Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Friday, April 15, 2011

Zona Nyaman / Comfort Zone

Wah, tanpa bisa di cegah hati saya langsung deg-degan begitu menginjak halaman sekolah hari Senin (11/4) ini dan melihat ember berikut pel tergeletak di depan pintu kelas Playgroup. Ini sudah jam 07.00 pagi dan tidak mungkin teteh baru ngepel. Jam segini biasanya sudah rapi. Tinggal menaruh baskom-baskom cuci tangan.

Betul saja. Detik berikutnya kepsek muncul dari dalam kelas Playgroup dan dari mukanya saya sudah bisa menebak. Teteh tidak masuk lagi hari ini.

Duh. Saya tidak tahu mana yang buruk. Teteh tidak masuk membawa konsekuensi bahwa kami bertiga tanpa kecuali harus bekerja bakti. Jelas merepotkan dan melelahkan. Tapi yang terburuk dari semua itu adalah tiba di sekolah pagi hari dan menemui para setan bekerja melalui kepsek.

Coba bagaimana rasanya bila anda sampai di tempat kerja dalam keadaan hati yang cerah dan mendapati muka asam atasan anda sebagai salam selamat pagi di tempat kerja. Kalau hanya itu saja sih masih bisa dianggap angin lalu saja. Apa lagi kalau bukan andalah penyebab mendungnya muka atasan anda di pagi hari yang indah dan cerah itu.

Tapi bagaimana kalau mendung itu berubah menjadi topan badai yang melanda tempat kerja anda? Suasana kerja di kantor menjadi tidak enak karena anda mendengar sejuta gerutuan, keluhan dan mungkin juga omelan atasan anda. Nada bicaranya jadi tidak enak. Anda bicara atau bertanya di jawab sambil lalu atau malah tidak di jawab sama sekali.

Hal ini yang terjadi di hari Sabtu, hari ke dua, teteh tidak masuk karena harus membantu dalam acara pernikahan adik lelakinya.

Saya mungkin tidak berbuat dosa dengan bibir saya tapi saya jelas sudah berbuat dalam hati karena dalam kejengkelan saya, hati dan pikiran saya dibanjiri oleh sumpah serapah.

Yang saya sedihkan dan herankan adalah selama 6 tahun bekerja di sekolah ini justru orang yang paling senior dalam umur, pengalaman, pengetahuan dan kerohaniaanlah yang paling sering di pakai oleh setan untuk mencobai dan menjatuhkan saya ke dalam dosa.

Kita berpikir bertambahnya umur membuat seseorang menjadi bagaikan bulir padi yang berisi atau emas permata yang berkilau dengan indahnya. Sarat dengan pengetahuan, pengalaman dan kebijaksanaan.

Alangkah mengecewakannya karena saya sudah beberapa kali menemui kenyataan bahwa asumsi itu tidak selalu terjadi pada setiap manusia.

So suatu hal atau peristiwa memang terjadi dan konsekuensinya harus kita terima. Ya sudah. Berjalanlah terus betapa pun tidak enaknya konsekuensi itu. Keluh kesah, gerutu, penyesalan dan omelan tidak akan merubah apa pun selain membuat keadaan dan perasaan menjadi lebih tidak enak.

Teteh tidak masuk. Itu faktanya.

3 hari terpaksa harus kerja rodi. Itu konsekuensinya.

Saya sudah belajar untuk menerima dan berjalan saja melaluinya. Sebisanya tanpa berpikir supaya otak tidak semakin penuh dengan beban. Dengan demikian badan boleh capek tapi pikiran tidak harus ikut babak belur.

Karena itu hari ini hati saya was-was bukan karena memikirkan saya harus bertugas ganda sebagai guru dan petugas kebersihan tapi karena cemas juteknya kepsek akan menjadi alat para setan untuk membangkitkan amarah, kekesalan dan segala sumpah serapah saya. Para setan itu tahu betul titik-titik kelemahan saya. Payahnya, kesabaran bukanlah sifat bawaan dari lahir yang saya miliki. 

Saya menahan napas saat melihat muka kepsek. Rasanya tidak sanggup untuk berdoa. Lagi pula kesibukan segera menyergap saya. Bagaimana saya bisa berdoa dalam hati kalau sudah begitu?

Tapi Tuhan menjaga saya. Sekalipun awalnya muka doi jutek tapi racun itu bisa dinetralkan. Ya, memang doi sibuk juga nyerocos tapi setidaknya tidak membahayakan lingkungan dan sekitarnya. Hehe. Yah, puji syukur pada Tuhan tentunya.

Sub tema seminggu ini adalah Kehidupan di kota. Menggambarlah saya di papan tulis gedung-gedung tinggi yang ada di kota sebelum mulai menerangkan tentang bagaimana keadaan, gaya hidup dan pekerjaan orang-orang yang ada di kota, terutama kota besar seperti ibu kota Jakarta.

“Anak-anak, ibu guru lega karena sudah tidak tinggal di Jakarta lagi” sambil nyengir saya terkenang pada kota kelahiran saya yang saya tinggalkan tahun 1998 saat berpindah ke Bogor. Sejak itu pula Bogor sudah menjadi kota tercinta. Tidak rugi saya meninggalkan Jakarta. Di Bogor ini saya memiliki rumah yang lebih besar, udaranya lebih segar dan sejuk, orang-orangnya lebih ramah, rendah kriminalitas & polusi.  Yang lebih menyenangkan lagi adalah di kota ini pula saya bekerja.

Hal-hal yang tidak pernah terbayangkan, itulah yang terjadi dalam hidup saya. Sampai-sampai saya membuat motto bahwa hidup saya penuh dengan kejutan. Saya sudah menerima banyak kejutan. Dari yang manis sampai yang pahit. Tapi itu yang membuat hidup jadi tidak membosankan, tul ga?

Seringkali kejutan itu menyeret saya keluar dari zona nyaman. 3 hari ini saja misalnya. Tanpa teteh berarti saya harus bekerja rodi. Walau tidak berarti setiap hari saya berleyeh-leyeh di sekolah tapi setidaknya saya tidak perlu memikirkan soal menyapu, mengepel, menurunkan meja kursi di pagi hari, membuang sampah dan mencuci baskom-baskom tempat cuci tangan. Belum lagi mendapat tambahan harus mendengar ‘nyanyian’ kepsek tentang teteh yang ‘meliburkan diri’ selama 3 hari. 

Hm. Keluar dari zona nyaman itu memang kadang tidak menyenangkan tapi ada gunanya.

Nah, hari Kegiatan di kelas di mulai dengan meronce manik-manik. Lumayan supaya anak-anak anteng sejenak. Memberi kesempatan kepada saya untuk memotret mereka dengan tenang, bisa mengabsen & bahkan bisa menulis beberapa soal untuk les anak TK B nanti siang.



Michelle, you drop something on the floor, said Kim / Michelle, ada yang jatuh itu ke lantai, kata Kim
Don't worry, I'll get it for you, & Kim bent & kneeled down. Lol / Biar aku ambilin, & Kim pun berakrobat untuk mengambil manik-manik. Hehe

Lalu kami menebalkan huruf u pada kata 'Burung' & 'Kucing'.


Terakhir adalah menebalkan garis tegak (naik & turun) & garis datar. Lalu gambar istana & anak perempuan di warnai.


Sesudahnya baru mereka boleh bermain di dalam ruangan sampai jam 10. Kemudian berdoa, cuci tangan dan makan.

“Siapa sudah selesai makan langsung ambil sikat gigi, odol dan gelas kumur. Terus ke kamar mandi ya” ‘pengumuman’ saya di sambut dengan sorakan gembira anak-anak.

“Kita mau sikat gigi!” sorak Dea, Clarissa, Kekey, March, Michelle sementara teman-temannya yang lain saling berpandangan dan memandang saya dengan tatapan bersemangat seakan-akan saya baru saja mengumumkan pemenang undian berhadiah semilyar. Hehe.

“Tidak bisa lebih dari 3 anak, sayang” saya harus berkali-kali memperingatkan anak-anak yang penuh semangat dan gembira ini untuk sabar mengantri di depan pintu kamar mandi karena kalau mengikuti mau mereka ya semua akan memaksakan diri masuk berjejalan di dalam kamar mandi.


Lha, kamar mandi yang cuma satu untuk guru, murid dan orang-orang lain ini betul-betul mungil. Lihat saja foto-foto ini. Jadi biar pun anak-anak itu kecil-kecil tetap saja daya tampung maksimalnya tidak lebih dari 3 anak.


Saya hanya masuk saat harus menolong mengambilkan air kumur, menaruh odol di sikat gigi & membersihkan sikat gigi / gelas kumur setelah mereka selesai menggosok gigi. Selebihnya saya berdiri seperti satpam di depan pintu. Hehe. Ya iyalah, mana muat kalau saya ngedon di dalam. Belum lagi resiko terciprat air kumuran. Suer, sudah lebih dari sekali saya mengalaminya. Hehe.



Dari awal tahun ajaran ini saya dan Evelyn memang ingin mengadakan kegiatan ini setidaknya 2 kali dalam sebulan. Setelah Evelyn berhenti bekerja saya upayakan untuk tetap bisa melakukannya sekalipun agak membuat saya was-was karena itu artinya saya tidak bisa mengawasi anak-anak yang masih makan di kelas. Rasanya agak kurang aman meninggalkan mereka.

Mudah-mudahan keadaan bisa tetap aman tenteram saja di dalam kelas karena berurusan dengan anak-anak, wah, mereka sepertinya selalu siap sedia untuk mengalami kecelakaan, menangis dan bertengkar. Sampai-sampai rasanya dua mata, dua telinga, dua tangan dan satu mulut masih kurang untuk mengawasi, menjaga dan menghibur mereka.

Setelah semua pulang, beginilah rupa papan tulis kelas TK A. Penuh prasasti. Hehe


Kepsek ngacir meninggalkan sekolah hari ini. Oh, terima kasih Tuhan untuk memberikan ‘liburan’ untuk hati dan telinga saya. Hehe.Tapi doi meninggalkan anak di kelompok les calistungnya pada saya. Cley jadi gabung ke kelompok saya.

Les calistung anak TK B dari jam 11 s/d 12. Dari Kiri ke kanan/left to right : Satrio, Cley, Tania & Brili
 _________________________________________________________________

I couldn’t help not to hold my breath when I’ve got in school this morning (Monday, April 11th) & saw a bucket and a mop laid infront Playgroup class. It was 7 am and the cleaning lady wouldn’t start mopping the floor at this hour.

What I feared confirmed when headmaster got out of the classroom & with sour face told me the cleaning lady took another day off. Hmm. It wasn’t what I feared. To have to see her sour face, hear her grumbling & got to deal with her ill feel were what the worst part.

Well, how would you feel if you get at work to find your boss in bad mood. If it’s not affecting the way he or she behaves or talk the whole day then you can easily ignore it. Mostly if you’re not the reason he or she gets upset.

It happened here in the second absent day of school’s cleaning lady as she had to attend and arranging her brother’s wedding.

I may not sinned with my mouth but I definitely did with my heart and mind as I grumbled and cursing the headmaster as she upset me.

Pity the fact I found that being senior in age doesn’t automatically follows by having more wisdom. I’m sad and troubled by this.

So seeing her face today made me held my breath and prepared myself mentally of whatever possible fire she might throw at me. But thank God for preventing it to happen.

This week’s sub theme is about ‘The City’. Everything about the life, the people & other things in the city. Mostly in big cities. I draw buildings, roads and other things on the whiteboard as illustration to make it easier for the kids to imagine how it is like.

“So kids, I’m glad I don’t live in Jakarta anymore” I grinned as I recalled my days in the capital city before I moved to Bogor in 1998. I love Bogor. I’ve bigger house, nice environment, friendly people, less pollutant and less crime town, nice weather and most of all is I’ve got a job in this town.

Life is full of surprises indeed. I’ve been getting lots of it all of my life. To have moved here is one of them. So I’ve had nice & awful surprises. Sometimes they forced me to leave my comfort zone. This 3 past days for example is one thing that dragged me off my comfort zone when I had to work double not only as teacher but also as cleaning lady because the absent of school’s cleaning lady. Well, it’s not as if I could sit back & cross my leg everyday but at least I don’t have to arrange the desks & chairs, sweep and mop the floor, take away the garbage & wash the washing basin.

Unpleasant they might be sometime but doesn’t mean for no good purposes.

Class activities started by the kids making necklace.

Followed by writing the letter u and lines before color the castle & the girl drawing on the book.

They could play in the room before they pray, wash their hands and have snack at 10 am.

“Take your toothbrush, toothpaste & glass to the loo after you eat your snack” I announced.

“We are going to brush our teeth!” Dea, Clarissa, Kekey, March and Michelle cheered while their friends looked at each other and then at me with excitement as if I just announced the winner of a million dollar contest. Lol.

“The room can’t fit for more than 3 kids, sweetie” I had to say this repeatedly because if I left it to them then they would all get inside the tiny loo.

You can see it yourself how small is school’s toilet. And only one toilet for us all.

I only get in to help the kids fill their glasses with water, put the toothpaste on their toothbrush and cleaned the toothbrush after they’re done brushing their teeth. Most of the time I stood at the door like a watchman. The safest place. Safe from getting any splash of water.

Evelyn and I agreed to have this brushing teeth as regular twice a month activity though it’s a bit difficult to do after she resigned because I’ve no one watching over the kids in class while I am in the loo with the kids who brush their teeth.

This make me feel a little uneasy because when dealing with kids, hmm, it feels it’s not enough to have two eyes, two ears, two hands and one mouth to keep an eye at them & as well as to comfort them.

Glad headmaster left school early. Thank you, God, to give my heart and ears a ‘holiday’.

No comments:

Post a Comment