Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Tuesday, May 19, 2015

How Are You?

“Selamat siang, apa kabarnya opa? oma?” saya memulai ibadah di panti werdha itu dengan mengajukan pertanyaan ini.


“Good afternoon, how are you opa? oma?” I started the service in the nursing home by asked them this question.

Mereka serentak menjawab “kabar baik”.. beberapa diantara mereka malah mengacungkan jempol.

They chorused “Good”.. some of them even gave me thumbs up.

Keceriaan terpancar di wajah mereka.

There was joy in their faces.

Saya tersentuh. Sebuah pertanyaan singkat yang bagi kebanyakan dari kita kelihatannya tidak ada artinya, tapi bagi mereka penuh dengan makna.

It touched me. A short question which for most of us meant nothing, but to them it means a lot.

Setiap hari mereka harus menghadapi fisik yang tidak lagi sehat dan kuat, dengan kesepian, rindu ingin bertemu atau bersama dengan keluarganya, rasa frustrasi menghadapi fisik serta kesepian, kecemasan atau ketakutan.

Everyday they have to deal with their physical condition that no longer healthy and strong, with loneliness, longing to meet or be together with their families, the frustration over dealing with their physical, worries or fear.

Mereka berjuang melawan semua itu dengan cara mempertebal iman dan berpikir positif.


They fight those things by getting their faith strengthened and by thinking positive.

Jadi ketika saya bertanya ‘apa kabar?’ dan mereka menjawab ‘kabar baik’.. itu adalah jawaban atas dasar iman dan menyatakan bahwa mereka berpikir positif.

So when I asked ‘how are you?’ and they said ‘good’.. it was an answer based on faith and their declaration of positive thinking.

Ketika pertanyaan ‘apa kabar?’ menjadi lebih dari sekedar pertanyaan..

When the question ‘how are you?’ become more than a question..

*    *    *    *    *

“Hai sayang, apa kabarnya kamu?”

“Hi baby, how are you?”

Andre tersenyum lebar sambil mengucapkan kata-kata itu.

Andre smiled broadly as he said those words.

Saya memberinya pelukan erat. Alangkah menyenangkan dan menentramkan merasakan lengan-lengannya yang kokoh itu memeluk saya, mencium bau tubuhnya yang sudah sangat saya kenal, merasakan dagunya yang belum bercukur itu menyentuh pipi saya ketika dia mencium saya.

I gave him a tight hug. It was so nice and comforting to feel his strong arms hugging me, to smell his familiar body odor, to feel his unshaved chin touched my cheek when he kissed me.

Tentu saja keadaan saya tidaklah sepenuhnya baik-baik saja.

I was surely not completely okay.

Saya telah melewati hari-hari yang sibuk. Penuh dengan berbagai kebahagiaan, kekesalan, kebingungan dan pengharapan.

I have gone through busy days. Filled with a lot of happiness, upsetness, confusion and hopes.

Kondisi fisik saya saat itu pun sedang berjuang melewati masa haid yang membuat badan saya terasa lemas, mengantuk, capek dan kehilangan selera makan.

At that moment I was physically battling haid cycle that makes me have fatigue, feel sleepy, tired and losing appetite.

Tapi melihatnya berdiri di depan saya dan mengingat bahwa selama lima hari dia akan berada di Bogor membuat segalanya menjadi baik.

But seeing him standing infront of me and to think he would be in Bogor for five days make everything good.

Saya tahu dia pasti juga merasa demikian.

I knew he must felt the same.

Bertemu atau bersama dengan orang-orang tersayang memberikan kepada kita kekuatan, kebahagiaan, kelegaan dan optimisme.

Meeting or being with loved ones give us strength, happiness, gladness and optimism.

Tidak berarti segalanya berubah menjadi benar, baik, lancar dan indah. Tapi kekuatan, kebahagiaan dan optimisme yang kita dapatkan dari kasih sayang, kehadiran dan dukungan dari orang-orang tersayang membuat kita mampu menghadapi masalah dan tantangan.

It doesn’t mean everything then turn out good, fine, smooth and nice. But the strength, happiness and optimism that we get from the love, presence and support of our loved ones making us capable to deal troubles and challenges.

Pertanyaan ‘apa kabar?’ yang diucapkan oleh orang-orang tersayang punya arti sangat besar..


The question ‘how are you?’ that said by our loved ones is meant a lot to us..

*    *    *    *    *

“Ke, elu kemari dong. Gue lagi ga bisa mikir nih”

“Keke, can you come over. I can’t think straight”

Saya bahkan belum sempat bertanya ‘gimana kabar elu?’

I haven’t even got the chance to ask ‘how are you?’

Karena harus mengajar les dulu, baru sore saya bisa pergi ke rumahnya.

Since I had to tutor, I could go to her place in the evening.

Dan selama kira-kira setengah jam saya duduk mendengarkan curhatnya. Saya bahkan tidak diberi kesempatan untuk banyak bicara atau berkomentar karena dia demikian penuh dengan banyak hal sampai bicaranya bagai banjir bandang.

And for about half hour I sat listening to her. I wasn’t even given opportunity to speak or to comment because she had so many things in her mind that she spoke like a flood.

Dia tidak dalam keadaan baik.

She wasn’t okay.

Selama hampir satu jam berikutnya kami bicara, berdiskusi dan akhirnya menutup dengan doa.

For the next hour we talked, discussed and finally ended it with prayer.

Tuhan memberikan kami pemikiran mengenai beberapa hal yang bisa dia lakukan untuk menghadapi dan mengatasi situasi yang membebani pikirannya.

God gave us thoughts about few things she could do to deal and handle the situation that burdened her mind.

Ketika saya pulang, dia kelihatan sudah jadi lebih baik. Saya tidak perlu menanyakan ‘gimana keadaan kamu sekarang?’.. saya bisa melihatnya sendiri bahwa dia sudah lebih tenang.

When I left, she looked she has felt better. I didn’t need to ask ‘how are you doing now?’.. I could see it myself that she has calmed down.

Ketika kita tenang, entah kita mempunyai jalan keluar atau tidak, situasi akan menjadi lebih mudah untuk dihadapi.

When we are calm, whether we have the solution or not, it is easier to handle the situation.

Ketika orang tidak butuh mendengar pertanyaan ‘apa kabar?’ dari kita karena mereka lebih membutuhkan kehadiran kita, perhatian kita, waktu kita, kepedulian kita atau pertolongan kita..


When people don’t need to hear ‘how are you?’ from us because they need more of our presence, our attention, our time, our care and our help..

*    *    *    *    *

“Hai Ke, gimana kabar kamu sekarang?”

“Hi Keke, how are you doing now?”

Saya gembira ketika seorang mantan rekan kerja menelpon saya.

I was happy when a former colleague called me.

Tapi pembicaraan selanjutnya memberitahukan kepada saya bahwa dia menelpon saya karena ingin menanyakan apa ditempat kerja saya ada lowongan pekerjaan untuk suaminya.

But the next conversation let me know that she called me to ask if there was a vacancy in my workplace for her husband.

Seorang mantan rekan kerja lainnya belum lama ini menghubungi saya, menanyakan bagaimana keadaan saya dan akhirnya adalah.. menawari saya untuk ikut bergabung dengan bisnis multi marketingnya.

Another former colleague contacted just recently, asking how am I doing and to be followed by.. offered me to join her multi marketing business.

Ah, kadang pertanyaan ‘apa kabar?’ disertai dengan embel-embel ‘ada udang dibalik batu’

Hm, sometimes there is a catch behind the question ‘how are you?’..

Kapan terakhir kali kita menanyakan hal tersebut pada seseorang hanya karena kita memang ingin tahu bagaimana kabarnya, apakah dia baik-baik saja dan bersiap menghadapi kemungkinan harus mendengar seribu satu keluh kesahnya?

When was the last time we asked that question to somebody simply because we wanted to know how is that person doing, is he/she okay and we are willing to face the possibility of having to hear him/her unburden their hearts to us?

*    *    *    *    *

Seminggu lalu saya baru saja masuk rumah dan belum lagi mencopot sepatu ketika ibu saya langsung berkata, “Papa lagi pergi tidak tahu ke ketua RT atau mungkin ke polsek”

A week ago I was just got in the house and haven’t even took off my shoes when my mother said “Dad went to see chief of neighborhood or maybe to the police”

Saya baru saja pulang dari kantor. Membawa banyak perkara dalam hati dan pikiran. Belum lagi kelelahan fisik.

I was just got back from work. Had many things in my heart and mind. Not to mention I was exhausted.

Sampai dirumah, bukan pertanyaan ‘apa kabar?’ yang menyambut saya.

I got home and not the question ‘how are you?’ that greeted me.

Yang menyambut saya adalah berita tentang ayah saya yang sedang pergi ke rumah ketua RT untuk mengadukan tentang tukang-tukang yang sedang membangun rumah disebelah rumah kami yang sehari sebelumnya mengangkat genteng-genteng rumah kami yang berbatasan dengan rumah itu lalu tidak mengembalikannya, tidak menutupnya dengan terpal dan juga tidak memberitahu kami, boro-boro minta ijin sebelum melakukannya.

Instead, I was greeted by the news that my father was looking for chief of our neighborhood to report the construction workers who are renovating our neighbor’s house had, a day earlier took off our roof tiles which adjoined with that neighbor’s house without letting us know, let alone asked for our permission before they did that and they didn’t put those tiles back which meant there was long hole in our roof, they didn’t put any cover on the hole.

Bogor itu kota hujan. Setiap siang atau sore pasti hujan. Sekali hujan, hujannya deras.

Bogor is rainy town. It rains every afternoon or evening. Once it rains, it is pouring down.

Jadi bayangkan apa yang bisa terjadi pada rumah kami dengan kondisi genteng-genteng yang diangkat dan tidak dikembalikan lagi ketempatnya ketika hujan turun..

So imagine what would happen to our house with the roof tiles removed and were not returned to their places when it rained..

Saya pulang dalam keadaan capek, banyak perkara di hati dan pikiran, lalu disambut dengan berita seperti itu dan membayangkan apa yang bisa terjadi kalau saja Tuhan tidak membuat hujan tidak turun selama 24 jam terakhir..

I got home, tired, had many things in my heart and mind, to be welcomed with such news and imagining what would it be like if only God didn’t hold the rain for the last 24 hours..

Gelap matalah saya jadinya..

It just took common sense off me..

Saya langsung keluar rumah. Pergi ke rumah sebelah.

I went outside the house. I went straight to our neighbor’s house.

Ibu saya jadi ketakutan. Dia tahu betul watak saya yang pemarah bisa bikin saya tidak lagi peduli siapa yang saya hadapi..

It freightened my mother. She knew it too well of my short temper character makes me no longer care who I would face..

Saya saat itu memang tidak peduli lagi apa saya akan menghadapi serombongan tukang yang semuanya lelaki dan jauh lebih kuat dari saya. Amarah membuat saya jadi lebih berani dan nekad.

And at that moment I didn’t care I would face a bunch of construction workers who are all male and stronger than me. Anger made me had the courage and daring.

Malamnya saya berpikir tentang kejadian itu dan teringat pada cerita-cerita tentang suami-suami yang malas pulang atau malas berada di rumah karena begitu mereka sampai di rumah, mereka disambut dengan istri yang penuh keluh kesah atau anak-anak yang langsung menodong minta ini itu.

At night as I was reviewing that incident and remembered the stories about husbands who didn’t feel like going home or couldn’t stay at home because the moment they got home, they were greeted by whining wives or nagging children.

Bayangkanlah begini, suami yang bekerja seharian mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, pulang membawa berbagai beban atau mungkin cerita yang ingin dibagi pada istri serta anak.. ketika sampai dirumah, bahkan tidak ditanya ‘bagaimana kabarnya seharian dikantor, pa?’.. eh, yang ada adalah, dia malah harus mendengar segudang keluh kesah dan berbagai laporan dari orang rumah (bagus kalau sebagian besar isinya positif).

Imagine this, a husband who have spent his day at work to feed his family is going back home with heavy heart or maybe have things to share to his wife or children but when he's got home, he is not even asked ‘how is your day at work?’.. instead, he has to listen to tons of complaint and news from people in his house (he would be lucky if most of it are positive things).

Saya pernah membaca pengakuan seorang remaja putri. Ternyata ada alasan kenapa dia jadi  bersikap tertutup, membangkang dan menjauhi ibunya. Rupanya setiap pulang sekolah, sambutan yang diberikan oleh ibunya adalah perintah dan permintaan minta tolong untuk dia mengerjakan ini itu didalam rumah.

I once read a teenage girl’s admission. There were actually reasons why she shut herself out, became dissident and distanced herself from her mother. It turned out that the greetings her mother gave her once she got home from school was instruction and request for her to do this and that in the house.

Remaja putri ini merasa dirinya tidak diperdulikan dan kehadirannya dirumah dimanfaatkan oleh ibunya.

This teenage girl felt herself uncared and her presence at home was for the benefit of her mother.

‘Apa kabar?’ menjadi pertanyaan yang penting..

‘How are you?’ became an important question..

*    *    *    *    *

Ternyata pertanyaan ‘gimana kabar kamu?’, ‘apa kabarnya?’, ‘gimana tadi seharian dikantor?’, ‘bagaimana tadi disekolah?’ adalah pertanyaan yang penting.

The thing is ‘how are you?’, ‘what’s up?’, ‘how were things at work?’, ‘how was school?’ are important questions.

Karena pertanyaan-pertanyaan itu menunjukkan kita peduli dan merupakan bentuk perhatian atau kasih sayang kita pada seseorang.

Because those questions show us care and is one of the way for us to show attention and love to somebody.

Jadi tanyakan itu dengan ketulusan.

So ask the question sincerely.

Jangan menjadi terlalu sibuk, capek, cemas, takut, malu, ragu dan gelisah sampai tidak lagi menanyakan bagaimana kabar seseorang.

Don't become too occuppied with ourselves that we forget to ask how others are doing.

Wednesday, May 13, 2015

The Golden Years

Kapankah kita bisa mengatakan kita sedang berada dalam Tahun-tahun keemasan dari kehidupan kita?

When can we tell we are living in the Golden Years of our lives?

Apakah tahun-tahun keemasan itu adalah ketika kita masih kanak-kanak? Saat kita sukses dalam karir? Atau ketika kita sudah pensiun?

Is our years as toddlers can be defined as those golden years? Or when we are having our success in career? Or when we are retired?

*    *    *    *    *

Sudah lama saya gemas melihat anak-anak muda dan remaja ditempat kerja saya ini tidak diarahkan untuk melakukan kegiatan sosial.

I have been feeling restless for quite a long time because I saw the young people and the teenagers in my workplace are not being directed to do social activities.

Lucu, membingungkan dan menyedihkan bahwa gereja tempat kerja saya ini tidak punya program kegiatan sosial untuk mereka.


It is funny, confusing and sad that the church where I work has no social activities program for them.

Tidak ada program untuk mengunjungi panti asuhan, rumah singgah, sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus, panti jompo, rumah sakit.

There is no visiting program to orphanage, homes for street children, school for special need children, nursing home, hospital.

Selama itu pula saya berkilah bahwa semua bukan urusan saya. Kan ada orang-orang yang memang ditempatkan dalam posisi untuk memikirkan, mengurusi dan mengatur tentang hal-hal demikian.

All those time I made excuse that it was none of my business. There are people who in the position to think, take care and to arrange stuff those kind of stuff.

Tapi hampir empat tahun saya bekerja disini dan tidak ada gerakan..

But I have been working in this place for nearly four years and there has never any movement..

Selama itu pula hati dan pikiran saya dikejar terus oleh pertanyaan-pertanyaan itu.

All those years my heart and mind refuse to let go those questions.

Saya pernah mengemukakan beberapa usulan untuk kegiatan sosial persekutuan pemuda kami. Sambutan awalnya baik tapi kemudian pembinanya mengatakan hal-hal yang membuat saya berpikir ‘Jiahhh..’

I have offered some suggestion for our youth fellowship social activities. At first time it was warmly welcomed but later the spiritual guide said things that made me think ‘blah..’

Kecewa menerima reaksi seperti itu membuat saya mengalihkan perhatian saya pada anak-anak remaja yang saya nilai mungkin masih lebih lentur untuk dibimbing dan diarahkan.

Disappointed to get such reaction made me switched my attention to the teenagers whom I thought are probably easier to be led and directed.

Ide itu datang tanpa sengaja ketika melihat jadwal kunjungan gereja ke panti jompo. Hei, kenapa tidak mengajak anak-anak remaja itu untuk ikut?

The idea came out of nowhere when I saw church schedule to visit the nursing home. Hey, why not taking the teenagers too?

Semakin saya pikirkan, semakin kuat desakan untuk mengajak mereka ikut.

The more I thought about it, the more I felt the urge to take them.

Ketika saya diminta untuk menjadi pemimpin pujian ibadah di panti jompo itu, saya jadi punya alasan untuk membawa anak-anak remaja itu ke sana sebagai pemain musik dan penyanyi latar.

When I was asked to be the service’s song leader at the nursing home, I found an excuse to take the teenagers there to play the music and be my background singers.

Bagaikan diatur, dalam suatu kesempatan, saya berhasil mengemukakan niat saya itu pada dua orang yang memberi dukungan dan ijin.

It was like being arranged, I talked to two people who gave their support and green light to my suggestion.

Pintu terbuka semakin lebar ketika teman saya yang akan berkhotbah disana bicara dalam rapat dewan. Tidak ada yang menentang. Bagus.

The door opened wider when my friend who was the speaker in the service talked about this suggestion at the board meeting. Nobody against it. Good.

Kami pun bergerak. Mengajak anak-anak remaja itu satu persatu, meminta ijin langsung pada orang tua mereka.

We made our moves. Asking the teenagers in person, asking their parents permission.

Lima dari mereka mengatakan setuju untuk ikut.

Five of them agreed to come.

Minggu, 26 April 2015, hanya tiga yang datang.


Sunday, 26th April 2015, only three of them showed up.

Hati saya sempat ciut. Apalagi melihat seorang dari mereka yang akan bermain gitar harus berjuang melawan rasa tidak pede akan kemampuannya.

My heart sank. Especially when I saw one of them who supposed to play the guitar had self-esteem issues.

Harus jalan, pikir saya, tidak boleh batal. Pasti bisa.

It is not the time to back off, I thought, can’t do that. We will make it.

Pada akhirnya semua memang berjalan baik, kami semua gembira dan saya terlalu lega, bangga pada tiga anak remaja itu dan luar biasa bersyukur hingga ketika kami sedang berdoa saya merasa tidak bisa berhenti mengucapkan terima kasih pada Tuhan.


Everything went well eventually, we were happy and I was so glad, proud to those three teenagers and remarkably grateful that when we prayed I felt as if I couldn’t stop thanking God.


*    *    *    *    *

Setiap tahun sebetulnya adalah tahun keemasan karena kita mengisinya tidak hanya dengan berpusat pada keinginan dan kepentingan pribadi.

Every year is golden year because we fill it not just the things that focused in our personal will and personal interest.

Setiap tahun menjadi tahun keemasan karena setiap peristiwa yang terjadi dan setiap orang yang kita temui memberi kesempatan bagi kita untuk menjadi manusia-manusia yang lebih baik.

Every year is golden year because every moment and every people we met give us chance to become better individuals.

Tahun keemasan adalah sekarang, saat ini. Bukan besok atau nanti. Tidak harus menunggu sampai semuanya tercapai atau menjadi sempurna.

The golden year is now, at this very moment. Not tomorrow or later. Don’t have to wait until everything is accomplished or become perfect.

*    *    *    *    *

Dalam rapat pemuda bulan lalu, saya mengemukakan tentang ide dan pendapat saya tentang kegiatan sosial.


I shared my idea and opinion about social activity in last month’s youth fellowship meeting.

Di luar dugaan saya, sambutan mereka jauh lebih positif dan antusias.

To my surprise, they were much more positive and enthusiast in responding it.

Apa yang saya kira sudah mentok ternyata masih terbuka jalan.

What I thought was dead end is actually still an open passage.

Saya harus kembali bergerak karena mereka bergerak kalau ada yang menggerakkan.

I have to make the move because they move when somebody move them.

*    *    *    *    *

Tahun keemasan adalah ketika kita berani bergerak.

Golden year is when we have the courage to make the move.

Dengan melakukan sesuatu, kita merubah sesuatu, kita mempelajari sesuatu dan pada akhirnya kita mencapai sesuatu.

By doing something, we change something, we learn something and eventually we achieve something.

*    *    *    *    *

Tahun keemasan adalah ketika kita bisa keluar dari kotak. Mendobrak kecemasan, keraguan, kemalasan, ketidakpercayaan dan ketakutan.

Golden year is when we can get out of our box.  To break anxieties, doubt, laziness, self-doubt and fear.

*    *    *    *    *

Jadikan setiap tahun sebagai tahun keemasan.

Make every year as golden year.