Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Saturday, November 30, 2013

My Mother’s Tale

Hari Kamis sore (28/11) sepulang dari kantor, saya mendapati ibu saya tertidur sambil duduk di sofa di ruang tamu.

That Thursday afternoon (Nov 28th) I got home from the office to find my mother slept on the livingroom sofa.

Dia bahkan tidak terbangun ketika saya membuka dan menutup pintu, tetap pulas sekali pun ayah saya dan saya bicara dengan suara agak keras.

She didn’t wake up when I opened and closed the door, not even by the loud voice of my father and I when we spoke.

“Teler gara-gara obat” kata ayah saya.

“Pretty much sedated by the medicine” said my father.

Yah, masih mending begitu deh dari pada menemuinya dalam keadaan seakan napasnya akan putus.

Yeah, it is so much better than to see her as if she was about to take her last breath.

Sehari sebelumnya, jam 4 pagi, ayah saya membangunkan saya. Panik. Ibu saya dalam keadaan demikian.

Yesterday, it was 4 am, my father woke me up. Panic. My mother was in that kind of condition.

Saya nyaris jatuh dari tempat tidur ketika meloncat bangun dan hampir menabrak pintu ketika berjalan tersaruk-saruk keluar kamar.

I nearly fell off my bed when I jumped out of it and almost bumped into the door as I walked stagerly out of the bedroom.

Ibu saya memiliki masalah dengan kelenjar tiroid atau yang lebih dikenal umum sebagai penyakit gondok. 7 bulan lalu kondisinya demikian parah sampai kami semua mengira akhir hidupnya sudah tiba.

My mother has thyroid gland problem. 7 months ago her condition was so critical that we all thought she would pass away.

Setelah 7 bulan, obat untuk mengobati kelenjar tiroidnya itu memberi dampak samping yang membuat tubuh ibu saya seperti tidak mampu menyimpan tenaga. Jadi ketika dia melakukan aktivitas fisik (yang tidak membutuhkan banyak enerji), ibu saya merasa seperti akan pingsan.

After 7 months, the medicine for her thyroid gland gave side effect. It made my mother’s body seemed unable to keep enough energy. So when she did light physical activity (which didn’t need lots of energy) my mother felt she would pass out.

Dia takut. Ketakutan. Panik.

She was scared. Freaking out. Panic.

Semakin dia panik, semakin kacau detak jantungnya. Dan ini membuatnya semakin takut dan lebih panik.

The more she panicked, her heart beat went crazy. And this made her more scared and more panic.

Persis seperti lingkaran setan.

It screwed her up.

Ayah saya terbawa suasana. Ikut panik. Ikut takut. Bingung.

My father got carried away. Joined the club. Panic. Terrified. Confused.

Saya terpaksa harus membentak mereka. Tidak ada pilihan.

I had to yelled loudly at them. No other choice.

Dalam keadaan-keadaan seperti ini (untuk diketahui, ini bukan yang pertama kalinya) orang tua saya tidak membutuhkan satu orang lagi untuk ikut panik atau ketakutan bersama mereka, serta jelas tidak membutuhkan seorang yang menangis.

In that kind of situation (FYI, it wasn’t the first time) my parents definitely didn’t need one more person to join in the panic and terrified club, clearly didn’t need someone weeping.

Pernah melihat seorang yang hampir tenggelam? Bagaimana dia demikian takut dan panik sehingga membuat dirinya malah sulit untuk di tolong. Dia bahkan bisa membuat penolongnya ikut tenggelam.

Have you seen someone drowning? How that person got so scared and panic that it made it difficult to rescue him/her. That person could even make his/her rescuer drowned too.

Saya tidak bisa berenang. Tapi saya suka bermain air di kolam renang. Kadang malah sedikit terlalu berani. Akibatnya sekali pernah saya hampir tenggelam.

I can’t swim. But I like splashing in the swimming pool. Sometimes being too dare devil. And once it made me almost drown.

Dalam keadaan takut dan panik, naluri saya adalah berusaha untuk dapat mengambang. Saya demikian sibuk berkonsentrasi untuk mengambang dalam ketakutan dan kepanikan itu sampai saya tidak menyadari Andre sudah memegangi saya.

Scared and panic, my insting was to try to keep my head above water. I was so occupied, full concentration on doing it, moved by fear and panic that I didn’t realize Andre was holding me.

Dan dia kewalahan memegangi saya.

And it was difficult for him to hold me.

Untuk ukuran orang asia, saya terhitung tinggi dan berat. Tapi untuk ukuran orang barat, saya ini mungil dan ringan.

In Asian standard, I am quite tall and heavy. But for western standard, I am small and light.

Dalam keadaan normal, seorang laki-laki asia dengan tinggi dan berat rata-rata tidak akan menemui kesulitan untuk memegangi saya sampai saya tidak bisa bergerak. Tapi pada hari itu saya membuat Andre, seorang barat yang bertubuh lebih tinggi dan jauh lebih besar dari saya kewalahan memegangi saya karena ketakutan dan kepanikan memberi saya kekuatan yang amat sangat besar.

In normal condition, an Asian man with average height and weight could easily hold me until I couldn’t move. But on that day I made Andre, a western man who is so much taller and heavier than me couldn’t hold me as fear dan panic have given me a tremendous power.

Jadi dia memukul bahu saya sekuat-kuatnya.

So he slapped my shoulder as hard as he could.

Karena kaget, saya jadi berhenti bergerak tidak karuan di dalam air.

Surprised by the sharp pain feeling, it stopped me kicking and splashing like crazy in the water.

“Sekarang dengar saya” suara keras dan tegas Andre menguasai kesadaran saya “Saya memegang kamu. Saya tidak akan membiarkan kamu tenggelam. Sekarang berpeganglah pada saya”

“Now listen to me” Andre’s loud and firm voice filled my consciousness “I am holding you. I won’t let you drown. Now hold on to me”

Malamnya saya lihat bahu saya biru lebam. Tapi saya tidak marah pada Andre. Dia harus melakukannya untuk menghentikan ketakutan dan kepanikan saya serta mengembalikan akal sehat saya.

In the evening I saw my shoulder was bruished. But I didn’t mad at Andre. He had to do that to get me out of my fear and panic, also to put some senses back into me.

Jadi demikian juga saya ketika menghadapi orang tua saya pada saat mereka sedang dikuasai takut, cemas dan panik.

It is the same way I do to my parents whenever they were overcome by fear, worries and panic.

Bukan karena saya jahat tapi karena dari pengalaman, kelemahlembutan malah bikin mereka jadi seperti anak kecil yang maunya minta digendong.

It is not being mean to them but experience showed me that gentleness made them looked like a toddler wanting to be carried.

Bagaimana jadinya kalau mengikuti maunya mereka yang seperti itu. Saya tidak ada di rumah selama kira-kira 10 jam selama 6 hari seminggu. Kalau saya membiarkan mereka lembek, saya juga yang nantinya repot kalau sebentar-sebentar saya harus pulang untuk membujuk-bujuk atau sering-sering di telpon. Wah, bisa cepat di pecat saya kalau begitu.

What would it be if I let them be like that. I am out of the house for about 10 hours for 6 days in a week. If I let them meek, it would put me in trouble as I had to go home to soothe their feelings or get called often by them. I would soon be fired if it were the case.

Jadi saya mengeraskan hati dan mengeraskan suara. Itu selalu berhasil menghentikan ketakutan dan kepanikan mereka. 

So I hardened my heart and raised my voice up. It always worked to get fear and panic off them.

Tapi pada Kamis malam, sendirian dalam kamar.. dan saya berpikir-pikir tentang ibu saya.

But on Thursday night, all alone in my room.. and I thought about my mother.

Ibu saya lahir di akhir tahun 1934 sebagai anak bungsu dari 5 bersaudara.


My mother was born at the end of 1934, the youngest of 5 siblings.

Anak bungsu. Anak kesayangan. Anak yang terlalu di manja. Tumbuh menjadi seorang yang berwatak keras dan sulit.

1938

The youngest. The apple’s of the eye. The most spoiled one. Grew into a strong charactered and yet difficult person.

Saya mengingat ibu saya sebagai orang terdekat saya, orang yang sangat saya sayang dan orang yang paling sering bentrok dengan saya karena saya menuruni sifat kerasnya, pemarahnya dan keras kepalanya.

I remember my mother as the closest one to me, someone I love so much and someone with whom I had many arguments since I inherit her strong character, her short temper and her stubbornness.

Saya mengingat ibu saya sebagai seorang yang pintar yang dibuat frustrasi oleh saya karena berlainan dengan dia yang selalu menjadi juara kelas, saya hampir selalu menjadi juru kunci dalam urutan ranking di kelas dan goblok ampun-ampunan dalam pelajaran berhitung.

I remember my mother as a smart person who got frustrated by me because unlike her who was a bright student, I flunked myself at the bottom of the list in class and was so dumb in math.

Ibu saya mencintai musik dan bersuara indah. Saya mencintai musik hanya sebagai sesuatu untuk di dengar.

My mother loves music and has nice voice. I love music only as something to be listened to.

Ibu saya memberikan kepada saya bakatnya dalam bidang sastra. Saya menemukan koleksi buku-bukunya, buku-buku sastra karya penulis-penulis terkenal, beberapa diantaranya adalah buku-buku berisi puisi. Tapi dia tidak pernah menjadi seorang penulis atau sastrawan. Saya yang menjadi penulis.

My mother inherited me with her talent in literature. I found her books collection, literature books written by famous writers, some of them are books on poetry. But she never become a writer. It is me who become a writer.

Ibu saya menanamkan disiplin keras kepada saya. Dia mengajari saya untuk beraktivitas sesuai jam. Dia melatih saya untuk mengembalikan benda yang saya ambil ke tempat semula. Dia membiasakan saya untuk mempersiapkan segala yang akan saya bawa esok harinya dari malam sebelumnya. Semua itu menjadi kebiasaan dan bahkan bagian dari pribadi saya.

My mother instilled me with stern discipline. She taught me to make a schedule and stick with it. She trained me to return the thing I take right where I took it. She made me prepare the things I am going to take the next day from the previous night. All have become my habit and in some ways also my personality.

Ibu saya menyadari dan mengakui bahwa dibesarkan sebagai anak yang di manja adalah hal yang menyenangkan tapi cepat atau lambat akan menjerat leher sendiri. Karena itu dia berupaya untuk tidak terlalu memanjakan saya. Jadi ketika saya memintanya untuk mengajari saya mengetik, dia mengambil selembar kertas dan menuliskan jari kelingking kiri untuk huruf a-q-z, jari manis kiri untuk huruf s-w-x, dst.. dan menyuruh saya berlatih sendiri. Usia saya 17 tahun waktu itu dan setiap ada waktu, saya duduk di depan mesin tik untuk berlatih sendirian.

My mother realized and admitted that it is fun to be spoiled but sooner or later it would become something that strangled one’s own neck. It is why she tried not to spoil me too much. So when I asked her to teach me to type, she took a sheet of paper and wrote left pinkie is for the letters a-q-z, left ring finger is for s-w-x letters, etc.. and told me to go practice it myself. I was 17 at that time and whenever I had spare time, I would sit infront of the type writer to practice it.

Dimana pun saya bekerja, saya membuat kagum orang dengan kemampuan saya mengetik dengan 10 jari tanpa saya melihat pada tuts-tuts huruf pada keyboard komputer atau mesin tik, apalagi kalau saya melakukannya dengan cepat atau sambil menggumamkan lagu, sambil bicara dengan orang lain atau sembari menelpon. Semua itu adalah berkat ibu saya dan kegigihan saya melatihnya secara otodidak.

Where ever I work, I have made people impressed seeing me typing with my 10 fingers without put my eyes on the keyboard, not to mention if I typing fast or doing it while humming a song, talk to someone or while talking on the phone. It is all thanks to my mother and my self-trained.

Ibu saya adalah orang pertama yang saya temui ketika saya sedang jatuh cinta dan orang pertama yang saya datangi ketika saya menangis karena patah hati.

My mother was the first one I went to when I fell in love and the first one I turned to when I cried over a broken heart.

Dan saya lupa entah sudah berapa puluh kali saya melakukannya.

And I can’t remember how many times I have done it.

Tapi saya tidak pernah memberitahukannya tentang Andre. Dia tahu saya punya banyak teman bule, entah itu teman pena dari jaman sekolah, teman dari teman atau teman yang saya kenal dari jejaring sosial seperti facebook. Dia tidak pernah mempertanyakannya. Dan saya tidak pernah menceritakannya.

But I never tell her about Andre. She knew I have many foreign friends, whether they are old pen-friends, friend’s of friend or somebody I knew from social network such as facebook. She never asks. And I never say a word about it either.

Ibu saya pernah menjadi seorang wanita karir. Perempuan mandiri. Dia melepaskannya demi saya dan ayah saya.

My mother, my father & I, 1971-1972

My mother was once a career woman. An independent one. She gave them up for me and my father.

Saya mulai bekerja sejak tahun 1994.

I joined the workforce since 1994.

Saya tidak pernah berpikir untuk berhenti kerja kalau saya menikah. Saya bukan tipe perempuan rumahan. Saya bisa sakit atau cepat mati kalau saya cuma jadi ibu rumah tangga.

I never thought of quitting my job when I am married. I am not a housewife type. I would fall ill or died sooner if I just being a stay home housewife.

Kalau pun saya punya keinginan seperti itu, yang saya inginkan adalah cuti kerja 1-2 tahun untuk sekolah lagi atau menjadi tenaga sukarela atau menekuni hobi menulis serta memotret atau mendedikasikan waktu 1 tahun untuk pergi backpacking berkeliling Indonesia, asia dan eropa.

If I had the thought to quit my job, what I want is taking a 1-2 years leave to go back to school or becoming a volunteer or focus on my writing and photography or giving 1 year to go backpacking in Indonesia, Asia and Europe.

Ibu saya sudah terbiasa mendengar berbagai macam pemikiran saya yang bagi orang lain di nilai tidak biasa. Dia tidak selalu menyetujuinya tapi tidak mengurangi kepercayaannya pada saya.

My mother is used to hear so many of my thoughts that for other people are seen to be out of the ordinary. She doesn’t always approve those thoughts but it never makes her has trust me less.

Ibu saya, sama seperti orang tua mana pun, menginginkan saya untuk menikah dan berkeluarga. Tapi sekian tahun lewat dan akhirnya dia menganggap kebahagiaan saya jauh lebih penting dari suatu pernikahan atau cucu.

My mother, just like any other parents, wanted me to get married and have my own family. But years passed by and she came to a conclusion that my happiness is far most important than a marriage or grandchildren.

Saya telah mengatakan kepada orang tua saya bahwa saya tidak menginginkan pernikahan. Saya bukan orang yang mudah untuk dipahami, saya bukan pribadi yang bisa dijadikan pendamping untuk seumur hidup kalau seorang laki-laki tidak dapat memahami serta dapat menerima segala kerumitan, keindahan dan keanehan dalam diri saya.

I have told my parents that I don’t want marriage. I am not an easy person to be understood, I am not an easy character to live with if a man can’t understand and accept all of my complexities, beauties and weirdness.

Saya bersyukur bahwa sebagai seorang dari generasi kuno, ibu saya memiliki pemikiran maju. Dia bisa menerima ketika saya mengatakan, atau lebih tepatnya menghiburnya, bahwa kalau pun saya menikah maka saya akan menikah dengan laki-laki yang telah memiliki anak sehingga anaknya akan menjadi anak saya sendiri dan ibu saya akan memiliki cucu juga pada akhirnya. Ada beberapa pertimbangan mengapa saya tidak ingin dan tidak sanggup menjalani masa 9 bulan dan 10 hari itu.

1959

I am glad that my mother, being born in ancient time, has progressive thinking. She could accept it when I told her or it was rather to soothe her that when I am married someone, I will married a man who has a child or children so his child/children will be mine as well and my mother eventually will have grandchild/children. There are some consideration why I don't want and I think I can't go through those 9 months and 10 days.

Dan ibu saya akan berulang tahun pada tanggal 5 Desember ini.

And my mother will have her birthday on December 5th.

Saya tidak tahu hadiah apa yang akan saya berikan padanya.

I don’t know what present will I give her.

Yang saya inginkan adalah dia hidup cukup lama untuk dapat melihat dan ikut menikmati ketika segala yang saya inginkan, cita-citakan dan harapkan menjadi kenyataan. Karena semua itu tidak saya buat hanya untuk diri saya.

What I wish is for her to live long enough to see and enjoy the fruits of my dreams and hopes when they all come true. Because I don’t make them all just for myself.

Dan begitulah sedikit kisah tentang ibu saya.

And so that is a little tale about my mother.

Bagaimana dengan kisah ibu anda?

So, what is your mother’s tale?

No comments:

Post a Comment