Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, September 2, 2013

Leadership Camp (1)

At The Beginning..

Awalnya…

“Keke, kenapa tidak ikut camp?” pertanyaan tidak terduga di Senin pagi (26/8) “orang-orang di kantor pusat semua pada ikut. Ini leadership camp. Orang kantor juga harus tahu tentang kepemimpinan. Ini bukan buat top manajemen saja”


“Keke, why aren’t you participating in the camp?” that surprising question came in Monday morning (August 26th) “the people in the head office all participate in it. This is leadership camp. People in the office should know about leadership. It is not just for the top management”

Saya diam-diam nyengir.

I quietly grinned.

Kata siapa saya tidak ingin ikut?

Who said I didn’t want to come?

Tapi saya tahu, kecuali saya sakit, sulit untuk dapat ijin meninggalkan kantor di akhir minggu.

But I knew it too well, unless I fell ill, it is difficult to get permission to leave the office at the end of the week.

Soalnya kesibukan justru meningkat di saat itu dan semua itu mengandalkan kehadiran saya.

It is because work escalates at that time and it relies on me.

Sekali pun saya bisa mengatur supaya kerjaan selesai dari pertengahan minggu tapi ijin tetap sulit untuk keluar.

Eventhough I arrange it to be done at the middle of the week, exit permit is something that is hard to get.

Jadi ketika saya mengetahui tentang acara camp ini, saya tidak menaruh perhatian sama sekali. Saya hanya melakukan apa yang di minta oleh senior saya untuk mengirimkan daftar nama peserta dari kantor kami. Saya tidak bertanya-tanya acara ini diperuntukkan bagi siapa saja, apakah materinya bagus atau tidak, pembicaranya siapa. Buat apa juga saya nanya-nanya kalau saya toh tidak bisa ikutan acara itu.

So when I knew about this camp, I didn’t put too much attention on it. I just did what my senior asked me to do which was to send the list of people from our office that would participate in it. I didn’t ask who could participate, would the material be interesting, who would be the key speaker. Why should I care if I couldn't be participated in it, that what I thought.

Bahkan setelah ibu dari kantor pusat ini bicara tentang tujuan diadakan camp ini dan bahwa orang-orang dalam posisi saya ini juga memegang peranan penting dalam manajemen, saya tetap tidak yakin ijin bisa saya dapatkan.

Even after the lady from the head office told me about the reason they held this camp and people in my position hold important role in management, I still was not convinced that I could be given exit permit.

Saya mengenal senior saya. Beliau memang amat sangat baik kepada saya tapi dia tetap beranggapan kantor tidak bisa dan tidak boleh ditinggalkan sampai kadang saya mendapat kesan seakan-akan kantor akan roboh kalau tidak ada saya. Hehe. Tapi ya begitulah, beliau punya pertimbangan dan pemikiran yang berbeda dengan saya.

I know my senior. He is so very kind to me but he still believes that the office can’t and shouldn’t be left unattended. Up to a point that gave me the impression as if it would fall to the ground if I left it. Lol. But yeah, so he has his own consideration and mind that are so different with mine.

Jadi pagi itu saya serba salah. Ibu itu ingin saya ikut. Penjelasannya membuat saya baru tahu bahwa camp ini akan memberi pengetahuan yang baik dan berguna untuk saya. Tapi saya tahu kalau saya yang bicara pada senior saya, saya tidak yakin beliau akan memberi ijin untuk saya mengikutinya karena acara itu dilangsungkan hari Jumat dan Sabtu. Akhir minggu.

I was put in difficult situation that morning. The lady wanted me to come. Her explanation made me realize that the camp would give me good and useful knowledge. But I knew if I talked this to my senior, I wasn’t sure he would give me the exit permit because the camp would be held on Friday and Saturday. At the end of the week.

“Bu, ibu mau ga bantuin saya?” akhirnya saya memutuskan untuk bicara sejujurnya “kalau saya yang ngomong, pak … (nama senior saya) kemungkinan besar tidak akan ijinin saya pergi. Ibu tolongin bujuk si bapak deh ya”

“Ma’am, would you please do me a favor?” I decided to tell her the truth “if I talk to Mr. … (my senior’s name), he would likely not going to give me the exit permit. So would you please persuade him?”

Ya, soalnya kalau saya yang bicara, ada kemungkinan senior saya akan berpikir atau mengira bahwa itu adalah keinginan pribadi saya. Bahwa saya mencari-cari alasan supaya bisa ikut atau sekedar untuk jalan-jalan di akhir minggu.

Yes, I worried if I did the talking, my senior would think or assume that it was my own wish. That I was trying to find a way to come or to get out of the office in weekend.

“Ok, Ke” ibu itu terdengar semakin simpatik setelah mendengar saya bicara sejujurnya “saya akan hubungi pak …”

“Ok, Keke” the lady sounded more symphathetically after heard me talked honestly “I will call Mr. …”

Menit demi menit berlalu. Sekali pun saya sibuk dengan berbagai pekerjaan tapi saya menantikan berita. Penuh harapan. Cemas.

Minutes passed by. Though I was busy with lots of work but I was anxious to get the news. Full of hope. Worry.

Entah di menit ke berapa akhirnya telpon berdering. Begitu saya angkat, suara senior saya langsung terdengar.

I don’t know how many minutes have passed until the the phone finally rang. It was my senior.

“Keke..” beliau lalu bicara tentang camp dan juga pengaturan tentang kantor yang akan di tinggal selama 2 hari.

“Keke..” he started to talk about the camp and arranged things since the office would be left unattended for 2 days.

Yihaa!, sorak saya dalam hati. Ijinnya keluar! Setelah pembicaraan selesai, saya meletakkan gagang telpon dan menandak-nandak sendiri dalam ruangan saya karena lega dan gembira. Hehe. Untung saja kantor sedang sepi. Kalau tidak pasti yang melihat akan bingung, lagi ngapain itu si Keke..


Yippee!, I exclaimed quietly. I’ve got the exit permit! After the conversation done, I put down the phone and started to dance around in my room out of relief and excitement. Lol. Luckily the office was empty. If not people would be puzzled to see me, what on earth is Keke doing there..

Senin dan Rabu saya pun ngebut menyelesaikan pekerjaan yang menjadi jatah akhir minggu.

I did the work that usually is done at the end of the week on Monday and Wednesday.

Rabu pagi senior saya menelpon. Bingung mengatur untuk hari Sabtu berkenaan dengan kegiatan yang biasanya dilangsungkan setiap hari tsb.

My senior called me on Wednesday morning. He was thinking about Saturday’s usual activities.

“Kalau terpaksa tidak ada yang bisa jagain kantor hari Sabtu, yah, apa boleh buat.. daahh, Keke” ucapnya di akhir pembicaraan. Sekali pun kami sering saling bercanda dan meledek tapi kali itu saya sedang tidak mau bercanda dan juga tidak mau di ledek.

“If no one could cover you in the office on Saturday, then, no choice.. bye bye, Keke” he said at the end of our conversation. Though we always joke and tease each other but that day I wasn’t in the mood to joke nor to be teased.

Pikir saya, keterlaluan amat kalau karena perkara yang menurut saya tidak rumet banget dijadikan alasan untuk membatalkan kepergian saya. Dan hari itu saya tidak mau tunduk mengikuti kemauan senior saya.

I thought, it would be outrageous that for what I considered a simple matter would be made as an excuse to stop me from going. And that day I decided I wasn’t gonna obey my senior.

Saya memikirkan kendala di hari Sabtu itu dan menghubungi orang-orang tertentu. Membicarakan dengan seorang dari antara mereka dan menemukan jalan keluarnya. Dia menghubungi senior saya dan selesailah perkaranya.

I thought about the situation on that Saturday and called some people. I talked with one of them and found the solution. She called my senior and the problem was solved.

Nah, pikir saya, sekarang tidak ada satu hal dan satu orang pun yang bisa menghentikan saya.

Now, I thought, there is nothing and no one that can stop me from going.

Saya bukan orang yang terlalu asertif. Bukan tipe ngotot. Memilih menghindari konfrontasi. Lebih suka diam, mengalah dan tidak berkeberatan untuk membuntut di belakang orang-orang yang saya sayangi atau untuk alasan-alasan serta pertimbangan tertentu.

I am not a very assertive person. Not a pushy. Prefer to avoid confrontation. Would rather be quiet, give in and do not mind to be a follower of the people I love or doing that for some reason or under certain considerations.

Tapi injaklah jempol kaki saya dan anda akan melihat singa di dalam diri saya bangkit, meradang dan mengaum sekeras-kerasnya.


But step on my toe and you would see the lion in me risen furiously and roars like hell.

No comments:

Post a Comment