Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Saturday, February 28, 2015

What Did You Say?

“Gimana si Dessy? Sudah baikan?”


“How is Dessy now? Doing better?”

Pertanyaan itu memborbardir saya beberapa saat setelah saya sampai di kantor.

I was bombarded by that question shortly after I got in the office.

“Emangnya si Desi kenapa?” tanya saya, heran dan cemas, pertanyaan itu disertai dengan nada prihatin.

“What is it with her?” I asked, wandering and worrying, sensing the concerned tone in people’s voices when they asked that question.

Rupanya sehari sebelumnya teman saya itu mendadak muntah-muntah. Saya tidak mengetahuinya karena hari itu adalah hari libur saya dan tidak seorang pun yang memberitahu saya.

It turned out that she vomited on the previous day. I didn’t know about it as it happened on my day off and no one told me either.

Nada suara senior-senior saya ketika menelpon saya dan menanyakan bagaimana keadaannya membuat saya berpikir sakitnya pasti amat sangat serius.

The tone in my seniors’ voices when they called me and asked how she was doing made me thought it must be a very serious illness.

Tapi setelah mendengar keterangan dari teman saya tentang sakitnya itu, saya tahu itu disebabkan oleh asam lambung yang tinggi. Dan karena dia tidak punya sakit maag maka lebih mudah untuk menyembuhkan serta memulihkannya.

But after heard her description about the symptoms, I knew it was caused by the high level of her gastric fluid. And since she has no gastric problem, it was easier for it to heal and recover.

Cuma kata-kata sederhananya ketika di dengar oleh orang-orang yang punya kecenderungan cepat senewen, telah menciptakan kepanikan tingkat dewa.. hehe..

The thing is her simple words when heard by people who have strong tendency to easily get nervous, have successfully created high degree of panic… lol.

*  *  *  *  *

“Eh Ke, saya dengar kamu sudah punya calon sekarang?” tanya seorang senior saya.

“Keke, I heard you have a husband in waiting now?” asked one of my senior.

Ha? Saya mengerutkan kening, untung pertanyaan itu diajukan lewat telpon sehingga ekspresi muka saya tidak terlihat, … jadi setelah membicarakan pekerjaan, topik pembicaraan beralih ke persekutuan pemuda yang tidak lagi diketuai oleh saya.

Huh? I raised my eyebrows, good thing the question was asked through phone call so she didn’t see the change on my face, … so after we talked about work, topic of our conversation changed to the youth fellowship which no longer led by me.

Dooh, apa hubungannya tidak lagi mimpin persekutuan pemuda dengan calon?

Umm, what is the thing of not leading the youth fellowship got to do with a husband in waiting?

“Saya dengar dari … (seorang teman saya) katanya kamu sudah punya calon dan calonmu itu keberatan kamu mimpin persekutuan pemuda”


“I heard from … (a friend of mine) that you now have a husband in waiting and he minded you to lead the youth fellowship”

Ahhh… mulai mengertilah saya sedikit.

Ahhh… I started to get it.

Tapi hal ini bikin saya mendongkol.

But this upset me quite a bit.

Soalnya ketika saya memberitahu teman saya itu tentang pengunduran diri saya sebagai ketua persekutuan pemuda, saya tidak mengatakan apa pun tentang Andre sebagai calon suami saya… yee begimane, bray.. kan saya cuma bilang ‘pacar gue keberatan kalau jatah waktu saya buat dia di hari Sabtu berkurang karena saya ikut persekutuan pemuda di kantor’.

It is because when I told that friend about my resignation from my post as leader of youth fellowship, I said nothing about Andre as my future husband… dude, what the hell.. I only said ‘my boyfriend objects because I cut my Saturday time for him when I joined that fellowship’.

“Calon suami” Andre ngakak setelah mendengar cerita saya “Bagus.. bagus banget”

“Husband in waiting” Andre bursted out his laugh after I told him about it “Nice.. very nice”

Dasar oncom.. saya cemberut.

Jackass.. I frowned.

“Coba lihat muka kamu itu” dia berdecak “Apa ada yang salah kalau orang menyebut saya sebagai calon suami kamu?”

“Just look at your face” he clicked his tongue “What is so wrong if people call me your husband in waiting?”

Tentu saja tidak ada yang salah.. kalau orientasi saya adalah untuk menikah. Tapi saya tidak terobsesi dengan hal tersebut. Saya merasa lebih nyaman dengan hubungan tanpa ikatan. Mungkin hubungan kami tidak akan berjalan sampai selama ini kalau kami menikah.

Nothing is wrong.. if I am a marriage oriented person. But the thing is I am not obsessed with it. I feel much comfortable to have a bondless relationship. Maybe our relationship wouldn’t last this long if we were married.

Ah, masa bodohlah.. buat apa repot-repot menerangkan ke semua orang. Mau ngomong sampai bibir jadi dower pun belum tentu orang bisa mengerti dan bisa menerima pandangan saya itu.

Heck, the hell with it.. why should I bother explaining this to everybody. I could talk from dawn to dusk but would they understand and can accept my perception?

*  *  *  *  *

“Bu Keke, kata Melissa, kita nanti mau di kasih puzzle sama bu Keke” kata-kata Nia, seorang murid les saya membuat saya memutar otak.

“Miss Keke, Melissa said you will give us puzzles?” Nia’s words made me pressed my memory. Nia is one of my tutoring student.

Mmm.. kayaknya saya ga ngomong gitu deh ke Melissa..

Umm.. I think that was not what I told Melissa.

Beberapa hari sebelumnya setelah selesai les, Melissa mengajak saya bermain kartu. Saat itulah saya teringat pada puzzle-puzzle saya dan saya bertanya pada Melissa apa dia pernah bermain puzzle.


Few days earlier after the tutoring, Melissa asked me to play some card games. That was when I remembered my puzzles and I asked her if she has ever played puzzle.

Dia mengatakan pernah tapi tidak pernah dibelikan puzzle oleh orang tuanya. Jadi saya menjanjikannya untuk bermain dengan puzzle saya di waktu les kami yang berikutnya.

She said she had but her parents never give her any puzzles. So I promised her to play with my puzzle in our next tutoring.

Entah bagaimana caranya kok bisa jadi pengertiannya berubah menjadi ‘Bu Keke akan kasih puzzle ke kita’.. hehe..

I have no idea how it could be switched to ‘Miss Keke is going to give us puzzle’.. hehe..

Sambil tersenyum menahan tawa, saya menerangkan sekaligus meluruskan pengertian yang melenceng ini bahwa mereka bisa bermain dengan puzzle saya setelah les dan bukannya saya memberikan hadiah puzzle ke mereka.


I smiled and hid my laugh as I explained and straight things up that they can play with my puzzles and not me giving them puzzle as gift.

Yah, harap maklumlah kalau ada tulalit.. namanya juga anak-anak.

Well, I can understand the misunderstanding.. you know kids..

*  *  *  *  *

“Coy, elu kenapa?” saya bertanya ketika melihat muka teman saya kelihatan murung.

“Hey, what’s wrong with you?” I asked when I saw my friend’s face looked gloomy.

Dengan muka tampak sedih, bingung dan tertekan, dia bercerita tentang percakapan seorang senior lewat telpon padanya.

With sadness, confusion and deeply troubled look on her face, she told me about a senior’s phone conversation with her.

Saya mengerutkan kening ketika dia mengulangi perkataan senior itu.

I raised my eyebrows when she repeated what the senior spoke to her.

Teman saya tidak bertujuan untuk menjelekkan siapa pun. Dia tidak minta saya untuk berpihak pada siapa pun.

My friend has no intention to degrade anyone. Nor did she ask me to take her side.

Dia tertekan dan dia harus membagikan beban dihatinya kepada orang yang dia percaya. Dan selama hampir setahun dia menjalani masa prakteknya di kantor saya, kami berdua berteman dekat. Kami saling mempercayai.

She was depressed and she had to give some of the burden in heart to somebody whom she trust. And for nearly a year she has her internship in my office, we have become close friends. We trust each other.

Saya menarik napas panjang selama dan setelah mendengar curahan hatinya.

I took deep breaths during and after heard her story.

Tidak bisa dipungkiri kenyataan bahwa ada konflik di antara senior-senior saya. Konflik yang sudah berjalan lama.

It is undeniable there is a conflict between my seniors. Conflict that has there for quite a long time.

Semakin lama, konflik itu semakin menajam dan seperti seekor naga dengan ekor api, ujung ekor itu menyambar dan melukai orang-orang lain yang sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan konflik tersebut.

As time passed, the conflict has become sharper and like a dragon with fire tail, the tip of that tail has got to and hurt other people who actually have nothing to do with the conflict.

Orang-orang yang sebetulnya tidak seharusnya ikut dilibatkan dalam konflik ini.

People who should not be involved in the conflict.

Teman saya, misalnya, dia hanyalah mahasiswa praktek. Ketika dia akhirnya terjebak dalam api konflik itu, terseret dalam masalah internal kantor dan buruknya lagi adalah, dia terkena banyak hal tidak menyenangkan sebagai efek samping dari mereka yang saling berseteru itu, .. semua adalah sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.

My friend, for example, she is just an intern. When she finally caught in the middle of the fire out of that conflict, dragged into the office internal problem and worst is, she got many unpleasant stuff of the impact of those who are against each other, .. things that should never happen.

Ketika saya menginap di kantor, kami berdua mendiskusikannya. Membahasnya demikian lama sampai kami baru tidur jam 4 subuh!

When I stayed over in the office, the two of us talked about it. Had a long discussion that we went to bed at 4 am!

Kami prihatin, sedih, bingung, kesal dan sangat terganggu dengan adanya konflik ini.

We are concerned, sad, confuse, upset and deeply troubled with this conflict.

Tapi satu hal yang selalu kami pertanyakan adalah ‘tidak adakah yang ingat pada segala perkataan Tuhan? Bukankah perkataan Tuhan bisa didapati dengan mudah dalam alkitab?’

But one question that we have always asked is 'Isn't there anyone who remember what God said? Isn't God's word can be easily found in the bible?'

Kehidupan tidak akan pernah bisa lepas dari tantangan, kesulitan dan perseteruan dengan orang-orang disekitar kita.. tapi kalau kita menghadapinya dengan seratus persen memakai otak logika manusia kita, memakai pengertian yang serba terbatas dan tidak sempurna ini.. bukannya menyelesaikan masalah tapi meruncingkan masalah dan malah bisa menambahkan masalah.

Life can never be free of challenges, hardship and troubles with the people around us.. but if we deal with them using our one hundred percent human’s logic, using our limited and imperfect understanding.. we don’t solve the problem, we sharpen it and may even adding more problem.

Kemanakah kata-kataMu, Tuhan?

Where are your words, God?

Kami sering mendengarnya, rutin membacanya, dapat mengucapkannya dengan fasih.. tapi ketika masalah muncul, kata-kataMu tidak lagi punya arti..

Firman (kata-kata) Tuhan adalah lampu yang menerangi jalanku

We heard them regularly, frequently read them, speak them well.. but when problems occur, your words have meaning..

Friday, February 27, 2015

Listen, Please..

Hari Selasa lalu, tiga orang murid les saya berkumpul di rumah saya pada jam 2.45. Biasanya saya tempatkan Nia dan Debora di jam 3 sore sementara Melissa di jam 4.


Last Tuesday, three of my tutoring students gathered in my house at 2.45 pm. I usually have Nia and Debora at 3 pm while Melissa gets her tutoring at 4 pm.

Ketika mereka mengetahui bahwa saya mempunyai puzzle, mereka langsung ingin main puzzle. Jadi hari itu saya gabungkan les mereka supaya ada waktu bagi mereka untuk bermain puzzle bersama-sama.


When they knew I have puzzles, they immediately said they wanted to play puzzle together. So on that day I had their tutoring at the same time so there would be some time left for them to play puzzle.

Hanya diperlukan waktu beberapa detik bagi saya untuk menyadari bahwa saya telah mengambil keputusan yang salah.

It took only few seconds for me to realize I have made a wrong decision.

Menggabungkan tiga orang anak perempuan berusia 4, 6 dan 7 tahun, yang semuanya lincah untuk les pada jam yang sama ternyata adalah keputusan yang sama sekali tidak tepat.

Having three energetic girls, age 4, 6 and 7, to have their tutoring at the same time has definitely not the right decision.

Walau pun saya ini penaik darah, tapi saya selalu punya kesabaran ekstra kalau sedang mengajar.

Despite of having short temper, I always have extra patience when I am teaching.

Tapi hari itu saya nyaris kehilangan seluruh kesabaran saya.

But on that day I nearly lost all my patience.

Nia dan Debora les membaca pada saya. Dan saya sudah mengenal kelemahan mereka. Sulit berkonsentrasi. Tapi hari itu kesulitan tersebut jadi berlipat kali ganda.  


Nia and Debora are put on reading tutoring. And I am well aware to their weakness point. Hard to concentrate. But on that day, that handicap seemed to double up.

Situasinya seperti ini, saya minta Debora untuk menuliskan satu kata dan saya harus mengulangi perintah saya itu sampai lebih dari tiga kali karena dia betul-betul sama sekali tidak mendengar saya. Dan saya baru mendapatkan perhatiannya setelah hidungnya saya pencet.

The situation was like this, I asked Debora to write a word and I had to repeat it more than three times because she really didn’t hear me. And I only got her attention after I pinched her nose.

Karena saat itu rasanya seakan-akan Debora sama sekali tidak mendengar suara saya, padahal saya duduk persis disebelah kirinya dan jarak mulut saya dengan telinganya mungkin hanya sekitar sepuluh senti.

Because at that time it seemed Debora didn't hear my voice at all, and I sat right at her left side which made the distance between her ear and my mouth is probably just ten centimeter. 

*  *  *  *  *

Kemarin tanpa terduga saya kembali bertemu dengan situasi yang hampir sama. Saya mengajar les seorang anak mengenal huruf dan kemarin saya lihat dia masih ingat bagaimana bentuk serta cara menulis huruf ‘a’.


I met a quite similar situation yesterday. I tutored a kid to write a-b-c and yesterday I saw she remembered the shape and how to write the letter ‘a’.

Jadi saya memutuskan untuk mengenalkan huruf lain padanya. Saya menunjukkan bagaimana menuliskan huruf ‘u’, mengatakan padanya bentuk huruf itu seperti gelas dan saya membimbingnya saat menuliskan huruf ‘u’.

So I decided to move to another letter. I showed her how to write the ‘u’ letter, told her its shape looks like glass and I helped her when she wrote that letter.

Setelah itu saya memintanya untuk menuliskan huruf itu tanpa saya bantu.

A moment later I asked her to write the letter by herself.

Coba tebak huruf apa yang dituliskannya?

Guess what letter did she scribble?

Huruf ‘a’!

It was the letter ‘a’!

Dengan sabar, saya ulangi kembali proses mengenalkan huruf ‘u’. Beberapa menit kemudian, setelah merasa cukup, saya memintanya untuk menuliskan huruf itu tanpa saya bantu.

I patiently started again the whole process of introducing her to the ‘u’ letter. Few minutes later, after I felt I have made it quite clear for her, I asked her to write that letter without my assistance.

Dia kembali menuliskan huruf ‘a’..

Once again she wrote the letter ‘a’..

Saya terperangah tapi dengan sabar kembali mengulangi seluruh proses mengenalkan huruf u itu.

I couldn’t believe my eyes but once again I patiently repeated the whole process of introducing the ‘u’ letter.

Dan hal yang sama kembali berulang.

And the same thing happened.

Tidak, dia tidak sedang bercanda atau meledek saya. Dia kelihatan serius. Tapi ketika hal yang sama kembali berulang.. empat kali, bray.. wah, saya jadi garuk-garuk kepala karena benar-benar bingung.

No, she was not joking or trying to play games on me. She was serious. But when the same thing happened.. four times, people.. man, I scratched my head for completely lost.

Jadi sepertinya selama saya bicara padanya tadi, kata-kata saya tidak dimengertinyakah? Rasanya sih tidak karena saya bicara dengan kata-kata sederhana dan disertai dengan memberi contoh.

So it seems when I talked to her, were my words unable to be understood by her? But I don’t think that possible because I used simple words and I gave examples.

Jadi kenapa kok rasanya seperti bicara pada tembok? Atau seperti saya bicara dengan bahasa asing yang tidak dimengertinya?

So howcome it felt as I was talking to a wall? Or as if I talked in foreign language that she didn’t understand?

*  *  *  *  *

“Keke, kamu tidak mendengarkan saya” Andre punya kebiasaan untuk menepuk pipi saya atau memencet hidung saya kalau dia merasa saya salah atau tidak juga mengerti hal-hal yang dikatakannya pada saya.

“Keke, you are not listening to me” Andre has a habit to pat my cheek or pinch my nose whenever he feels I don’t listen to him correctly or not understand what he was saying.

“Ah, saya dengar kok” bantah saya tanpa merasa bersalah.

“Nah, I heard you” I told him without any remorse.

“Ya, kamu mendengar tapi tidak menyimak” katanya.

“Yes, you heard me but you didn’t listen” he said.

Mendengar dan menyimak adalah dua hal yang berbeda.

To hear and to listen are two different things.

Kita semua bisa mendengar tapi belum tentu bisa menyimak. Padahal menyimak adalah hal yang penting. Karena menyimak membuat kita memahami suatu perkara, mengerti suatu situasi, memahami orang lain dan juga diri sendiri.


All of us can hear but that does not make us able to listen. The fact is listening is important. Because by listening, we are able to understand a problem, a situation, to understand others and to understand ourselves.

Banyak konflik terjadi karena kita hanya mendengar tanpa menyimak.


Many conflicts occur because we only hear without listening.

Banyak konflik terjadi karena kita hanya mau mendengar suara kita sendiri serta suara-suara yang ada dalam pikiran kita.


Many conflicts occur because we only want to hear our own voice or the voices in our heads.

Thursday, February 26, 2015

Don’t Let Me..

Jangan biarkan saya..

.. jadi orang terakhir yang tahu.

.. be the last to know.

Pernah melihat bebek sedang berenang di air? Badannya tidak bergerak sehingga rasanya dia seperti meluncur dengan tenang dan anggun.


Have you ever seen a duck swims on the water? Its body does not move so it looks like it floats calmly and gracefully.

Tapi dibawah air sebenarnya kedua kakinya sibuk bergerak mengayuh. Namun tentu saja gerakan ini tidak terlihat dari atas permukaan air.


But below the water both of its legs are paddling. Something that can’t be seen from the surface.

Sama seperti ketika kita melihat gunung. Dari luar terlihat indah, hijau dan biru. Tapi dibagian dalamnya penuh dengan debu, batu dan api.

It is quite the same when I look at the mountain. It looks beautiful, green and blue. But inside is full with dust, stone and fire.

Tersembunyi. Disembunyikan. Dengan sengaja atau tidak sengaja..

Hidden. Concealed. Intentionally or unintentionally..

Begitulah yang terjadi ditempat kerja saya ini. Disini saya terhitung sebagai orang dalam. Tapi ironinya adalah; saya telah menjadi orang terakhir yang tahu tentang apa yang terjadi diantara orang-orang yang memimpin tempat ini.

So it goes like that in my workplace. I am considered to be an insider. But the irony is; I have become the last person to know the things that have happened between the people who lead this place.

Saya tidak diikutsertakan dalam rapat dan tidak mendapat copy notulen. Jadi yang saya ketahui hanyalah apa yang diberitahukan kepada saya dan biasanya itu menyangkut hal-hal yang mereka ingin supaya saya kerjakan.

I am excluded from the board meeting and never given copy of that meeting report. So the information was passed to me by them and it has always about the things they wanted me to do.

Respon saya berganti-ganti. Awalnya saya kesal. Kemudian saya mengangkat bahu dan tidak mau ambil peduli.

My respond differed. At first it upset me. Later I shurgged off and didn't give a damn. 

Tapi setahun terakhir ini setelah orang-orang yang dekat dengan saya masuk dalam dewan pengurus, tanpa disengaja hal itu menjadikan mereka sebagai informan saya karena mereka kemudian menceritakan kepada saya hal-hal yang terjadi atau yang dibicarakan selama rapat.

But in the past year after few people who are close with me made it into the board, this has made them as my sort of informants because they would tell me the things happened or discussed in the meeting.

Dari yang memposisikan diri hanya sebagai pendengar hingga akhirnya rasa ingin tahu saya tergugah dan saya aktif bertanya.

From being just a listener, it got me curios and so I asked questions.

Semakin lama semakin banyak yang bicara pada saya tanpa saya harus bertanya. Entah murni karena ingin menjadikan saya sebagai tumpahan beban hati yang terlalu berat atau karena ingin mencari dukungan, yang pasti, apa yang dulu tersembunyi dari saya kini menjadi terbuka.

As time passed more people talked to me without I have to ask any questions. It is either purely because they needed somebody to unburden or to get my support but either way, the things that were once hidden from me have brought to the light.

Kalau digambarkan seperti apa perasaan saya, sama seperti kalau melihat gunung meletus. Gunung yang tadinya terlihat tenang, indah, hijau dan biru itu tiba-tiba bergemuruh dan melontarkan benda-benda mengerikan seperti awan, asap, batu, debu serta api.


How I feel is described like seeing a mountain erupted. The once calm, beautiful, green and blue mountain suddenly fiercely thrown out awful things like clouds, smoke, stones, dust and fire.

Itulah yang terjadi ketika kebenaran yang selama ini disembunyikan menguak keluar dan menguak kepalsuan pada ketenangan serta kedamaian yang sebelumnya selalu ditampilkan.

That is what happen when the long hidden truth is being revealed and showed all calmness and peace were nothing but fake.

Untuk kurun waktu tertentu orang-orang di sekitar saya terlibat konflik. Selama ini saya berada ditengah-tengah mereka dan saya tidak mengetahui apa yang terjadi.

Conflict has been involving the people around me for some period of time. I have been in their midst all this time and I didn’t know a thing about the conflict.

‘Kebenaran akan membebaskanmu’

‘The truth will set you free’

Tapi Kebenaran yang saya ketahui ini menyedihkan hati saya..

But the Truth that I have made to know is saddened me..

Kalau saja dari awal saya tahu, mungkin rasanya tidak akan terlalu menyakitkan seperti ini.

If only I knew from the start, maybe it would not feel so hurtful.

*  *  *  *  *

Jangan biarkan saya..

.. harus berpihak.

.. take sides.

Efek samping dari Kebenaran yang saya ketahui adalah menghadapi kenyataan betapa sulitnya untuk tidak berpihak.


The side effect followed after the Truth was being revealed to me is to face the fact of how hard it is not to take sides.

Ketika konflik melibatkan orang-orang yang dekat denganmu atau yang kamu sayangi, hal itu menempatkanmu dalam posisi dilematis.

When the conflict involves the people who are close with you or whom you love, it puts you in dilemmatic position.

Karena sulit untuk menempatkan diri tetap fair dan netral.

Because it is hard to remain your fairness and neutrality.

Mereka tidak mengatakannya secara terbuka tapi mereka tentu menginginkanmu untuk berpihak pada mereka.

They don’t say it openly but they surely want you to take their side.

Kadang keinginan untuk memihak muncul sendiri dalam hati.

Sometimes wanting to take sides become something that just appear in the heart.

Tapi berpihak berarti melawan pihak yang lain. Bagaimana hal itu bisa saya lakukan? Masing-masing pihak yang berseteru adalah orang-orang yang dekat dengan saya, beberapa dari mereka adalah orang-orang yang saya sayangi.


But taking sides would mean to stand against other side. How can I do that? Each party involves people who are dear to me and some of them are even loved ones.

*  *  *  *  *

Konflik sesekali pastilah terjadi dalam hubungan antar manusia. Dan konflik tidak selalu harus dilihat sebagai hal yang negatif karena lewat konflik, kita belajar untuk mengenali berbagai sisi dalam diri sendiri dan dalam diri orang lain.

Conflict is bound to happen once in a while in people’s inter-relationship. And conflict can not always be viewed as negative thing because through it we learn to recognize the things in ourselves and in others.

Yang menyedihkan adalah bila konflik itu dipendam dan disembunyikan. Mungkin berharap konflik itu akan hilang atau padam dengan sendirinya. Mungkin juga karena tidak ingin membuat keruh suasana.


The sad thing is when that conflict is being pressed down and concealed. Maybe for the reason for it to be gone or extinguished by itself. Maybe for not wanting to raise the tension.

Tapi ketika konflik itu tidak terselesaikan, dia tidak akan pernah hilang atau padam.

But when the conflict is left unresolved, it will never be gone or extinguished.

Ketika konflik itu melibatkan banyak orang, konflik itu tidak akan menjadi lebih sederhana. Apa lagi kalau kepribadian mereka jauh dari sederhana.

When the conflict involves lots of people, it became less simple. Especially when their personalities are far from simple.

Tidak ada konflik yang menyenangkan. Tapi lebih menyedihkan lagi untuk melihat bagaimana konflik itu telah membuat orang-orang yang dekat dengan saya, mereka yang saya sayangi, saling tersakiti dan saling menyakiti.

Conflict is not a fun thing. But it is more painful to see how it has made those who are close with me, those whom I love, have been hurt and were hurting each other.

Saya tidak memiliki jawaban untuk menyelesaikan konflik mereka. Saya hanya bisa berdoa dengan sepenuh hati supaya Tuhan memberi jalan keluar yang terbaik.

I don’t know how to solve their conflicts. I can only pray with all my heart so God gives the best solution.

Sunday, February 22, 2015

How To Lose..

Dulu ada film kocak berjudul ‘How to lose a guy in ten days’.

There was a funny movie with the title ‘How to lose a guy in ten days’.

Film itu berkisah tentang seorang penulis di majalah yang sedang menyusun artikel tentang bagaimana cara wanita membuat pacarnya memutuskan hubungan. Dan dia membuat target hal itu akan bisa terjadi hanya dalam waktu sepuluh hari.


The movie was about a magazine writer who was about to write an article about what women can do to get rid her boyfriend. And she targeted it to happen in just ten days.

Film itu sebenarnya menyampaikan pesan bahwa lebih mudah untuk mengacaukan segalanya dari pada mempertahankannya.


The movie’s message is it is easy to screw everything than to keep it intact.

Sikap kita, perbuatan kita, perkataan kita, kebiasaan kita, sifat kita, latar belakang kita, keyakinan kita dan seribu satu hal lainnya dalam diri kita cenderung untuk bikin orang angkat kaki dari sisi kita dari pada membuat mereka betah bertahan disisi kita sebagai teman, sahabat, pasangan, keluarga, rekan kerja, tetangga, pembantu atau karyawan kita.

Our attitude, our behavior, our words, our habits, our characters, our backgrounds, our belief and million other things in us tend to kick people off us than to make them choose to stick with us as friend, bestfriend, partner, family, colleague, neighbor, maid or employee.

Contoh, belum lama ini saya berkenalan dengan seseorang yang saya kategorikan sebagai pribadi yang ‘unik’ (ehem.. maksudnya: ‘agak aneh’).

For example, I recently met somebody whom I classified as a ‘unique’ individual (umm.. I meant: ‘a little freak’).

Dia mengatakan bosan dan kesepian. Aktivitas dan pergaulannya memang terbatas. Jadi tidak heranlah kalau rasa bosan dan sepi mengikutinya setiap hari.

He said he is bored and lonely. So he has limited activity and limited contact with other people so no wonder if boredom and loneliness fill his days.

Logika saya mengatakan, kalau saya berada dalam posisinya maka saya pasti gembira ketika menemukan orang yang enak untuk di ajak bicara, yang mau mengerti diri saya, yang tidak terpancing menghadapi hal-hal dalam diri saya yang menyebalkan bagi dirinya.

My logic says, if I were in his position it would make me happy to meet somebody who are nice to talk to, who would understand me, who not easily be provoked by annoying stuff in me.

Perkenalan kami berjalan belum ada dua minggu dan saya sudah mulai merasa ‘gerah’.

It has been going on for less than two weeks and I have started to feel uneasy.

Karena orang ini beberapa kali mengucapkan hal-hal provokatif. Seakan ingin memancing emosi saya. Seperti ingin mengetahui bagaimana reaksi saya.

Because this person has said provocative things. As if he wished to make me upset. As if he wanted to see my reaction.

Saya tidak tahu apa ini karena bawaan sifatnya seperti itu atau ini seperti dia sedang menguji saya, untuk mengetahui orang seperti apa saya ini sebelum dia bisa menerima saya seutuhnya.

I don’t know if this is his nature or this is some sort of a test for me, to make him know what kind of a person I am before he can completely accept me.

Saya memiliki dua pilihan; hengkang atau bertahan.

I have two options; close the case or stay around.

Bukan sifat saya untuk demikian mudahnya menendang orang keluar dari kekawanan atau hubungan apa pun yang dimilikinya dengan saya.


It is not in my character to easily get rid somebody out of the friendship or whatever the relationship he/she has with me.

Saya juga tidak mau menyerah begitu saja.

I am not giving up that easy either.

Saya juga penasaran. Saya ingin tahu apa yang tersembunyi dibalik tameng dalam bentuk hal-hal provokatifnya itu.

I am also curious. I want to know what does he hide behind that shield of provocative stuff.

Beberapa manusia tertentu memiliki pembawaan yang sulit; sulit untuk dijadikan teman, sulit untuk dimengerti, sulit untuk bisa diterima apa adanya.. sulit.. kesulitan yang kadang diciptakannya secara sengaja atau ada dalam dirinya karena dibentuk oleh banyak faktor.

Some people have difficult stuff in them; making them hard to be made friends, hard to be understood, hard to be accepted as themselves.. the difficulties sometimes are made intentionally by them or many factors have formed them into that sort of people.

Contoh, keluarga yang kaku dan otoriter akan menghasilkan anak-anak yang kemudian menjadi individu yang tertekan atau menjadi liar ketika mendapatkan kebebasan atau menjadi jiplakan sempurna dari orang tua mereka.

For example, stiff and authorize family produce children who will become depressed individuals or turn like wild horse when getting freedom or they become perfect mold of their parents.

Perbedaan generasi bisa membuat pihak-pihak yang pribadinya normal membuat kesal satu dengan lainnya.

Generation gap can make normal characters as annoying individuals toward each other of course.

Sekali pun saya termasuk orang yang cuekan menghadapi mereka yang lahir di abad millennium tapi saya tetap menganggap generasi ini terlalu demokratis hingga kadang mereka tidak bisa membedakan mana yang bisa diterima dan mana yang masuk dalam kategori kurang ajar.

Despite being an easy going person when dealing with those who were born in millennium age but I still think this generation is being too democrative that sometimes they can’t tell the difference what is acceptable with the unmannered ones.

Yang pasti adalah janganlah cepat menyerah ketika menghadapi manusia-manusia yang dalam penilaian kita berada di luar konteks kenormalan.

The thing is don’t easily give up when dealing with people whom are not in our norm context.

Karena sulit atau tidak sulit, setiap manusia saling membutuhkan.

Because whether being an easy character or a complicated one, we need each other.

Kita juga saling belajar untuk bisa menerima, memahami dan memaafkan perbedaan dalam diri satu dengan lainnya.

We also learn to accept, understand and forgive the differences in each other.

Jadi ketika kita menghadapi manusia yang unik, antik atau sulit, jangan berprinsip ‘Gimana caranya supaya bisa meng-get out-kan seseorang dalam waktu sepuluh hari’ tapi rubahlah menjadi ‘Gimana caranya supaya bisa berada disampingnya untuk waktu tanpa batas’.

So when we deal with unique, antique or difficult people, don’t think ‘How to lose somebody in ten days’.. change it into ‘How to stand by somebody’s side for unlimited time’.


I Give You My Heart..

Duduk dilantai, di antara karton, kertas kado, potongan-potongan kertas, tangan dan mata yang mulai pegal karena selama lebih dari dua jam hampir tanpa berhenti menggunting-menempel-menggunting kertas-kertas itu, otak saya berputar dan potongan demi potongan peristiwa melintas..


Sitting on the floor, in between the cardboard, gift papers, shreds of papers, while the hand and eyes were exhausted for having cutting-patching-cutting those papers, my mind wandered and pieces of events came to me..

Cinta cinta cinta..

Love love love..

Karena itu kuberikan hatiku padamu.. cieee, puitis banget..

So I give you my heart.. man, it’s so poetic..

Cinta adalah hal yang aneh karena tidak ada manusia yang tidak memiliki hasrat untuk menyayangi dan untuk disayangi.

Love is a strange thing because there is not any living human who doesn’t have the desire to love and to be loved.

Tapi kenyataannya adalah kita sering menodai cinta itu karena hal-hal seperti ini..

But the thing is we often stained that love with these things..

          ♥  ♥  ♥  ♥  ♥

Saya menyakitimu dengan kata-kata saya.

I hurt you with my words.

Disengaja atau tidak, kata-kata kita kadang menyakiti hati orang yang kita sayangi, yang kita pedulikan dan yang dekat dengan kita.

Intentionally or unintentionally our words sometimes hurt the heart of our loved ones, those who we care and close to us.

Seorang teman saya belum lama ini sampai jatuh sakit karena stress. Stress yang bukan disebabkan oleh proyek yang sedang dikerjakannya.

Just recently a friend of mine got sick out of stress. Not the stress brought by the project she is working on.

Stress ini disebabkan oleh kata-kata yang diucapkan oleh seorang senior kami.

This stress was caused by the words spoken by one of our seniors.

Masalahnya sebenarnya tidak terlalu rumit kalau saja dari awal sudah dijabarkan dengan jelas persepsi apa yang ada di dalam benak masing-masing.

The problem is actually not too complex if only each of them have talked about their perceptions.

Akhirnya yang terjadi adalah yang satu berjalan mengikuti persepsinya sementara pihak yang lain jadi uring-uringan tidak karuan karena merasa kinerja pihak pertama tidak mengikuti persepsinya.

What happened was this, one carried on under her perception while other party became extremely furious for thinking it was not done according to her perception.

Hal seperti ini umum terjadi dalam hubungan antar manusia.

in time, your weakness will cut off your heart

This thing is commonly happen in human inter-relationship.

Yang menjadikannya luar biasa adalah kata-kata yang diucapkan oleh pihak yang uring-uringan.

What made it became extra ordinary is the words spoken by the furious party.

Saya tidak mengatakan beliau adalah orang yang jahat. Saya sudah mengenalnya selama hampir empat tahun dan saya tahu hatinya tidak jahat. Hanya saja, ketika sedang uring-uringan, kata-kata yang diucapkannya hampir selalu membuat orang tersakiti.

I am not saying she is a bad person. I have known her for nearly four years and I knew she does not have an evil heart. It is just that when she is furious, her words are oftenly hurt people.

Kenapa bisa demikian? Karena beliau cenderung untuk melihat dari sisi pandangnya, mengikuti pengertiannya. Itu titik kelemahannya.

How’s that? Because she tends to see things from her perspective and understanding. That is her weakness point.

Kata-katanya pun sering tanpa disaring lagi.

Her words are unfiltered.

Seorang rekan saya mengatakan, sekalipun kata-kata beliau menyampaikan pesan yang baik tapi karena kata-katanya yang tanpa disaring itu membuat orang menjadi marah, tersinggung atau sakit hati sehingga akhirnya pesan yang baik itu tidak sampai ke tujuannya, justru yang terjadi adalah menciptakan masalah baru.

My colleague said, though her words contained good message but her unfiltered words have upset, offended and hurt people that at the end the good message didn’t reach its purpose, what happen is a new problem has just being created.

Beberapa hari lalu beliau sempat curhat ketika menelpon saya. Mungkin karena emosinya sudah reda atau karena ada rasa tidak enak setelah mengetahui teman saya jatuh sakit lumayan parah karena stress, beliau bicara dengan lebih menunjukkan pengertian layaknya seorang ibu, lebih lembut.

Few days ago she unburdened while she was on the phone with me. Whether it was because her emotion has calmed down or for feeling uneasy once she knew my friend fell sick out of stress, she showed understanding when she spoke, like a mother, more gently.

Aduhhhhhh… pikir saya antara merasa ironi dan penyesalan. Seandainya dari awal beliau bisa seperti ini, bicara dengan kata-kata ini dan dengan cara begini, saya yakin teman saya tidak akan perlu sampai tersinggung dan sakit hati sampai jadi stress dan akhirnya jatuh sakit.

Geeeezzzz… I thought in between the irony and regret. If only she spoke like this from the first place, using these words and talked in this way,  I am sure my friend wouldn’t have to get offended and hurt, it created a stress which made her ill.

Kita tidak bisa berharap bisa menjadi orang yang selalu sabar, lembut, penuh pengertian dan selalu memberi dukungan sehingga kadang atau sering, kita menyakiti orang-orang disekitar kita, orang-orang yang kita sayangi atau yang menyayangi kita.

We can’t expect ourselves to become people who are always patient, gentle, full of understanding and supportive so sometimes or often, we hurt people around us, those who we love or love us.

Apakah selamanya harus terjadi demikian?

Is it always have to be that way?

Ya, jangan dong. Kalau sesekali, itu masuk akal. Kadang kita lepas kendali. Tapi jangan terus menerus terjadi hingga akhirnya orang tidak betah berada dekat dengan kita, tidak tahan bergaul dengan kita (kalau pun bertahan karena tidak ada pilihan atau karena sandiwara) atau yang terparah adalah kita membuat orang memusuhi kita.

No, don’t. it is understandable if it happens occasionally. Sometimes we lost self-control. But don’t make it into a continuously thing that people can’t stand around us, can’t have anything to do with us (if they still around that’s probably because either they have no choice or the act of pretentious) or the worse is we create enemies.

Karena itu kata-kata yang ada dalam pikiran sebaiknya diwaspadai. Kalau di dalam pikiran saja, kata-kata itu kedengarannya saja sudah tidak enak, lebih baik mereka tetap tinggal diam dalam pikiran.

It is why the words in the mind should be guarded closely. If they sound awful in the mind, they better stay in the mind.

Kalau pun memang harus diucapkan juga, saringlah dulu supaya pesan yang baik yang akan disampaikan tidak hilang ditelan oleh kemarahan dari pihak yang mendengar kata-kata itu.

If those words have to be spoken, filtered them so the good message will not be chewed by anger from the party whom heard them.