Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, July 1, 2013

Hocus Pocus

Memecahkan cermin bisa kena sial 7 tahun.

Breaking a mirror brings 7 years bad luck.

Tidak boleh menyapu lantai di malam tahun baru, nanti rejekinya bisa hilang.

Don’t sweep the floor on new year’s eve, it will sweep away your good luck.

Anak gadis pamali (pantang) duduk didepan pintu.

A girl shouldn’t sit infront of the door.

Jangan berfoto bertiga karena orang yang ditengah nanti tidak berumur panjang.

Three people shouldn’t be in a photo together. The middle person wouldn’t live long.

Kaki kelinci membawa keberuntungan.

Rabbit’s foot brings luck.

Takhayul.

Superstition.

Setiap bangsa, setiap suku, pasti punya kepercayaan yang tidak masuk akal seperti beberapa yang saya contohkan diatas itu.

Every nation, every ethnic, must have such  belief as the ones I wrote above. Things that don't make sense.

Pertanyaannya adalah, percaya atau tidak dengan hal-hal seperti itu?

The question is do we believe or do we not believe in such things?

Apakah semakin tinggi pendidikan seseorang berarti dia tidak akan mempercayai takhayul?

So is someone with high educational degree not believe in superstition stuff?

Atau orang yang tinggal di kota-kota besar tidak lagi mempercayai takhayul?

Or people who live in big cities no longer believe in superstition?

Generasi muda tidak lagi percaya pada takhayul?

Younger generation has no believe in superstition?

Dalam kenyataannya banyak orang berpendidikan tinggi atau mereka yang lahir serta besar di kota metropolitan dan bahkan anak-anak kecil percaya pada hal-hal yang tidak masuk akal itu.

The fact is many people with high educational degree or those who are born and raised in metropolitan cities, and even young children believe in superstitious things.

Apa seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga atau masyarakat atau budaya yang sangat mempercayai takhayul akan membuat hal-hal itu menjadi bagian dalam dirinya?

A person who is raised in a superstitious family or superstitious society or superstitious culture would make him/herself into a superstitious person?

Mungkin hampir keseluruhan akan demikian.

Most likely to turn that way.

Saya termasuk kasus langka kalau begitu.. hehe.. karena walaupun ayah saya termasuk orang yang agak-agak percaya perkara hokus pokus seperti itu karena dibesarkan oleh ibu yang sangat mempercayai takhayul, tapi setelah saya dewasa, saya membentuk kepribadian sendiri yaitu lebih percaya pada logika.

So I guess I am a rare case.. lol.. because though my father is a hocus pocus believer as he was raised by a woman who was very into those stuff, but when I grew up, I form my own personality and that is a logical believer.

Lingkup pergaulan saya juga kebetulan mempertemukan saya dengan orang-orang yang berprinsip sama.

The people I mingle with happen to be the people who are logical as myself.

Andre, seperti umumnya orang barat, amat sangat mengandalkan logikanya. Sukurlah. Jadi kami sepaham.

Andre, like most westerner, is very much rely on his logic. Thankfully. So we have same perspective.

Hari Minggu (23/6) pagi saya bertemu dengan seorang ibu di gereja. Saat itu saya sedang membantu ‘adik’ saya membagikan undangan pernikahannya. Satu dari setumpuk undangan di tangan saya ditujukan kepada ibu itu dan satu lagi untuk anaknya. Jadi demi kepraktisan, saya serahkan sekaligus saja kepada ibu itu dengan diiringi pesan,

One Sunday morning (June 23rd) I met a lady in the church. I was helping my ‘brother’ handing out his wedding invitation. One of the piling invitations in my hand at that time was addressed to her and another one was for her son. For practical reason, I handed both to her as I told her,

“Bu, ini tolong titip buat … (nama anaknya). Saya takut saya tidak ketemu dengan … karena saya sibuk kasak kusuk”

“Ma’am, please give this to … (her son’s name). I am afraid I wouldn’t able to meet … as I might be busy”

Saya mengatakan demikian tanpa punya maksud tertentu. Ada sekian banyak kartu undangan, ada sekian banyak manusia di tempat itu. Saya sampai harus main uber-uberan dengan orang demi menyampaikan undangannya. Selain itu, kegiatan saya kan bukan cuma itu saja.

I said it truthfully. There were many invitations, there were many people in that place. It made me had to run after someone just to hand his/her invitation. Besides, I had many other things to do on that day.

Jadi saya kaget waktu ibu itu langsung memotong perkataan saya dengan berkata,

So I was very surprised when the lady cut my line by saying,

“Jangan bilang gitu. Itu tidak bagus. Jangan bilang kamu tidak akan ketemu.. (nama anaknya) lagi”

“Don’t say that. it is not a good word. Don’t say you won’t see.. (her son’s name)

Awalnya saya bengong karena saya belum sepenuhnya mengerti apanya yang salah dengan kata-kata saya tadi.

At first it puzzled me quite a lot because I didn’t understand what was wrong with my words.

Sesaat kemudian barulah saya mengerti… oh… ternyata ibu ini menganggap (mempercayai) bahwa kata ‘tidak akan bertemu lagi dengan… (nama seseorang)’ artinya orang itu akan meninggal.

A moment later I got the point… oh… so the lady assumed (believes) that the words ‘I wouldn’t able to meet… (someone’s name)’ means the person would pass away.

“Konyol” Andre tertawa sewaktu saya menceritakan peristiwa itu kepadanya “terus, kalau kita tidak ngucapin kata-kata itu lantas maut tidak akan datang?”

“Bullshit” Andre laughed when I told him about it “So we could cheat death by not saying those words?”

Ya. Sangat tidak masuk akal.

Indeed. It does not make sense at all.

“Bahkan sekalipun kata-kata seperti itu dilarang untuk diucapkan, apa itu akan bikin manusia bisa hidup selamanya? Andre betul-betul ngakak “yang bener aja”

“Even if those words were banned to say, would it make people live forever?” Andre really laughed it hard “Come on”

Anda punya hal-hal tertentu yang anda percayai? Nah, saran saya, coba telaah lagi dengan akal logika, penalaran sehat anda. Kira-kira masuk akal tidak? Jangan sampai nanti anda jadi bahan tertawaan orang yang menganggap kepercayaan anda itu sungguh sangat tidak masuk akal.

Do you believe in some sort of things? Well, my advice is, take time to look at them closely using your logic, your common sense. Would those things make sense to you? Don’t make yourself become other people’s laughing stock because they find the things you believe are so ridiculous.

Selain itu, yang menyedihkan dan juga memalukan bila seseorang menganggap dirinya sebagai penganut agama tertentu tapi masih mempercayai takhayul.

Beside that, what pathetic and shameful is when someone claims her/himself to be a religious person but still believe in superstition.

Karena kalau seperti itu, buat apa semua hal yang keagamaan yang telah di dengar dan di bacanya?

Because if that were the case, what good would it make for all that religious stuff that person has read or heard?

Masa percaya pada hal-hal kerohanian tapi juga percaya pada takhayul?

Or would you believe in religion but also in superstition?

Mana bisalah jadi sejalan dua perkara itu.

Would the two things walk in harmony?

Jadi janganlah percaya pada takhayul.

So don’t have faith in superstition stuff.

Jangan berdalih ‘percaya tidak percaya’. Kalau anda mengatakan demikian maka itu artinya anda percaya pada takhayul.

Don’t come up with excuses such as ‘but you know what..’. If you say that, it means you are into superstition stuff.

Dan jangan jadi agen ganda. Mengatakan diri orang beragama tapi masih percaya takhayul. Buat saya, ini seperti menjadi agen rahasia untuk 2 negara yang saling bermusuhan.

And don’t be a double agent. Telling people you are a religious person but still believe in superstitious stuff. For me, this is like being a secret agent for 2 countries that are at war against each other.

Saya tidak mempercayai takhayul dan juga tidak pada agama. Logika adalah yang saya percayai sekalipun kadang ada hal-hal yang tidak dapat dijelaskan oleh logika namun saya tetap lebih mempercayai logika.

I don’t believe in superstition nor in religion. Logic is my only belief though there are things that logic can’t explain but I still believe it above all else.

Saya juga mempercayai nasib. Bagi saya, selain kerja dan kemauan keras, nasib juga berperan.

I also believe in fate. To me, apart from hard work and strong will, fate plays its part.

Nasib menentukan apakah kita bertemu orang yang akan membawa kita pada keberhasilan atau sebaliknya pada kesusahan.

Fate destines us to meet a person or people who will bring success to us or the other way around, bring trouble.

Nasib menentukan apakah kita akan mati hari ini atau besok.

Fate destines us to die today or tomorrow.

Jadi saya jelas-jelas tidak percaya bahwa tiga orang yang berfoto bersama maka orang yang berdiri di tengah akan lebih dulu menemui ajal.

So I clearly don’t believe that when three people are in the same picture then the person who is in the middle bound to meet death earlier than the other two.

Saya punya beberapa foto dimana posisi saya tepat berada ditengah. Setiap kali akan berpose demikian, yang memotret agak enggan memotret tapi saya selalu mengatakan saya tidak percaya pada takhayul.

I have few photos where I was positioned right in the middle. And everytime, the one who took the photos hesitated but I firmly said I don’t believe in superstition.

Tahun 1982 saya mengalami sakit demam berdarah sampai dokter sudah angkat tangan, mengatakan telah melakukan semaksimal mungkin dan saya diserahkan pada nasib, apakah akan selamat atau tidak.

In 1982 I had severe dengue fever that made the doctor said he had done everything he could to save me but it was up to destiny, would I survive or would I not survive.

Tahun 1989 saya berfoto dengan posisi yang sama sesaat sebelum pulang ke Bogor setelah bermalam natal di rumah almarhum ibu dari ayah saya. Di tol, ban belakang mobil kami meledak dan mobil itu terbalik. Keluarga ayah saya menyesali foto itu. Jangan berfoto bertiga. Jangan berfoto sebelum pulang ke rumah.

In 1989 I took the same position when I was photographed with my parents shortly before we left home after spent Christmas eve at my father’s late mother’s house. In the toll road the back tire suddenly bursted and made the car rolled over. My father’s family regretted those photos. Don’t take such photo. Don’t take photo before you go home.

Tahun 1996 bis yang saya tumpangi selip dan terbalik. Padahal saya sedang dalam perjalanan menuju kantor yang akan mewawancarai saya. Saya harus keluar dari bis itu dengan memanjat karena pintunya berada di atas karena dia terbalik. Dalam keadaan celana agak kotor, sedikit memar dan masih gemetaran karena kaget dengan peristiwa itu, saya mengeraskan hati untuk tetap meneruskan perjalanan menuju kantor itu.

In 1996 the bus I was riding on the way to a job interview when the bus I was riding skidded and rolled over. I had to climb up to get out through the bus door as its positioned was on top. Though a little bruised, dusted on the pants and shaken by the unexpected incident, I was determined to go to the office where I was scheduled to have a job interview.

Tahun 2001 saya sedang berada dalam kereta Pakuan dari Jakarta sewaktu tiba-tiba kereta itu berhenti karena sambungan listrik padam. Kereta lain yang datang dari belakang sama sekali tidak tahu kalau ada kereta yang sedang malang melintang didepannya sehingga tabrakan pun tidak bisa dihindari. Saya terlempar jatuh ke lantai dari kursi yang lagi saya duduki. Sudah itu dalam gelap gulita harus mencari jalan menuju pintu kereta yang terbuka dan melompat turun dari jarak kira-kira 3 meter. Saya akhirnya pulang ke Bogor naik taksi yang di sewa dengan beberapa penumpang lainnya.

In 2001 I was in an express train to get me home from Jakarta when it lost power. Another train which didn’t know about it came in full speed from behind my train and hit it hard. I was thrown from my seat to the floor as the impact of that collision and in the dark had to find my way to the door, jumped about 3 meters down and walked to get to side of the railway. I took a taxi with other passengers to get to Bogor.

Tahun berikutnya saya harus 2 kali menjalani operasi. Yang pertama untuk mengeluarkan 50 batu empedu dari kantong empedu saya dan beberapa bulan kemudian operasi usus buntu sekaligus mengangkat kista yang menempel di luar saluran indung telur saya.

A year later I had 2 surgeries. The first one was to remove 50 gallstones from my gallbladder and few months later it was the surgery to remove a cyst from my ovary and also to remove appendicitis.

Beberapa bulan setelah menjalani operasi kedua, saya diberhentikan oleh perusahaan tempat saya kerja karena dinilai saya tidak bisa bekerja dengan baik karena faktor kesehatan. Yap, saya dipecat karena sakit.

Few months after having the second surgery, the company where I worked decided to let me go because they thought I could no longer work well due to my health. Yep, I was fired because I was ill.

Tahun 2012 saya mengalami menstruasi tanpa henti selama 8 bulan. Dokter kandungan memberi obat tapi juga terang-terangan mengatakan kalau obat tidak bisa menghentikan pendarahan maka saya harus menjalani biopsi untuk mengetahui apakah penyebabnya adalah myum (tumor) dalam rahim atau gejala kanker rahim.

In 2012 I had uncontrollable menstrual for 8 months. The gynecolog said frankly that if the medicines didn’t stop it then I needed to have a biopsy for him to know what was the cause. Would it because of a tumor in my uterus or would it sign of uterus cancer.

Perjalanan hidup yang luar biasa kan? Hehe.

One hell of a life, right? lol.

Bahkan di saat ketika saya merasa saya sudah tiba di titik akhir dari kehidupan, saya melewatinya dan kembali sehat, kuat, kembali berjalan naik dari keterpurukan.

Even when I thought I have reached the point of no return, I was always survived it. I have always am back healthy, strong, continue the journey to the summit.

Saya tidak menganggap pengalaman hidup saya yang buruk itu sebagai akibat terlalu sering mengambil posisi ditengah ketika berfoto bertiga.

I don’t believe my bad life experiences as the impact of me having too many photos taken of me positioned in the middle of threesome.

Saya tetap tidak akan mempercayai dongeng takhayul apa pun sekalipun terjadi hal-hal yang seakan ingin membuat saya mempercayainya.

I still do not believe any kind of hocus pocus, not even when things occur as if wanting to convince me that they were true.

Tidak akan pernah!

Never ever!

Sekali pun seisi dunia berupaya untuk meyakinkan saya, pret!, saya tidak akan pernah mempercayai takhayul apa pun.

Even when the whole world try to convince me, fuck!, I won’t believe any superstition.

No comments:

Post a Comment