Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, December 5, 2013

Ice Cream

“Saya masih punya utang sama kamu” senior saya yang kocak itu berucap sembari nyengir sesaat sebelum meninggalkan ruangan saya hari Senin kemarin (2/12).

“I still owe you something” my funny senior grinned at me shortly before he left my room last Monday (Dec 2nd).

Utang?.. saya mengerutkan kening. Memutar otak. Utang apa?

Owe me something?.. I thought hard. Owe me what?

“Beliin kamu es krim”


“Treat you an ice cream”

Eh, dia ingat!.. sedetik saya tercengang, detik berikutnya saya spontan tertawa keras.

He remembers!.. for a second it made me speechless, the next second I laughed it hard.

“Kirain sudah lupa” saya ngakak. Ya ampun, beneran.. saya pikir si babe sudah lupa.

“I thought you forgot” I laughed loudly. Man, I swear.. I thought he already forgot it.

Hehe..

Jadi ceritanya begini, beberapa hari sebelumnya si babe minta data-data tertentu.

So this is the story behind that ‘I owe you an ice cream’, few days ago he asked for certain data.

Ada beberapa tambahan data lagi yang diperlukannya.

He needed more data.

Begitulah, selama beberapa hari, diselingi dengan keluh kesah saya karena harus berhadapan dengan angka dan ketelitian.. dua hal yang saya sadari sebagai titik kelemahan saya.. beberapa kali koreksi, teguran si babe, saling meledek, tawa canda, cek dan ricek sampai hari Minggu (1/12) saya merasa data revisi terakhir yang saya email ke senior saya itu sudah tidak ada kesalahan lagi.


So for few days, in between my sigh for having to work with numbers that required thoroughness.. I am aware those two are my weak points.. few corrections, having him complained over the miscalculating, the jokes, tease and laughs between the two of us, check and re-check, I felt the final revised data I emailed him on Sunday (Dec 1st) was finally correct.

Tapi sebelum mengerjakan tugas itu, saya menodongnya “Ada upahnya lho, beliin es krim”

But before I worked on that task, I came to him with a bargain “Reward me with an ice cream”

Kami mencandai dan saling meledek soal es krim ini tapi saya bersikukuh.

We joked and teased each other over this ice cream but I was persistent.

Beberapa bulan sebelumnya ketika saya mengumpulkan materi untuk menyusun data-data ini, saya sudah pernah menodongnya dengan permintaan yang sama. Tapi sekian bulan lewat dan es krim itu terlupakan.

Few months ago when I gathered the raw data, I had come with that same bargain. But months passed by and the ice cream left forgotten.

Ketika urusan data yang sama muncul lagi, saya memberanikan diri untuk kembali menodong si babe dengan permintaan yang sama, belikan saya es krim.

When the subject came to that same data, I dared myself to ask him for an ice cream.

Si babe memberikan reaksi dengan gurauan dan ledekan. Tidak menolak tapi juga tidak mengatakan ya.

He reacted by joked around and teased me. Not saying no, not saying yes either.

Ditambah dengan melihat kesalahan-kesalahan akibat ketidak-telitian saya membuat saya merasa es krim itu sulit untuk terwujud.

Added with the miscalculation I made out of my unthoroughly made the ice cream seemed like a mist.

Beberapa hari lewat tanpa ada tanda atau omongan tentang si es krim.

Few days passed without any sign or talk about the ice cream.

Saya malu untuk mengingatkan.

I was embarrassed to remind him about it.

Terlalu gengsi untuk memintanya lagi.

Had too many pride to ask it again.

Takut di anggap terlalu kekanak-kanakkan.

Afraid to be seen child-like.

“Di kulkas ada banyak es krim” Andre heran ketika saya ceritakan tentang es krim yang satu ini.

“There are plenty of ice cream in the fridge” Andre looked puzzled when I told him about this particular ice cream.

Benar. Dia tahu saya gila es krim dan karena itu dia menyimpan stok berbagai macam es krim di kulkas.

True. He knew my craving over ice cream and that is why he stocked the fridge with plenty of ice cream.

“Coba lihat muka kamu itu” Andre menatap saya dengan tatapan heran dan penuh selidik “Kenapa kok es krim yang satu itu jadi penting banget buat kamu?”

“Take a look at your face” Andre stared at me, looking puzzled and curious “Why is that one particular ice cream became so important for you?”

“Bukan es krimnya” saya berpikir-pikir “Saya bisa beli sendiri. Di sini juga ada banyak tuh di kulkas”


“It is not the ice cream” I thought it over “I could get it myself. And here, there are plenty on the fridge”

Bukan es krimnya.

It is not the ice cream.

Saya jadi ingat suatu peristiwa.

This reminded me to something.

Sehari sebelum menikah, ‘adik’ saya dan saya makan es krim diruangan saya.

A day before his wedding, my ‘brother’ and I had ice cream in my room.

Hari itu dia datang ke kantor khusus untuk mengajak saya membeli es krim. Dan bagaimana kami berputar-putar mencari es krim yang saya inginkan sampai akhirnya kami menjatuhkan pilihan pada es krim dari merek lain yang agak-agak mirip dengan es krim yang saya inginkan.

On that day he came to the office just to ask me out to get the ice cream. And how we went to several places to find the ice cream I specifically wanted but since we couldn’t find it, we picked the one from other brand that looked similar with the one I wanted.

Lalu kami kembali ke kantor. Di ruangan saya, dia duduk di kursi saya sementara saya duduk bersila di kursi tamu.

And we returned to the office. In my room, he sat on my chair while I sat crossed leg on the guest chair.

Sambil menikmati es krim masing-masing, kami mengobrol tentang berbagai hal. Rasanya seperti dulu lagi; hanya kami saja yang ada di kantor. Dua orang sahabat, dua rekan kerja, dua orang yang demikian akrab sampai menjadi seperti kakak beradik.

We talked while we enjoyed our own ice creams. It felt like old times; it was just the two of us in the office. Two best friends, two co-workers, two people who have become close that felt like brother and sister.

Beberapa minggu sebelumnya dia meminta tolong saya membagikan undangan pernikahannya.


Few weeks earlier he asked me to help him distributed his wedding invitations.

Es krim adalah upah yang saya minta.

Ice cream was the reward I asked him.

Hari itu dia menepati janjinya.

He kept his promise on that day.

Saya sudah lupa merek es krimnya.

I have forgotten what brand was the ice cream we bought.

Yang tidak akan pernah saya lupakan adalah ketika kami berdua pergi membeli es krim itu dan kemudian memakannya diruangan saya sambil mengobrol seakan-akan hari esok tidak akan datang, waktu seakan berhenti, semua terlihat sederhana dan yang sederhana itu membawa arti serta kebahagiaan tersendiri.

One thing I will never forget is when we both went to buy the ice cream and had it in my room while talking as if tomorrow would never come, as if time stopped, everything looked simple and that simplicity had its own meaning and happiness.

Bukan es krimnya yang demikian berarti.

It is not the ice cream that held special meaning.

Ada banyak orang di kantor saya ini. Hanya sedikit yang punya arti istimewa bagi saya.

There are many people in my office. Only few are special to me.

Senior saya yang kocak itu adalah satu diantaranya.

My funny senior is one of them.

Bukan karena rasa humor kami yang sama yang membuatnya menjadi seorang yang saya anggap istimewa.

It is not our same sense of humor that makes me regard him as someone special.

Sekitar 8 bulan lalu saya berada dalam titik terendah dalam kehidupan saya. Ibu saya sakit. Sementara itu kondisi kesehatan saya juga tidak lebih baik darinya.

About 8 months ago I was in the lowest point of my life. My mother was ill. In the meantime my own health was not better than hers.

Selama setahun setengah ini fisik dan mental saya di uji habis-habisan tapi hari itu adalah puncaknya.

For a year and half my physic and mental have been tested hard but that day it was the final test, the hardest one.

Dan senior saya datang tepat di saat saya sedang berpikir kehidupan sudah tidak ada artinya lagi buat saya.

And my senior came right at the time I thought life had no meaning anymore to me.

Dia datang dengan muka kelihatan capek. Hari sudah sore. Saya tidak tahu apa dia masih sempat pulang ke rumah, sudah makan atau belum tapi toh dia datang dan kehadirannya memberikan kekuatan bagi saya.


He looked exhausted when he came. It was late afternoon. I had no idea if he had come home, if he had dinner or not but he came and his presence gave me strength.

Sekitar setengah tahun sebelumnya, dia juga yang berdiri di pihak saya. Tetap membela saya ketika saya terpojok dan yang lainnya membisu. Tetap mempercayai saya ketika yang lain mencaci saya. Ketika hati saya dipenuhi dengan kemarahan dan sakit hati, dia pula yang menghibur, menyabarkan dan membesarkan semangat saya.

About half a year or so before that, it was him who stood by my side. He stood up for me when I was cornered and others went silent. Still believe in my while other yelled at me. When my heart filled with anger and bitterness, it was him who soothed it, who put senses back to me and who lighted up my spirit.

Waktu dan masa-masa sulit menguji hati orang.

Time and hardship are a test to people’s heart.

Dan si bapak menjadi satu dari sedikit orang yang punya arti istimewa bagi saya.

And he has become one of the few people who held special meaning for me.

Dengan setulus-tulusnya, saya menaruh hormat, penghargaan dan kekaguman padanya.


With all the sincerity in my heart, I have big respect, appreciation and admiration toward him.

Bukan berarti si babe adalah manusia paling sempurna. Beberapa kali dia membuat saya kesal. Beberapa kali pula saya sampai ngambek. Tapi setiap kali pula saya tidak tahan berlama-lama menjadi kesal padanya karena kalau dia bisa menerima saya lengkap dengan segala kelemahan dan kelebihan saya, masa saya tidak bisa melakukan hal yang sama terhadap dirinya?

It doesn’t mean he is the most perfect person. He upset me few times. He drove me mad at him. But I couldn’t stay upset toward him over the thought if he can accept me just as the way I am, why can’t I do the same to him?

Jadi sekali lagi, ini bukan mengenai es krim.

So once again, it is not about the ice cream.

Bahwa dia ingat pada permintaan saya itu saja sudah memberi arti istimewa karena ditengah-tengah kesibukan kerjanya di kantor, di rumah, di tempat kerja saya, dengan berbagai tanggung jawab serta tugasnya.. adalah luar biasa dia masih ingat pada es krim itu.

The fact that he remembers my request is something special because in between his hectic work in the office, at home, in my work place and with various responsibilities and duties he must take.. it is remarkable for him to remember that ice cream.

Beberapa hari sebelumnya dia menelpon saya di kantor. Menanyakan kalau-kalau iPadnya tertinggal di tempat kerja saya ini.

Few days earlier he called me at the office. Asking if he left his iPad at my workplace.

Si babe memang pelupa tapi gawat betul kalau sampai iPad bisa tercecer entah dimana.

So he is forgetful but it is awful to forget where he has put his iPad.

Saya berkeliling ruangan. Memperhatikan dengan teliti berbagai tempat tapi tidak menemukan iPad itu.

I searched the room. Looking everywhere but didn’t see that iPad.

Dia bisa lupa dimana meletakkan iPadnya tapi masih ingat pada es krim permintaan saya.

He forgot where he put his iPad but he remembers the ice cream I asked him for a treat.

Saya tersenyum sendiri setiap kali mengingat hal ini.

I smiled to myself whenever I remember this.

Jadi ketika seseorang ngotot ingin kita menemaninya pergi belanja atau makan, atau minta dibelikan sesuatu dan hanya ingin kita yang membelikannya.. sementara kita tahu semua itu bisa dilakukan atau dibelinya sendiri, ketahuilah bahwa orang itu menganggap kita sebagai orang yang istimewa.

So when someone persistently asked us to go with him/her shopping or going out for lunch or dinner or asked us to buy him/her something.. when we know that he/she can do that all by him/herself, it is because that person sees us as someone special.

Siapa saja bisa menjadi seorang yang istimewa bagi saya atau bagi anda.

Anybody can be that someone special for me or for you.

Kita sendiri pun bisa menjadi seorang yang istimewa bagi orang lain.

We can be somebody’s special person.

Ada banyak orang di dunia ini yang menganggap dirinya istimewa. Mereka berkeliling dengan gaya seperti ayam jago. Meminta tempat istimewa. Mengharapkan diperlakukan sebagai seorang yang diistimewakan, ingin dipandang sebagai orang yang istimewa dan menuntut pelayanan istimewa. Pertanyaannya adalah, benarkah mereka istimewa?


There are many people in this world think they are special. They walk around like cock. Asking for special place. Hoping to be treated as someone special, wanted to be seen as somebody and demand for special service. The question is, are they really special?

Tapi ada banyak orang yang memandang dirinya demikian rendah seakan mereka tidak punya arti apa pun. Mereka melirik orang-orang disekitar mereka dan berpikir orang-orang itu lebih istimewa karena lebih pintar, lebih beruntung, lebih cantik/tampan, lebih dan lebih dari diri mereka dan mereka mulai menyesali nasib, merasa kalah, merasa tidak berarti. Pertanyaannya adalah, benarkah mereka tidak istimewa?

But there are people who consider themselves so low that it felt they held no meaning at all. They glance at the people around them and think those people are special because they are smarter, luckier, prettier/handsomer, more and more than themselves and they start to hate being born as themselves, they feel like losers, conclude that they simply are meaningless. The question is, are they really un-special?

Tidak harus menjadi seorang yang hebat dalam segala hal untuk menjadi seseorang yang istimewa. 

Don't have to be great in everything to be someone special. 

Saya gembira memiliki orang-orang istimewa dalam hidup saya dan gembira karena ada orang-orang yang menganggap saya istimewa. 

I am happy to have special people in my life and I am happy there are people who considered me as their someone special.

Lantas gimana kabarnya si es krim?.. oh, sudah di kasih.. makasih banget ya, pak...

Anyway, how about the ice cream?.. oh, I have it already.. thank you so much, sir..

No comments:

Post a Comment