Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, April 29, 2013

A Candle Lit In The Dark

Ingatkah anda siapa yang ada bersama dengan anda ketika dunia terlihat sangat gelap?; Siapa yang duduk menemani anda di saat anda sedang merasa sangat bingung?; Siapa yang tetap berdiri di sisi anda ketika orang lain berbalik memunggungi anda?

Do you remember who was with you when the world turned upside down? Or who sat by your side when you felt you lost your way? And who stood by your side when others turned their back on you?

Selain orang tua, pasangan atau sahabat, siapa yang akan melakukan hal-hal itu kepada diri anda?

Beside your parents, girl/boyfriend, spouse or bestfriend, who would do those things to you?

Masa sukar adalah masa penyingkapan.

Hardship is actually a revealing time.

Karena di saat kita sedang tidak berada dalam kondisi berhasil, kuat, sehat, bersinar dengan cemerlang, kita dapat melihat siapa yang tetap berdiri bersama kita dan siapa yang meninggalkan kita.

Because at times when we were not succeed, strong, healthy or shine brightly, we could see who stick with us and who flee.

Saya sama sekali tidak menduga ada orang dari lingkungan kerja saya yang akan menjadi orang yang berdiri di sisi saya tepat di saat saya sedang berada di titik terendah dalam hidup saya.

I never expect that a person at work would stand by my side when I was at my lowest point of my life.

Saya telah mengalami beberapa kali kesulitan yang seakan menempatkan saya di titik terendah.

I have had several lowest point.

Saya pernah kehilangan pekerjaan ketika kondisi fisik saya dinilai tidak lagi menguntungkan tempat kerja saya. Dan tidak seorang pun berdiri di pihak saya.

I lost a job once when the company where I worked consider me no longer useful for them. And no one stood by my side.

Saya pernah di tolong oleh seseorang tapi beberapa waktu kemudian terlihat bahwa orang ini memiliki niat-niat tidak baik. Lalu ketika orang ini merasa dia tidak bisa mewujudkan niat-niat tersebut, dia berbalik sikap terhadap saya.

I was once rescued by a person but after a little while it was revealed that she had bad intentions. And when she felt she couldn’t get what she wanted, she turned her back on me.

Saya pernah mengalami kasus di tempat kerja dan seseorang membela saya. Beberapa bulan kemudian ketika saya kembali berbentur dengan suatu kasus, orang ini berbalik ikut menyerang saya. Tapi ada seseorang yang tetap membela saya. Tetap konsisten berdiri di pihak saya di kasus pertama dan kasus kedua. 

I had a case at work and someone stood up for me. Few months later I bumped myself in another case and this person decided not to be on my side. However, one person consistently stood up for me in both case.

Semua pengalaman itu membuat saya mengeraskan hati dan memasang barikade berupa prinsip bahwa jangan pernah berharap ada yang berdiri dipihakmu ketika kamu sedang menghadapi masa sukar.

All those experience hardened my heart. I barricade myself thinking never expect anyone to stand by my side in hardship.

Itu sebabnya ketika saya sedang sedih, marah, kecewa, takut, bingung dan sakit dari yang ringan sampai yang paling parah, saya menyembunyikannya. Menutupnya dengan sangat rapi sehingga hanya segelintir orang terdekat yang mengetahuinya. 

It is why when I am sad, angry, disappoint, scared, confuse and sick, from minor to major one, I hid it. I hid so well that only a very few closest friend know about the ordeal I was going through.

Mungkin karena prinsip ini atau karena orang yang membela saya pada kasus pertama dan kedua itu adalah orang yang selalu bersikap enteng-enteng saja menghadapi kehidupan, yang membuat saya tidak pernah berpikir bahwa dia konsisten dengan sikapnya untuk berdiri di pihak saya entah di saat saya sedang bersinar atau ketika saya sedang hancur-hancuran.

I don’t know is it this principle or because the person who stood up for me in first and then second case has an easy going approachment toward life that made it never crossed my mind that he would be consistently stand by my side when I am shining or when I am torn apart.

Hari Selasa, 16 April adalah saat dimana saya secara fisik dan mental sedang berantakan. Ibu saya sudah sehari di rawat di rumah sakit. Lalu pada hari itu kondisi fisik saya menurun drastis karena volume menstruasi saya yang demikian banyak dan mengalir tanpa henti.

Tuesday, 16th April marked the time when I was in a mess, physically and mentally. My mother has been hospitalized for a day. My physical condition deteriorated because the volume of my menstruation increased and it went unstoppable.

Ketika ibu saya harus di rawat di rumah sakit, hanya tiga orang di tempat kerja yang saya beritahu. Orang ini adalah satu diantaranya.

When my mother had to be hospitalized, I leaked the information only to three people. That person was one of them.

Kemudian hari Selasa itu saya memberitahu beliau bahwa saya membutuhkan bantuan dana untuk membayar uang jaminan untuk rawat inap ibu saya. Ketika itu uang yang ada pada saya tidak sampai sejuta.

On that Tuesday I asked this person if I could borrow a million to pay deposit money for my mother’s hospitalization. I was short in cash.

Saya tidak menghubungi keluarga ayah atau ibu saya dan meminta uang dari mereka karena saya tahu keadaan ekonomi mereka yang tidak lebih baik dari keadaan kami. Saya jelas tidak akan mau meminta (baca: meminjam uang) dari tetangga, teman atau pacar.

I didn’t contact my father’s or my mother’s family to ask them for that money because I  am aware of their own financial condition. In the meantime I for sure would never ask (borrow) money from neighbor, friend or partner.

Orang ini sudah mengatakan bahwa dirinya akan menolong dan bahwa saya tidak perlu khawatir. Pada waktu itu kondisi pikiran saya terlalu kacau untuk dapat berpikir apakah hal itu benar atau tidak. Namun saya memegang ucapannya ketika saya meminta bantuan setelah menyadari bahwa saya berada dalam kondisi mentok.

This person has said that he would help and that I should not worry. I was too much in stress that I couldn’t tell if I should believe it or not. But I relied on his words when I realized I was cornered.

Hari Selasa sore itu saya betul-betul dalam kondisi fisik terburuk. Sudah 8 bulan  menstruasi menjadi abnormal dalam volume dan jangka waktu. Dan saya ketika saya memutuskan untuk berobat pada dokter kandungan yang berada di rumah sakit dimana ibu saya di rawat inap, ternyata saya harus melewatkan waktu sekitar 2 jam menunggu  untuk sebelum akhirnya saya di periksa dokter dan sekian menit lagi untuk menunggu obat. Di total mungkin ada 3 jam karena saya datang jam 4.30 sore dan obat baru keluar jam 7.30 malam!. Luar biasa!

I was in my worst condition on that Tuesday afternoon. I have been having my abnormal menstruation for 8 months. And when I finally decided to see the gynecologist at the hospital where my mother was hospitalized, I had to spend at least 2 hours in the waiting room and spent another minutes to wait for the medicine. 3 hours I think in total because I came there at 4.30 pm and left at 7.30 pm! Outrageous!

Beliau datang ketika saya sedang frustrasi duduk di ruang tunggu.

He came when I frustratedly sat in the gynecologist waiting room.

Saat itu tekanan darah saya anjlok menjadi 90/60. Pagi harinya saya cek darah di klinik kantor dan tekanan darah saya saat itu 100/70. Kelelahan, ketegangan dan menstruasi rupanya membuat tekanan darah saya sore itu menjadi sangat rendah. Dan tekanan darah sedemikian rendah itu membuat saya lemas. Saya tidak membawa bekal makanan karena tidak mengira harus menunggu sampai hampir 2 jam. Tapi saya tidak mau pergi mencari makanan karena takut ketika saya pergi, nomor saya akan dipanggil.

My blood pressure dropped to 90/60 at that time. I had it checked in the morning when I had blood test at my work place’s clinic. It was 100/70 in the morning. The weariness, tension and menstruation were responsible on making my blood pressure dropped that low in the afternoon. Worst is I didn’t have anything to eat because I didn’t expect it to be two hours spent at the gynecologist’s waiting room. I didn’t want to leave because they would call me and I just wanted to be at present when they did that.

Beliau menelpon. Sedang kesulitan mencari tempat parkir. Saya terlalu lelah dan lemas sehingga tidak mungkin kuat untuk pergi keluar menemuinya. Lagi pula di luar sedang hujan. Jadi saya pikir apa boleh buat, beliau harus berupaya sendiri atau kalau tidak ya, besok sajalah.

He called. Had trouble to find empty parking lot. I was too exhausted and drained to come outside to meet him. Beside, it was raining outside. So I thought, well, he had to do it himself or if he couldn’t, let it be tomorrow then.

Mungkin 10 menit berlalu tanpa ada telpon dari beliau. Saya tidak terlalu memikirkan karena saat itu mentalitas saya sedang ambruk. Kalau bukan karena ada ayah saya yang menemani, pastilah saya sudah angkat kaki. Pergi. Pulang. Persetan dengan dokter itu. Persetan dengan menstruasi ini. Kalau memang saya harus mati karenanya, biarlah saya mati. Persetan dengan segalanya. Saya capek. Saya ingin istirahat.

Maybe 10 minutes passed without any call from him. I barely gave a thought about it. I was mentally broke down. If it wasn’t because of my father who came with me, I would leave. Go home. Fuck with the gynecologist. Fuck this menstruation. If I should die out of it, let it be. Fuck everything. I was exhausted. I just wanted a rest.

Ditengah-tengah keputusasaan, kekesalan dan fisik yang lemah itu tiba-tiba saya melihat beliau muncul dari pintu di ujung ruangan. Dan saya sendiri kaget karena merasa seakan ada tenaga kembali mengalir dalam nadi saya, jantung saya memompa lebih cepat dan saya melompat berdiri, melambai dan berjalan menghampirinya seakan saya dalam keadaan super sehat.

In the midst of desperation, upsetness and weakened physic I suddenly saw him entered the room from the entrance door dawn the hall. It surprised me to feel that something ran through my vein, my heart pumped faster and I hurriedly stood up, waved my hand and walked toward him as if I was so in super healthy condition.

Beliau berjalan cepat menghampiri. Menggenggam kedua tangan saya. Lalu kami duduk bersebelahan. Bicara. Menepuk pundak saya dan mengatakan ‘be strong’.

He walked faster and when we finally stood face to face, he hold my hands. We sat next to each other and we talked. He patted my shoulder as he said 'be strong'.

Susah payah saya menahan tangis. Bukan sedih. Bukan menangisi diri sendiri. Tapi rasa demikian lega yang luar biasa menyadari ada orang yang peduli, ada yang ingat pada saya, mau datang walaupun hari sudah sore, walau harus berputar-putar di tempat parkir untuk mencari tempat kosong serta sempat tersasar ketika mencari klinik dimana saya sedang berobat dan melihat mukanya yang lelah serta kemejanya yang agak lusuh  membuat saya semakin terharu, saya tahu beliau datang dari pabriknya dan sudah beberapa minggu beliau sedang sibuk dengan pemasangan mesin dipabriknya itu. Beliau juga bukan anak muda. Usianya 15 tahun lebih tua dari saya. Dengan kondisi fisik yang juga tidak terlalu baik.

I hold my tears. Not of sadness. Not of self pity. But it was the relief feeling to see there was someone who cared, someone who remembered me, willing to come eventhough it was late in the afternoon, had to circle the parking lot to find an empty spot to park his car and then got lost when he looked for the clinic where I was in. It touched me deeply to see his tired face, I knew he came straight from his factory, he has spent few weeks busy with the installing work of his new machines. He is not a young person. He is 15 years older than me. With not a very strong physic himself.

Tapi tidak ada kekesalan dimukanya. Yang saya lihat justru keprihatinan. Seakan penderitaan saya terjadi pada dirinya atau pada anggota keluarganya.

But he didn’t look upset. What I saw was concern written clearly on his face as if my pain was his or if it were happening on his own family.

Belum pernah saya menemukan yang seperti ini.

I have never met anyone like this.

Beberapa saat kemudian beliau pergi ke kamar tempat ibu saya di rawat. Sementara itu ternyata butuh waktu lebih lama dari yang kami perkirakan sebelum segala urusan dengan dokter dan obat selesai. Saya dan ayah saya memperkirakan mungkin beliau sudah pulang karena sudah lewat jam 7.

Later he went to see my mother. In the meantime it took longer than I thought to get done with the gynecologist and the prescribed medicine. My dad and I thought he must have left. It was after 7 pm.

Karena itu saya kaget bukan kepalang ketika tiba-tiba melihat beliau muncul di depan saya. Waduh, kirain sudah pulang, demikian kata saya ketika kami saling menggenggam tangan-tangan kami. Kekuatan itu kembali terasa mengaliri diri saya. Merasakan ada yang peduli membuat saya merasa jauh lebih baik.

It is why I was so surprised to see him appeared in front of me. I thought you were already left, I said when we hold hands again. The strength flew in me. To know that somebody cared made me felt so much better.

Pada hari itu bukan uang yang dibawa beliau yang membuat saya demikian tersentuh. Perhatian, kepedulian dan kasih dalam kehadirannya yang membuat kegelapan yang menyelimuti saya pada saat itu seakan menyingkir oleh secercah cahaya.

The money he brought that day was not the one that touched me deeply. It was the attention, care and love in his presence that made the darkness that surrounded me was ceased by a light.

Saya telah mengalami banyak peristiwa. Sekalipun saya mengakui bahwa semua itu menjadikan diri saya sebagai manusia yang lebih baik tapi di sisi lain saya juga menjadi seorang yang penuh dengan kepahitan dan kehilangan kepercayaan pada manusia. Peristiwa pada hari Selasa itu seakan tidak hanya ingin menguatkan saya tapi juga mengatakan kepada saya bahwa masih ada orang yang peduli dengan segala ketulusannya kepada saya dan orang tua saya.

I have been through so many things and though I admit that they make me a better person but they also turn me into a bitter person. But the thing happened on that Tuesday not only meant to make me stronger, it was to tell me there is someone who sincerely care for me and my parents.

Saya menulis semua ini supaya saya dan juga anda menyadari kekuatan yang bisa kita berikan kepada orang lain yang sedang berada dalam kesukaran. Kehadiran kita di sisi orang yang sedang menderita dapat menjadi seperti cahaya lilin yang bersinar dalam kegelapan.


I make this note so both you and myself realize the power we can give to anybody who is going through hardship. Even our presence can mean so much for somebody who is in pain because it is like a candle lit in the dark.  

Saturday, April 27, 2013

I Have A Dream


Semua orang punya impian. 

We all have our own dreams.

Gantungkan impianmu setinggi langit..

Dream big..

Impian saya datang ketika saya berusia 17 tahun.

I was 17 when that dream came to me.

Entah dari mana asal muasalnya, tiba-tiba saja muncul dalam pikiran saya, suatu hari nanti saya akan mendirikan sekolah untuk mereka yang datang dari golongan ekonomi lemah. Sekolah dengan fasilitas dan guru-guru terbaik. Sekolah yang tidak akan mengeluarkan murid yang tidak mampu membayar uang sekolah. Sekolah yang tidak mengharuskan calon murid untuk membayar jeti-jeti untuk bisa masuk.

I don’t know what inspired me, it just popped into my mind that one day I will have schools for needy children. Good quality school, well equipped in facilities and qualified teachers. School that will not expel children who cannot pay their school fees. School that will not burden children with high entrance fee.

Hampir 25 tahun telah lewat tapi setitik pun belum ada yang terwujud.

25 years have passed and there is no one tiny sign to indicate that it will come to pass.

Dua puluh lima tahun..

Twenty five years..

Banyak hal terjadi dalam kurun waktu 25 tahun. Pahit manis. Naik turun. Kemajuan kemunduran. Saya telah banyak berubah. Menjadi lebih kokoh dan lebih pahit. Menjadi lebih bijak dan lebih sinis. Menjadi lebih luwes dan lebih skeptis.

Many things have happened in the past 25 years. Sweet and bitter. Ups and downs. Moving forward and set backs. I have changed. Stronger and bitter. Wiser and cynical. Flexible and skeptical.

Tapi apa pun yang telah terjadi, seperti apa pun keadaan pribadi saya sekarang ini, satu hal tetap tidak berubah.. satu hal tetap berdiam dalam hati saya.. impian itu menolak untuk pergi dan menolak untuk dilepaskan.

But whatever happens, whatever personality I may have now, one thing remain the same and it stays in my heart. That dream refuses to go away and insist to stay.

Ketika semua orang mengatakan impian itu terlalu besar, saat mereka mengatakan saya hanya berkhayal, bahkan pada waktu akal logika saya menyangkalinya.. impian itu bertahan.

When people say the dream is way too big, when they said I was delusional, even when my own logic said against it.. that dream stays.

Pada 10 tahun terakhir ini saya akhirnya menjadikan impian itu sebagai jangkar. Ketika segalanya terlihat begitu gelap, impian itu bersinar. Saat saya merasa kesulitan seperti akan menenggelamkan saya, impian itu menjaga saya untuk bisa tetap mengapung.

In the past 10 years I have even made it an anchor. When everything looked so dark, the dream shone brightly. When I had trouble keeping my head above the water, the dream kept me from drowning.

Perkaranya adalah saya tidak mau mewujudkan impian itu sendiri. Saya akan mewujudkannya dengan didampingi dan ditopang oleh orang tua saya. Karena itu saya meyakini bahwa orang tua saya akan tetap hidup untuk melihat semua impian saya terwujud nyata.

The thing is I don’t want to see it come to pass without my parents at my side. They have been supporting me all this time. I have this believe that my parents will be alive to see the dream come into reality.

Tapi ketika melihat ibu saya mendapat serangan demi serangan berat yang membuatnya dua kali di rawat di rumah sakit hanya berselang waktu 2 minggu saja sampai terlihat seakan umurnya sudah sampai disitu saja, … untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 25 tahun ini, saya bertanya-tanya apakah impian itu hanyalah impian di siang hari bolong.

But then came the time when my mother’s condition was so critical that she had to be hospitalized twice in just 2 weeks apart. It looked like she would not make it,.. for the first time in 25 years, I asked myself if the dream was just an empty dream.

Kemudian kondisi kesehatan saya mengalami gangguan selama 8 bulan dan menjadi parah pada hari Selasa, 16 April lalu.

I had my own set back for 8 months when my health deteriorated. It reached its top worst moment on Tuesday, 16th April.

Pada waktu itu runtuhlah pertahanan terakhir saya.

I lost my last faith.

Mungkin saya menipu diri sendiri, demikian pikir saya pada waktu itu, bagaimana saya bisa mewujudkan impian itu tanpa kehadiran ibu saya? Bagaimana saya masih berani berharap impian itu bisa terwujud ketika badan saya sendiri didera dengan penyakit?

Maybe I fooled myself, I thought at that time, how could I make my dream came into reality without my mother by my side? How could I even hope it would come to pass with my own health problem?

Ketika saya dalam segala keputusasaan dan kepedihan memutuskan untuk melepaskan impian itu… justru pada waktu itu ibu saya menjadi sembuh dan begitu pula saya. Aneh..

And when in my desperation and devastation I let go that dream, strangely my mother and myself were healed.

Dan impian itu kembali mendatangi saya. Dia telah mendampingi saya selama 25 tahun ini. Dia datang lagi bagaikan seorang sahabat lama yang setia berjalan bersama saya selama 25 tahun ini tanpa terlihat oleh orang lain kecuali oleh mereka yang sangat dekat dengan saya.

The dream returned. It has been with me all this time. It returned like a long time friend who has faithfully walked with me, invisible to many but to those closest to me.

Dia menggenggam tangan saya seperti ingin menyampaikan pesan kepada saya untuk tidak menyerah, untuk tidak takut dan untuk tidak melepaskan harapan.

It hold my hand like wanting to pass me a message, don’t give up, don’t be afraid and don’t loose hope.

Saya tidak tahu bagaimana semua impian saya akan terwujud karena ini membutuhkan dana yang besar. Dan saya mempertahankan keyakinan untuk menyediakan sendiri dana itu. Saya tidak mau meminta-minta kesana kesini karena saya tidak mau dikemudian hari akan ada omongan bahwa kalau bukan karena dana dari bapak ini atau ibu itu atau yayasan ini atau organisasi itu maka impian saya tidak akan pernah terwujud. Saya tidak mau ada pihak yang merasa dirinya berjasa. Saya tidak mau mereka nantinya merasa dapat mendikte impian saya.

I don’t know how the dream will come to pass because it needs lots of money. I keep the believe I will provide the source of financing. I don’t want to go around asking for donation because I don’t want to hear anyone says that I wouldn’t able to make my dream come into reality without the help of that man or this woman or that foundation or this organization. I don’t want there shall be people who think they have play huge part in bringing my dream into reality. I don’t want them to feel justified to control my dream.

Di dalam diri saya masih tersisa banyak ketulusan dan kemurnian sehingga saya meyakini saya bisa mengontrol impian saya untuk tetap berjalan sesuai dengan tujuan awalnya.

There are still many sincerity and innocence left in me so I believe I can control my dream to stick on its original purposes.

Tapi bila impian ini diwujudkan oleh karena bantuan dana dari pihak-pihak luar, saya tidak yakin impian saya bisa tetap berjalan dengan segala ketulusan dan kemurniannya. Pihak luar yang merasa telah memberikan kontribusi bisa saja memiliki tujuan atau keinginannya sendiri dan merasa berhak untuk menentukan, mengatur atau mengendalikan impian saya. 

I am not so sure it would go that way if there should be people who due to the feeling of  having their shares and contribution on bringing my dream into reality making them want to turn my dream go according to their will and control.

Saya tidak mau hal itu terjadi.

I don’t want it to happen like that.

Selama 25 tahun saya telah berupaya tapi rejeki belum sepenuhnya terbuka. Tapi saya yakin keadaan ini akan berubah. Pasti akan ada jalannya.

I have had my effort for 25 years but the way to prosperity has not opened widely. I am sure present condition and situation will change. There will be way to make this happen.

Setiap manusia memiliki impiannya. Ada yang terwujud dalam jangka waktu singkat, ada yang harus menunggu bertahun-tahun. Ada yang terwujud tanpa memerlukan banyak usaha, ada yang harus melalui banyak tantangan. Ada yang menyongsong impian itu dengan banyak harapan, ada yang menjadi putus asa oleh karena hal-hal tertentu.

Everybody has their own dream. Some happen in short time, others have to wait years before it really come true. Some have it with less effort while others have to go through many challenges. Some embrace it with optimism and there are others who left in desperation.

Jangan pernah melepaskan impianmu betapapun banyak tantangannya, tidak perduli bahkan ketika seluruh dunia mengatakan hal itu tidak masuk akal, ketika tahun demi tahun lewat tanpa ada setitik tanda akan terbuka jalan untuk mewujudkan impian itu..

Never let go your dream no matter there are many challenges, not even when the whole world say it is impossible, never give up even when years pass by without any sign that the road is finally open for you to bring it into reality.

Karena tantangan dan waktu yang terlewati sebetulnya adalah masa persiapan.

Challenges and the period time of waiting are actually prepare you for whatever dream you have.

Friday, April 26, 2013

I’m Alive

24 jam pertama ketika menstruasi saya akhirnya berhenti pada hari Selasa, 23 April, terasa bagaikan suatu yang luar biasa.

The first 24 hours when my menstruation stopped on Tuesday, 23rd April, it felt so amazing.

Saya belum sepenuhnya percaya sehingga pembalut masih saya pakai karena selama 8 bulan menstruasi saya tiba-tiba volumenya menjadi sangat banyak, sebagai perbandingan, sebelum September 2012 saya hanya berganti pembalut paling banyak 2 kali sehari sementara setelah September 2012, saya bisa berganti pembalut 5-10 kali sehari.

I haven’t completely believed it really stopped so I still wore my sanitary napkin on that day because for 8 months the volume of my menstruation increased drastically. In comparison, before September 2012 I changed sanitary napkin twice a day. After September 2012, I could change it 5-10 times a day.

Sebelum September 2012, pembalut yang saya pakai tidak pernah sampai terisi penuh dengan darah dari ujung atas sampai ujung bawah. Apalagi sampai tembus. Tapi setelah September 2012, setiap kali saya mengganti pembalut, warnanya sudah merah dari atas sampai bawah dan berat karena penuh terisi darah.

Before September 2012 blood never filled the sanitary napkin from top to bottom. Never leaked. But starting September 2012 it was all red and heavy as it was full with blood.

Yang namanya sampai tembus… wah, pernah terjadi di kantor, di dalam angkot, saat tidur dan yang terakhir terjadi saat sedang di ruang tunggu dokter kandungan RS PMI pada Selasa, 16 April.. tiba-tiba darah menetes ketika saya bangkit berdiri… haha… anda pasti bergidik membayangkannya.., apalagi saya yang mengalaminya..

Leakage?.. it happened in the office, in public transportation, on my bed and the last happened in the gynecologist waiting room at PMI hospital on Tuesday, 16th April. Blood dripped when I got up.. it would raise the hair on the back of your neck.. but it really happened to me..

Rasa senewen selalu membayangi karena takut kursi atau tempat tidur  yang saya duduki tiba-tiba sudah bernoda darah. Sekalipun saya sudah memakai pembalut berukuran 29 cm dan kemudian 35 cm tapi tetap saja rasa was-was itu ada.

I constantly worried over the chair or bed would be stained by blood. Even after with 29 cm long sanitary napkin and later to 35 cm long, I still felt uneasy.

Jadi selama 8 bulan itu tanpa sadar saya mengembangkan suatu kebiasaan untuk buru-buru memperhatikan tempat duduk yang saya duduki setelah saya berdiri, melompat berdiri ketika merasa ada yang mengalir keluar dari dalam vagina dan bangun dari tempat tidur langsung berdiri karena takut kalau saya duduk dulu ada kemungkinan pembalut sudah penuh dan tembus, hal itu terjadi beberapa kali sehingga akhirnya saya melapisi tempat tidur dengan kain… yah, jadi kayak anak bayi yang tukang ngompol aja… hehe..

In the past 8 months I unconsciously developed a habit to check on the chair after I got up, to quickly stood up when I felt something dripped from my vagina and to stand up once I woke up for fearing I would stain the bed if I didn’t get up quickly. It did happen few times so I put a cover on my bed.. and I felt like a baby who peed on her bed. Lol..

Alasan lain mengapa saya masih juga memakai pembalut pada hari Selasa, 23 April itu karena dalam pengalaman selama 8 bulan (sejak September 2012), menstruasi tidak pernah benar-benar stop. Bisa saja dia berhenti tapi beberapa menit atau jam kemudian kembali mengalir. Sudah beberapa kali saya tertipu jadi pada hari itu saya belum sepenuhnya percaya dia memang sudah benar-benar total berhenti.

Another reason why I still had my sanitary napkin on Tuesday, 23rd April is because for 8 months (since September 2012) my menstruation never really stopped. It stopped for only few minutes or few hours. I have been fooled to think it had stopped so I didn’t believe it really stopped on that day.


Menstruasi sebetulnya adalah suatu proses alami yang dialami oleh setiap wanita. Organ wanita dilengkapi dengan rahim dan dua indung telur. Indung telur menghasilkan sel telur yang mengalir ke dalam rahim. Rahim secara otomatis akan mempersiapkan diri dengan menebalkan dindingnya. Bila wanita itu tidak berhubungan badan dengan laki-laki atau memakai alat kontrasepsi yang mencegah masuknya sperma ke dalam rahim dan bertemu dengan sel telur maka sel telur dan lapisan dinding rahim akan dibuang. Bentuknya adalah darah menstruasi. Proses ini terjadi 28 hari sekali. Kadang tidak sampai 28 hari, kadang melebihi 28 hari karena faktor hormon, stress, sakit atau keletihan.

Menstruation is actually a natural process because every woman has one uterus and two ovaries. Ovaries produce eggs and they are sent to the uterus. Uterus prepares itself by thickening its wall. If the woman doesn’t have sex with any man or she uses contraception to prevent sperm to get inside the uterus and meeting the eggs, the layers in the uterus wall and the eggs will automatically be shed away and out they came in the form of menstrual blood. This happens every 28 days. Sometimes it is less than 28 days, sometimes it is more than 28 days because of hormone, stress, sickness or physical weariness.

Saya mendapat menstruasi pertama kali pada usia 15 tahun. Sebelum usia 20 tahun, siklusnya masih kacau, kadang hanya 5 hari, kadang seminggu. Selain itu menstruasi masih disertai dengan rasa sakit, pegal di pinggang dan pinggul. Volumenya juga agak banyak.

I had my menstruation when I was 15 years old. The cycle was not stable before I turned 20. It went for 5 days, other time it would go for a week. It also gave me pain, stiffness in the hip. High in volume too.

Tapi diatas usia 25 tahun, siklus berubah. Lama menstruasi hanya 3 hari, jumlah sedikit dan jarang disertai dengan rasa sakit.

Its cycle changed after I got older. It went for only 3 days, less in volume and rarely felt any pain.

Diatas usia 30 tahun, menstruasi bahkan hanya berlangsung selama 2 hari, tidak ada rasa sakit lagi. Ini membuat saya merasa nyaman karena ini saya nilai cocok dengan tipe kepribadian saya yang tomboy, tidak sabaran, tidak terlalu becus mengurus diri sendiri dan kemudian bekerja sebagai guru TK yang mengharuskan saya banyak bergerak dan jarang duduk, kemudian semakin usia bertambah malah semakin sering jalan.

After 30, it even went for just 2 days and no more pain. I found this suited my tomboy, impatient, lousy self caretaker characters and also my profession as kindergarten teacher that made me had to move around, less time spent to sit down and as I get older I find myself making more travelling than when I was younger.

Saya kira memasuki usia 40 tahun akan membuat siklus menstruasi itu semakin stabil. Eh, yang terjadi malah sebaliknya. Tanpa tanda-tanda peringatan apa pun tiba-tiba saja mulai September 2012 dia berubah menjadi agresif seperti itu.

I thought it would get more stable as I reached 40. I was not prepared to face the contradiction. Without any warning it raged aggressively since September 2012.

Untungnya tidak disertai dengan rasa sakit sehingga walaupun beberapa kali diserang dengan rasa pusing, berkunang-kunang, hampir pingsan dan rasa lemas yang berkesinambungan. Semua itu membuat aktivitas saya tidak terlalu terganggu. Orang-orang disekitar saya tidak ada yang tahu kalau selama 8 bulan ini saya sebetulnya membawa badan yang tidak sehat. Banyak yang kaget ketika akhirnya saya ambruk pada hari Selasa, 16 April dan penyakit saya terungkap.

Luckily I didn’t feel any pain despite the dizzy, nearly fainted few times and having fatigue constantly. That is why I could do my activities like a normal person and no one knew something was wrong inside my body. Many were surprised when my condition got worsened on Tuesday, 16th April and it revealed what I have been dealing for 8 months.

Hari Kamis, 25 April ini menandai lebih dari 72 jam menstruasi berhenti total.

This Thursday, 25th April marked my menstruation has totally stopped for more than 72 hours.

Bagaimana rasanya?

How does it feel?

Oh, bagaikan mimpi yang selama 8 bulan tidak berani saya mimpikan. Kekuatan saya kembali, tidak ada rasa lemas, tidak ada pusing, berkunang-kunang, lepas dari pembalut, tidak lagi melihat darah memenuhi kloset ketika saya buang air kecil dan setiap malam saya dapat tidur tanpa merasa cemas darah akan menodai seprei tempat tidur saya.

It feels like the dream I dared not dream for 8 months. I regain my strength, no more fatigue, dizzy gone, no more sanitary napkin, don’t have to see blood fill the water closed when I pee and free of anxieties of me staining my bedsheet with blood.

Saya merasa kehidupan itu kembali kepada saya setelah selama 8 bulan saya merasa hidup bagaikan zombie, mayat hidup yang berjalan, bekerja dan bicara.

Life returns to me after living like a zombie, a dead person walked around, worked and talked.

Saya masih harus berjuang menghadapi hidup yang tidak secara otomatis ikut menjadi serba mudah. Tabungan saya habis untuk biaya berobat, saya berhutang pada beberapa orang untuk membiayai ongkos berobat saya (dokter, USG dan obat totalnya hampir 800 ribu dan saya dua kali berobat serta dua kali menebus obat), dengan gaji sebulan hanya 1,5 juta entah bagaimana kami bisa melunasi hutang itu dan sementara itu hubungan saya dengan Andre sedang mengalami krisis.

I still have to deal with life as it is not automatically go easy on me. Gone is my saving to pay gynecologist, USG and medicine bills (total 800 thousand, multiply it with two because I went to the gynecologist twice, had USG twice and bought same medicine twice). I had to borrow money and with salary of 1,5 millions a month I have no idea how I can pay it all and in the meantime, my relationship with Andre is put on hold. 

Saya tidak mau berpikir. Saya takut saya stress. Saya tidak mau hormon yang sudah jinak itu kembali mengamuk dan menstruasi itu kembali menggila.

I don’t want to think. I am afraid I would get stress. I don’t want those tamed hormones go wild and triggers the menstruation to return.

Kehidupan baru saja kembali kepada saya.

I just got my life back.

Ginekolog di RS PMI memberikan 3 kemungkinan penyebab menstruasi saya demikian banyak dan berlangsung nyaris tanpa henti. Jantung saya serasa berhenti berdetak ketika mendengarnya; Hormon, miom/tumor, kanker rahim.

Gynecologist at PMI hospital gave me 3 possibilities on what caused my menstruation got unstoppable for 8 months. It stopped my heart when heard it might be hormone, myoma or cancer.

Ginekolog yang saya temui pada bulan November 2012 memberi prediksi kemungkinan penyebabnya hormon atau gejala pra-menopause.

The first gynecologist I went to see in November 2012 said it would be hormone or pre-menopause.

Tidak mudah bagi saya untuk menerima bahwa di usia 41 tahun saya menghadapi 4 kemungkinan sesuatu sedang terjadi atau berada dalam tubuh saya. 4 kemungkinan; Pra-menopause, hormon, miom/tumor, kanker rahim.

It was not easy for me to accept that at 41 one of these 4 possibilites; pre-menopause, hormone, myoma or cancer, as the cause of this thing that raging inside my body.

Ada begitu banyak cita-cita, keinginan, rencana dan harapan dalam diri saya. Sebagian besar belum terwujud dan 4 kemungkinan itu menciutkan hati saya ketika saya bertanya-tanya apakah saya bisa cukup kuat, cukup sehat dan cukup panjang umur untuk bisa melihat semua itu terwujud. Ketika itu rasanya kehidupan seperti berada di ujung tanduk. Kehidupan seperti akan direnggut dengan paksa dari diri saya.

There are many dreams, wishes, plans and hopes I have that mostly have not come to pass and those 4 things discouraged me when I asked myself if I would be strong enough, healthy enough and live long enough to see my dreams, wishes, plans and hopes come to pass. Life seemed reached its final term. Life looked as if it would be taken away from me by force.

Tapi ternyata hanya hormon penyebabnya dan itu pun sudah berhasil diatasi oleh obat.

But it was actually caused by hormones and they are cured by the medication.

Kehidupan baru saja kembali kepada saya.

I just got my life back.

I’m alive.. saya hidup.. itu yang penting..

I’m alive… what can be more important than that?

Thursday, April 25, 2013

La Vida Loca

Crazy World…

Selasa, 23 April.. pendarahan berhenti hari ini! Akhirnya!

Tuesday, 23rd April.. the bleeding stops today! At last!

Crazy World… Crazy Life..

Waktu nyokap masuk rumah sakit pertama pada Jumat Agung, 29 Maret lalu, menstruasi saya sudah berjalan sejak beberapa hari sebelumnya. Saya sudah tidak ingat persisnya kapan menstruasi itu mulai.

When my mom was hospitalized on 29th March, I had my menstruation gone for few days already. I don’t remember exactly when.

Terlalu sibuk dengan urusan nyokap yang sakit dan terlalu tegang melihat kesehatan fisiknya turun naik setelah dia pulang dari rumah sakit membuat saya semakin tidak peduli dengan menstruasi saya yang terus mengalir selama seminggu.. sepuluh hari.. dua minggu…

Too wrapped up and too tense seeing my mom’s health went up and down after she was released from the hospital made me stop paid attention to my menstrual that has gone for a week.. ten days.. two weeks.. unstopable.

Menstruasi saya yang biasanya sedikit dan hanya berlangsung selama tiga hari tiba-tiba berubah menjadi amat sangat banyak dan berjalan sangat lama mulai bulan September 2012. Bahkan dari September sampai November hampir tidak berhenti mengalir.

I usually had it less and only for three days but it changed since September 2012. It was flooding. It nearly unstopable from September to November.

Saya berobat ke dokter kandungan. USG menunjukkan rahim dan indung telur saya bersih. Tapi obat untuk menghentikan pendarahan malah bikin saya lemas hingga hanya 2 hari saya pakai.

I went to see a gynecologist. USB showed my uterus and ovaries were doing just ok. But the medicine to stop the bleeding made me limped me so I only took it for two days.

Desember 2012 – Januari 2013, masih mengalir banyak tapi sempat berhenti selama seminggu.

In between December 2012 to January 2013 it was still raging but it stopped for a week.

Februari – Maret, menstruasi mulai menggila lagi.

February to March my menstruation was enraging again.

April.. saya mulai takut. Untuk pertama kalinya, saya takut tidak hanya pada hal-hal yang terjadi pada ibu saya tapi juga pada apa yang sedang terjadi dalam tubuh saya.

April.. it started to freak me out. For the first time I freaked out not only for my mother but also for the things happening inside my body.

Senin, 15 April, sekitar jam 1 siang, ayah saya menelpon. Menangis. Nyokap sakit. Saya langsung meninggalkan kantor. Pikiran saya kacau. Apa saya akan kehilangan nyokap? Saya tidak mau percaya. Saya menolak untuk percaya. Sebegitu kejamkah kehidupan kepada saya? Tapi hidup telah memperlakukan kami dengan kejam selama bertahun-tahun, apakah saya berani berharap kali ini hidup akan berbelaskasihan kepada kami? Masih bisakah saya percaya akan ada yang menyelamatkan kami?

Monday, 15th April, at around 1 pm my dad called me. He cried. Mom was ill. I left the office right away. My mind was a mess. Would I lost my mom? I refused to accept it. I didn’t want to believe it. Was life so mean to me? But life has treated us mean for years, would I dare to believe it would have mercy on us? Would I still believe we would be saved?

Tapi ibu saya selamat. Bahkan di RS PMI Bogor, sakitnya terdeteksi. Bukan jantung. Bukan darah tinggi. Kelenjar tiroid yang bikin dia sakit selama bertahun-tahun ini.


Mom did survive. Her real illness finally diagnosed in PMI hospital. It was not heart problem. Nor blood pressure. It has been her thyroid all this years.

Obat dikonsentrasikan pada tiroid. Jantung langsung menjadi normal. Tekanan darah turun sampai akhirnya menjadi 120/80.

Once it is treated, her heart is working back to normal, her blood pressure is at the rate of 120/80.

Ibu saya seperti mendapat hidupnya kembali.

My mom seems to have her life back.

Tapi sementara itu.. Selasa, 16 April.. menstruasi saya menggila. Dalam jangka waktu setengah jam, saya bisa mengganti pembalut sampai hampir 10! Saya tidak lagi memakai pembalut berukuran normal. Saya sudah memakai yang ukuran 29 cm. Kemudian memakai yang berukuran 35 cm. Dalam waktu beberapa menit, pembalut itu penuh dengan darah dari ujung atas sampai bawah!

But in the meantime, on Tuesday, 16th April, my menstruation went crazy. In half hour I had to have my sanitary napkin changed ten times! I had used not the regular size. I had used the 29 cm and then forced to use the 35 cm long ones.

Lalu hari itu juga saya terbangun dari tidur siang dengan kepala yang luar biasa pusing. Banjir keringat dingin. Mual. Saya gemetaran.

On that same day I woke up from my nap with a bad headache. I also had cold sweat. Nausea. I was shaking like crazy.

Saat itu saya sedang mengunjungi ibu saya di rumah sakit. Karena capek, saya tertidur di tempat tidur nyokap. Bangun tidur malah bukannya jadi segar, malah jadi seperti itu.

I was visiting my mom in the hospital. I was so exhausted, I fell to sleep on her bed. I woke not feeling fresh, I woke up and felt worst.

Ayah saya memeluk saya, memijit kepala saya. Dari suaranya saya tahu ayah saya menangis melihat saya seperti itu. Kami baru saja melalui krisis yang menimpa ibu saya dan sekarang fisik saya menjadi seperti itu. Saya tidak mengeluh karena tidak mau membuat orang tua saya menjadi khawatir tapi saya tahu keadaan saya membuat miris hati mereka. 

My dad hugged me. Massaged my head. I could tell from his voice, he was crying upon seeing me like that. We just got through mom’s crisis and now I got my own crisis. I didn’t complain, not wanting to make my parents worry but I knew it broke their hearts to see me like that.

Ayah saya ngotot membawa saya ke dokter kandungan yang ada di rumah sakit itu.

My dad insisted to take me to the gynecologist in that hospital.

Hasil USG menunjukkan dalam rahim ada penebalan 3,2 cm. Dokter menyarankan biopsi untuk mengetahui apa penyebab penebalan itu dan menstruasi yang demikian banyak dan tanpa henti.

USG showed that there was something inside my uterus and it was 3,2 cm thick. The gynecologist suggested me to have a biopsy to know what have caused it because it has made me had unstopable menstruation.

Apa penyebabnya? saya bertanya.

What caused it? I asked.

Hormon, miom/tumor, kanker rahim.

Hormone, myoma (a benign growth of a smooth muscle in the wall of the uterus), cancer.

Dari luar saya terlihat tenang. Tapi dalam hati saya ambruk.

I appeared calm but inside I broke down.

Crazy World… Crazy me..


Wednesday, April 17, 2013

You Are All That Matters

Belum ini saya menulis tentang penyambut setia saya di rumah. Tentang orang-orang terkasih di rumah yang setiap sore menunggu kepulangan saya.

Just recently I wrote about loved ones at home who are always wait for me returning home every afternoon.

Ketika ibu saya masuk rumah sakit pada akhir bulan Maret lalu, belum pernah saya merasa demikian hancur-hancuran.

I have never felt so fell apart when my mother was hospitalized in March.

Saya bisa memiliki segalanya yang ada di dunia ini tapi apalah artinya semua itu tanpa adanya orang-orang yang mengasihi dan yang saya kasihi?


I could have all the world but would it matter without the people who love me and whom I love so much?

Ketika saya kembali ke rumah, rasanya seperti meninggalkan dunia yang buruk, kotor, penuh dengan berbagai kepalsuan dan kejahatan.

When I get home, it feels like leaving the wicked world and all its fakers and evil.

Segala ketegangan rasanya hilang ketika saya membuka pagar. Segalanya menjadi demikian sederhana. Doggie berlari mengitari saya. Menggonggong ceria. Melompat berdiri, minta kepalanya ditepuk-tepuk dan dielus oleh saya.

I can feel all the tension is gone when I open the fence. Everything looks so simple. Doggie runs around me. Barks in its happiness. Jumps up, wanting me to pat and caress its head.

Saya membuka pintu rumah, masuk ke dalam rumah dan menutup pintu itu.

I open the door, walk in the house and close that door.

Setiap kali itu pula saya merasa semua orang aneh kini berada di luar.

Everytime I do that I feel that I leave behind me all the crazy people out there.

Saya berada di dalam rumah. Doggie ikut masuk. Ayah saya ada di dalam rumah. Ibu saya ada di dalam rumah.

I am in the house. Doggie comes in too. My father is in the house and so does my mother.

Saya tidak lagi peduli apakah ketika saya pulang saya mendapati ayah saya sedang mengorok di sofa atau sibuk di dapur atau menonton pertandingan sepak bola di tv, karena yang berarti bagi saya adalah ayah saya ada di rumah.

When I get home, I no longer give a damn whether I’d find my father snoring on the sofa or busy in the kitchen or glue to the tv watching soccer match because what matters most is he is there.

Saya tidak lagi peduli apakah ketika saya pulang, saya mendapati ibu saya dalam keadaan sehat atau terbaring lemah di tempat tidur karena sedang mendapat gangguan pada kesehatannya. Bagi saya, ibu saya ada di rumah.

When I get home, I no longer give a damn whether I’d find my mother is well or she is lying on bed being unwell because what matters most is she is there.

Saya masuk ke rumah dan saya merasa aman karena di sana ada mereka yang mengasihi dan yang saya kasihi lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.

I get in the house and I feel safe because there are people who love me and whom I love more than anything in this world.

Bersama mereka, saya menjadi diri saya sendiri. Saya tidak perlu memasang senyum palsu, tidak perlu mengalah dan memberikan kepala saya untuk diinjak, tidak perlu menjadi sasaran ketidaksukaan orang, tidak perlu meminta maaf untuk hal yang bukan kesalahan saya, tidak perlu tertawa ketika hati menangis, tidak perlu mengikuti kemauan orang lain yang sangat bertentangan dengan hati nurani…

Being with them means I can be completely me. I don’t have to put on fake smile, I don’t have to give my head to become other people’s door mat, I don’t have to be a scapegoat, I don’t have to apologize for the mistake that I didn’t do, I don’t have to laugh when my heart is crying, I don’t have to follow other people’s wishes that against my will..

Dalam dunia yang keras dan dipenuhi dengan segala manusia sinting, saya memiliki satu tempat berlindung, tempat saya dapat bernapas, tempat yang aman dan memberikan kedamaian.

In this wicked world inhibited by jackass, weirdos and bitches, I have one safe place where I can hide, I can breathe, a sanctuary, a place I find peace.

Saya sudah pergi ke banyak tempat yang indah dan memukau. Saya bertemu dan bergaul dengan berbagai orang yang sangat baik, mengagumkan dan luar biasa.

I have been to many beautiful places. I have met and hung around amazing, wonderful and kind people.

Tapi dalam segala kekurangannya, orang tua saya adalah orang-orang yang membuat saya menjadi diri saya sekarang ini. Mereka adalah air yang menyejukkan, benteng yang melindungi, karang yang kokoh, penawar racun dan obat yang paling manjur untuk segala kesakitan yang diberikan oleh dunia serta manusia-manusianya. 

But with all their imperfectness my parents are the people who make me as the person I am today. They are the cool water, the fortress, the solid rock, the antidote and medicine that heal me from all the pain given by the world and its man.

Ketika orang-orang yang saya kasihi menderita, saya merasakan kepedihan yang lebih dalam dari pada ketika orang mencaci dan menghina saya.

When my loved ones suffer, it hurts me more than when people yelled or scolded me.

Ketika orang-orang yang saya kasihi seakan hendak direnggut paksa dari sisi saya, saya merasa lebih baik saya ikut mati bersama mereka karena apalah artinya saya hidup tanpa mereka? Betul, di dunia ini tidak ada kehidupan tanpa akhir, tapi saya tidak mau orang tua saya pergi saat ini sebelum mereka melihat segala harapan, keinginan dan impian kami bertiga terwujud.

When it seemed death would grab my loved with force, I feel I better die with them because what would I be without them? Yes, nothing is mortal in this world but they are not going to be taken before they see all of our wishes, hopes and dreams come true.

Karena kami bertiga telah merasakan dan menjalani penderitaan bersama-sama. Kami harus merasakan dan menjalani kebahagiaan, keberhasilan dan kemakmuran bersama-sama pula.

The three of us have gone through hardship together. We therefore must have the happiness, success and prosperity together as well. 

Wednesday, April 10, 2013

Loved Ones At Home


Segimana pun nyebelin atau beratnya satu hari, tapi selalu ada yang menunggu kamu pulang dengan muka gembira. Begitu terjemahan bebasnya.

Yang bermuka gembira ini bisa anak, pasangan, orang tua, adik, kakak atau hewan peliharaan.

It could be your child, spouse, parents, sibling or pet. 

Buat saya, penyambut bermuka gembira itu adalah anjing saya, Doggie.

For me, the one who greets me once I get home everyday is my dog, Doggie.

Biar pun tidak pake jam tangan (atau jam kaki?) dia sepertinya tahu saya biasanya sampai di rumah sekitar jam 5 sore. Karena dari jam 4.30 sampai jam 5 sore dia tidak mau di suruh masuk ke dalam rumah. 

It seems know the usual time I get home is at around 5 pm because it doesn’t want to stay in the house from 4.30 to 5 pm. It insists to stay in the front terrace, waiting for me get home.

Kalau saya sampai di rumah lebih sore dari itu, dia akan mengeluarkan suara ‘waaaww’ dengan keras dan berkali-kali ketika dia menyambut saya. Mungkin dia bertanya ‘kemana aja sih, Ke, kok sampe sore banget?’

When I get home later than 5 pm, it growls loudly and repeatedly as if it asks ‘where have you been that makes you get home this late?’

Kegembiraan yang tulus dari seekor hewan mungkin hanya bisa disamakan oleh anak-anak.

Such genuine and spontaneous animal happiness can only be compared with that of children’s.

Orang dewasa sulit untuk bisa menunjukkan reaksi kegembiraan yang demikian tulus dan spontan ketika melihat anggota keluarga, teman, kerabat, rekan kerja atau atasannya datang.

Grown ups can’t show same reaction when they see their family member, friend, relatives, colleague shows up.

Reaksi kita menyambut seseorang yang datang sangat dipengaruhi dengan suasana hati (mood), suasana badan (sehat, sakit), adanya hal-hal menarik atau aktivitas yang sedang dilakukan (menonton, membaca, bekerja dll).

That’s because our reaction is very much influenced by our moods, physical condition (being well or unwell), either there are things that distract our attention (watching tv, reading, working, etc).

Suasana hati yang enak, badan yang sehat, tidak adanya tontonan-bacaan atau pekerjaan yang menyita perhatian kita membuat kita bereaksi positif, menunjukkan muka ceria, sikap ramah, suara dan bahasa tubuh yang menyiratkan kegembiraan.

Good mood, being well physically, no distraction make us react positively toward anyone who enters our door.

Tapi jangan salah juga, pribadi dari orang yang datang itu juga bisa membuat kita bereaksi negatif sekali pun cuaca hati kita sedang baik, badan sehat, tidak sedang sibuk atau ada hal-hal lain yang menarik perhatian kita.

But that can’t be applied to all people because there are certain kind of people whom we greet coldly and sometimes our dislike for their presence is clearly shown in our faces or gestures.

Ada orang-orang tertentu yang ketika mereka datang, orang akan bereaksi datar, dingin, menjauh, bahkan menunjukkan sikap atau raut muka tidak suka. Hehe.. amit-amit, jangan sampai ya hal demikian terjadi pada diri saya dan anda.

I hope it will never happen to me or to you.

Karena itu diperlukan introspeksi diri untuk bisa melihat apakah sifat dan kepribadian diri sendiri menyenangkan atau menyebalkan. Dan kalau pun menyenangkan, apakah itu memang benar-benar menyenangkan yang murni, yang tulus dan asli.

Self introspection therefore is an essential thing to do to see if our characters and personalities are that annoying to others. And check if the pleasant or good characters and personalities are genuine and sincere.

Nah, kembali ke judul, Orang-Orang Tercinta Di Rumah, buat saya, penyambut setia adalah Doggie.

Now back to the topic, my greeter is my dog. It one who puts happy face when it sees me get home.

Saya tidak berharap banyak orang tua saya akan menunjukkan muka cerah ketika saya pulang. Bukan berarti mereka tidak suka atau tidak lega melihat saya sudah berada kembali di rumah.

I don’t expect much from my parents. Not that they are not happy to see me get home.

Ayah saya biasanya sudah kelelahan karena tanggung jawab mengurus rumah menjadi bagiannya. Itu di tambah dengan mengurus ibu saya. Jadi kalau saya sampai di rumah, yang saya temui adalah seorang ayah yang kelelahan atau yang masih sibuk melakukan pekerjaan rumah atau yang sedang mengurusi ibu saya atau sedang mengorok tidur sambil duduk di sofa atau kalau lagi musim pertandingan sepak bola, sedang duduk di depan tv sampai rasanya tidak menyadari kalau anaknya sudah pulang.


My father is usually tired because the responsibility to take care the house has been given to him. With addition of taking care my mother. So when I get home I met my tired father or a busy one doing housework or caring for my mother or snoring on the sofa or stuck in front of tv watching soccer that sometimes he doesn’t realize I have already in the house.

Ibu saya.. yah, berjuang mengatasi berbagai kelemahan fisik dan mental. Di hari-hari baik, ketika saya pulang, nyokap kelihatan segar bugar, sudah mandi, sedang duduk menonton tv, bisa di ajak ngobrol dan bercanda. Tapi di hari-hari tidak baik, yang saya temui adalah nyokap yang belum bangun tidur, kuyu, belum mandi atau sedang duduk dengan muka yang menyiratkan sedang menahan sakit dan panik didampingi oleh ayah saya yang sama saja kelihatan senewen.

My mother.. well, struggling with physical and mentally problems. In her good days, she looks fresh, has taken a bath, sit in the livingroom, watching tv, I can have a conversation with her and even joke her around. But in bad days, what I met at home is a sick mother, looking tense, panic and distress of the pain, fear and worries. At time like this, my father doesn’t look any better.

Ada hari-hari dimana saya tidak kepingin pulang ke rumah.

There are days when I just don’t feel like going back home.

Tapi ada masa ketika saya pulang dan sama sekali tidak ada yang menyambut saya. Itu saya alami ketika saya tinggal di tempat kost dan kemudian di mess karyawan. Yang ada paling hanya teman-teman se-kost, induk semang serta keluarganya atau pembantu. Dengan mereka, ya, jangan berharap banyak akan mendapat sambutan penuh kasih sayang atau penuh perhatian.

But there were times when I got home and no one greeted me. It was when I stayed in rented places. The ones I met were another leaser, the landlord or his family, or the maid. Don’t expect them to greet you with love or showing lots of interest on whether you are around or not.

Mana yang lebih enak? Seburuk-buruknya keadaan di rumah, tentunya jauh lebih menyenangkan ada bersama dengan keluarga sendiri. Kecuali kalau keluarga menciptakan neraka dunia di rumah.

Which one better? Though things are not good at home, it is still much better to be among your own family. Unless your family creating hell at home.

Satu dari sekian banyak hal yang saya sukai dari kehadiran Andre adalah usai jam kantor, saya bisa menemuinya menunggu saya di mobil atau di tempat bilyard. Dan melihat mukanya menjadi cerah begitu saya muncul, rasanya keletihan fisik dan mental yang saya bawa dari kantor bisa hilang dalam sekejap. Dia bahkan tidak perlu mengucapkan sepatah kata pun.


One of the many things about Andre’s presence is that after work I find him waiting for me in the car or at the snooker house. Seeing his face brims brightly when he sees me make all physical and mental weariness gone in a second. He doesn’t even have to say a word.

Saya menyukai kemandirian, ketegaran dan kesendirian tapi saya tetap mencari dan membutuhkan kebahagiaan dengan berada di antara mereka yang mengasihi saya dan yang saya kasihi karena kasih itu mencegah hati saya menjadi terlalu keras karena harus menghadapi kekerasan, kesulitan dan berbagai penderitaan yang diberikan oleh kehidupan.

I like being independent, tough and be on my own but I still seek and need the happiness from being with those who love me and whom I love because that love prevents my heart from being hardened after having to deal with many troubles, challenges and pain of life.

Beberapa tahun terakhir ini hal itu menjadi semakin berarti bagi saya.

It becomes important for me especially in the past years.