bu” kata teteh yang melihat saya sedang cemberut memandangi ruang kelas TK A & mencari ke mana spidol-spidol milik kelas saya itu “Tadi waktu saya datang, wah, sampah di mana-mana”

O ya? Wah! Untung saya tidak melihatnya. Kalau tidak bisa tambah meradang saya jadinya.

Tapi omong-omong ini hasil perbuatan siapa sih? Kepsek? Anak sekolah minggu? Para tamu & rombongan gereja yang datang untuk mengadakan kebaktian di sekolah kami? Atau kepsek semalam habis mengadakan kenduri di sekolah (di ruang kelas TK A)?

Hmm, apa pun itu yang jelas pagi ini saya amat sangat jengkel mendapati spidol-spidol di ruang kelas saya menghilang, whiteboard menjadi seperti penuh dengan tulisan ‘prasasti’ & beberapa benda berubah posisi.

Bukannya apa-apa. Kalau kami minta spidol baru karena spidol lama menghilang komentar dari kepsek banyak. Mulai dari komentar model ‘tidak bisa menjaga barang’ sampai ke ‘mahal’. Lha, kalau hilangnya bukan karena kesalahan guru bagaimana?

Karena itu tidak heran wali kelas TK B sampai memilih buat ‘modal’ beli lem sendiri untuk kebutuhan kelasnya karena ogah minta yang baru dari kepsek. Sementara saya bisa ‘mengamuk’ kalau ada yang berani-berani mengacak-acak kelas saya.

Wah, tapi kalau begini ceritanya, besok-besok lebih baik saya ‘amankan’ saja benda-benda yang penting. Masa bodoh amat mau siapa pun yang datang masuk ke kelas saya entah itu untuk beribadah atau berkenduri saat kami guru-guru sudah pulang, yang jelas saya tidak mau membuka peluang untuk setan masuk & memakai hal apa pun untuk merugikan kami. Habis perkara!
__________________________________________________________________

I was surprised to see the whiteboad was filled with lots of writings when I entered my classroom this Monday morning (Feb 21st) & more annoyed to find that 2 whiteboard markers were missing from the place that we use to put them.

Hmm.. I felt every bell in my head rang.

I’ve just off duty for a day & that was yesterday when I couldn’t teach Sunday school & I’ve got back to school to find my classroom like this?! Who did this? I really wanted to spank the person / people who responsible for this. Wow, miss Keke is really upset & she’s dangerous. Lol.

“This is nothing” the janitor smiled sourly as she saw my reddened face looking at my classroom & searched around for those whiteboard markers “It was messy & dirty with litters on the floor when I came”.

Really? Im glad I didn’t see it or I’d go more mad.

But who did this anyway? Headmaster? Sunday school kids? The guests & people from church who came to school to have one a week service? Or headmaster had a party last night in my classroom?

Whatever that is, I was very upset to find my classroom looked like that & to have to spend few minutes trying to find the whiteboard markers. It’s because if I lost them I’d have to face with headmaster’s comments such as ‘can’t you keep the stuff in your class’ to the ‘things aren’t cheap these days’ comment.

No wonder the teacher in another class prefer to buy glues for her own class rather than to go to headmaster to ask for more glue from school supplies.

However this incident make me decide that I should hide some stuff in my classroom every Saturday so there’s no risk of loosing them. Better prevent any chance devil can use to bring trouble for me. Period!