Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, July 17, 2013

Marry You? Marry Me?

‘Saya dilarang datang ke pernikahan ini’ demikian komen Andre di foto yang saya unduh ke akun Fb saya. Sehabis menghadiri pernikahan ‘adik’ saya, beberapa teman dan saya berfoto ria di depan gedung tempat dilangsungkannya pernikahan itu.

After the wedding
‘The Wedding I was banned to attend’ was Andre’s comment to the photo I upload to my Fb. After the wedding, a bunch of friends and I took photos infront of the building where the wedding was held.

Sampai sekarang pun Andre masih agak-agak ngambek kalau tanpa sengaja topik pembicaraan kami menyinggung tentang pernikahan ‘adik’ saya itu. Soalnya saya melarangnya ikut menghadiri pernikahan itu dan ini membuatnya dia kesal karena lagi-lagi ini menyinggung perkara lama yang sering membuat kami jadi adu argumen.

Even now it still upsets Andre when the subject came to our conversation. He has not get it over with because it is about the same topic that raises argument between the two of us.

“Jangan marah dong” saya menciumnya, berusaha untuk mengajuk hatinya “saya tidak menyembunyikan kamu. Buktinya sekarang saya sudah menceritakan tentang hubungan kita di blog dan kepada segelintir teman terdekat”

“Don’t be mad, please” I kissed him, tried to soothe his heart “I don’t hide you. I write about our relationship in my blog and I tell few closest friends about you”

Andre menatap saya dengan tatapan yang menyiratkan rasa kesal, frustrasi tapi tidak tega untuk marah. Akhirnya dia memeluk saya. Lega saya jadinya. Belakangan ini dia jadi agak sensitif. Gampang ngambek.

Andre stared at me with mixture feelings in his eyes. Moody, frustrate but don’t have the heart to get angry with me. He hugged me. What a relief. He is easily get moody lately.

Yah, pada dasarnya sifat kami bertolak belakang. Dia ekstrovert, saya introvert. Dia bawel, saya pendiam. Dia asertif, saya lebih banyak mengalah. Dia pengambil inisiatif, saya pasif. Tapi dia mengikuti mau saya, walau ada beberapa yang dilakukannya dengan setengah hati.

We have opposite characters. He is an extrovert, I am an introvert. He is talkactive, I am quiet. He is assertive, I am passive. He is the decision maker, I am a follower. But he gives in to my way, though some are done half heartedly.

“Saya tidak mau orang heboh kalau lihat saya muncul bersama kamu” saya lalu menceritakan tentang seorang rekan yang dijodoh-jodohkan dengan saudara dari ‘adik’ saya. Bagaimana saya melihat sendiri orang bertanya kapan mereka akan menikah “pengharapan yang demikian besar itu yang tidak sanggup saya hadapi”

“I just don’t want to create such a fuss when people see me came with you” I told him about an acquaintance who is being paired with my ‘brother’s’ sibling. I saw it myself how people asked when are they going to tie the knot “it is exactly that tremendous expectation that which I can’t bear”

Andre diam. Dipeluknya saya erat. Dia menunduk. Menatap saya sejenak lalu diciumnya saya.

Andre was quiet. He hugged me tightly. He looked down. Stared me for a moment before he kissed me.

“Kita bukan anak remaja lagi” saya tahu dia tidak lagi merasa kesal “masing-masing kita telah menjalani hubungan yang berantakan di tengah jalan. Kita tahu tentang kekecewaan. Dan saya sudah sampai di titik dimana saya tidak mau lagi menaruh harapan yang terlalu besar ketika saya menjalin hubungan dengan seorang lelaki. Saya ingin membebaskan diri saya dari beban keinginan dan harapan. Dengan demikian saya bisa menjalani hubungan itu dengan santai, tenang dan lebih bahagia”

“We are not teenagers anymore” I knew he was not upset anymore “each of us have had relationship that gone wrong. We knew about disappointment. And I have reached a point where I don’t want to have huge expectation when I have a relationship with a man. I want to free myself of expectation and pressure. This relaxes, calms and makes me happier when I am having a relationship with a man”

Orang jarang ada yang bisa mengerti hal ini. Apalagi orang asia. Pemikiran seperti yang saya miliki itu dianggap terlalu berani, tidak sesuai dengan norma ketimuran.

Most people don’t understand this. Especially Asian. My way of thinking is seen as daring, unusual, judging by the eastern norms.

Angkot, public transportation in Bogor
Saya ingat pada pengalaman saya ketika saya sedang mengobrol dengan seorang ibu mantan murid saya. Ketika itu kami bertemu di dalam angkot dalam perjalanan menuju kantor. Obrolan kami akhirnya sampai ke pertanyaannya apakah saya sudah berkeluarga. Saya dengan tenangnya menjawab belum. Lalu saya menambahi bahwa semakin bertambah umur, terasa lebih enak untuk sendiri.

I can recall my conversation with the mother of my former student. We met in angkot, a public vehicle, when we were on the way to work. Our conversation came to her question if I have settled down. I calmly said I haven’t. Further more I said the older I get, the more I feel comfortable to remain single.

Saya tidak menduga kalau seorang ibu yang duduk di depan kami ternyata mengikuti pembicaraan kami. Dan persis ketika saya mengatakan dengan bertambahnya umur, saya merasa jauh lebih nyaman hidup sendiri, saya dengar napasnya tersentak sebagai reaksi kekagetannya dan mungkin juga ketidaksetujuannya atas pandangan saya itu.

I didn’t expect the lady who sat infront of us eavesdropped our conversation. Right at the moment when I said the older I get, the more I feel comfortable to remain single. I heard she hold her breath, probably it was her reaction of surprise and disagreement toward my opinion.

Saya kaget. Untuk alasan yang berbeda tentunya.

I was surprised. For different reason of course.

Dalam hati saya berpikir, ini tahun 2013, abad millennium. Masya ampun, masih ada toh ternyata orang yang menganggap pendapat saya sebagai hal yang mengejutkan dan tidak menyetujuinya.

I thought, the year is 2013, millennium Age. For crying out loud, there are still people who think my opinion is shocking and unacceptable.

Saya tidak menceritakan tentang hubungan saya dengan Andre, hubungan yang tidak  bertujuan untuk diakhiri dengan pernikahan. Kalau perempuan itu tahu, bisa-bisa dia kena serangan jantung. Hehe.

I said nothing about my open relationship with Andre, a relationship that makes marriage as its main purpose. If the lady knew about this, she would get a heart attack. Lol.

Saya berpikir begini, hidup saya adalah milik saya karena sayalah yang sedang dan akan menjalaninya. Jadi kenapa juga saya harus menikah demi mengikuti keinginan orang lain? Buat apa saya mengorbankan diri demi memuaskan kehendak orang lain? Bukankah nantinya saya yang akan menjalaninya dan bukan mereka?


Let me put it this way, I own my life because I am the one who runs it. So why would I get married because that is what people want me to do? Why do I have to sacrifice myself to please other people’s wishes? I am the one who will have to live it and not them.

Saya melihat bagaimana saudara dari ‘adik’ saya demikian inginnya menikah, begitu pula seluruh anggota keluarganya. Ketika bersalaman dengan kami, yang dikatakannya bukanlah salam ‘selamat sore’ atau ‘halo’ tapi dia menyebutkan namanya, posisinya sebagai anak tertua dan ditambahi ‘belum menikah’ (kok jadi kayak orang lagi ikut audisi).

I saw how the sibling of my ‘brother’ longing to get to the altar as the rest of his family do. When he met us, his greeting was not ‘good evening’ or ‘hello’, instead he mentioned his name, of him being the eldest son and adding ‘unmarried’ (reminded me to someone who is having an audition).

Saya berpikir-pikir, bukankah dari pada dia berkonsentrasi pada status ‘belum menikah’ atau pada keinginannya untuk menikah, lebih baik dia mencari arti hidupnya, untuk apa dan mengapa dia ada di dunia; carilah kepuasaan dan kebahagiaan sejati; nikmatilah dirinya; hidupnya; kemandirian, kesendiriannya; carilah apa yang bisa membuat dirinya menjadi berarti.

I think hard, wouldn’t it be much better that instead of him focusing on his ‘unmarried’ status or to his desire to go to the altar, that he find his life meaning, why is he here on earth, what is for?, seek the contentment and true happiness, enjoy himself, his life, his solitary life, seek what can make him feel he is worth for something.

Saya adalah orang yang memang tidak berpikiran sederhana. Sejak usia saya 17 tahun, pertanyaan-pertanyaan kenapa saya harus ada di dunia ini, untuk apa saya terlahir, apakah saya akan mengikuti pola ‘lahir-bertambah usia-sekolah-bekerja-menikah-beranak cucu-menjadi tua-mati’, tidak! Saya ingin tahu untuk apa saya ada di dunia ini. Saya mencari jawaban untuk rahasia itu. Saya belum puas sebelum saya mendapatkannya.

I don’t have a simple mind. I was 17 when these questions came to me, why should I be on this earth, what is it for? Would I just have the same rule of ‘being born-get older-go to school-work-get married-have kids-grandkids-get old-die? No way! I want to know why should I be on this earth. I seek the answer for that secret. I am not content before I get it.

Dan sementara itu saya berusaha untuk dapat menerima liku-liku kehidupan saya, menerima diri saya, melihat bagaimana pengalaman hidup merubah diri saya dan menyatukan kepingan demi kepingan rahasia itu. Seperti teka-teki gambar, saya mulai dapat melihat hal-hal yang tersembunyi dalam rahasia itu.

In the meantime I try to accept my life, myself, seeing how life experiences have changed me and it is like a puzzle, pieces by pieces are coming together and it uncovers the answer, the secret is being revealed to me.

Bertemu dengan Andre adalah bagian dari rahasia itu.

Meeting Andre was part of that secret.

Saya menerima dan menjalaninya tanpa menaruh beban pengharapan. Pada Andre, saya mengatakan saya lebih suka menjalani hubungan tanpa ikatan. Tanpa beban. Tanpa janji. Tanpa ketakutan atau kecemasan.

I accept and have it go with no expectation. To Andre, I said I would rather have a non commitment relationship. No burden. No promises. No fears or worries.

Toh 5 tahun sudah kami menjalaninya. Apakah ini akan terus berjalan atau bubar, saya tidak mengetahui masa depan.

We have been together for 5 years. Will this continue or break apart, I don’t know the future.

Ya, saya bertemu dengan laki-laki lain. Seorang yang baik. Dengan seluruh kesadaran, saya telah jatuh hati padanya. Sesuatu yang saya sendiri juga tidak mengerti. Selama 5 tahun menjalin hubungan dengan Andre, saya telah bertemu dengan banyak laki-laki. Beberapa dari mereka adalah orang-orang baik dan telah terpikat kepada saya atau memikat hati saya.

Yes, I have met another man. A good man. I am fully aware that I have fell under his spell. Something that I myself don’t understand. Of those 5 years Andre and I have been together, I have met many men, some of them were good men who have fell for me or vice versa, I fell for them.

Namun yang satu ini amat sangat berbeda.

But this one particular man is so different.

Bagaikan teka-teki bergambar, keping demi keping mulai menyatu. Memberikan gambaran tentang apa yang ada dalam hati atau pikirannya. Tapi selebihnya masih menjadi rahasia.

Like a puzzle, pieces by pieces are coming together. Revealing the picture of what he has on his heart or mind. But the rest is still a secret.

Saya ingin mengetahuinya. Tapi saya juga tidak ingin mengetahuinya.

I am curios to know. But I also don’t want to know.

Kami tidak menjalin hubungan. Dari luar yang terlihat adalah persahabatan.

We are not having a relationship. It is just friendship, that’s what appears from the surface.

Kadang saya demikian yakin, kadang saya bimbang. Di saat lain saya menginginkannya demikian besar, di lain waktu saya malu dengan pikiran itu.

Sometimes I am so certain, later on I am not so sure. In another time I want him so badly, the next thing is I am ashamed to have that thought.

Di suatu waktu saya merasa dia bukanlah orang yang mempermainkan perempuan, tapi kemudian saya bertanya-tanya apakah perasaannya kepada saya sungguh-sungguh atau semua ini hanyalah suatu permainan, keisengan belaka atau di dorong oleh kekecewaan, kesepian dan ketidakbahagiaan dalam hubungan pribadinya.

In one moment I feel he is not the kind of person who would play a woman’s heart but then I wonder if his feelings for me is real or the whole thing is just a game, a fun thing to do or moves by his disappointment, loneliness and unhappiness in his personal relationship.

Saya tidak tahu. Semua adalah rahasia. Kepingan teka-teki bergambar yang belum tersusun.

I don’t know. Everything is still pretty much a secret. Pieces of puzzle that have not yet being assembled.

Kadang saya ingin mengambil resiko untuk menunggu sampai waktu menyingkapkan tabir rahasia itu.

Sometimes I want to take the risk by waiting until time uncovers the secret.

Tapi di saat lain saya tidak ingin menanggung resikonya. Saya tidak ingin lagi berada disini. Saya ingin pergi, tidak melupakan segala kebaikan dan persahabatannya tapi tidak perlu lagi berada didekatnya dan merasakan rasa itu bertumbuh semakin besar, semakin kuat serta semakin dalam.

But in another time I just don’t want to take the risk. I don’t want to stick around. I want to go, not forgetting all of his kindness and friendship but not having to get near him and feel this feeling get bigger, stronger and deeper.

Jadi dalam kehidupan, bukan pertanyaan ‘menikahi kamu’ atau ‘nikahi saya’ yang saya cari jawabannya.

So in life, it is not the question of ‘marry you’ or ‘marry me’ that I seek for answers.

No comments:

Post a Comment