Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Saturday, May 31, 2014

Fixing a Broken Heart


Kalau jatuh cinta berjuta rasanya, patah hati semilyar minta ampunnya.. hehe..


If falling in love is a head over heels turner, broken heart whirls the head a billion way faster than a merry-go-round.

Setidaknya begitulah saya menjabarkan perasaan saya.

That’s how I describe my feelings.

Saya telah mencintai dan dicintai seorang laki-laki selama tiga tahun ini.

I have loved and being loved by a man in the past three years.

Lalu belum lama ini dia mengatakan sesuatu yang amat sangat mengagetkan dan membingungkan saya.

Just recently he said something that so very much surprised and confused me.

Melukai hati saya juga.

It hurt me too.

Sulitnya adalah saya harus bertemu dengan dia padahal dalam sikon seperti ini adalah lebih baik kalau untuk kurun waktu tertentu tidak ada kontak atau malah tidak bertemu sama sekali dengannya sampai emosi menjadi tenang dan pikiran menjadi waras lagi.

The hard thing is I have to meet him regularly when in times like this it would be better not to have any contact or not to meet him at all for a period of time until emotion is calmed and mind able to work clearly.

Saya seorang yang emosional tapi pengalaman menjadikan saya lebih mampu mengendalikan diri dan saya tidak hanya bersyukur tapi juga membanggakan diri karena kemampuan itu.

I am an emotional person but experience has making me able to have better self control, something which I am not just grateful to have, I am proud of it.

Tapi hari itu..

But on that day..

Bukan amarah yang mengisi hati saya. Bukan pula cemburu.

It wasn’t anger that filled my heart. Not jealousy either.

Kesedihan yang memedihkan hati. Rasanya demikian pilu. Ketika saya bicara dengannya, ketika saya melihatnya.. semakin bertambah kepedihan itu. Saya harus susah payah menahan air mata, saya terlalu tinggi hati untuk menunjukkan kepedihan itu padanya.. saya tidak akan menangis didepannya.

The pain cut like a knife. Deep. When I talked to him, when I saw him.. the pain was unbearable. I tried hard to hold the tears, I had too much pride to show him that pain.. I wouldn’t cry infront of him.

Baru setelah saya sendirian, air mata itu keluar. Sepanjang perjalanan pulang, air mata itu mengalir. Tapi baru malamnya saya bisa menangis sepuasnya.

Tears came down only after I was alone. They came when I was on my way home. But it was at night that I could let myself cry.

Saya pikir besoknya saya akan merasa jauh lebih baik. Ya memang benar. Tapi tidak sebanyak yang saya harapkan.

I thought I would feel better on the next day. Well I did. But not as much as I hoped.

Saya takut hal ini akan berdampak pada pekerjaan dan kesehatan fisik serta akal sehat saya.

I was afraid it would get to my work performance and my physical health along with my sanity.

Saya tahu saya harus mengalihkan perhatian. Saya tidak boleh membiarkan pikiran saya hanya berputar pada laki-laki itu atau pada kata-katanya.

I knew I had to distract my mind. I couldn’t let it focus only on that man or to his words.

Hari itu untungnya saya harus menghadiri acara ulang tahun cucu dari rekan kerja saya.


Luckily I had to attend a colleague’s grandson’s birthday party.

Disana saya bertemu dengan beberapa orang yang saya kenal, beramah-tamah dengan orang yang tidak saya kenal, bisa bertemu juga dengan mantan murid-murid saya di TK dan dengan orang tua mereka, saya memotret, saya menontoni acara ulang tahun, pulangnya saya mampir membeli oleh-oleh untuk orang yang besoknya akan saya temui di acara symposium yang akan saya ikuti.


There I met few people whom I knew, mingled with those I didn’t know, met some of my former kindergarten students and their parents, I took photos, I watched the birthday party being held, I stopped by to buy something for someone I would met the next day at  the symposium which I participated.

Berhubung acara simposiumnya diadakan di Jakarta dan pendaftarannya jam 7.30 pagi maka saya dan seorang teman yang mengikutinya juga harus berangkat dari Bogor jam 5 pagi.


Since the symposium was held in Jakarta and we had to re-register ourselves at 7.30 am, me and a friend who would attend it had to leave Bogor at 5 am.


Itu artinya saya harus berangkat dari rumah sebelum jam 4.30 pagi. Wadoh, saya harus bangun jam berapa? Belum lagi urusan naik kendaraan umum dari rumah ke kantor. Wih, dari pada ribet, mending saya menginap di kantor.

It means I had to leave home at 4.30 am. Geez, what time should I get up? Not to mention about taking public transportation at such early hour. It would be more convenient for me to spend the night in the office.

Kamar tamu di kantor sudah diperbaiki dan kini ditinggali oleh mahasiswi yang sedang praktek kerja di kantor saya. Orangnya lucu dan punya banyak cerita. Saya masuk kamar jam 9 malam dan baru tidur tengah malam karena selama lebih dari 2 jam asyik mengobrol serta menertawai berbagai pengalaman yang diceritakan oleh mahasiswi itu.

The office’s guest house has been renovated and now occupies by a college student who is in apprentice in my office. She is funny and has many stories. I went to the room at 9 pm and went to sleep at midnight after spending more than 2 hours talking and laughing over various of experience she shared me.

Senin pagi (26/5) saya bangun lebih awal dari alarm.. hehe.. jam 5 pagi kami berangkat. Bogor masih gelap.

I got up early than my alarm clock on Monday morning (may 26th).. lol.. we left at 5 am. It was still dark in Bogor.

Kami sampai di tempat simposium hampir jam 7.30 pagi. Dua jam bo di jalan.. Jakarta-Bogor itu tidak jauh. Tanpa macet cuma membutuhkan waktu satu jam. Yah, seluruh prosedur dari bangun pagi sampai menghadapi lalu lintas, supir kami dan teman saya demikian menyibukkan pikiran saya sehingga seluruh kesedihan saya hilang.

It was nearly 7.30 am when we arrived at the place where the symposium was held. Two hours on the road, man.. Jakarta-Bogor is not far. Without traffic jam it takes just an hour to get there. Yeah well, the whole procedure start from getting up in the morning to facing the traffic, our driver and a friend kept my mind busy that it cast away my sadness.

Materi simposium yang menarik, cara penyampaian yang juga menarik, makanan-minumannya yang enak, bertemu dengan orang-orang yang dikenal dan melihat begitu banyak orang yang berada disana karena ingin mengetahui bagaimana menjangkau kaum muda membuat pikiran serta hati saya total berfokus pada apa yang saya hadapi.


The interesting symposium material, the interesting presentation, tasteful beverages, met people whom I know and seeing so many people got together moved by this passion to reach the youth made my mind and heart fully focused on what I was having there.


Kami sampai di Bogor jam 8 malam dan saya sampai di rumah jam 9 malam. Saya capek tapi juga amat sangat puas, bahagia dan penuh semangat.

We got back in Bogor at 8 pm and I got home at 9 pm. I was so exhausted but also satisfied, happy and excited.

Apakah kesedihan itu kembali lagi? Saya hanya merasakan sedikit rasa tidak enak seperti kalau kita terluka karena jatuh dan luka itu secara tidak sengaja tersentuh karena luka itu belum benar-benar kering. Tapi secara keseluruhan saya telah berhasil mengalahkan rasa sedih itu dan kembali berdiri dengan tegak.

Did the pain return? I just felt a little sore like when we fell and hurt our knee cap and we accidentally touch it. That kind of feeling when we touch a wound that has not completely heal. But in general I can say I have defeated the pain and got back on my knees.

Dalam kehidupan kita menghadapi berbagai hal dan terlibat dengan berbagai manusia. Yang baik, yang jahat. Yang menyenangkan, yang menyedihkan hati. Yang membangkitkan semangat, yang menghilangkan semangat.

We face various things and deal with many people. The good ones, the evil ones. The pleasant and the devastating ones. The spirit uplifter, the ones that crush the spirit.

Kalau tidak berhasil mengusir emosi negatif, carilah hal-hal yang bisa mengalihkan perhatian.

If you fail to cast those negative emotion away, find things to distract your focus.

Sibukkanlah diri dengan hal positif atau beradalah dengan orang-orang yang memiliki aura positif karena mengusir emosi, pikiran dan aura negatif dalam pikiran serta hati bukanlah hal yang mudah.

Keep yourself busy with positive things or be among people who have positive aura because it is not easy to cast away negative emotion, negative mind and negative aura.

Jangan tinggal diam dalam emosi, pikiran dan aura negatif itu. Jangan memeluknya erat-erat. Jangan memanjakan diri. Keraskan hati dan bulatkan tekad untuk keluar dari semua itu.

Don’t dwell in that negative emotion, mind and aura. Don’t have a strong hold over it. Don’t be meek. Be tough and make your mind to get out of the negativity.

Saya pernah membiarkan diri berlama-lama tinggal dalam emosi, pikiran dan aura negatif itu. Akibatnya berbulan-bulan saya depresi. Dan perlu waktu berbulan-bulan untuk bisa keluar dari depresi itu serta bangkit kembali.

I have let myself dwelled in that negative emotion, mind and aura. It left me in depression for months. And it needed months for me to get out of depression and to get back on my feet again.

Amit-amit betul rasanya waktu itu. Amit-amit perjuangannya buat bangkit lagi. Makanya amit-amit deh, saya tidak mau jatuh lagi dalam hal yang sama. Tapi pengalaman itu bikin saya jadi mengenal rambu-rambu bahayanya dan bisa cepat mengambil langkah antisipasi.

Man, it was living hell. It was one hell of a struggle to get back on my feet. Damn hell if I let myself fall into the same hole. But thanks to that experience I know the signs and therefore I can anticipate it.

Saya masih bertemu dengan laki-laki itu dan ya, rasa sayang serta suka itu masih ada. Kan tidak bisa seperti orang main sulap… langsung hilang lenyap semua rasa itu.

I occassionaly meet that man and yes, the love and warm feeling I have for him are still there. It is not like magic.. one swirl of wand and everything is gone.

Dan saya masih harus menghadapi Andre. Hubungan kami masih dalam proses pemulihan. Ini juga memerlukan waktu. Saya bisa mengerti kalau dia masih menyimpan rasa cemburu serta tidak percaya. Bagaimana pun juga setahun terakhir ini dia mengira saya akan meninggalkannya.

And I have to deal with Andre. Our relationship is in healing process. It needs time. I can understand if he still has his jealousy and skeptical. After all, he spent the past year thinking I would leave him.

Tapi saya tetap optimis.

I am optimistic about the whole thing.

A Little Heart For You

I have never expected to have somebody like you. But here you are and you have been in my life for three years now.

I wasn’t aware of your being until your kindness got my attention. Your friendship meant so much to me and it still is.

You stood by my side when no one else did. You have faith in me from the start. You rescued me when I was nearly drowned. You made me smile and laugh. Your patience soothed and tamed the evil in me.

You make me feel warm, loved, appreciated, safe and secure. Only few people can make me feel this way and they are special people just as you are to me.

Inch by inch.. you got into my heart.

It was friendship, I told myself. You are a friend, a mentor and at times you are even like a father to me.

I have all my respect, admiration and appreciation for you.

What I didn’t expect is you made me fell for you.

In these three years I thought the feelings was mutual. I wasn’t born yesterday, you know. I could tell if a man likes me more than just a friend.

Well, it seemed we both enjoyed the feelings. We certainly couldn’t resist it.

And it felt so good. However, it took me some time to realized it was probably love. So, I have loved you as a friend, as a mentor and as a father figure. But there was another love that came later.

The kind of love that I should never let it entered or be in my heart.

But I let you in, I allowed you to swarm me with your attention, I was delighted, I knew I am a special person to you and I held a special place in your heart.

I was so overwhelmed by you that in the past year it ruined my relationship with Andre.

Yes, you and I don’t belong to each other. I am with Andre and you with your partner. But I thought our feelings wouldn’t hurt anybody as long as we could control it.

It took some time for Andre to realize he wasn’t the only man in my heart. And I knew your partner had her suspicion too. I never wanted to hurt none of them so I kept this thing low profiled. Though later I admitted to Andre that I fell for other man, I keep your identity a secret.

It isn’t like you and I have crossed the line anyway. We never go on a date. We appear to be just like two buddies. It may have fooled people though if they looked closely they would see there were words or gestures that could indicate we had something more than just being buddies.

I told Andre I wanted a break up. It is not to free myself from him to go after you. I never have the intention to break your relationship with your partner. If you want to do so, it should be your own decision. I never ask nor persuade you to do so.

I wanted to break up from Andre because I feel bad for being unfaithful to him and I just wanted to be fair. I have hurt him and he has every right to leave me.

He prefers to keep the relationship though this month we agreed to put it in cooling down mode.

Now I don’t know whether it is his wishes for me to come to my senses that come true or is it because time has come for me to come to my senses or was it your foolishness that opened my eyes..

Last Saturday we met and your gestures, your moves, your face showed me how you were happy to meet me and it was not the kind of happiness to meet a friend. All too clear for me. It is why I just couldn’t understand when I heard you talking about going to celebrate your anniversary with your partner.

I mean, sorry, I am not Camilla Parker Bowles who willingly spent decades being Prince Charles’s mistress and with whom the prince could share things he did or would do with his late wife.

I never spoke about Andre with you. I never said the things I have done or will do with him. Because when I am with you, it is all just about you and me. I don’t want to offend or displeased you by talking about my boyfriend. I don’t want to upset or make you jealous by giving you indication about the presence of my boyfriend in my life.

Your  feelings matters to me.

Is it because I am a woman that I think like that?

Or is it because I wanted to show you that whenever we are together, you are all that matters to me.

I don't know what made you said what you have said. All I know is I frozed. It stunned me so much, I didn’t know what to say. I just went into total silence.

The hurt came few minutes later..

Did you say it to see my reaction? Did you want to be certain about my feelings to you? Or was it you being totally reckless? Thoughtless? Heartless?

You probably don’t know the impact of your words.

It hurt me deeply. It confuses me. What am I to you? The things you have showed me in these three years meant nothing but friendship? Have I been fooled?

I was so embarrassed. It wounded my pride as well.

I have let you into my heart. I have let you stayed there. I gave it to you.

I was stupid. I was so naive. I trusted you.

Hurt and confused I might be, but I still keep a special place for you in my heart. Your kindness and attention are and will not go countless. I don’t lose my respect, admiration and appreciation for you.

Right now I don’t know what I should do with my heart, the heart I have given you. Should I take it back? Or I just let you have it?

What I know is I turned cold to you for few days. I distance myself from you. We are just friends now, that’s what I keep telling myself but I know I can’t fool myself. I still have this feelings for you. It won’t go away that easy.

Andre and I are renewing our relationship. I thought you should know about this. He thought I have over you and our relationship has just been tested. He still can’t drag me to the aisle, though, for I have not change my mind about making our relationship legalized in marriage.

As for you, happy anniversary to you and your partner. I hope you are happy with her and with the bond you have with her. I just hope none of you fake it.

Friday, May 30, 2014

Birthday Party And A Reunion

Ulang tahun Nicky diadakan Minggu (25/5).


Nicky’s birthday party was held on Sunday (May 25th).

Ibu dan neneknya sejak beberapa minggu sebelumnya sudah memberitahu saya dan minta saya datang.

The birthday boy
His mother and grandmother have been informed me about it and asked me to come.

Tentu saja saya akan datang. Apalagi setelah mengetahui ada mantan murid-murid saya di TK yang akan hadir juga di pesta ulang tahun itu.

I would definitely come. Especially after I knew my former students in kindergarten would be there too.

Cuma masalahnya, mudah-mudahan hari Minggu saya bisa kabur dari kantor sebelum jam 12 siang karena acaranya diadakan jam 1. Saya harus berangkat lebih awal untuk mengantisipasi kemungkinan jalanan macet.

The problem is I hope I could leave the office at noon as the party would be held at 1 pm. I had to leave early to anticipate the traffic.

Hari Minggu.. jam 11..

Sunday.. 11 am..

Duh, cepetan pada pulang dongg..

Come on, go home guys..

Setiap hari Minggu saya baru bisa pulang kalau orang-orang sudah meninggalkan kantor.

Every Sunday I can leave the office after everybody leaves.

Jam 11.40 saya bisa kabur dari kantor.

I could leave the office at 11.40 am.

Yang terjebak macet malah yang punya acara.. so jadilah saya dan neneknya Nicky harus nunggu selama kira-kira 15 menit.

The birthday boy with his mother and others got stuck in the traffic and made his grandmother and I waited for 15 minutes.

Waktu setengah jam sebelum jam 1 kami pakai untuk mempersiapkan segala keprintilan dan setelah semua rapi.. hmm.. apalagi kalau bukan acara narsis.. foto-foto dong..


We had half hour to prepare the stuff and after everything was done.. hmm.. what else we did than to take photos.. yep, it was narcist time..


Yang saya tunggu adalah kedatangan mantan murid-murid saya dan orang tua mereka.


I was waiting for my former students and their parents.

Sepertinya mereka tidak tahu akan bertemu dengan saya sehingga ada yang kaget melihat saya, tapi ada juga yang cool saja. Yah, tidak masalah. Saya senang bisa bertemu dan mengobrol dengan mereka.


It seemed they didn’t know they would meet me there so some were surprised while others were cool about it. That’s ok. I was happy I could meet and talk with them. I wouldn’t ask more.


Dan melihat 4 orang anak mantan murid saya sudah besar-besar sekarang. Ada adik-adik mereka yang dulu masih bayi dan yang belum lahir sewaktu mereka masih sekolah di TK yang baru bertemu dengan saya hari itu.

2011
May 2011
2011
And saw 4 of my former students are all grown now. Their baby sibling and the ones who weren’t born at the time they were in kindergarten have all met me on that day.

Sepertinya baru kemarin saya mengajar mereka di taman kanak-kanak. Padahal itu sudah lewat 4 tahun lalu.

It feels like yesterday when I was their kindergarten teacher. Well, it was 4 years ago.

Saturday, May 24, 2014

Save Your Own Ass (2)


Saya sengaja membuat dua tulisan dengan tema ‘selamatkanlah dirimu sendiri’ karena saya ingin membagi pengalaman teman saya dan pengalaman saya serta pemikiran-pemikiran saya.

I make these two posts under the theme ‘save yourself’ because I want to share you my friend’s and my experience along with my thoughts.

Dalam ‘Save Your Own Ass (1) saya telah menuliskan pengalaman teman saya.


I wrote about my friend’s experience in ‘Save Your Own Ass (1)’.

Nah, di bagian ke dua ini saya akan menuliskan pengalaman saya.

In this second part it is about my own experience.

Hal-hal yang terjadi dalam hidup saya selama setahun terakhir ini membuat seluruh kepercayaan dalam diri saya hilang seluruhnya.

The things that happened in my life in the past year have made me lost all my faith.

Selama setahun sebelumnya saya mulai mempertanyakan hal-hal dalam kepercayaan saya itu. Banyak yang tidak saya setujui. Banyak yang bertentangan dengan pemikiran saya. Jadi sementara orang lain menerima dan mempercayainya bulat-bulat, saya tidak.

A year before that I have started to question the things in that belief. I found many that I disagree. Many don’t go along with my thinking. So while other people accept and trust it wholely, I couldn’t and still can’t do that.

Mungkin karena saya terlalu banyak berpikir. Mungkin karena saya seorang skeptis. Entah berkah atau kutukan terlahir menjadi seorang seperti itu tapi demikianlah adanya diri saya.

Maybe it is because I think too much. Maybe because I am a skeptical person. Would it be a blessing or a curse to be born that way but it is who I am.

Saya melewati beberapa bulan dengan menampilkan diri seakan saya masih seorang pemercaya. Lalu pada titik tertentu saya capek berpura-pura. Saya bosan bersandiwara. Saya muak dengan kemunafikan.

I spent few months appearing myself as a believer. Later I’ve reached a point where I got tired of pretending. I got bored to put up an act. I got sick with hypocrisy.

Jadi saya menampilkan diri saya apa adanya. Saya tidak lagi ikut ibadah walaupun tetap datang ke tempat kerja karena hari Minggu adalah hari kerja saya.

So I took off the mask and came in my own skin. I stop attending the service though of course I am still present because Sunday is my workday.

Dan orang mulai memperhatikan. Terutama para senior saya dan mereka yang dekat dengan saya.

And people started to notice. Mostly my seniors and those who are close with me.

Reaksi mereka beragam. Dari yang berpendapat hal itu adalah hak asasi saya sebagai seorang manusia untuk memutuskan apa yang ingin saya lakukan sampai pada mereka yang berpikiran bahwa segala masalah akan terselesaikan kalau saya kembali beribadah.

They reacted in various ways. From those who think it is my right as a human being to decide what I want to do up to the people who think all the problem will be solved once I attend the service.

Ada reaksi yang demikian heboh sampai amat sangat mengganggu saya hingga saya sampai berpikir lebih baik saya mengundurkan diri dari tempat kerja ini. Lebih baik saya berada di masyarakat majemuk yang mungkin lebih bisa menerima pemikiran dan prinsip hidup saya, yang mungkin lebih bisa menghormati semua itu sebagai hak pribadi saya, yang mungkin tidak akan mempersoalkannya.

There was extreme kind of reaction that disturbed me so much, I thought about resigned my job. Maybe it would be much better for me to be among the secular society who probably could accept my thinking and life principles, who could respect it all as my right, who probably wouldn’t give a damn about it.

Tapi keadaan kemudian membaik, sebagian berkat campur tangan seorang senior saya yang lebih bisa mengerti dan menerima diri saya. Karena beliau dan beberapa orang lainnya, saya tidak lagi didesak-desak untuk menghadiri ibadah.

But later things got better after my senior interfered, he is the one knows me better and can accept me as me. He and few other people have made me no being nagged to attend the service.

Saya mulai mau berdoa sejak dua bulan lalu. Tapi saya masih ogah didoakan orang. Jadi harap maklum dan jangan tersinggung kalau saya menolak untuk didoakan. Kalau mau mendoakan saya, lebih baik tidak di depan saya.

I start to pray again since two months ago. But I still feel uneasy when people want to pray for me. Please understand and don’t get offended if I refuse to be prayed. If you want to pray for me, don’t do that infront of me.

Dan saya juga masih ogah untuk menghadiri ibadah. Karena buat saya, kehidupan adalah khotbah yang nyata dan hidup. Lewat hal-hal yang saya alami dan kelakuan serta perkataan manusia setiap hari adalah cara Tuhan bicara pada saya. Itu lebih bisa meresap dan mempengaruhi saya lebih besar dari pada kalau saya duduk 1-2 jam ketika mengikuti ibadah tapi begitu ibadah selesai, semua yang saya dengar itu menguap dan tidak melekat dalam hati serta pikiran saya.

And I still don’t feel like attending the service. For me, life is real preach. God speaks to me through the things I met in my life on daily basis and so do people’s attitude and their words. I found these ways more effective and affected me more than if I sit for 1-2 hours when I attend the service but after that the things I heard evaporate from my mind and my heart.

Saya tidak pernah menjelaskan tentang hal-hal ini karena saya pikir itu toh pemikiran dan pendapat pribadi. Orang lain belum tentu bisa mengerti dan bisa menerimanya.

I never explain these things because I thought they are my own thinking and opinion. Other people may not able to understand and accept them.

Jadi saya menyimpannya saja untuk diri sendiri. Kalau pun saya pernah membicarakannya, itu hanya selintas saja dan hanya pada segelintir orang terdekat.

So I keep them to myself. When I did talk about it, it came in brief and I shared it to very few of closest people.

Lalu datanglah hari ketika seseorang yang perkataannya menginspirasi saya untuk membuat tulisan bertema ‘Selamatkanlah Dirimu Sendiri'.

The came the day when somebody said things to me. Her words inspired me to write posts with the theme ‘Save Yourself’.

Sehari setelah ulang tahun saya, seseorang yang saya kenal meninggal. Kematian yang mendadak. Sekali pun dia memiliki penyakit berat tapi tidak seorang pun dari kami yang menduga akan meninggal demikian cepat.

A day after my birthday, somebody I knew passed away. It came as a surprised. Despite the fact that he had terminal illness but none of us thought he would pass away that soon.

Saya segera menghubungi senior-senior saya dan beberapa orang lainnya.

I quickly contacted my seniors and other people.

Seorang dari mereka menelpon saya dan inilah yang dia katakan pada saya..

One of them called me and what she told me..

“Makanya, Ke, elu ibadah.. kalau elu mati, siapa yang mau doain elu, mau kemana nantinya elu.. emang umur lu bakal panjang..”


“There, Keke, you should attend the service.. or if you passed away, who would pray for you, where would you go then.. do you think you will live long..”

Wah! Saya tidak menduga perkataan seperti ini akan keluar dari mulut seorang yang usianya jauh lebih tua dari saya, orang yang saya kira lebih bijak karena memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak dari saya dan yang saya harapkan lebih berakal budi mengingat dia seorang pengajar dan pembimbing bagi anak-anak muda di tempat ini.

Whatta! I didn’t expect to hear such things from somebody who is older than me, somebody whom I thought would have more wisdom for having more life experience and somebody who should be smarter since she teaches the youngsters in this place.

Jawaban saya padanya lumayan ketus karena hati saya panas.

I gave her harsh answer out of upsetness.

Orang-orang seperti ini membanggakan dirinya karena rajin beribadah, karena mengajar tentang hal-hal rohani pada orang lain, karena hafal isi kitab suci, karena mengikuti apa yang dituliskan dalam kitab suci tapi saya punya satu pertanyaan;


People of her kind prided themselves for never skip the service, for teaching spiritual stuff to others, for knowing the scripture, for do what the scripture tells them to do but I have one question;

Kamu lakukan semua itu untuk apa?

You do those things for what?

Yah, dia sudah mengatakannya pada saya; dia melakukannya supaya kalau dia mati, akan ada orang berdoa untuknya, supaya dia akan masuk surga..

Well, she has said it all to me; she does it so there will be people pray for her when she dies, she does it so she will go to heaven..

Jadi beribadah untuk Tuhan atau untuk diri sendiri? Beribadah karena menyayangi Tuhan atau karena demi mengejar kepentingan pribadi? Beribadah karena Tuhan atau karena didorong oleh rasa takut kalau tidak beribadah nanti mati akan masuk neraka..

Attending the service for God or for yourself? Attending the service because you love God or because you have something in your agenda? Doing the worship because of God or because you are afraid you will go to hell if you don’t do that?

Bertahun-tahun dia mengikuti ibadah, mendengar dan membaca firman Tuhan, kenapa pengertiannya demikian dangkal?

After years of worshipping, heard and read God’s words, then howcome her understanding is so shallow?

Dan orang berpendapat saya sudah menjadi seorang yang sesat karena saya tidak mau beribadah??

And people thought I am lost because I don’t attend the service??

Siapa sebetulnya yang sesat?

Who actually really lost?

Saya tidak mengatakan bahwa kalau begitu lebih baik tidak usah beribadah. Tidak. Jangan meniru saya. Jangan mengikuti langkah saya.

I am not saying it is better not doing the worship. No. Don’t imitate me. Don’t follow my footsteps.

Lakukanlah ibadahmu dengan hati yang tulus karena rasa sayangmu pada Tuhan. Jangan lakukan ibadahmu karena itu adalah hal yang rutin. Jangan lakukan itu karena rasa takut. Jangan lakukan itu untuk karena ada udang dibalik batu.

Do your worship with a pure heart because of your love to God. Don’t do your worship because it is a routine thing. Don’t do your worship because of fear. Don’t do your worship because there’s a catch behind it.

Karena pada akhirnya nanti, yang akan menyelamatkanmu bukanlah ibadah semata, bukan seberapa banyak isi kitab suci yang kamu tahu atau hafal, bukan doa-doa orang untukmu, bukan gelar keagamaanmu, bukan berapa lamanya kamu mengajar hal rohani ditempat ibadahmu, bukan seberapa banyak atau besar sumbangan yang kamu berikan..

Because at the end, what saves you is not rely on attending the service, not on how much you know about the scripture, not the prayers from people, not your religion degree, not on how long you teach spiritual stuff, not depend on the amount of your donation..

Di akhir kehidupan nanti yang menyelamatkanmu adalah dirimu sendiri karena dalam dirimu terdapat hati dan pikiran yang entah baik atau jelek, bersih atau kotor, tulus atau penuh dengan berbagai tipu daya.

At the end of life, what saves your own ass is yourself because in you there are heart and mind either good or bad, clean or dirty, pure or filled with various of hidden intention.

Diri kita sendirilah yang akan membawa kita ke surga atau ke neraka.


Going to heaven or to hell is depend on ourselves.

Friday, May 23, 2014

Save Your Own Ass (1)


Judul di atas artinya ‘Selamatkan dirimu sendiri’.

The title means ‘Save yourself’.

Seorang teman saya mengalami suatu peristiwa yang membuatnya kecewa dan sakit hati karena orang-orang tertentu melakukan dan mengatakan hal-hal yang intinya berkata ‘Save your own ass’.

A friend of mine had an experience that hurt and disappoint her when some people did and said things which basically spoke about ‘Save your own ass’.

Teman saya ini bukanlah seorang pemercaya yang punya jalur hidup lurus. Dia perokok, tidak anti dengan alkohol, kalau sedang marah dia bisa memaki dan dia menikah dengan seorang yang tidak seiman.

She is a believer with unstraight life. She smokes, she drinks, she curses when she’s mad and she married a non believer.

Tapi saya tahu di balik kelakuannya yang kelihatannya berantakan itu sebetulnya tersimpan hati yang lebih bersih dari pada mereka yang menampilkan citra diri bersih.


But I know behind her messy attitude there is a heart purer than those who put up smooth self image.

Beberapa bulan lalu dia memutuskan untuk mengikuti kelas katekisasi. Tidak hanya karena ingin menjadi anggota gereja tempat saya bekerja ini, gereja yang menjadi tempat dia beribadah.

Few months ago she decided to follow catechism. Not just because she wanted to be member of this church, the church where I work, the church where she has been attending the service.

Di akhir satu sesi, dia berkesempatan untuk sharing dengan pembimbing rohaninya dan dia bercerita tentang pernikahannya.

At the end of a session she had a chance to share stuff with her spiritual counselor and she told him about her marriage.

Dia terlalu naif. Terlalu percaya. Tidak menduga bahwa apa yang dia ceritakan akan berbalik menjadi hal yang menyakiti hatinya.

She was too naive. Too trustful. Never guessed the things she shared him would turn to hurt her.

Oleh pembimbing rohaninya, hal-hal itu, yang oleh teman saya dikira hanya akan ada di antara mereka berdua saja, diceritakan pada pembimbing rohani lainnya dan berakhir dalam rapat para pembimbing rohani.


Her spiritual counselor shared those things with another counselor, the things she thought would stay only between her and him, and it ended up in the counselor meeting.

Lalu seorang yang lebih senior dari mereka memutuskan untuk bicara pada orang tua dari teman saya itu. Inti dari isi pembicaraannya adalah teman saya tidak bisa meneruskan katekisasinya sampai dia bisa membereskan urusan yang menyangkut tentang pernikahan dan suaminya.Ini artinya dia tidak bisa menerima baptisan dari gereja sini dan tidak bisa menjadi anggotanya.Dia hanya bisa menjadi pengunjung biasa. 

One of them, who is the senior among them all, decided to talk to my friend’s parents. His point is my friend should straight things up about her marriage and her husband before she can continue with her catechism session. It means she can't be baptized nor can she be the member in this church. She can only be regular attendance. 

Teman saya sangat kaget dan kecewa.

It surprised and deeply disappoint my friend.

Begitu pula saya walau saya tidak ada kaitannya dengan perkara itu.

So did I though I have nothing to do with the whole stuff.

Hei, siapa di antara kita yang hidupnya benar-benar bersih? Adakah seorang dari kita yang tidak pernah mengambil keputusan yang salah?

Hey, is there anyone of us who have spotless life? Who never made wrong decision?

Karena itu seharusnya ketika ada yang memerlukan dukungan dan pertolongan untuk merapihkan atau menata-ulang hidupnya, orang itu tidak kita tolak, tidak dijauhi dan jangan kita katakan padanya bahwa dia harus ‘menyelamatkan dirinya sendiri’.

Therefore when somebody needs support and help to restore or re-arrange his/her life, we can’t reject or alienated that person and we better not tell him/her that he/she must ‘save his/her own ass’.

Buntut dari peristiwa itu adalah teman saya demikian kecewa dan sakit hati hingga dia tidak lagi mau beribadah di gereja. Dia juga melarang anak sulungnya untuk mengikuti ibadah bagi anak-anak.


This whole stuff resulted in my friend stopped attending church. She also not allows her older child to attend the children service.

Persetan dengan mereka, adalah inti dari pemikiran dan sikapnya.

F*** them, is what she thinks about them and do toward them.

Janganlah berhenti beribadah, kata saya padanya, janganlah jauhi Tuhan. Carilah gereja lain yang tidak akan menolak dirimu, yang bisa menerima kamu sebagaimana adanya kamu dan yang berdiri bersamamu saat kamu menata-ulang hidupmu.

Don’t stop attending the service, that’s what I told her, don’t stay away from God. Find other church that won’t reject you, church that can accept you as you and church that stands by you when you are re-arrange your life.

Selama setahun ini saya kehilangan seluruh kepercayaan saya. Sudah dua tahun saya berhenti berdoa. Tapi bukan berarti saya akan bertepuk tangan dan bersorak gembira ketika melihat ada orang yang menjadi goyah kepercayaannya.

I have been losing my faith for a year. I have stopped pray for two years. But it doesn’t mean I am clapping my hands and cheered when I see somebody is losing his/her faith.

Ketika seseorang jatuh dalam lubang yang dalam dan dia tidak dapat mengeluarkan dirinya sendiri dari lubang itu, lalu dia melihat kita dan mengulurkan tangannya pada kita, apakah kita akan berteriak ‘hei, itu urusanmu sendiri. Selamatkanlah dirimu sendiri’


When somebody fell to a deep hole and he/she can’t get him/herself out of it and then he/she sees us and reaches out to us, will we shout ‘hey, that’s your own business. Save your own ass’.

Bahkan ketika orang itu terjatuh dalam lubang karena ulahnya sendiri, jangan katakan padanya untuk ‘selamatkan dirimu sendiri’ ketika dengan hati yang tulus dan penuh penyesalan dia mengulurkan tangan meminta kita menariknya keluar dari lubang itu.

Even if that person fell to the hole because of his/her own wrong doing, don’t tell him/her to ‘save your own ass’ when he/she reaches out to us, asking us to help him/her get out of the hole.

Karena pada suatu saat nanti mungkin kita yang jatuh dalam lubang dan sekalipun sudah berupaya sekuat tenaga atau memakai segala cara tapi kita tidak bisa keluar dari lubang itu, lalu kita melihat ada orang dan kita mengulurkan tangan, meminta dia menolong untuk mengeluarkan kita dari lubang itu.

Because one day it might be us who fall to a hole and despite our effort, we can’t get our ass out of it, so when we see somebody coming, we reach out our hands, asking that person to help us get out of the hole.

Bayangkanlah bagaimana rasanya kalau orang itu malah menunjukkan sikap atau mengeluarkan perkataan yang intinya tentang ‘selamatkanlah dirimu sendiri’.

What would it feel if that person gestured or say things about ‘save your own ass’.



Thursday, May 22, 2014

If Tomorrow Never Comes



Adalah suatu ironi bagaimana kita mengisi hari-hari dalam hidup kita di dunia ini dengan mengkhawatirkan, tidak menyukai dan bahkan membenci begitu banyak hal dan manusia.

It is such an irony we spend our living days on earth by worrying, disliking and even hating so many things and people.

Lalu bagaimana kalau kita tidak akan melihat hari esok?

How if we couldn’t see tomorrow?

Bagaimana kalau seandainya hari ini adalah hari terakhir dari masa hidup kita?

How if today is our last living day?

Hanya sehari setelah ulang tahun saya.. pagi itu di kantor telpon berdering..


Just a day after my birthday.. that morning, the phone rang in the office..

Seorang ibu kenalan saya yang menelpon. Suaranya gemetar ketika dia bicara. Dia pergi berbelanja dan ketika kembali dia mendapati suaminya sudah meninggal.

A lady, who is my acquaintance, was the caller. Her voice trembled when she spoke. She left to the market and when she got back home, she found her husband was already passed away.

Sehari sebelumnya saya bertemu dengan dia dan saya sempat bertanya bagaimana keadaan suaminya.

The day before I met her and I asked her how was her husband doing.

Kira-kira 2 minggu sebelumnya saya bertemu dengan suaminya. Kami bersalaman dan sempat bicara sebentar. Dia terlihat baik-baik saja.

About 2 weeks ago I met her husband. We shook hands and talked for a while. He looked fine.

Lalu pada pagi itu.. jantung suaminya berhenti berdetak dan berakhirlah kisah kehidupannya di dunia ini.

On that fateful morning.. her husband's heart stopped beating and there the end of his story of life in this world.

“Setiap tahun umur kita sebenarnya berkurang” kata rekan kerja saya.

“Every year our age is actually being deducted” said a colleague.

Saya duduk di anak tangga sambil mendengarkan dia bercerita dia dan suaminya telah sepakat memilih untuk dikremasi. Dia bicara tentang rumah duka, peti mati, memandikan dan mendandani jenasah, sampai pemakaman.


I sat on the stair listening her talking how she and her husband chose to be cremated. She talked about funeral home, coffin and stuff like that.

Dia memberitahukan tentang biaya sewa tahunan yang harus dibayar pada pihak pemakaman. Tentang cicilan yang bisa dibayarkan pada rumah duka ketika seseorang masih hidup tapi tidak ingin membebankan keluarganya dengan biaya untuk dirinya setelah dia meninggal.

She informed me about the yearly fee for renting grave yard. About installment one can pay for his/her funeral.

Buat saya semua itu kedengaran aneh. Merencanakan pemakaman dan lain-lain di saat kita sedang dalam keadaan amat sangat hidup rasanya seperti berharap diri cepat mati.

All sounds unusuall for me. To plan your own funeral and other stuff right at time when you are so very much alive for me is like expecting to die soon.

Tapi kalau di pikir dengan logika sebetulnya masuk akal juga. Segala sesuatu di dunia ini kan serba tidak bisa di duga. Yang hari ini masih ada belum tentu besoknya akan tetap ada.

Thinking logically the whole thing is actually make sense. Everything in this world is unpredictable. What is here now may not be here tomorrow.

Tapi yang selalu ada dalam benak saya adalah berupaya mewujudkan impian, cita-cita, harapan dan rencana sambil berharap semakin cepat berlalunya waktu, semakin dekat pula saya dengan saat penggenapan semua itu.

But what I keep in my mind is my effort to make dreams, wishes, hopes and plans come true while hoping the faster time passes by the closer I get to the fulfillment time of those things.

Setiap orang punya batas umur. Saya tahu tentang hal itu. Setiap hari yang kita lalui sebetulnya mendekatkan kita pada titik akhir itu.

Each of us has validity age. I know that. Every passing day brings us closer to that end.

Jadi ada baiknya juga kita menganggap satu hari yang kita jalani seakan hari itu adalah hari terakhir kehidupan kita. Karena kita akan lebih menghargai kehidupan pada sepanjang hari itu, kita lebih bersyukur dan kita tidak mengisi hari itu dengan begitu banyak kecemasan, ketakutan, kemarahan, kesedihan atau kebencian.

So it is good to think everyday as our last living day on earth. Because it makes us appreciate life on that day, we are more thankful and we don’t fill the day with so many worries, fears, anger, grief or hatred.

Bukan berarti kita tidak lagi merasa kesal, marah, takut, sedih atau senewen. Hanya saja kita menolak untuk dikuasai sepenuhnya oleh emosi-emosi itu sampai kita tidak bisa lagi menikmati kehidupan, tidak lagi bisa melihat hal-hal positif dalam kehidupan atau dalam diri sendiri dan dalam diri manusia disekitar kita.

It doesn’t mean we can’t get upset, angry, scared, sad or nervous. It is just that we refuse to be controlled by those emotion and making us unable to enjoy life, unable to see positive things in life, in ourselves and in the people around us.

Setelah saya mengalami sikon yang menyebabkan kesehatan saya menurun selama hampir setahun, mata saya seperti dipaksa untuk melihat bahwa saya harus lebih bisa santai, tidak terlalu rumit dalam berpikir dan lebih menghargai hidup serta segala sesuatu yang saya miliki.

After I had this health issue for a year, my eyes seemed to be opened by force to make me see that I must lighten up, not thinking so complicated and appreciate life with all the things I have.

Yah, tidak mudah tapi selama setahun terakhir ini ada banyak perubahan dalam diri saya.

It is not easy but I have changed a lot in the past year.