Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Tuesday, May 3, 2011

Tanah liat, Keangkuhan & Badai / Clay, Snobbish & Storm

Begitu sampai di sekolah Senin pagi ini (2/5) saya langsung sibuk kasak kusuk. Menyiapkan 2 buku yang akan dipakai anak-anak untuk mengerjakan tugas dan tanah liat.

Waduh, kok tanah liatnya keras betul seperti batu. Rada panik juga saya. Gimana nih? Ah, rendam saja dengan air.

“Jangan banyak-banyak airnya, Ke” kata wali kelas TK B.

Weh, pakai air segitu saja sampai hampir 2 jam kemudian masih alot juga. Bagaimana kalau saya pakai air sedikit? Bisa-bisa baru besok pagi jadi lembek. Hehe.

Kepsek pergi jadi tenteramlah hati dan telinga kami semua. Hehe.

Akhirnya saya berhasil juga mendokumentasikan upacara bendera kami. Setelah 6 tahun bekerja di sini baru hari ini akhirnya saya memiliki foto saat kami melaksanakan upacara bendera dengan saya sebagai Pembina Upacaranya. Seh, gaya ah. Hehe.


Selesai upacara, di dalam kelas…

Di awal kegiatan, biasalah, saya cuap-cuap dulu tentang tema pengajaran. Benda-benda langit menjadi sub tema yang akan di pelajari seminggu ini.

Kemudian saya mengadakan latihan kecil-kecilan untuk apa yang saya rencanakan menjadi drama dari kelas TK A untuk acara perpisahan hari Sabtu, 25 Juni nanti. Naskahnya sempat saya buat pagi ini.

Tapi mengingat pengalaman Natal 2010, saya tidak bisa memastikan apakah drama ini akan berjalan atau secara sepihak diganti oleh kepsek karena saat Desember 2010 itu kami sempat selama 2 minggu berlatih untuk drama Natal setelah kepsek mengatakan kami tidak akan merayakan Natal di IPB.

Nah, dengan hanya selang waktu seminggu sebelum hari H, beliau mengatakan kami jadi merayakan Natal di IPB. Seminggu, coy! Seluruh acara dirubah total. Latihan berganti menjadi latihan menyanyi. Haduh. Tobat saya bekerja di bawah pimpinan yang senang berganti pikiran.

Jadi ya saya tidak bisa janji deh apakah drama usulan saya ini bisa betul-betul terlaksana. Semua bergantung dari bagaimana ‘keputusan dewan juri’ sih bukannya keputusannya si Keke biarpun judulnya saya yang jadi wali kelasnya TK A.

Tugas hari ini adalah mewarnai gambar ayam berkokok menyambut terbitnya matahari.



 Lalu menggunting gambar bulan, bintang dan matahari untuk kemudian di tempel sesuai dengan tempatnya. Ini tidak sulit.
Stevanky, my little assistant

 Yang saya perhatikan adalah bagaimana hasil guntingan anak-anak itu karena ada beberapa yang kerjanya ‘azal zadi’. Mengguntingnya harus mengikuti garis titik-titik tapi ada yang main hantam langsung tempel saja. Eh sudah begitu, pakai acara protes lagi waktu saya cabut gambar itu dan memintanya untuk mengguntingnya dulu. Sudah salah kok protes. Tanduknya bu guru keluar nih. Hehe.

Yang terakhir adalah mencetak tanah liat dengan cetakan bentuk bintang. Tapi, tanah liatnya kalau di pakai nimpuk kucing masih bisa bikin gegar otak nih. Hehe. Kacau. Kacau.

“Aduh, Ky, tolong panggil bu teteh dong” minta tolonglah saya pada Stevanky, asisten cilik saya , untuk memanggil teteh. Saya nyerah deh. Tidak kuat tangan saya untuk memotes gelondongan tanah liat itu menjadi gumpalan ukuran sedang. Tapi teteh kan punya tenaga kuda. Hehe. Tuh, betul kan. Dalam waktu kurang semenit saja sudah berhasil dia membuat 2 gumpalan.



Untuk mencetaknya pun saya dan anak-anak harus setengah berjongkok karena mengerahkan segenap tenaga menekan cetakan itu ke atas tanah liat. Itu dengan menggunakan dua telapak tangan. Bahkan ada beberapa anak yang ikut menumpangkan tangan mereka ke atas tangan saya untuk membantu saya menekan cetakan itu. Hehe. Terbayang dong bagaimana kerasnya itu tanah liat.

“Wah, saya juga sudah lama tidak memakai tanah liat itu” kata mamanya Justin “Saya beli kemarin sekilo”

“Jangan sampai kelamaan, Pin” saya nyengir “Lihat sendiri kerasnya seperti apa”

“Kayaknya sih harus direndam di air semalaman kalau ngelihatnya jadi begini” mamanya Dea tertawa geli.

“Ah, Esther, gue manfaatin ya dirimu” saya minta Esther, mamanya Dea, untuk memotret kami karena ke dua tangan saya dan teteh sama-sama penuh dengan tanah liat.

Bahkan kemudian saat telpon sekolah berdering, Estherlah yang terbirit-birit lari ke kantor sekolah untuk mengangkatnya. Hehe. Begini ini enaknya kalau punya hubungan yang kompak dan dekat dengan ortu murid. Tidak jaman lagi deh ber-jaim ria. Melebur sajalah dengan mereka.

Pada waktu istirahat, saya menyempatkan diri untuk masuk ke kelas TK B untuk membagikan hadiah. Nilai 100 pada test bahasa Inggris akan mendapat bintang emas. Nilai 80-90 mendapat bintang perak. 5 minggu kemudian saya akan memberikan hadiah pada mereka yang berhasil mendapat bintang emas & perak.

The kids in B class
Untuk itu saya menyisihkan dana pribadi sekitar dua puluh ribuan untuk membeli hadiah-hadiah kecil seperti pensil, penghapus, serutan, mainan dll.

Nah, saat sedang membagikan hadiah itulah telinga saya sepertinya menangkap omongan seorang dari anak TK B itu yang mengatakan “Ah, paling harganya berapa”.

“Apa?” saya langsung bertanya “Kamu bilang apa tadi?”

Anak itu tentu saja tidak mau mengulangi lagi perkataannya karena mungkin takut dimarahi. Tapi ucapannya itu membuat saya prihatin. Tidak banyak memang anak ‘matre’ yang saya temui tapi betul-betul mengganggu nurani kalau bertemu dengan anak tipe seperti itu.

Sifat menilai segala sesuatu dengan uang pada diri seseorang tidak muncul secara alami. Hal itu tertanam dalam diri seseorang karena beberapa faktor. Pertama tentu saja karena pengaruh dari orang-orang terdekatnya (di rumah, pergaulan di sekolah / di tempat kerja).

Ingatlah bahwa anak mencontoh dari apa yang di lihatnya. Kita bisa saja berkelit & berbohong bahwa kita tidak pernah mengajari / mencontohi anak-anak dengan hal-hal yang buruk tapi apa yang tampak dari sikap, tingkah laku dan perkataan anak-anak itu sudah cukup untuk memberikan gambaran. Orang dewasa bisa bersandiwara tapi anak tidak.

Jadi jagalah agar jangan sampai pemikiran dan pola hidup matre anda menular pada anak. Lebih baik lagi kalau anda bisa merubahnya sebelum hal itu berakar dalam diri anda & kemudian menular serta berakar pula pada anak anda.

Siangnya Satrio menangis saat di suruh masuk ke TK A karena les calistung (baca tulis berhitung) akan dimulai. Tumben berulah seperti ini. Tempat pensilnya di lempar. Menangisnya terdengar seperti seakan-akan saya sedang menggiringnya untuk di sembelih saja. Saya harus setengah menyeretnya masuk & mencopot sepatunya karena kami duduk di atas karpet.

Tapi akhirnya badai mereda juga.

“Yo, Yo” saya mengelus kepala dan pipinya “Kenapa harus seperti tadi sih? Bu Keke, papa, mama dan teteh kamu mau supaya kamu jadi pintar. Makanya kamu les. Lagi pula ini kan cuma buat bulan ini saja. Nanti bulan Juni sudah tidak lagi. Kemudian kamu akan masuk SD. Kamu tidak ketemu sama bu guru lagi”

Saya elus-elus tangannya dan saya cium keningnya. Wah, dia terisak-isak lagi. Tapi saya mengerti kali ini karena dia terharu dan menyesal. Kami tahu bahwa perkaranya sudah selesai.

Jadi, kalau anda melihat foto-foto ini siapa bisa menduga bahwa setengah jam sebelumnya saya harus berperang melawan Satrio. Saya juga harus duduk nongkrongin dia sampai saya tidak jadi makan bekal makan siang saya. Untung saja saya mendapat setengah gelas bubur kacang hijau dari wali kelas TK B. Lumayanlah untuk menyumpal perut.

Satrio (left/Kiri)
___________________________________________________________

I was busy once I’ve got in school this morning (Monday May 2nd). There are 2 kind of the kids’s books that I needed to prepare and the clay.

But the clay was as hard as a rock! I got panic. What should I do? Oh, soak it in water.

“Don’t put too much water” said B class teacher.

It is still hard after being soaked for nearly 2 hours with this amount of water. How if I used just a small of water? We’d have to wait till tomorrow before it becomes soften. Lol.

Headmaster wasn’t in school so peace for our ears & heart.

After 6 years of working in this school, this is the first time I was able to have documented our Monday’s flag ceremony & when I was the Chief of Ceremony.

After the ceremony, in class…

I started explaining about celestial bodies (Sun Star Moon). After that rehearsed our play for the closing of this school year that will be held on Saturday, June 25th. I’ve typed the script this morning.

But I can’t tell if this play can really be played on the closing day because seeing from the previous experience in December 2010 when we’ve rehearsed Christmas Play for 2 weeks and about a week before the H-day, headmaster announced that we’d have school Christmas at Bogor Agriculture campuss (something that she previously said we wouldn’t have it there). It’s exhausting to have superior who likes to change minds so often.

So it’s not depend on me eventhough officially I’m the teacher incharge in this class but final decision is not being made by somebody else.

Today’s task is to color the cock in the book.

Followed by cut & glue the sun, star and moon. Easy task so I stressed on how the kids cut the piece of paper that has the picture of sun, star & moon because some of them would do their task as they pleased. One of them even grumbled when I took off his star drawing as he didn’t cut it first and just glued it. I don’t accept your work and neither do your behavior, I told him.

The last task is to print the clay with a star shape mould. But the cley was still hard that I think if I threw it to a cat it would give the cat concussion. Lol.

“Could you please ask the cleaning lady to get in here now” I asked Stevanky, my little assistant, to ask school’s cleaning lady to get in our classroom because I couldn’t make the cley into medium clods. My hands are not strong enough but I know hers are. She has a big horse power. Lol. See? In less than a minute she already made 2 medium clods.

“I bought a kilo of it but haven’t used it since I bought it” Justin’s mother’s face was a mixture of puzzle and holding a laugh upon seeing me bowed and kneeled down as I used both hands to press the mould into the clods & put all my weight down. Some kids even helped me by putting their hands on mine as they pressed hard too. Lol.

“Don’t wait long or you’d end up like me” I grinned.

“You have to soak it in water the whole day if it looks like this” Esther, Dea’s mother laughed.

“Hey, why not I take a good use of you while you’re here” I got an idea to ask her to take our picture because our hands were dirty with the clay.

It was again Esther who ran to school’s office when the phone rang. Lol. You see how benefiting it is if you have good relationship with your students’s parents. There shouldn’t be any gap. Just become one with them.

I went to B class during recess time to give them their rewards. They get gold star for every 100 score on English test and silver star for 80-90 scores.

It’s not fancy rewards. I put about Rp.20.000 (about US$2) out of my own pocket to buy them rewards such as pencils, erasers, notebooks, sharpeners or toys.

I was giving the rewars when I overheard a boy whispered ‘this thing is cost nothing’.

“What?” I stopped on my way and shot the question right away “What did you say?”

He surely wouldn’t say it again fearing it would put him into trouble. But what he said made me deeply concerned. I don’t meet too many of materialistic kids but it concerns me when I meet their kind.

Materialism or consumerism aren’t something that we’re born with. They’re instilled in us through our closest people. Please remember that kids imitate us. We can deny or lie that we’ve instilled the kids with bad things but it shows clearly in kids manner & attitude. We adults can fake it but kids can’t.

So watch your own behavior, way of life, habits and personalities so that they don’t get into your kids too. It would be a whole much better if you can change but if you can’t please keep them to yourself and don’t pass them to your kids or any other kids.

Satrio cried when we were about to start our B class tutoring. He threw his pencil case. He cried so loud as if I was dragging him to be slaughtered. I had to drag him into my classroom & had to take his shoes off because we had the tutoring by sitting on the carpet.

But the storm was gone afterward.

“Rio, I don’t know why you behaved like that” I caressed his head and cheeks “I want you to get smart. So do your parents and maid. That is why we want you to be in this tutoring. Beside, it's the last month. You’ll be going to elementary school soon. We probably won’t be seeing each other again so why don’t we make the most of the short time left”

I kissed his forehead and caressed his arms.

He sobbed hard but this time I knew he felt sorry and we were back in the right track again. So if you see the above photo of him and his 2 classmates it is hardly believe that he had tantrum about half hour earlier & that I had to sit by his side, that the whole stormy attack made me unable to eat my meal from my lunch box. Luckily B class teacher gave me half glass of mung beans. It wasn’t enough of course but at least it could calm the storm in my stomach. Lol.

No comments:

Post a Comment