Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, September 26, 2011

Dulu, Sekarang, Besok / The Past, Present, Future

Begitu banyak yang terjadi. Terlalu banyak yang dipikirkan. Terlalu sedikit waktu yang ada. Terlalu malas buat duduk, konsen & mulai mengetik materi blog. Begitu ada waktu luang rasanya ingin berleyeh-leyeh saja seperti si Garfield ini. Hehe. Kalau saya bisa menjabarkan apa yang membuat blog ini sepi dari tulisan-tulisan saya, ya, itulah yang akan saya katakan.


Teknologi telah menciptakan card reader yang mampu memindahkan apa pun jeroan yang ada di dalam memory card kamera digital ke dalam komputer. Lalu ada pula USB atau flashdisk yang memiliki kemampuan yang sama. Saya sedang berpikir-pikir kapan ya manusia menemukan mind reader yang mampu memindahkan isi otak kita ke dalam computer supaya tidak perlu lagi mengetik. Tinggal di draft di otak lalu colok kabel dari kepala ke komputer & …. bles, semua di download. Hehe. Pagi-pagi sudah berkhayal.

Nah, dari sekian banyak hal yang tersimpan dalam otak saya, yang saya keluarkan hari ini adalah sesuai dengan judul di atas. ‘Dulu, Sekarang, Besok’ alias Masa Lalu, Masa Kini & Masa Depan.

Saya bukan tipe orang yang mau mengingat-ingat masa lalu. Walau saya mengakui bahwa masa lalu adalah bagian yang penting yang telah membuat saya menjadi diri saya sekarang ini & menempatkan saya di tempat di mana saya berada saat ini. Jadi masa lalu, entah itu manis atau pahit, telah memainkan peranan penting bagi masa sekarang & juga masa depan.

Contohnya, untuk sekian masa, kita & teman-teman, entah itu teman sekelas atau sekantor, rasanya selalu senasib. Menjalani hari demi hari di satu tempat yang sama. Menggeluti hal-hal yang mungkin juga sama. Kemudian oleh karena satu & lain hal kita tidak lagi bisa bersama. Selama sekian tahun terpisah. Masing-masing menjalani jalur hidupnya. Lalu setelah sekian waktu berpisah tiba-tiba mendapat kesempatan untuk bertemu lagi. Apakah yang terjadi pada waktu itu?

Belum lama ini saya berkumpul dengan mantan rekan-rekan sekantor yang sudah 10 tahun tidak saya temui. Mereka adalah bagian dari masa lalu saya yang terus terang saja, tidak pernah saya harapkan akan bertemu lagi. Bukan karena saling terpisah oleh jarak yang jauh tapi karena saya merasa sudah menutup pintu di masa lalu yang berhubungan dengan mereka.  
Liburan kami ke Pulau Pantara, Kep. Seribu. Thn 1999 / Our holiday to Pantara Island
 Tapi waktu menyembuhkan banyak hal & entah bagaimana beberapa bulan lalu tiba-tiba saja komunikasi yang total terputus dengan mereka tiba-tiba kok ya bisa menyambung lagi. Dari satu teman lalu terhubung dengan teman yang lain & sebelum saya menyadarinya tiba-tiba saja jalur komunikasi kami kembali berjalan.

Lalu tiba-tiba seorang dari mereka yang bermukim di Amrik berkesempatan untuk mudik. Dia menghubungi saya & 3 orang yang lain. Lalu kami pun berkumpul hari Selasa, 6 September lalu. Sayangnya seorang lagi yang juga bermukim di Amrik tidak dapat mudik. Jadi hanya kami berlima yang berkumpul. Dari jam 2 siang sampai jam 8 malam.

“Jeles (jealous) abissssss” tulis teman kami yang tidak dapat mudik itu di status fbnya

Hehe. Siapa suruh tidak bisa pulang. Sirik abis deh dia. Apalagi setelah saya memejeng foto ini di wall saya. Terpaksa dia hanya bisa puas dengan memandangi foto & mendengar cerita-cerita kami tentang reuni itu.
 “Cuit-cuit” komennya di bawah foto itu.

“Apaan yang lu cuit-cuitin?” begitu tanya saya.

“Ketemu lagi sama old flame lo dong”

Hehe. Saya nyengir. Emberrr. Reuni dengan mantan teman sekantor termasuk dengan mereka yang pernah ada ehem-ehem dengan saya.

“Old flame-nya udah pada old” tulis saya menjawab komennya.

“Tapi old flame-nya dies hard dong?”

“Flame-nya sudah padam”

Hehe. Memang begitulah adanya. Tapi saya jadi berpikir. Ada bagian dari masa lalu yang tidak lagi memberi pengaruh pada masa sekarang tapi ada yang mempengaruhi masa sekarang. Bahkan sampai ke masa depan.

Jadi setiap hal, setiap peristiwa atau setiap manusia yang pernah ada di masa lalu bisa berperan atau mempengaruhi masa sekarang atau masa depan. Entah itu pada kehidupan atau kepribadian kita.  
Orang bilang pengalaman adalah guru terbaik. Jadi pengalaman di masa lalu mengajar, membentuk & mempersiapkan kita untuk apa pun yang ada di masa sekarang atau yang akan kita temui di masa depan. 
___________________________________________________________



Too many things happened. Too many thoughts. There isn’t much time. Too lazy to sit down, fixed the mind & start writing for this blog. When there was finally time to do that I found myself just wanted to lay down & relax like Garfield in the above picture. Lol.


Technology has invented card reader that enables any picture from digital camera to be uploaded to computer. Same thing works for USB. So when are they going to invent a device that can upload whatever we have in our brain to the computer? It will only take me to make the draft in my mind & with one plug, whoooosh…, all of it is upload to the computer. Neat, isn’t it? Well, look at me who’s been day dreaming at early hours.



So what I have in mind this time is about ‘The Past, Present & Future’.

Well, I’m not actually fond of the past. The past is the past though at the same time I have to admit that it shapes the present & plays a role on the future. I won’t become the person I am today if it isn’t because of the past. It also brings me to the place where I am now in.

Remember when you were in school or you worked in your former work place? It seems you & your classmates or coworkers were in the same boat where you & everyone else had the same destiny, goal, misery, etc. But then you graduated or got a job at another place & you were separated from them. Few years or some decades later you are reunited with them. Who will you meet then? Are they still the same people you used to know?

I met my former coworkers just recently. We haven’t met for 10 years. It was really an unexpected thing for me to meet one of them through the net & before I knew it the line of communication was open not only with her but also with our other coworkers.



This former coworker who lives in the States informed me & our other former coworkers that she would be holidaying in Indonesia. A reunion was arranged & the four of us got together on Tuesday, Sept 6th.  Too bad that another former coworker who also lives in the States couldn’t join us.


“I’m so jealous” she wrote on her status once she saw our reunion photo on my FB wall. She could only please herself seeing that photo. Wishing she could be with us at that time.



“Well what do you know, you got to meet your old flames, didn’t you?” she teased me.

I grinned. It’s true. Meeting them means meeting former boyfriends.

“Yeah, they’re old”

“But it dies hard, doesn’t it?”

“The flame has gone”




It is true but it made me think that while some parts stay in the past, there are things that still effecting the present & may go to the future.
 
There is a saying that experience is the best teacher. Let we learn from the past because it may shape, form & prepare us for the present & future.


Monday, September 19, 2011

Si Tukang Potret / The Photographer

Bagaimana nasib saya sebagai tukang potret setelah cabut dari taman kanak-kanak tempat saya mengajar selama 6 tahun? Haha. Saya bukan tukang potret sungguhan tentu saja. Memotret hanyalah satu dari sekian banyak hal yang saya sukai. Tapi tidak seperti kegemaran lainnya yang muncul sejak kecil, kesukaan pada fotografi baru muncul setelah saya memiliki kamera sendiri yang saya beli dengan uang celengan saya.


Kamera Fuji DL-15 yang saya beli sekitar tahun 1989 ini cukup bandel karena sampai sekarang pun masih berfungsi dengan baik. Banyak sudah peristiwa penting yang di rekam oleh kamera jadul ini. Sekolah, kuliah, wisuda, kelahiran, kematian, pernikahan, darmawisata.

Perkara jalan-jalan? Hm, si jadul ini dengan setia mengikuti kemana pun saya pergi. Tidak pernah rewel. Justru sebaliknya saya yang kadang rewel berkeluh kesah karena merasa ransel jadi bertambah berat dengan adanya si jadul. Tapi bagaikan amplop dengan perangko, saya dan si jadul adalah dua sejoli yang sulit dipisahkan.

Walaupun demikian memotret dengan si jadul lama kelamaan terasa berat. Berhubung si jadul bukan kamera digital maka memotret dengan menggunakan si jadul membutuhkan dana yang bisa berkisar antara 60-70 ribu untuk membeli film & mencuci cetak. Jumlah yang tidak akan menjadi masalah kalau penghasilan saya masih dalam bilangan jeti-jeti (juta-jutaan).

Jadi terpaksalah saya tidak bisa sering memotret sewaktu saya masih bekerja sebagai guru TK & belum mempunyai kamera digital. Saya batasi satu rol film untuk di pakai selama satu semester yaitu untuk waktu sekitar 5-6 bulan.

Yah, fotografi memang bukan hobi yang murah. Kameranya saja sudah mahal. Belum lagi biaya untuk film, cuci & cetak. Bahkan memotret dengan kamera digital pun tetap saja membutuhkan biaya ekstra karena tanpa card reader hasil foto tidak bisa dipindahkan ke komputer. Saya bersyukur seorang sahabat pena saya di Amerika memberikan sebuah netbook sebagai hadiah ulang tahun saya tahun ini. Canggihnya, kartu memory dari kamera digital dapat masuk ke dalam netbook ini sehingga saya tidak memerlukan card reader.


Nah.. nah…, tunggu dulu, saya tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang fotografer profesional. Memotret hanyalah suatu kesukaan. Menjadi cara untuk berekspresi. Dipelajari secara otodidak. Bahkan sebetulnya saya belum pernah sekali pun membaca buku yang membahas segala sesuatunya tentang fotografi. 

Lalu bagaimana saya bisa mempelajarinya? Tentu dengan cara praktek langsung. Di mana saja. Kapan saja.

Dan siapa yang menjadi sasaran bidikan kamera saya? Tentu orang-orang di sekitar saya. Bahwa tidak semua orang senang di potret, itu bukan hal baru. Tapi reaksi mereka umumnya hanya mengelak, memalingkan muka. Bisa jadi mereka malu atau minder.

Tapi baru setelah bekerja di tempat yang baru ini saya menemui reaksi yang beda. Sampai terheran-heran saya dibuatnya karena orang ini tidak hanya protes keras dan komplain pada para senior saya tapi juga mengutarakan hal-hal yang menurut saya penuh dengan kecurigaan.

Waduh. Heran sekaligus geli & agak dongkol, saya berpikir mungkin ybs adalah : (a). agen rahasia; (b). mata-mata; atau (c). selebriti. Tapi orang yang protes ini sama sekali bukan masuk dalam 3 kategori di atas. Hehe. Saya terlalu banyak nonton film bertema spionase seperti James Bond & The Bourne Identity rupanya… 

Toh peristiwa itu membuat saya sempat gamang selama beberapa minggu. Ragu untuk memotret. Segan untuk mengalami kejadian seperti itu lagi. Ternyata hal yang sangat sederhana pun dapat membakar seluruh hutan belantara.

Tapi kemudian saya pikir kenapa pula satu orang mampu membuat saya berhenti memotret? Kenapa saya harus menghentikan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari minat & bakat saya? Boleh saja saya gentar tapi saya tidak boleh mundur.

Kalau memang orang itu tidak suka di potret, ya sudah, saya tidak akan memotret dia. Tapi saya tidak akan berhenti memotret. Dan itulah yang saya lakukan. Termasuk di depan orang itu karena saya menunjukkan sekaligus membuat pernyataan tak tertulis bahwa sebagai tukang potret, saya berdiri di tempat yang netral. Tidak memihak pada siapa pun. Saya memperlakukan setiap orang, peristiwa & tempat sebagai obyek yang harus didokumentasikan.

Keuntungannya sebetulnya seimbang. Mereka mendapat tenaga fotografer gratisan. Sementara saya mendapat kesempatan untuk melatih & menyempurnakan bakat & kemampuan saya pada bidang fotografi.

Bakat adalah sesuatu yang tidak bisa kita ciptakan atau minta. Tuhan sudah meletakkannya di dalam diri setiap manusia. Hargai, syukuri & pakailah setiap bakat yang ada dalam diri kita masing-masing semaksimal mungkin serta untuk tujuan yang baik.

___________________________________________________________________________________________________________________________________


So how do I do as a photographer after I resigned from kindergarten where I worked for 6 years? Well, I’m not really a photographer. It is just one among other things that I am fascinate with. But it is actually came to surface after I bought my own camera out of my piggy bank money in 1989.


This DL 15 Fuji camera is really an old timer. Still working well recording countless events. Birth, wedding, funeral, graduation, you name it.

It loyally came with me anywhere I go. Without any fuss. Infact, it has always been me who made such a fuss after felt my backpack didn’t get any lighter having had to carry it inside.

However, it needed extra budget to take picture with non digital camera. Wouldn’t be a problem if I had millions of rupiah as my income. Having to live with teacher’s salary didn’t allow me to take picture as often as I wanted. One roll of film had to make do for 5-6 months of use.

Photography is definitely not come cheap. The camera is quite pricey. Plus the cost for film & cost to develop the film. Even digital camera requires some extra budget because it needs card reader if you want to upload the photos to the computer. 

But 2011 has become a blessfull year for me. Parents of my former student kindly gave me a digital camera. Followed by a notebook as my birthday present from my long time friend in America. After that a Korean student gave me an USB. I’m so gratefull that I’ve got what I need.

I’m not a professional photographer though. I never intend to become one. It is just a hobby. Something that I learn on my own through practice. Anywhere. Anytime. Anything & anyone can be the object.

Speaking about human object, I have met some people whom find it uncomfortable to be photographed. They have their own reason of course but I think it is due to self esteem.

But not until I work in this place did I discover somebody showed not only discomfort but also lots of suspicion. This person complained to my seniors but it was the suspicions that really surprised me most.

I think the people who would react like that are either : (a) secret agent; (b) spy; (c) selebrity. But that person is not one of them so probably I watch too many James Bond & The Bourne Identity movies… lol.

However the incident has made me lost my mood to take picture. I didn’t want to experience such thing but then I thought how could one person stop me from doing what I have done since long time ago. I shouldn’t let anyone stop me from doing good things.

If that person doesn’t like to be photographed, fine, I will not take any picture of her but I will not stop taking picture & I show this. As a photographer I place myself in a neutral position. I just make documentation of people, place & event.

It is a win-win situation actually. They get a photographer for free while I get a chance to practice on my skill.

Talent isn’t something that we could create or ask for. God places it in each of us. So we better appreciate & use it for the best, at the most.