Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, September 5, 2013

Leadership Camp (2)

Departing Day

Hari Keberangkatan

Panasnya udara Bogor justru menolong saya untuk bangun lebih pagi pada hari Jumat (30/8).

The heat in Bogor helped me to wake up earlier on that Friday morning (August 30th).

Jam 4 pagi mendadak saya terbangun. Gila, gerahnya ga kira-kira!

I woke up at 4 am. Man, it was so hot!

Badan, baju dan rambut saya basah keringat. Jiah! Mana bisa saya tidur lagi dengan keadaan begitu.

My body, t-shirt and hair were all wet out of sweat. Geez! How could I go back to sleep?

Jadi saya bangun. Mandi.

So I got up. Took a bath.

Tapi gara-gara bangun kepagian itu, saya malah jadi punya banyak waktu. Semua saya kerjakan tanpa terburu-buru.

Waking up that early has infact given me plenty of time. So I didn’t have to do everything in a rush.

Jam 6 pagi saya berangkat ke kantor.

I left to the office at 6 am.

Lagi-lagi untung saja saya bangun kepagian yang membuat saya dapat berangkat lebih awal karena pagi itu jalanan sedikit macet. Yang biasanya hanya butuh waktu 15-20 menit dari rumah ke kantor, pagi itu menjadi lebih dari 30 menit.

Once again I was lucky to get up that early because it made me left to work early, and what do you know, the traffic was a little jammed. It usually takes 15-20 minutes to get to the office but that morning it took more than 30 minutes.

Tapi ya tetap saja saya sampai di kantor lebih awal dari jam yang saya targetkan.

Still I was a head of my own expected time to get at the office.

Belum ada seorang pun yang datang.

No one was there.

Beberapa menit kemudian satu per satu berdatangan.

Few minutes later one by one came.

Jam 7.15 sudah ada 11 orang. Rombongan kami berjumlah 12 orang. Siapa yang belum datang ya?

There were 11 people gathered in the office at 7.15 am. There should be 12 people. Who hasn’t come?

Dan saya baru sadar, senior saya belum ada!

And I suddenly realized, my senior hasn’t come yet.

Waduh, kenapa ya? Beribu kemungkinan terpikirkan karena kemarin sebelum pulang beliau masih mengingatkan hari ini kami akan berangkat jam 7.30 pagi. Pasti ada yang tidak beres.

What is it? Lots of maybes came to my mind because yesterday he was the one who reminded us that we would leave at 7.30 am. Something must be wrong.

Rasanya tidak mungkin beliau lupa hari ini ada acara penting. 

It would be impossible for him to forget this important event.

Aduh, gimana kalau beliau tiba-tiba tidak enak badan atau sakit?

Geez, how if he felt unwell or got sick?

Atau di jalan terjadi sesuatu pada dirinya?

Or something happened to him while he was on the way to the office?

Saya sedang berpikir-pikir untuk menelponnya ketika seorang teman yang sudah saya anggap sebagai adik masuk ke ruangan saya.

I was thinking about calling him when a friend whom I have considered as a brother came to my room.

“Macet, kak” kata ‘adik’ saya yang rupanya baru saja menerima berita dari senior saya.

“He got stuck in the traffic, sis” said my ‘brother’ who obviously just been informed by my senior.

Beberapa menit kemudian datanglah beliau. Mukanya agak merah karena mungkin senewen atau sempat di buat stress dengan kemacetan. Tapi saya lihat matanya bersinar gembira dan saya nyengir jadinya. Bahkan macet pun tidak mengurangi kegembiraan dan semangat kami semua.

He came few minutes later. His face was a bit red, probably out of the stress after got stuck in the traffic jam. But I saw his eyes shone with happiness and I grinned. Traffic jam wouldn’t make us less happy and discouraged.

Tapi begitu berada di dalam mobil senior saya.. yah, si babe mutar musik yang mendayu-dayu lagi…

But once I got in my senior’s car.. oh no, he played that same slow music again..

Sambil menyembunyikan senyum, saya mengeluarkan earphone dari ransel saya. Dari pada telinga saya garing dengar musik super duper slow begitu mendingan saya mendengarkan musik saya sendiri di hp.

I hid my smile as I took my earphone from my backpack. I would rather listen to my own music from my cellphone than to have his super duper slow music tortured my ears.

Pagi yang cerah begini harusnya mendengarkan musik berirama cepat seperti lagunya Fun ‘We are young’, Ne-yo ‘Beautiful monster’, Katy Perry ‘Firework’. Kemacetan pun jadi tidak terasa menjengkelkan. Perjalanan jadi tidak membosankan.


In such a bright morning fast rhythm music such as Fun ‘We are young’, Ne-yo ‘Beautiful monster’, Katy Perry ‘Firework’ would suit the day. It made the traffic less frustrating. Making the trip less-bored.


Saya duduk di paling belakang, mendengarkan lagu demi lagu lewat earphone, ikut bernyanyi dalam hati, menghentakan kaki dan mengetukkan jari mengikuti irama musik.

I sat on the back seat, listening to the songs through earphone, sang along by the heart, tapping my feet and fingers by the rhythm.

Kalau jalan dengan Andre, kami berdua pasti sudah bernyanyi dan bergoyang mengikuti lagu-lagu ini. Tapi berhubung ini di mobil orang lain dan orangnya punya selera musik yang berbeda serta kelihatannya cuma saya yang menyukai lagu-lagu model begini..


When Andre and I are on the road, we would sing and dance along this music. But since I was in someone else’s car whose taste in music is so different, not to mention that it seemed I was the only one who likes these kind a music..

Hmm, bikin saya jadi kangen pada Andre..

Hmm, it made me missed Andre..

Earphone di telinga juga menjadi alasan untuk tidak ikut serta dalam percakapan.

Earphone has also become an excuse to stay out of the conversation.

Bukan karena tidak ingin ngobrol tapi senior saya yang sedang bersemangat itu menjadikan saya sebagai sasaran ledekannya.. hehe.. ya, bukan untuk yang pertama kalinya sih. Perbedaan umur 15 tahun tidak membuat rasa humor kami berbeda dan karena masing-masing juga tidak gampang tersinggung membuat kami terbiasa saling bergurau dan meledek. 

It was not that I didn’t want to chat but my excited senior kept teasing me.. lol.. yeah, it wasn’t the first time. Despite the 15 years age gap between us, it does not make us have different sense of humor and adding with the fact that none easily offended making us used to joke and tease each other.

Tapi hari itu saya lebih tertarik pada pemandangan sepanjang perjalanan, pada lagu-lagu yang saya dengarkan lewat earphone dan pada hal-hal yang ada dalam pikiran saya. Obrolan saya dengan teman yang duduk di sebelah saya akhirnya tidak berlanjut karena senior saya rupanya menguping pembicaraan kami dan memakai kata-kata yang saya ucapkan untuk meledek saya.

But that day I had more interest to see the view, on my own music and on the things in my mind. I discontinued my conversation with a friend who sat next to me because my senior eavesdropped our conversation and used my words to tease me.

Sekitar jam 8.30 kami sampai di villa MDC. Tempatnya tidak terlalu mengesankan, setidaknya demikianlah buat saya. Entah dalamnya.


We arrived at MDC villa at about 8.30 am. It is not an impressing place, well at least that was what I thought. I didn’t know how it looked like inside.

Suasananya ramai. Yang sudah datang dan yang baru datang bertumpuk di lobi. Pusing saya melihatnya. Tambahan lagi kerumunan orang suka bikin saya jadi agak senewen.

It was crowded. Those who came early and those who just came, all packed in the lobby. It gave me the dizzy. Crowds of people sometimes make me feel nervous.

Kalau saya bepergian dengan Andre, dia pasti akan berdiri dekat saya, menggandeng tangan saya atau malah memeluk saya untuk melindungi saya dari kerumunan orang seperti ini.

When I went out with Andre, he would stand next to me, hold my hand or even hug me to protect me of this kind a crowd.

Saya mengedarkan pandangan. Kemana ya senior saya? Biar pun suka meledek saya tapi beliau selalu bersikap melindungi saya. Dan saat itu saya memerlukan perlindungan. Tidak secara fisik. Lebih secara psikologis.

I searched the room with my eyes. Where did my senior go? Though he likes to tease me but he is protective toward me. And I needed protection at that time. Not physically. More a psychological protection.

Oh, itu si bapak di sana. Tapi beliau sedang sibuk bertegur sapa dan bicara dengan orang-orang tua yang tidak saya kenal.

Oh, there he was. But he was busy greeted and talked with some senior people that unfamiliar to me.

Saya mengurungkan niat untuk menghampirinya.

I changed my mind to approach him.

Jadi akhirnya saya memilih untuk tetap berada di dekat ‘adik’ saya dan istrinya. Dia memang tidak terlalu bisa memberikan rasa aman tapi setidaknya lumayanlah berada di antara orang-orang yang saya kenali dengan baik sementara saya dikelilingi oleh orang-orang yang hampir semuanya tidak saya kenal. Yang saya kenal pun kelihatannya sibuk dengan kelompoknya sendiri sehingga saya enggan untuk menghampiri.

So I choose to stick around my ‘brother’ and his wife. He couldn’t give me the kind of safe feeling I sought for but it wasn’t that bad because at least I was around the people I know well in the sea of strangers. The ones I knew were in their own group which discouraged me to approach them.

Sekali-sekali saya mengedarkan pandangan saya untuk mencari orang-orang dari rombongan kami yang berpencaran.

Once in a while I searched the room with my eyes to locate the people from my office that were scattered around.

Setelah saya bertemu dan bicara dengan beberapa orang yang saya kenal dengan cukup baik dari kantor pusat dan kantor lain, barulah saya merasa cukup nyaman dan ini mengembalikan kepercayaan diri saya sehingga dengan yakin saya memisahkan diri dari ‘adik’ saya.

After I met and talked with some people from the head office and other office, people whom I have known better, I felt at ease and this brought back my self-confident and I separated myself from my ‘brother’.

Kami baru berkumpul kembali setelah berada di dalam ruang aula. Hukum alam: masing-masing mencari habitatnya.. hehe.

We were reunited when we got in the meeting room. Law of nature : we all look for our own habitat.. lol.

Tapi itu juga tidak lama. Kami di bagi dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Masih untung saya bisa sekelompok dengan ‘adik’ saya dan dua orang dari kantor pusat yang sudah saya kenal dengan baik. Jadi saya tidak merasa kagok ketika kembali dikitari oleh orang-orang yang sebagian besar tidak saya kenali.

It wasn’t long though. We were put in different groups. I was lucky to have my ‘brother’ and two other well known acquaintances from head office. It helped me to feel at ease when once again I was surrounded by strangers.

Saya jadi ingat pada teman saya yang merasa sebegitu tidak nyaman berada di antara banyak orang yang tidak dikenalnya sampai-sampai selera makannya hilang dan sekali pun dia lebih tua dari saya tapi saat itu seakan saya yang jadi lebih tua darinya.

It reminded me to my friend who felt so uneasy being in the crowd of strangers that she lost her appetite and though she is older than me but at the time it was as if I were older than her.

Dan seperti saya, dia seorang guru.

And like myself, she is a teacher.

Siapa pun bisa merasa tidak pede.

Anyone can feel unconfident.

Berada di tempat tertentu, menghadapi situasi atau orang tertentu bisa menghilangkan rasa percaya diri.

Being in certain places, facing certain situation or people can make self-confident disappear.

Saya dan juga teman saya mencari rasa aman dari orang-orang yang sudah di kenal dengan baik. Tentu saja mereka yang punya sikap positif.

Me and my friend look for safe feeling from those who we have known well. Those who surely have positive attitude.

Perbedaan-perbedaan yang ada antara kita dengan orang-orang itu tidak menjadi penghalang.

The differences in us or those people won’t become barrier.

Contohnya saya dengan senior saya.

My senior and I, for example.

Sekali pun beliau sulit memberi ijin untuk saya meninggalkan kantor kecuali kalau saya sakit, biar pun saya selalu jadi sasaran ledekannya, tidak peduli selera musiknya bikin telinga saya garing, adanya perbedaan usia 15 tahun, perbedaan cara berpikir, perbedaan dalam sifat dan perbedaan-perbedaan lainnya tapi ketika saya merasa gamang, saya mencarinya karena saya tahu beliau selalu bersikap positif kepada saya.

Eventhough it is hard for him to give me exit permit from work unless I was taken ill, despite that I have always become his target of tease and no matter his taste of music torture my ears the 15 years age apart, differences in way of thinking, characters and many other differences but I turn to him whenever I feel uneasy because I know he has positive attitude toward me.

Satu acara memberi banyak hal untuk dipikirkan dan dijadikan bahan tulisan.

One event gave me many things to think and to write. 

No comments:

Post a Comment