Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, September 12, 2013

Leadership Camp (7)

Troublesome People

Orang-Orang Yang Sulit

Ketika saya mengikuti Leadership Camp ini saya menyadari bahwa manusia dewasa sama saja dengan anak-anak kecil itu yang pernah menjadi murid-murid saya.

When I participated in this Leadership Camp I realized that adults are just the same with those children whom were my students.

Saya bertemu dengan seorang peserta yang reputasinya sebagai orang yang kurang ramah dan kurang bersahabat sudah terkenal sampai kemana-mana.

I met a participant whose reputation as a unfriendly person have been precede her.

Saya selalu berusaha untuk bersikap fair.

I always try to be fair.

Saya tidak mau menilai seseorang hanya berdasarkan dari omongan orang lain. Saya anggap kalau sampai saya menilai seseorang seperti itu maka saya telah melakukan penilaian dengan dasar pengertian yang sangat dangkal.

I don’t want to judge anyone based on what people said about that person. I would see it as a shallow understanding if I ever make such judgement based on general opinion.

6 tahun bekerja sebagai guru membuat saya belajar bahwa untuk mengubah murid saya menjadi pribadi yang lebih baik adalah dengan tidak menyebutnya dan memperlakukannya seperti yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya.

6 years working as a teacher made me learned that to change my student into a better person is not to call him / her nor treat him / her like the people around him / her did.

Misalnya, saya pernah memiliki seorang murid yang bandelnya minta ampun. Orang-orang disekitarnya menyebutnya anak nakal, anak badung, anak bandel sampai ke anak kurang ajar.

For example, I had a student who was so naughty. The people around him called him a brat, naughty boy, trouble maker.

Sulit untuk tidak naik darah menghadapi anak ini. Dimana-mana dia membuat ulah. Dia mengganggu teman perempuan dan hampir selalu terlibat dalam pertengkaran dengan teman-teman lelakinya.


It was hard not to lost your temper to deal with him. He caused trouble anywhere he was. He teased the girls and almost jumped into quarrel with the boys.

Dengan segala ulahnya itu, sulit untuk tidak menganggap dan menyebutnya sebagai pembuat onar.

With all the things he did, it was hard not to think and called him a trouble maker.

Selama beberapa hari saya mengamatinya dan saya berkesimpulan anak lelaki ini sebetulnya bukan anak yang jahat. Dia membuat berbagai ulah itu untuk menarik perhatian. Bahkan sebetulnya dia anak yang baik. Dia jujur, adil dan berani berkelahi untuk membela temannya.

I watched him closely for few days and I concluded that this boy was not a bad child. He did those annoying stuff to get attention. He was actually a good child. He was honest, fair and wouldn’t mind to fight to defend his friend.

Saya memutar otak memikirkan cara terbaik untuk merubah anak ini. Dan secara tidak sengaja saya menemukan metode paling baik.

I thought hard how to find the best way to change this boy. And I found the best method when I least expect it.

Saya melihat dia memberikan respon baik ketika saya meminta tolong.

I saw him gave positive respond when I asked him to help me.

Banyak yang heran, termasuk kepala sekolah dan rekan-rekan guru, ketika saya menjadikan anak terbandel di sekolah sebagai ketua kelas dan sekaligus merangkap asisten kecil saya.

Many amazed, including the headmaster and fellow teachers, when they saw me made the naughtiest student in school as the head of his class and also played as my little assistant.

Di taman kanak-kanak memang tidak ada ketua kelas tapi saya menunjuknya untuk berperan sebagai ketua dikelasnya.

There is no such thing of head of class in kindergarten but I appointed him to be one.

Dia menjadi anak pertama yang datang ke sekolah dan anak terakhir yang meninggalkan sekolah karena saya memintanya demikian untuk membantu saya menyiapkan kelas dan merapikan segala sesuatunya.

He was the first to come to school and the last to leave because I asked him to help me make preparation before class and tidying up after school.

Di dalam kelas, saya memperlakukannya sebagai asisten.

In class I treated him as if he were my assistant.

Karena dia anak yang pintar maka hampir selalu dia yang selesai duluan. Nah, dari pada dia bengong dan akhirnya jadi membuat ulah maka saya minta supaya dia memperhatikan teman-temannya, melihat kalau ada yang mengalami kesulitan dalam melakukan tugas yang saya berikan dan memberi pertolongan sebagaimana mestinya.

Since he was a smart child, he could finish his given projects ahead of his classmates. So I had to come up with something to keep him busy. This would prevent him did annoying things. And thus, I asked him to look around at his classmates to see if any of them had problem doing his / her project. I showed him how to give proper help.

Saya memang membutuhkan bantuan karena saya tidak punya asisten guru. Mengajar 16-18 anak berusia 4-5 tahun di dalam kelas bukanlah perkara mudah. Jadi sekecil apa pun kontribusi yang diberikan anak ini telah sangat meringankan beban saya dan saya memberikan pengakuan itu kepadanya.


I was definitely needed help in class because I had no assistant. In charging in a class of 16-18 students aged 4-5 years was not an easy task. So no matter how small was his contribution, it had lightened my burden and he earned my gratification.

Tidak sampai satu semester berlalu, saya berhasil menjinakkan anak paling badung di sekolah.. hehe..

A semester had not even ended, I had tamed the naughtiest boy in school.. lol..

Saya bersyukur bahwa saya tidak ikut menjatuhkan penilaian terhadap dirinya berdasarkan penilaian orang. Karena kalau tidak, dia tidak akan berubah.

I am just glad that I didn’t see him like others saw him. Because if not, he wouldn’t change.

Selama 6 tahun saya bertemu dengan anak-anak pemalu, pemarah, pengambek, pencemburu, penakut, minder dan bahkan yang senang mencuri. Berbekal pengalaman saya dengan anak lelaki itu, saya tidak menyebut atau memperlakukan anak-anak itu seperti yang dilakukan oleh orang-orang pada umumnya.

In 6 years I met children who were shy, short tempered, bad tantrum, envious, fainthearted, feeling inferior and even liked to steal. Equipped with my experience with that boy, I didn’t call or treat these kids the same way people called or treated them.

Metode saya berhasil merubah anak-anak itu menjadi lebih baik walau perubahan itu tentunya berbeda.

My method had changed those children into better ones though each change was different with the other.

Ada yang cepat, ada yang perlu waktu lama untuk berubah menjadi baik.

There were the fast changed kids, while others needed more time to show positive change.

Ada yang berubah banyak, ada yang perubahannya tersendat-sendat.

There were those who showed great change, while some had rough road to change.

Ada yang berhasil tapi ada juga yang tidak.

Some succeed but others were not.

Siapa kira saya harus menerapkan metode yang sama pada orang dewasa.

Who would guess that I have to use the same method to adults.

Lebih sulit menerapkannya pada orang dewasa karena saya menilai mereka seharusnya punya akal dan penalaran lebih baik dari pada anak-anak.

It is harder to apply it on adult because I thought they have better understanding and common sense than children.

Tapi kenyataannya tidak.

But it is not.

Kesukaran dan masalah yang di buat oleh orang dewasa berbeda dengan yang diperbuat oleh anak-anak.

The trouble and problem made by adults are different with the ones done by children.

Jadi lebih sulit bagi saya untuk tidak menyetujui pendapat umum tentang seorang dewasa yang memang sudah terlalu di kenal dengan pribadi atau kelakuan menyebalkan.

So it is harder for me not to agree on public opinion about an adult who is well known for having bad-ass personality or attitude.

Apalagi kalau orang itu menyakiti hati saya.

Especially when that person has hurt me.

Orang yang terkenal punya sikap tidak ramah dan tidak bersahabat ini sudah saya kenal selama dua tahun ini.

I have known this person whose known for her un-nice and unfriendly attitude for two years.

Selama dua tahun saya tidak pernah menganggapnya sebagai orang yang menyebalkan sekali pun berkali-kali fakta menunjukkan bahwa dia memang menyebalkan.

For two years I have never thought her as a bad-ass person though fact shows that she has many times been acted like a bitch.

Selama dua tahun itu pula saya berusaha untuk tetap bersikap positif kepadanya.

For those two years too I tried to be positive toward her.

Dan selama mengikuti Leadership Camp ini saya tetap bersikap demikian kepadanya.

And during this Leadership Camp I behaved that way to her.

Tapi sikapnya acuh kepada saya sampai saya bertanya-tanya ada apa dalam sikap, perbuatan atau diri saya yang membuat dia bersikap demikian pada orang yang selama dua tahun ini boleh dikatakan hampir selalu bersikap positif kepadanya.

But she was ignorance to me that I wondered what have I done or was it something in me or my attitude or my appearance that made her acted that way to me, someone who most of the time have showed her positive attitude.

“Jangan pedulikan orang kayak gitu” kata Andre ketika saya mendiskusikan hal ini dengannya “ga ada gunanya. Kalau memang bangsat, ya, tetap bangsat mau gimana pun baiknya kamu ke dia”


“Just ignore her” said Andre when I discussed this matter with him “It’s pointless, anyway. Once a bitch, remains a bitch no matter how nice you are to her”

Ya, saya tahu metode saya memang tidak selalu membawa perubahan seperti yang terjadi pada mantan murid saya itu.

Yes, I am well aware that my method is not always worked well like in the case of my former student.

Tapi saya tetap merasa sedih memikirkan bahwa seseorang telah menyia-nyiakan kesempatan untuk membuatnya berubah menjadi seorang yang lebih baik.

But it saddened me to think that someone has wasted a chance to make her/himself into a better person.

Bukankah amat sangat menyedihkan bila orang berpikir, berkata atau berpendapat ‘seorang bangsat adalah seorang bangsat’ tentang diri anda?

Isn’t it so heartbreaking when people think, say or conclude ‘once a bitch remains a bitch’ about you?

No comments:

Post a Comment