Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Saturday, November 30, 2013

My Mother’s Tale

Hari Kamis sore (28/11) sepulang dari kantor, saya mendapati ibu saya tertidur sambil duduk di sofa di ruang tamu.

That Thursday afternoon (Nov 28th) I got home from the office to find my mother slept on the livingroom sofa.

Dia bahkan tidak terbangun ketika saya membuka dan menutup pintu, tetap pulas sekali pun ayah saya dan saya bicara dengan suara agak keras.

She didn’t wake up when I opened and closed the door, not even by the loud voice of my father and I when we spoke.

“Teler gara-gara obat” kata ayah saya.

“Pretty much sedated by the medicine” said my father.

Yah, masih mending begitu deh dari pada menemuinya dalam keadaan seakan napasnya akan putus.

Yeah, it is so much better than to see her as if she was about to take her last breath.

Sehari sebelumnya, jam 4 pagi, ayah saya membangunkan saya. Panik. Ibu saya dalam keadaan demikian.

Yesterday, it was 4 am, my father woke me up. Panic. My mother was in that kind of condition.

Saya nyaris jatuh dari tempat tidur ketika meloncat bangun dan hampir menabrak pintu ketika berjalan tersaruk-saruk keluar kamar.

I nearly fell off my bed when I jumped out of it and almost bumped into the door as I walked stagerly out of the bedroom.

Ibu saya memiliki masalah dengan kelenjar tiroid atau yang lebih dikenal umum sebagai penyakit gondok. 7 bulan lalu kondisinya demikian parah sampai kami semua mengira akhir hidupnya sudah tiba.

My mother has thyroid gland problem. 7 months ago her condition was so critical that we all thought she would pass away.

Setelah 7 bulan, obat untuk mengobati kelenjar tiroidnya itu memberi dampak samping yang membuat tubuh ibu saya seperti tidak mampu menyimpan tenaga. Jadi ketika dia melakukan aktivitas fisik (yang tidak membutuhkan banyak enerji), ibu saya merasa seperti akan pingsan.

After 7 months, the medicine for her thyroid gland gave side effect. It made my mother’s body seemed unable to keep enough energy. So when she did light physical activity (which didn’t need lots of energy) my mother felt she would pass out.

Dia takut. Ketakutan. Panik.

She was scared. Freaking out. Panic.

Semakin dia panik, semakin kacau detak jantungnya. Dan ini membuatnya semakin takut dan lebih panik.

The more she panicked, her heart beat went crazy. And this made her more scared and more panic.

Persis seperti lingkaran setan.

It screwed her up.

Ayah saya terbawa suasana. Ikut panik. Ikut takut. Bingung.

My father got carried away. Joined the club. Panic. Terrified. Confused.

Saya terpaksa harus membentak mereka. Tidak ada pilihan.

I had to yelled loudly at them. No other choice.

Dalam keadaan-keadaan seperti ini (untuk diketahui, ini bukan yang pertama kalinya) orang tua saya tidak membutuhkan satu orang lagi untuk ikut panik atau ketakutan bersama mereka, serta jelas tidak membutuhkan seorang yang menangis.

In that kind of situation (FYI, it wasn’t the first time) my parents definitely didn’t need one more person to join in the panic and terrified club, clearly didn’t need someone weeping.

Pernah melihat seorang yang hampir tenggelam? Bagaimana dia demikian takut dan panik sehingga membuat dirinya malah sulit untuk di tolong. Dia bahkan bisa membuat penolongnya ikut tenggelam.

Have you seen someone drowning? How that person got so scared and panic that it made it difficult to rescue him/her. That person could even make his/her rescuer drowned too.

Saya tidak bisa berenang. Tapi saya suka bermain air di kolam renang. Kadang malah sedikit terlalu berani. Akibatnya sekali pernah saya hampir tenggelam.

I can’t swim. But I like splashing in the swimming pool. Sometimes being too dare devil. And once it made me almost drown.

Dalam keadaan takut dan panik, naluri saya adalah berusaha untuk dapat mengambang. Saya demikian sibuk berkonsentrasi untuk mengambang dalam ketakutan dan kepanikan itu sampai saya tidak menyadari Andre sudah memegangi saya.

Scared and panic, my insting was to try to keep my head above water. I was so occupied, full concentration on doing it, moved by fear and panic that I didn’t realize Andre was holding me.

Dan dia kewalahan memegangi saya.

And it was difficult for him to hold me.

Untuk ukuran orang asia, saya terhitung tinggi dan berat. Tapi untuk ukuran orang barat, saya ini mungil dan ringan.

In Asian standard, I am quite tall and heavy. But for western standard, I am small and light.

Dalam keadaan normal, seorang laki-laki asia dengan tinggi dan berat rata-rata tidak akan menemui kesulitan untuk memegangi saya sampai saya tidak bisa bergerak. Tapi pada hari itu saya membuat Andre, seorang barat yang bertubuh lebih tinggi dan jauh lebih besar dari saya kewalahan memegangi saya karena ketakutan dan kepanikan memberi saya kekuatan yang amat sangat besar.

In normal condition, an Asian man with average height and weight could easily hold me until I couldn’t move. But on that day I made Andre, a western man who is so much taller and heavier than me couldn’t hold me as fear dan panic have given me a tremendous power.

Jadi dia memukul bahu saya sekuat-kuatnya.

So he slapped my shoulder as hard as he could.

Karena kaget, saya jadi berhenti bergerak tidak karuan di dalam air.

Surprised by the sharp pain feeling, it stopped me kicking and splashing like crazy in the water.

“Sekarang dengar saya” suara keras dan tegas Andre menguasai kesadaran saya “Saya memegang kamu. Saya tidak akan membiarkan kamu tenggelam. Sekarang berpeganglah pada saya”

“Now listen to me” Andre’s loud and firm voice filled my consciousness “I am holding you. I won’t let you drown. Now hold on to me”

Malamnya saya lihat bahu saya biru lebam. Tapi saya tidak marah pada Andre. Dia harus melakukannya untuk menghentikan ketakutan dan kepanikan saya serta mengembalikan akal sehat saya.

In the evening I saw my shoulder was bruished. But I didn’t mad at Andre. He had to do that to get me out of my fear and panic, also to put some senses back into me.

Jadi demikian juga saya ketika menghadapi orang tua saya pada saat mereka sedang dikuasai takut, cemas dan panik.

It is the same way I do to my parents whenever they were overcome by fear, worries and panic.

Bukan karena saya jahat tapi karena dari pengalaman, kelemahlembutan malah bikin mereka jadi seperti anak kecil yang maunya minta digendong.

It is not being mean to them but experience showed me that gentleness made them looked like a toddler wanting to be carried.

Bagaimana jadinya kalau mengikuti maunya mereka yang seperti itu. Saya tidak ada di rumah selama kira-kira 10 jam selama 6 hari seminggu. Kalau saya membiarkan mereka lembek, saya juga yang nantinya repot kalau sebentar-sebentar saya harus pulang untuk membujuk-bujuk atau sering-sering di telpon. Wah, bisa cepat di pecat saya kalau begitu.

What would it be if I let them be like that. I am out of the house for about 10 hours for 6 days in a week. If I let them meek, it would put me in trouble as I had to go home to soothe their feelings or get called often by them. I would soon be fired if it were the case.

Jadi saya mengeraskan hati dan mengeraskan suara. Itu selalu berhasil menghentikan ketakutan dan kepanikan mereka. 

So I hardened my heart and raised my voice up. It always worked to get fear and panic off them.

Tapi pada Kamis malam, sendirian dalam kamar.. dan saya berpikir-pikir tentang ibu saya.

But on Thursday night, all alone in my room.. and I thought about my mother.

Ibu saya lahir di akhir tahun 1934 sebagai anak bungsu dari 5 bersaudara.


My mother was born at the end of 1934, the youngest of 5 siblings.

Anak bungsu. Anak kesayangan. Anak yang terlalu di manja. Tumbuh menjadi seorang yang berwatak keras dan sulit.

1938

The youngest. The apple’s of the eye. The most spoiled one. Grew into a strong charactered and yet difficult person.

Saya mengingat ibu saya sebagai orang terdekat saya, orang yang sangat saya sayang dan orang yang paling sering bentrok dengan saya karena saya menuruni sifat kerasnya, pemarahnya dan keras kepalanya.

I remember my mother as the closest one to me, someone I love so much and someone with whom I had many arguments since I inherit her strong character, her short temper and her stubbornness.

Saya mengingat ibu saya sebagai seorang yang pintar yang dibuat frustrasi oleh saya karena berlainan dengan dia yang selalu menjadi juara kelas, saya hampir selalu menjadi juru kunci dalam urutan ranking di kelas dan goblok ampun-ampunan dalam pelajaran berhitung.

I remember my mother as a smart person who got frustrated by me because unlike her who was a bright student, I flunked myself at the bottom of the list in class and was so dumb in math.

Ibu saya mencintai musik dan bersuara indah. Saya mencintai musik hanya sebagai sesuatu untuk di dengar.

My mother loves music and has nice voice. I love music only as something to be listened to.

Ibu saya memberikan kepada saya bakatnya dalam bidang sastra. Saya menemukan koleksi buku-bukunya, buku-buku sastra karya penulis-penulis terkenal, beberapa diantaranya adalah buku-buku berisi puisi. Tapi dia tidak pernah menjadi seorang penulis atau sastrawan. Saya yang menjadi penulis.

My mother inherited me with her talent in literature. I found her books collection, literature books written by famous writers, some of them are books on poetry. But she never become a writer. It is me who become a writer.

Ibu saya menanamkan disiplin keras kepada saya. Dia mengajari saya untuk beraktivitas sesuai jam. Dia melatih saya untuk mengembalikan benda yang saya ambil ke tempat semula. Dia membiasakan saya untuk mempersiapkan segala yang akan saya bawa esok harinya dari malam sebelumnya. Semua itu menjadi kebiasaan dan bahkan bagian dari pribadi saya.

My mother instilled me with stern discipline. She taught me to make a schedule and stick with it. She trained me to return the thing I take right where I took it. She made me prepare the things I am going to take the next day from the previous night. All have become my habit and in some ways also my personality.

Ibu saya menyadari dan mengakui bahwa dibesarkan sebagai anak yang di manja adalah hal yang menyenangkan tapi cepat atau lambat akan menjerat leher sendiri. Karena itu dia berupaya untuk tidak terlalu memanjakan saya. Jadi ketika saya memintanya untuk mengajari saya mengetik, dia mengambil selembar kertas dan menuliskan jari kelingking kiri untuk huruf a-q-z, jari manis kiri untuk huruf s-w-x, dst.. dan menyuruh saya berlatih sendiri. Usia saya 17 tahun waktu itu dan setiap ada waktu, saya duduk di depan mesin tik untuk berlatih sendirian.

My mother realized and admitted that it is fun to be spoiled but sooner or later it would become something that strangled one’s own neck. It is why she tried not to spoil me too much. So when I asked her to teach me to type, she took a sheet of paper and wrote left pinkie is for the letters a-q-z, left ring finger is for s-w-x letters, etc.. and told me to go practice it myself. I was 17 at that time and whenever I had spare time, I would sit infront of the type writer to practice it.

Dimana pun saya bekerja, saya membuat kagum orang dengan kemampuan saya mengetik dengan 10 jari tanpa saya melihat pada tuts-tuts huruf pada keyboard komputer atau mesin tik, apalagi kalau saya melakukannya dengan cepat atau sambil menggumamkan lagu, sambil bicara dengan orang lain atau sembari menelpon. Semua itu adalah berkat ibu saya dan kegigihan saya melatihnya secara otodidak.

Where ever I work, I have made people impressed seeing me typing with my 10 fingers without put my eyes on the keyboard, not to mention if I typing fast or doing it while humming a song, talk to someone or while talking on the phone. It is all thanks to my mother and my self-trained.

Ibu saya adalah orang pertama yang saya temui ketika saya sedang jatuh cinta dan orang pertama yang saya datangi ketika saya menangis karena patah hati.

My mother was the first one I went to when I fell in love and the first one I turned to when I cried over a broken heart.

Dan saya lupa entah sudah berapa puluh kali saya melakukannya.

And I can’t remember how many times I have done it.

Tapi saya tidak pernah memberitahukannya tentang Andre. Dia tahu saya punya banyak teman bule, entah itu teman pena dari jaman sekolah, teman dari teman atau teman yang saya kenal dari jejaring sosial seperti facebook. Dia tidak pernah mempertanyakannya. Dan saya tidak pernah menceritakannya.

But I never tell her about Andre. She knew I have many foreign friends, whether they are old pen-friends, friend’s of friend or somebody I knew from social network such as facebook. She never asks. And I never say a word about it either.

Ibu saya pernah menjadi seorang wanita karir. Perempuan mandiri. Dia melepaskannya demi saya dan ayah saya.

My mother, my father & I, 1971-1972

My mother was once a career woman. An independent one. She gave them up for me and my father.

Saya mulai bekerja sejak tahun 1994.

I joined the workforce since 1994.

Saya tidak pernah berpikir untuk berhenti kerja kalau saya menikah. Saya bukan tipe perempuan rumahan. Saya bisa sakit atau cepat mati kalau saya cuma jadi ibu rumah tangga.

I never thought of quitting my job when I am married. I am not a housewife type. I would fall ill or died sooner if I just being a stay home housewife.

Kalau pun saya punya keinginan seperti itu, yang saya inginkan adalah cuti kerja 1-2 tahun untuk sekolah lagi atau menjadi tenaga sukarela atau menekuni hobi menulis serta memotret atau mendedikasikan waktu 1 tahun untuk pergi backpacking berkeliling Indonesia, asia dan eropa.

If I had the thought to quit my job, what I want is taking a 1-2 years leave to go back to school or becoming a volunteer or focus on my writing and photography or giving 1 year to go backpacking in Indonesia, Asia and Europe.

Ibu saya sudah terbiasa mendengar berbagai macam pemikiran saya yang bagi orang lain di nilai tidak biasa. Dia tidak selalu menyetujuinya tapi tidak mengurangi kepercayaannya pada saya.

My mother is used to hear so many of my thoughts that for other people are seen to be out of the ordinary. She doesn’t always approve those thoughts but it never makes her has trust me less.

Ibu saya, sama seperti orang tua mana pun, menginginkan saya untuk menikah dan berkeluarga. Tapi sekian tahun lewat dan akhirnya dia menganggap kebahagiaan saya jauh lebih penting dari suatu pernikahan atau cucu.

My mother, just like any other parents, wanted me to get married and have my own family. But years passed by and she came to a conclusion that my happiness is far most important than a marriage or grandchildren.

Saya telah mengatakan kepada orang tua saya bahwa saya tidak menginginkan pernikahan. Saya bukan orang yang mudah untuk dipahami, saya bukan pribadi yang bisa dijadikan pendamping untuk seumur hidup kalau seorang laki-laki tidak dapat memahami serta dapat menerima segala kerumitan, keindahan dan keanehan dalam diri saya.

I have told my parents that I don’t want marriage. I am not an easy person to be understood, I am not an easy character to live with if a man can’t understand and accept all of my complexities, beauties and weirdness.

Saya bersyukur bahwa sebagai seorang dari generasi kuno, ibu saya memiliki pemikiran maju. Dia bisa menerima ketika saya mengatakan, atau lebih tepatnya menghiburnya, bahwa kalau pun saya menikah maka saya akan menikah dengan laki-laki yang telah memiliki anak sehingga anaknya akan menjadi anak saya sendiri dan ibu saya akan memiliki cucu juga pada akhirnya. Ada beberapa pertimbangan mengapa saya tidak ingin dan tidak sanggup menjalani masa 9 bulan dan 10 hari itu.

1959

I am glad that my mother, being born in ancient time, has progressive thinking. She could accept it when I told her or it was rather to soothe her that when I am married someone, I will married a man who has a child or children so his child/children will be mine as well and my mother eventually will have grandchild/children. There are some consideration why I don't want and I think I can't go through those 9 months and 10 days.

Dan ibu saya akan berulang tahun pada tanggal 5 Desember ini.

And my mother will have her birthday on December 5th.

Saya tidak tahu hadiah apa yang akan saya berikan padanya.

I don’t know what present will I give her.

Yang saya inginkan adalah dia hidup cukup lama untuk dapat melihat dan ikut menikmati ketika segala yang saya inginkan, cita-citakan dan harapkan menjadi kenyataan. Karena semua itu tidak saya buat hanya untuk diri saya.

What I wish is for her to live long enough to see and enjoy the fruits of my dreams and hopes when they all come true. Because I don’t make them all just for myself.

Dan begitulah sedikit kisah tentang ibu saya.

And so that is a little tale about my mother.

Bagaimana dengan kisah ibu anda?

So, what is your mother’s tale?

Friday, November 29, 2013

What is your personality?

“Aduh, saya lupa bawa test kepribadian itu. Tadinya saya mau minta kamu fotocopy”

“Shoot, I forgot to bring that personality test. I wanted to ask you to make copies of it”

Hmm? Test kepribadian apa?

Hmm? What personality test?

“Iya, nanti setelah di isi, dari nilainya kita bisa tahu kepribadian kita seperti apa” senior saya menerangkan “Oprah Winfrey juga memakai test ini”

“Yes, after we filled it, the score will tell us about our personality” my senior explained “Oprah Winfrey took this test too”

Terus?

So?

“Dan… sejauh ini kita belum tahu seperti apa kepribadian kita masing-masing?” saya nyengir, tidak tahan untuk tidak mengajukan pertanyaan itu.

“And… so far we just haven’t known what is our personalities?” I grinned, couldn’t hold myself not to ask that question.

Senior saya yang kocak itu menatap saya dengan gemas dan saya tertawa karena mukanya seakan mengatakan dia ingin menjitak kepala saya.. hehehe..

My funny senior looked at me and I laughed because his face telling me that he wanted to slap me in the head… lol..

Saya kadang heran bagaimana si babe bisa tetap tampil ceria dan lucu. Setelah menghadapi berbagai hal dan bermacam manusia dikantornya, dirumahnya dan di jalan atau ketika sedang merasa tidak enak badan pun, belum pernah saya melihatnya bermuka masam atau jadi jutek.


I am amazed to see him always appear cheerful and funny. After having so many things and dealing with many people in his office, at home and on the road or even when he feels unwell, I have never seen him put sour face or acted nastily.

Saya kebalikannya. Kalau otak saya lagi mumet, saya lagi banyak pikiran atau badan saya lagi tidak enak, saya hilang selera untuk bicara atau bercanda.

I am so much opposite. Whenever I am stressed up, I have many thoughts on mind or feeling unwell, I lost the mood to talk or joke.

Orang tua saya sudah terlalu kenal dengan diri saya. Jadi kalau mereka melihat saya sampai di rumah dalam keadaan bisu, mereka tidak bertanya karena mereka tahu 1-2 jam kemudian setelah saya mandi dan istirahat, saya akan bercerita tentang apa yang ada dalam pikiran saya atau apa yang saya rasakan.

My parents knew me too well. So when they see me turn silent once I got home, they wouldn’t ask as 1-2 hours later, after I took a bath and rest, I would tell them what I’ve got in my mind or what I feel inside.

Andre lain lagi. Kalau dia melihat saya diam di mobil, diam di sepanjang perjalanan, tetap diam setelah kami sampai dirumahnya dan masih juga tidak banyak bicara lama setelahnya, dia tidak akan mendiamkan saya.

Andre would do differently. If he saw me quiet in the car, quiet all the way to his place, remained quiet after we got there and still said little afterward, he wouldn’t take it.

“Kamu diam saja dari tadi, ada apa? Kamu marah ke saya? Kesal dengan kerjaan? Ada yang nyebelin di kantor? Atau ga enak badan? Ngomong dong ke saya”

“You are quiet, what is it? Mad at me? Pissed off with work? Something in the office upset you? Or you don’t feel well? Talk to me”

Kadang pertanyaannya melumerkan kebisuan saya. Tapi kadang tidak mempan. Tergantung dari berat ringannya hal yang sedang saya pikirkan atau rasakan.

Sometimes his question melted my silence. But sometimes it didn’t work. Depends on the things I was thinking or feeling. Were they light stuff or not.

Penjelasannya sederhana saja. Saya berdiam diri untuk mengendalikan dan meredakan emosi.

Simple explanation. I went quiet to control and cooling my emotion.

Kadang saya suka sirik sama senior saya yang lucu itu. Enak betul ya seandainya saya bisa tetap ceria, lucu dan sabar biar pun telah atau harus menghadapi berbagai hal dan berbagai manusia. Hidup akan terasa lebih menyenangkan dan saya akan lebih berbahagia karenanya.

Sometimes I envy my funny senior. Wouldn’t it be nice if I could keep cheerful, funny and patient no matter I have dealt or am dealing with so many things and people. Life would be so much fun and I would be much happier.

Tapi saya tidak bisa. Jadi sungguh beruntung dan bersyukurlah saya untuk adanya orang-orang yang punya kepribadian seperti itu karena ketika saya sedang tenggelam dalam keruwetan pikiran, mereka menarik saya keluar dari semua itu; ketika hati saya sedang panas, mereka mendinginkannya.

But I can’t. I feel so lucky and am grateful to have people with that kind of personality because when I am drowned in my troubled mind, they pulled me out; when my heart burnt with emotion, they cooled it down.

Jadi, masih dibutuhkankah selembar atau beberapa lembar kertas untuk mengetahui seperti apa kepribadian seseorang?


So is it still needed a sheet of paper or more to know about one’s personality?

Wednesday, November 27, 2013

Be Tough At Tough Times

Menjadi tabah itu amat sangat sulit.

Being tough is tough.

Ketika matahari sedang bersinar cerah dalam kehidupan kita, rasanya segala hal mudah saja untuk dilakukan dan didapatkan.

When the sun is shining brightly in our lives, it feels anything can be done and can be made easily.

Tapi tunggulah ketika tidak mempunyai pekerjaan tapi punya tanggung jawab untuk membiayai tidak hanya diri sendiri, ketika segala yang dulu pernah kita jadikan andalan atau yang kita banggakan menjadi tidak ada artinya lagi, semuanya hilang dan seakan belum cukup, kesehatan ikut didera, ketika musibah terjadi, ketika nyawa pun hilang..

But how if being unemployed while have responsibility to feed not just oneself, when the things that we relied on or proud of turn as nothing, when everything is gone and as if it is not enough, body is tortured by illness, when hardship came, when lives are lost..

Bagaimana menjadi tabah pada saat-saat demikian?

How to be tough at such tough times?

9 November.. menstruasi saya mulai.

November 9th.. I had my menstruation.

10 November.. tekanan darah saya anjlok drastis menjadi 95/70 dari yang normalnya 110/80.

November 10th.. my blood pressure dropped down drastically to 95/70 from its normal rate of 110/80.

14 November.. badan saya sakit semua, saya merasa seperti mayat hidup, lesu, lemas.. saya tidak ingin berangkat kerja, saya cuma ingin tidur, tidur, tidur dan tidur saja..


November 14th.. my body ached, I felt like a zombie, I had no energy.. I didn’t want to go to work, I just wanted to sleep, sleep, sleep and just sleep.

16 November.. seharian itu saya tidak tahan mendengar suara bising. Sialnya justru pada hari itu banyak orang masuk ke ruang kerja saya di kantor. Aduh mak, rasanya saya ingin menutup telinga saya rapat-rapat. Saya juga kehilangan selera untuk bicara.

November 16th.. I couldn’t stand the noise. Just not my lucky day because people crowded up my room. I felt like closing my ears with my hands. I lost the mood to talk.

Sorenya jalanan macet. Dan begitu masuk ke rumah, saya langsung lari ke kamar mandi… muntah.. saya mabok kendaraan. Saya tidak pernah mabok kendaraan. Badan sedang tidak waras bikin saya jadi seperti itu.

The traffic was jammed in the afternoon. And once I got at home, I ran straight to the bathroom… threw up.. I had carsick. I have never had carsick before. But my body was losing its senses that it turned me like that.

18 November.. saya menyerah. Menstruasi sudah berjalan lebih dari seminggu dan tidak ada tanda akan mereda. Tenaga saya habis. Dan pagi hari itu saya melihat muka saya pucat, bibir dan kelopak mata bagian bawah terlihat memutih, bahkan telapak tangan saya tidak ada warna merah.

November 18th.. I gave up. Menstruation has been gone for more than a week and it showed no sign of stopping. I was running out of energy. And that morning I saw my face was pale, my lips and eyelid were white, even my palm didn’t look redish.

Tidak ada pilihan. Saya harus kembali ke ginekolog untuk minta obat.

No other choice. I had to go back to the gynecolog to get the meds.

Aduh… saya benci benar harus ke dokter lagi. Saya benci dengan tubuh saya. Saya benci dengan keadaan ini.

Arrgghh.. I hate going back to the doctor. I hate my body. I hate this condition.

Tapi saya punya pilihan apa selain menjalaninya?

But what option did I have but lived it?

Jadi dengan menyeret badan, saya berangkat ke kantor. Menghubungi teman saya supaya dia standby di kantor selama saya pergi ke dokter. Menghubungi senior saya untuk memberitahunya bahwa saya akan pergi ke dokter.

The gynecologist waiting room

So I dragged myself to the office. Contacted a friend, asking him to stay in the office while I went to the doctor. Contacted my senior to let him know that I was going to the doctor.

Kadang kehidupan tidak memberikan pilihan.

Sometimes life gives no option.

21 November.. saya dapat merasakan hormon dan obat sedang adu kekuatan di dalam tubuh saya.. rasanya bagaimana?.. haduh, tidak bisa digambarkan dengan kata-kata..

November 21st.. I could feel the hormones and meds were at war inside my body. How it felt?.. man, no word could describe it.

Saya merasakan pula depresi mengintai..

I could also feel depression creeping in..

Alangkah amat sangat sulit untuk menabahkan diri di saat sulit.

It is so damn hard to be tough at tough times.

Tapi saya tidak akan menyerah.. kehidupan boleh melemparkan tai ke muka saya tapi saya tidak akan menyerah demikian gampang. Entah bagaimana caranya, tapi yang pasti saya akan melewati semua ini tidak sebagai seorang pecundang.

But I was not going to give up.. life could throw shit to my face but I never give up that easy. One way or the other, I would get through all this not as a loser.

23 November.. menstruasi itu mereda.. ah.. secercah cahaya dalam kegelapan..

November 23rd.. menstruation ceased.. a ray of light shone in the darkness.

24 November.. “Keke!” senior saya yang lucu itu sampai agak membungkukkan tubuhnya di depan saya, menatap saya sambil tertawa dan melambaikan tangannya di depan muka saya.

November 24th.. “Keke!” my funny senior had to bow as he leaned his body infront of me, stared at me while he laughed and waved his hand infront of my face.

Tidak, saya tidak sedang melamun. Saya mendengar setiap kata yang diucapkannya.

No, I wasn’t daydreaming. I heard every word he said.

Tapi saat itu ruangan saya penuh dengan orang. Berisik sekali. Dan saya menahan napas ketika menyadari keberisikan itu terdengar seperti suara dengung sejuta lebah. Aduh, jangan lagi dong… jangan terulang lagi seperti tanggal 16 itu ketika saya menjadi uring-uringan karena tidak tahan mendengar suara ribut.


But my room was packed with people. It was so noisy. And I just realized the noise sounded like the humming of thousands of bees. Oh no, please not again.. don’t be like on the 16th when the noise turned me moody.

Saya menyadari mood saya mulai terganggu. Aduh mak, gawat.. mana yang ada di depan saya adalah senior saya yang paling lucu dan paling baik itu.. orang yang sama yang saya cuekin pada tanggal 16 itu. Aih.. aih.. jangan sampai dua kali si babe yang ga ngerti perkara harus jadi kena sasaran mood saya yang lagi ngaco ini.

I could sense I was about to have bad mood. No, don’t.. and I had my super funny and most kind senior infront of me.. the same person whom I ignored on that 16th. Oh.. no.. no.. don’t let him who knew nothing about my error mood had to be the target of it for the second time.

Suaranya memanggil saya membuat saya memutuskan untuk memusatkan seluruh konsentrasi saya padanya. Saya pandang mukanya, menatap matanya dan mendengarkan setiap kata yang diucapkannya. Dan berhasil! Saya tidak lagi mendengar dengung sejuta lebah dan api di dalam diri saya padam. Saya menjadi tenang kembali. Oh, sukurlah.. sukur sukur..

His voice calling me made me decided to focus on him. I looked at him, stared straight into his eyes and listened to every word he said. And it worked! I didn’t hear the humming of thousands of bees and the fire in me just gone. I regained my composure. Oh, what a relief.. thank goodness..

Sampai sekarang saya masih tidak tahu apa penyebab saya bisa mendadak tidak tahan mendengar suara. Entah karena tekanan darah saya yang rendah atau tekanan darah itu tiba-tiba anjlok atau efek samping obat. Untung saja jarang terjadi.

I still don’t know what caused me suddenly couldn’t stand the noise. I don’t know whether it was cause by my low blood pressure or the sudden drop in my blood pressure or meds side effect. I am just glad it rarely happen.

25 November.. menstruasi berhenti! Yihaaaa!!! Hore!

November 25th.. my menstruation stopped. Yippee! Hooray!

Yah, memang masih keluar tapi bentuknya seperti lendir bening bercampur serat-serat tipis darah tapi ini tanda-tanda dia berhenti.

Yeah, I had it but it looked like a clear slimmy liquid with thin blood stain but it is the sign it was on the route to stop.

Oh, akhirnya.. setelah lebih dari dua minggu.. dan untuk pertama kalinya semalam saya bisa tidur dengan tenang dan bangun dengan badan terasa segar. Kekuatan saya kembali. Otak saya terasa bening tanpa rasa gelisah karena hormon bikin emosi saya kacau.

Oh, at last.. after more than two weeks.. and for the first time I had a sound sleep the night before and got up feeling fresh. I regained my energy. I had my mind clear of anxieties driven by the hormones that have turned me emotional.

Tapi penderitaan belum sepenuhnya berakhir.

But the misery was not yet to end.

Sakit kepala yang luar biasa saya rasakan sejak jam 8 pagi. Saya menduga tekanan darah saya turun. Saya takut efek samping kalau saya minum obat sakit kepala karena saya masih minum obat untuk menstruasi saya.


Bad headache since 8 am. I suspected my blood pressure dropped down. I worried about the side effect if I took paracetamol med since I was still taking the meds for my menstruation.

Kopi dan roti tidak mampu sepenuhnya mengusir sakit kepala itu.

Coffee and bread were unable to completely got rid the headache.

Seharian itu saya berjalan agak terhuyung-huyung. Berpegang pada apa saja supaya jangan jatuh.

I walked staggerly the whole day. Hold anything to keep me from falling.

Sorenya saya pulang dan merasa lega karena bisa berbaring di tempat tidur saya di kamar. Oh, enaknya..

I went home in the afternoon and so relieved when I could lay down on my bed in my bedroom. Oh, it felt so good..

Tapi sementara kondisi fisik saya mulai pulih.., ibu saya mengalami gangguan pada detak jantungnya. Dia diam. Pucat.

But while I was recovering.., my mother had problem with her heartbeat. She went quiet. Pale.

Kehidupan itu tidak punya hati. Berharap dia berbaik hati pada kita sama seperti berharap sedang berdiri di depan singa yang lapar dan berharap dia tidak akan menerkam kita.

Life is heartless. Hoping it would show kindness to us is like standing infront a hungry lion and hope it wouldn’t eat us.

Bahkan ketika kehidupan berjalan lancar dan indah sampai kita berpikir dia berpihak kepada kita.. oh, jangan tertipu.. kehidupan itu bisa menyerupai sebuah gunung berapi yang sedang tidur.. pada suatu hari dia akan bangun dan menjadi seperti gunung Vesuvius yang membuat kota Pompeii hilang lenyap.


Even when life seems to go well and beautiful, making us think it stands in our side.. oh, don’t be fooled.. life could turn like a sleeping volcano.. one day it will erupt and turn like mount Vesuvius that made the city like Pompeii buried down.

Ada satu hal yang tidak bisa di ambil atau dilenyapkan oleh kehidupan.

There is one thing that life can’t take or make it disappear.

Itu adalah semangat di dalam diri kita.

That is the spirit within us.

Dia bagaikan lilin yang menyala dalam kegelapan.

It is like a burning candle in the darkness

Selama dia tetap menyala, kegelapan tidak akan bisa mengalahkannya.

As long as it burns, darkness can’t overcome it.

Mudah untuk mengatakan ‘Jangan Menyerah’, terlalu gampang untuk menasihatkan ‘Jangan Putus Asa’.. tapi ketika kehidupan menjadi amat sangat keras.. saya bahkan sulit mengucapkan semua itu kepada diri sendiri.

It is easy to say ‘Don’t Give Up’, way too easy to advice ‘Don’t Lose Hope’.. but when life sucks.. even I found it hard to say those word to myself.

Tapi semangat itu harus ada di dalam diri sendiri.

But the spirit must stay within every living human.

Monday, November 25, 2013

Becoming a Backpacker at 42?

Sudah banyak cerita saya dengar tentang pengalaman orang melakukan perjalanan backpacking.

www.gettingstamped.com
www.breakawaybackpacker.com

I have heard many people’s stories when they were going backpacking.

Sudah banyak kisah perjalanan backpacker yang saya baca.


I have read many backpacker stories.

Tapi saya tidak pernah membayangkan saya menjadi seorang backpacker.

But I have never imagined that I myself would become a backpacker.

Tentu saja saya sudah sering jalan. Tapi tidak pernah bergaya backpacker.

I have been traveling of course. But never as a backpacker.

Perjalanan liburan atau perjalanan bisnis yang saya lakukan selama ini terhitung bergaya agak ‘borju’, naik pesawat atau kereta api yang tentunya bukan di kelas kambing, menginap pun rata-rata di hotel beken.


All this time my traveling were either vacation or business trip and they were in bourjois style since I traveled by plane or train that is certainly not in cheap class, neither did I stay in cheap hotel.


Ya tentunya saya tidak membayar dengan duit dari kantong sendiri karena kalau tidak kantor yang membayari, pastilah pacar yang menanggung semua ongkosnya hingga saya tahu terima beres.. hehe.. asyik kan.. tapi, pssstt… jangan salah menilai.., saya bukan perempuan matre.. duit bukanlah pertimbangan pertama dan tidak yang terutama ketika saya memilih seorang laki-laki untuk dijadikan pacar karena apa gunanya punya pacar tajir tapi sifat atau kepribadian kami tidak bisa nyambung.

Yeah, so I didn’t pay the expenses with my own money. It was either paid by the office or paid by my boyfriend so I just was never bothered by the bills.. hehe.. neat, eh?.. psstt.. don’t misunderstand.. I am not a material girl.. money is not my first and certainly not my foremost consideration when I picked a man to be my boyfriend because it doesn’t do any good to have a well-to-do boyfriend whose character or personality can’t get along with me.

Pengalaman backpacking saya baru mulai akhir bulan Oktober ketika sendirian saya pergi ke rumah teman dari jaman kuliah.


My backpacking started at the end of October when I all by myself went to an old college friend’s house.

Dua minggu lalu saya ber-backpacking sendirian ke Curug Luhur.


Two weeks ago  I went (all by myself) backpacking to Curug Luhur (Luhur Waterfall).

Coba dari dulu aja saya tahu kalau jadi backpacker itu amat sangat menyenangkan..

Why didn’t I know it is so fun to become a backpacker..

Dulu waktu umur saya masih mudaan, badan masih lebih sehat, waktu gaji ber-jeti-jeti dan di jaman ketika keadaan ekonomi tidak seperti sekarang ini.. saya malah tidak pernah berpikir untuk traveling gaya backpacker.

When I was much younger, healthier, made more money and the country’s economy condition was better than the present day.. I never thought about going on backpacking trips.

Yang terpikir dulu itu hanya ngumpulin duit, dugem, pacaran kiri kanan, tampil gaya noni dan ya.. dulu saya agak-agak borju..

My life was about getting more money, partying, dating, living a bit large and yes, I was a bit bourjois in the past.

Kemudian datang masa-masa sulit. Duit sekian banyak, tabungan, deposito, emas, dollar dan mobil habis semua.

And came the hardship. All the money, saving, deposit, gold and car were all gone.

Bahkan selama setahun setengah ini, saya sempat berpikir nyawa kami, saya dan orang tua saya, juga hampir ikut hilang karena penyakit dan bukan penyakit jenis recehan yang menimpa kami.

Even in the past one and a half years I was nearly thought we, me and my parents, would lose our lives as well due to illnesses and they are not just common illnesses.

Sejak itu saya berubah. Saya banyak berubah.

Ever since that I changed. I changed a lot.

Saya mulai menghargai hidup.

I become more appreciative toward life.

Saya mulai mencari hal-hal yang dapat membuat saya merasa hidup itu lebih hidup.

I start to seek the things that can make me feel life is livelier.

Kondisi fisik, umur dan keuangan saya saat ini tidaklah sebaik dulu. Tapi justru kondisi itu yang membuat saya terpicu untuk bangkit dan membuktikan kepada diri saya sendiri bahwa hidup yang saya jalani tidak akan bisa dihentikan oleh faktor-faktor tersebut.

My physical, age and finance are not as good as the ones I had in the past. But they have become my strongest motivator to make a move and prove myself that the life I am living now is not going to be stopped by them.

Dengan demikian saya merasa lebih hidup dan menjadi lebih menghargai hidup yang saya miliki.

Thus I feel so much alive and appreciate the life I am living.

Perjalanan backpacking yang saya lakukan membangun keyakinan diri yang lebih kuat dan kokoh karena dengan segala keterbatasan, kelemahan dan kekurangan dalam fisik, umur, kesehatan dan keuangan, saya berhasil melakukan perjalanan itu dan berhasil sampai ke tujuan.

My backpacking trips have built up and made my self-confident so much strong and solid because with all the limitation, weaknesses and imperfectness in my physic, age, health and finance, I could make those trips and I succeedly arrived at the trip’s destination.

Jadi baru mulai traveling ala backpacker di usia 42? Ah, ok aja tuh..

Start backpacking at 42? No sweat..

Kenapa tidak? Dari pada tidak pernah sama sekali, dari pada takut mencoba.

Why not? Better than not doing it at all, better than got scared to give it a try.

Saya sudah memutuskan bahwa sebulan sekali saya harus traveling.

I have decided that I need to go traveling once a month.

Dengan demikian saya menyegarkan diri, memberikan tantangan pada diri sendiri,  berkesempatan untuk mendapatkan pengalaman baru, melihat banyak tempat-tempat baru, bisa bertemu dan berkenalan dengan orang-orang lain.

And so I can refresh myself, challenge myself, give myself a chance to get new experience, see new places, meet and get to know people.

Mau backpacking kemana bulan depan?

Where will my next backpacking trip be next month?

Sukabumi.


Belum lama ini saya dengar jalur kereta api kesana kembali dibuka, ada kereta api baru dan juga stasiun baru khusus melayani jalur Bogor-Sukabumi.

I heard that train route from Bogor to Sukabumi has recently been re-opened, the trains are new and there is its own new train station.

Budgetnya masih pada kisaran Rp.100.000an. Masih terjangkau untuk kelas backpacker.

It is still on backpacker budget at around Rp.100.000.

Awal tahun depan saya merencanakan untuk pergi lebih jauh lagi. Buat uji nyali dan uji badan.

I have planned to go further next year. It is guts testing. As well as physical testing.

Tapi karena lebih jauh maka biayanya juga pasti lebih besar. Karena itu saya menunggu duit THR keluar, sebagiannya ditambah dengan duit celengan saya akan bisa membiayai perjalanan itu.. hehe..

But since it is farther, the cost is higher. It is why I wait for my yearly bonus paid, I will use some of it and my piggy bank saving to finance the trip.. lol..

Saturday, November 23, 2013

Why Being an Independent Traveler?

Kalau soal jalan-jalan, dari umur 6-7 tahun saya sudah di ajak jalan dengan orang tua.


When it comes to traveling, my parents have been taking me on trips since I was around 6-7 years old.

Lucunya, orang tua saya justru melarang saya pergi-pergi sendiri.

Funny thing is, my parents are the ones who not allowed me to make my own traveling.

Jangankan untuk bepergian sendiri, untuk menginap semalam di rumah teman saja membutuhkan perjuangan panjang sebelum ijin itu keluar.

Let alone having my own traveling, spending a night at a friends house took quite an effort before they gave me the permit.

Jadi selama puluhan tahun saya tidak pernah punya pikiran apalagi keberanian untuk traveling sendirian.

So for many years I never had any thought nor guts to travel on my own.

Kalau pun saya pergi jalan-jalan, itu pasti dengan seorang atau beberapa teman atau dengan pacar.

When I went traveling, it always with the company of one or few friends or with my boyfriend.

Terus kenapa kok sekarang mendadak berubah?

So why suddenly change now?

Oh, itu ada ceritanya..

Oh, there is a story behind it..

Yang pasti adalah saya banyak berubah setelah mengalami masa-masa sukar selama satu setengah tahun terakhir ini.

One thing for sure is I have changed a lot after having hardship in the past one and a half years.

Masa-masa sukar apa sajakah itu? Aduh, kalau mau diceritakan lagi dari awal bisa jadi panjang banget jadi telusuri saja postingan-postingan saya sebelumnya karena saya sudah beberapa kali menuliskannya.

What kind of hardships are they? Awww, if I had to write them again from the start it would make a long story so just go to my previous posts because I have several times written about them.

Setelah melalui kesulitan-kesulitan itu, saya berkesimpulan bahwa apa yang tidak akan membunuh saya berarti tidak akan menghentikan kehidupan.

After got through those hardships, I came to a conclusion that what wont kill me wont stop life either.

Saya menjadi lebih menghargai hidup.

I became more appreciative toward life.

Kehidupan terlalu singkat dan karenanya terlalu berharga untuk dibiarkan lewat begitu saja.

Life is too short and thus too precious to let it passing me by.

Memaksa diri keluar dari ketakutan, kecemasan, kemarahan, kesedihan, keputusasaan dan bahkan dari depresi adalah cara untuk membuat diri saya bisa melihat bahwa hidup bukan sesuatu yang penuh dengan penderitaan tapi sebagai sesuatu yang harus bisa saya hargai dan nikmati juga.

Forcing myself to get out of fear, worries, anger, desperation and even depression is my way to make myself see that life is not a pit filled with misery but it is something that I can appreciate and enjoy.

Dan cara yang saya pakai untuk bisa keluar dari semua emosi serta pikiran negatif itu adalah dengan pergi traveling sendirian karena di saat-saat demikian saya mendapat kesempatan untuk melatih dan memperkuat keyakinan diri serta keberanian.

And my way to get rid those negative emotion and thoughts are by traveling on my own as it  gives me chance to train and strengthened my self-confident and my guts.

Traveling sendirian merupakan cara saya untuk mengatakan dan meyakinkan diri bahwa ‘Hei, kamu masih hidup. Kamu pasti berhasil. Kamu tidak boleh dikalahkan oleh apa pun. Kamu tidak boleh menyerah’.

Making independent traveling is my way to say and convince myself that Hey, you are alive. You will make it. You cant be defeated by anything. You just cant give up’.

Saya menjadi lebih santai ketika menghadapi segala tantangan yang saya temui dalam perjalanan.

I am more relaxed when facing any kind of challenges in the trip.

Dan selama itu pula saya mendapat kesempatan untuk menikmati serta menghargai hal apa pun yang saya temui atau dapatkan, entah besar atau kecil, entah menyenangkan atau menyebalkan.

And during the trip I got a chance to enjoy and appreciate any thing I met or got, big or small, good or bad.

Dengan melakukan perjalanan sendirian, saya mengenali, mengakui dan diperhadapkan pada keterbatasan, kelemahan dan kekurangan yang ada dalam diri saya tanpa membuat semua itu menjadi sesuatu yang menakutkan, yang tidak bisa diatasi atau tidak bisa dirubah.

Through my independent traveling, I came to recognize, admit and face my limitation, weaknesses and imperfection without turning them all into frightening monster neither they are unsolveable or unchangeable.

Selain itu traveling sendirian = KEBEBASAN.

Besides that, independent traveling = FREEDOM.

Pernah melihat seekor kerbau yang sedang membajak di sawah?


Ever seen a buffalo plowing in paddy field?

Pernah melihat seekor kuda menarik gerobak?


Ever seen a horse pulling a cart?

Ada persamaan di antara kedua hewan itu. Keduanya mengenakan kekang.

Those animals share one thing in common. Both are tied with curbs.

Saya harus bekerja tidak hanya untuk menghidupi diri saya sendiri. Itu adalah tali kekang pertama.

I have to work not just to feed myself. It is the first curb.

Sebagai orang bayaran saya bekerja menghambakan diri pada mereka atau pada tempat yang membayar saya. Itu adalah tali kekang kedua.

Being a person on payroll, I work serving those who or to the place that pay me. It is the second curb.

Masih terdaftar sebagai pengikut agama tertentu mengharuskan saya hidup mengikuti aturan tertentu demi iming-iming ‘masuk surga’. Bahkan ketika saya sudah tidak lagi mempercayai semua itu, setiap orang disekitar saya masih memaksa saya untuk tetap tampil sebagai seorang beragama. Itu adalah tali kekang ketiga.

Still registered as a believer to one religion force me to live under certain rules, being promised to enter heaven. Even after I no longer have faith in those things, people around me still force me to appear myself as a believer. It is the third curb.

Saya telah melakukan beberapa pemberontakan dalam upaya untuk membebaskan diri dari tali-tali kekang itu. Menjadi penulis dan pergi traveling sendirian memberikan saya kebebasan yang saya cari dan butuhkan.

I have done few rebellion to set myself free of those curbs. Being a writer and going on independent traveling give me the freedom I seek and need.

Hal lain yang membuat saya lebih suka traveling sendirian adalah karena tidak perlu harus menyesuaikan diri dengan sikon yang menyangkut waktu, keuangan, mood,  kesehatan atau mentalitas orang lain.

Other thing that makes independent traveling is more suitable for me is because I dont have to adjust myself with other peoples time, financial, mood, health or mentality.

Belum lama ini misalnya, beberapa kawan berencana untuk pergi ke suatu obyek wisata. Semangat. Antusias. Tapi mendekati hari H, ada yang mengajukan syarat ‘mau pergi kalau ada…’, yang lain beralasan kondisi jalan menuju lokasi obyek wisata itu tidak bisa ditempuh oleh kendaraannya.

Not long ago for instance, few friends planned to go to a site. They were excited. Full of enthusiasm. But approaching the D day, one gave a condition will come along if there would be…’, while other said the road to the site is too tough for his vehicle.

Pada akhirnya mereka batal pergi.

At the end they called it off.

Saya sungguh amat sangat heran sekaligus kecewa melihat orang-orang ini yang semuanya lelaki dan berusia jauh lebih muda dari saya, jauh lebih kuat serta lebih sehat dari saya ternyata begitu mudahnya menyerah, begitu gampangnya mundur ketika menghadapi tantangan.

I was and still am very much amazed and disappointed to see those people who are all young men, much younger, stronger and healthier than me would give up so easily, backing off when facing challenges.

Jadi hanya saya yang tetap pergi ke obyek wisata itu pada hari tersebut. Membawa kondisi badan yang tidak seratus persen sehat dan kuat karena saya sedang menstruasi, tekanan darah saya ketika di ukur sehari sebelumnya menunjukkan angka mengejutkan yaitu 95/70, lalu pada hari keberangkatan itu cuaca mendung bahkan agak gerimis, di tambah lagi dengan kenyataan bahwa saya tidak tahu persisnya letak obyek wisata itu karena keterangan yang saya dapatkan sangat samar dan saya pergi kesana memakai kendaraan umum. Sendirian.

So I was the only one who went to that site on that day. Brought with me my physical condition that was not one hundred percent healthy and strong because I was having my menstruation, a day before that I had my blood pressure checked and it showed an alarming scale of 95/70, it was cloudy and a little drizzling on the departure day, added with the fact that I didnt know where the exact location of the site as I just given blur information and I used public transportation to go there. All by myself.

Tapi saya berhasil sampai di lokasi obyek wisata tersebut. Itulah Curug Luhur. Saya telah menuliskan tentang perjalanan saya kesana dalam postingan sebelumnya.


But Ive made it there. It was Curug Luhur (Luhur Waterfall). I have written about my traveling there in my previous post.

Pengalaman terakhir itu semakin meyakinkan saya bahwa traveling sendiri lebih cocok untuk diri saya. Setidaknya saya mengetahui dengan pasti dan dapat mengukur keseriusan, kesiapan dan tekad yang ada di dalam diri saya.

That last experience convinced me more that traveling on my own is suitable for me. At least I know for sure and can measure the level of my seriousness, readiness and will.