Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Saturday, November 2, 2013

Let’s Go!

Hari Senin (28/10) saya berangkat dari rumah sekitar jam 8 pagi. Agak merasa bersalah juga pada ayah saya karena saya tidak memberitahukan pagi itu saya tidak akan menginap di rumah kenalan saya.

I left the house at around 8 am that Monday (Oct 28th). Felt a little guilty for not telling my father that I was not going to spend a night at my acquaintance’s place.

Rencana awal memang demikian. Tapi ibu dari kenalan saya itu sakit sehingga dia harus merawatnya. Jadi saya akhirnya menghubungi seorang teman lama. Dia gembira sekali ketika tahu saya ingin mengunjungi dan juga menginap semalam dirumahnya.

That was the actual plan. But the mother of my acquaintance fell ill and she had to nurse her. So I contacted my old friend. She was so happy to know I would visit and also spend a night at her place.

Tapi teman saya itu tinggal di Cengkareng, Jakarta.

But my friend lives in Cengkareng, Jakarta.

Kalau dari Bogor, itu jauh, bo!

It is so far away from Bogor, dude!

Seumur hidup, saya belum pernah ke Cengkareng. Saya buta total daerah itu.

All of my life I have never been to Cengkareng. I am totally lost.

Teman saya memberi petunjuk arah menuju rumahnya. Naik bis Transjakarta dari Beos, turun di halte Harmoni, ganti bis Transjakarta yang ke arah Kalideres. Turun di Ramayana Cengkareng. Sambung lagi dengan angkot dan turun di depan Perumahan Taman Palem Lestari. Dia akan jemput saya disitu.

My friend gave direction to her house. Take the Transjakarta bus from Beos, get off at Harmoni, take another Transjakarta bus to Kalideres. Get off at Ramayana supermarket in Cengkareng. Get a public vehicle to her housing complex where she will meet me.

Saya yakin saya bisa sampai ke rumahnya sekalipun saya belum pernah sama sekali kesana.

I was certain I could get there though I have never been there before.

Tapi saya terlalu mengenal ayah saya. Bisa heboh dia kalau tahu saya akan pergi sendirian ke Cengkareng.

But I know my father all too well. He would go crazy if he knew I would go all by myself to Cengkareng.

Ayah saya tidak pernah memberi dukungan bila saya ingin menginap di rumah teman. Sekalipun rumah teman itu jaraknya tidak jauh dari rumah kami. Setiap kali saya mengatakan saya ingin menginap di rumah teman, komentar ayah saya selalu “Ah, buat apa?”

My father never gives support when I want to spend a night at a friend’s house. Eventhough the house is not too far from our house. Everytime I tell him I want to spend a night at a friend’s house, his respond is always the same “What is that for?”

Bahkan setelah saya dewasa, setiap kali saya mengatakan saya akan menginap di kantor karena urusan kerjaan, ayah saya keberatan dan mengajukan berbagai alasan dari mulai ‘nanti tidur dimana?’ sampai ‘nanti malam dan paginya makan gimana?’.. seakan-akan saya akan menginap di tengah hutan belantara di Papua sana.

Even as an adult, whenever I tell him I’d spend a night at the office due to work, my father show reluctantance and fussed about ‘where are you going to sleep?’ to ‘what are you going to have for dinner and breakfast’ as if I were spending a night in the jungle of Papua.

Jadi setiap kali saya akan menginap atau pergi jalan agak jauh, kami berdua pasti akan saling tarik urat dulu.

So everytime I am going to spend a night somewhere or go to far places, the two of us would have argumentation about it.

Perdebatan yang melelahkan dan selalu membuat saya sebal.

An exhausting argumentation that always upset me.

Saya heran juga. Semasa muda dulu ayah saya itu berandalan, tukang keluyuran, tidak jarang berkelahi fisik.

It puzzles me though. Many years ago when he was young, my father was a brad, he would wandered on the street, been in many fights.

Tapi ke saya, anak perempuannya, dia amat sangat melindungi. 

But to me, his daughter, he is so over protective.

1971. My father & I
Hanya saja, dia lupa, saya anaknya. Gen dalam dirinya mengalir dalam diri saya. Kami tidak hanya mirip secara fisik. Sifat kami pun mirip.

It’s just that he forgets, I am his daughter. His genes ran in me. I am not just his resemblance in physic. We have same characters.

Keberanian dan kenekatannya menurun pada saya.

I inherit his daredevil guts.

Jadi hari Senin itu dengan membulatkan seluruh tekad, saya berangkat ke stasiun Bogor. Saya tidak gentar sekalipun sudah lama sekali saya tidak naik kereta sendiri. Dan stasiun serta sistimnya serba baru.

So I pulled all my nerve on that Monday and I left to Bogor train station. It didn’t deter me though it has been so long since the last time I took a train and now the station and the system are all new.

Saya sudah dengar tentang tiket yang diganti dengan kartu magnetis seperti kartu kredit.

I have heard they replaced the ticket with magnetic card that looks like credit card.

Kartu itu akan di program oleh petugas di loket sesuai dengan rute tiap penumpang; hanya sekali jalan atau rute pp.

The card will be programmed by the counter officer according to each passenger’s route; one way (single trip) or round way (multi trip).

Untuk mencegah agar kartu jangan hilang atau rusak, setiap penumpang harus membayar uang jaminan sebesar Rp.5.000 yang dapat di klaim di stasiun tujuan dalam tenggang waktu satu minggu.

The receipt

To prevent the card from lost or damaged, every passenger must pay guarantee fee of Rp.5.000 which is refundable within one week. 

Tapi pagi itu saya bingung melihat ada 5 jalur antrian yang panjang meliuk seperti ular.. ya ampun, mana yang menuju loket kartu dan mana yang loket untuk mereka yang ingin mengembalikan kartu dan mengklaim uang jaminan. Ga seru dong kalau sudah ngantri lama.. eh, ternyata salah jalur..

But that morning it confused me to see there were 5 long queque lines.. gosh, which one to the card counter and which was to the counter for returned card and refund guarantee money? It wouldn’t be fun to be in the queque long only to find out that it was the wrong one..

Dalam keadaan begini ya, harus rajin dan berani nanya pada siapa saja. Jangan malu, jangan ragu. Tapi juga tidak usah jadi senewen. Santai sajalah.

In this kind of situation, don’t be shy or hesitate to ask people. But lightened up. Don’t get so tense.

Berhubung saya tidak merasa dikejar waktu dan dalam suasana jalan-jalan, saya tenang-tenang saja.

Since I wasn’t in a hurry and in travelling mode, I enjoyed every second of it.

Kereta berikutnya yang menuju Jakarta ada di jalur tiga. Akan berangkat pukul 09.01 wib.. saya mendengar pengumuman itu.


The next train to Jakarta is in line three. Will leave at 09.01.. I heard the announcer passing the information.

Cieee… gaya… berangkat jam sembilan lewat semenit katanya?

Wow.. cool… it says, the train leaves at one minute passed nine?

Saya naik ke kereta itu dan memperhatikan jam tangan saya. Eh, betul lho, berangkatnya memang jam segitu.. wah, canggih kalau kereta melayu yang terkenal dengan jam karetnya sekarang bisa tepat waktu.

I got on the train and watched my wrist watch. Well, what do you know, it really left on time.. superb if this well known country that can’t keep things go on time now able to run better timing system.

Saya baru dapat tempat duduk setelah kereta sampai di stasiun Gondangdia.. untung saya berdiri menyender dan bertemu dengan seorang ibu yang ramah yang akhirnya jadi teman mengobrol sehingga perjalanan itu tidak terasa lama. Dan pegalnya berdiri lebih dari setengah jam juga jadi tidak terasa..

I found an empty seat after the train got to Gondangdia station.. luckily I could lean on the pole and I met a friendly lady who made a nice conversation with me, making the long trip felt short. And my feet didn’t feel cramp for standing for more than half hour..

Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam dari Bogor ke Jakarta. Melewati 22 stasiun.. yap, saya hitungin lho.. hehe..

It took about an hour from Bogor to Jakarta. Passing 22 train stations.. yep, I counted them.. lol..

Googling to find photo of this e-ticket
Sampai di stasiun Beos, Kota, saya bingung memikirkan ‘nasib’ kartu saya. Mau saya pulangkan dan ambil uang jaminan atau boleh saya bawa menginap semalam? Tanya kiri, tanya kanan, ternyata bisa saja dibawa pulang. Besok tinggal minta petugas loket untuk isi lagi sesuai dengan tarif ongkos pulang ke Bogor.

the receipt
Once I got at Beos station, it puzzled me to think about my card. Should I return it and had my guarantee money refunded or could I take it with me for a night? I asked around, yep, I could take it home. I only need to ask the officer in the counter to fill it with the fares when I want to return to Bogor.

Setelah lega urusan per-kartu-an selesai… nah, sekarang ke Museum Fatahilah, pikir saya penuh semangat.

Relieved this card stuff was taken care… now, to Fatahilah Museum, I thought excitedly.

Daerah Kota menyimpan kenangan masa kanak-kanak karena ketika saya masih SD, kantor ibu saya berada tidak jauh dari Museum Fatahilah sehingga setiap kali ayah saya membawa saya pergi untuk menjemput ibu saya, ayah saya dan saya melewatkan waktu dengan makan bakmi atau es krim dan kemudian mengunjungi museum itu.

Kota area keeps childhood nostalgia for me because when I was in elementary school, my mother worked in a company that was not far from Fatahilah Museum so whenever my father took me there to pick her from work, he and I would have noodle or ice cream and then visited the museum.

Saya menyukai Kota karena alasan itu. Setiap kali saya berada di Kota, saya merasa seperti terlempar ke masa ketika usia saya baru 7-10 tahun.

I like Kota for that reason. Everytime I was there, I felt I was thrown into the past when I was 7-10 years old.

Tapi pagi itu saya bingung. Kota banyak berubah. Lebih parahnya lagi, saya lupa jalan menuju Museum Fatahilah.

But that morning I was confused. Kota changed a lot. Worst, I forgot the way to Fatahilah Museum.

Tanya kiri, tanya kanan, akhirnya sampai juga saya disitu. Tapi museum sedang dalam perbaikan dan ditutup selama 3 bulan!


I asked around and could get myself there. But it was under renovation and thus, is closed for 3 months!

Saya hanya bisa memotret dari luar.


I could only take few photos from its front yard.

Sedih juga saya. Jauh-jauh saya dari Bogor, sampai didepannya dan ternyata dia ditutup. Dari semua tempat di Kota, hanya tinggal dia satu-satunya yang masih tetap berada ditempatnya. Tempat-tempat kemana saya pernah dibawa pergi oleh ayah saya, mulai dari tukang bakmi, es krim, roti bakar sampai ke bekas kantor ibu saya, sekarang sudah tidak ada.

It saddened me. I came this far from Bogor, now I stood infront of it and it was closed. Of all the places in Kota, the museum is the only site that still exist exactly where it was. Other places that my father took me from the noodle vendor, the ice cream parlor, toast seller to my mother’s former office were all history.

Bukan hanya itu. Adik bungsu saya pun sudah tidak ada.

Not just that. My youngest sister was gone too.

Dia meninggal tahun 1981, ketika usianya baru 5 tahun.


She passed away in 1981, when she was just 5 years old.

Saya sudah lupa bagaimana rasanya punya adik. Tapi masih tersimpan sisa-sisa ingatan bagaimana dulu dia, saya dan ayah saya mengunjungi museum ini. Bagaimana kami berdua berlarian menaiki tangga, terpesona menatap sebuah lemari besar di suatu ruangan, memandang keluar jendela, penuh rasa ingin tahu mengintip penjara bawah tanahnya, duduk beristirahat di teras…

I have already forgot how it felt to have a sister. But I keep the memories of how she and I along with our father visited this museum. How the two of us ran up the stairs, amazed at the big cabinet in a room, watching out through the window, peeking curiously at the underground cell, resting at the terrace..

Mungkin setelah mengalami satu tahun yang luar biasa yang sempat membuat saya depresi dan mengira hidup saya berhenti, saya ingin kembali ke masa lalu. Masa lalu pun bukanlah masa-masa terbaik dalam hidup saya tapi saat itu semuanya masih terasa sederhana.

Maybe after having one hell of a year that put me into depression and made me thought my life was nearly ended, I wanted to go back to the past. It is not the best part in my life but it was when things looked simple.

Saya akan kembali, bisik saya dalam hati sambil menatap Museum Fatahilah, 3 bulan lagi saya akan mengambil cuti dan saya akan kembali khusus untuk mengunjungi kamu. Saya janji.


I will return, I wishpered in my heart as I stared at Fatahilah Museum, I will take my leave in another 3 months and I will return just to visit you. I promise.

Saya tidak bisa berlama-lama. Perjalanan masih panjang dan sekitar jam 12 teman saya akan menjemput saya didepan kompleks perumahannya.

I couldn’t stay long. I still had a long ride and my friend would pick me up at her housing complex entrance at around noon.

Jadi saya kembali ke stasiun Kota dan kembali terbingung-bingung memikirkan bagaimana caranya untuk dapat sampai ke terminal bis Transjakarta yang letaknya berseberangan tapi tidak ada jalan ke situ.

So I returned to Kota train station and again got confused thinking how to find the way to get to Transjakarta bus station which is just across the street but I saw no entrance.

Tengok kiri, tengok kanan.. nanya ke tukang buah.. Oh, ternyata ada jalur bawah tanah (underpass). Seperti subway. Keren.

I looked around… asking a fruit vendor… Oh, there is underpass. Like a subway. Cool.

Kalau anda keluar dari pintu stasiun Kota yang menuju Museum Fatahilah, tinggal belok ke kiri dan berjalan saja menyusur. Perhatikan pelang petunjuk (disebelah kiri) menuju terminal bis Transjakarta. Didepannya banyak pedagang kaki lima.

If you take Kota train station exit door that led to Museum Fatahilah, once you get out through that exit door, turn left and just walk through the sideroad. Watch for the signage (on the left side of the road) of where the underpass entrance is. There are many food vendors infront of it.

Saya sempat membuat foto setelah berada didalamnya.



I took some photos once I was in it.





Naik bis Transjakarta membutuhkan kesigapan dan siap mental. Soalnya saya ngeri melihat pintu tidak berpalang, posisinya tinggi dan orang berdiri mengantri. Salah gerak, keseimbangan badan kurang baik atau tiba-tiba terdorong oleh orang yang berdiri dibelakang kita.. wih, bisa terjun bebas langsung ke jalanan yang lalu lintasnya ramai.

googling result

Riding on Transjakarta bus means you need flexibility and guts. It scared me when I saw there is no safety gate door, it is high and people lined up infront of it. One wrong move, bad balance or being pushed by someone from behind us.. yep, you would go diving on the crowded road.

googling to find a photo of transjakarta bus stop

Lalu kalau dapat supir bis yang kurang handal, posisi bis bisa agak jauh dari pintu terminal sehingga ada celah yang harus kita langkahi. Aduh, ngerinya.. kalau salah melangkah atau terdorong orang dari belakang dan kaki kita nyeblos ke celah itu.. tamatlah riwayat tulang kaki..

If the bus driver is not too expert, the bus can’t get close to the terminal gate so there is a gap that passenger should walk over. Geez, scarry.. one wrong step or being pushed by someone from behind and we step right into that gap.. there goes your feet..

Belum lagi gaya menyetir setiap supir berbeda. Ada yang halus dan berhati-hati tapi ada yang mungkin mantan supir truk pengangkut sapi.. jadi jalannya.. astaga.. dipikirnya yang diangkut itu sapi dan bukan manusia..

And every driver has different driving style. There are those who drives smoothly and carefully while others made me think that driver probably worked as truck driver that carried cows before he became Transjakarta bus driver because the way he drove was like he carried cows and not people.

Soal keramahan dan kepedulian juga berbeda. Setelah transit di Halte Harmoni, supir bis Transjakarta berikut keneknya yang melayani rute Harmoni-Kalideres sama sekali tidak pedulian bahkan ketika saya sudah mengatakan bahwa saya turun di Ramayana Cengkareng karena saya tidak tahu apa nama haltenya.

Harmoni transjakarta bus stop (googling result)

Hospitality and careness are different too. After took a transit at Harmoni bus stop, the driver and his assistant that served the route Harmoni-Kalideres, were so ignorant even after I told them I would get off at Ramayana Cengkareng because I didn’t know the name of the bus stop near that place.

Kalau bukan karena diberitahu oleh seorang penumpang yang juga turun di halte itu, saya pasti akan terbawa sampai ke Kalideres.

If it was not for another passenger who told me to get off as she herself got off in that same bus stop, I would be taken to Kalideres.

Wah, kalau tidak karena harus buru-buru turun, pasti bakal saya maki-maki dulu supir dan kenek itu.

If not wasn't because I had to get it off right away, I would yell at that driver and his assistant.

Penumpang itu juga yang menunjukkan kepada saya tempat angkot yang harus saya naiki untuk menuju kompleks perumahan teman saya.

That same passenger also showed me where I could get the car to my friend’s housing complex.

Setelah berada dalam angkot, saya bingung bagaimana caranya memberitahu supir, saya harus turun dimana karena saya duduk paling belakang. Dan sekali lagi saya bertemu dengan sesama penumpang yang baik hati memberitahu supir dan juga memberitahu saya dimana saya harus turun.

Once I got in the car, I was confused thinking how I could I let the driver know where I would get off since I sat in the back. And once again I met a nice fellow passenger who kindly told the driver and also let me know where I should get off.

Dan akhirnya mendaratlah saya didepan kompleks perumahan Taman Palem Lestari Cengkareng. Tapi perjuangan belum selesai. Kali ini bingung mencari dimana Pujasera. Nanya orang lagi dong. Penjual minuman di halte bis menunjuk ke arah kiri.

So I finally landed at the Taman Palem Lestari Cengkareng housing complex entrance. But it led me to another confusion. Where is the food centre. A vendor at the bus stop pointed to the left.

Oh ternyata ada didepan mata. Tinggal menyeberang sedikit. Jalan menyusur disebelah kiri. Belok ke kiri. Sampai deh.

Oh it was infront of me. I needed to cross the street. Walked on the sideroad. Turned left. Yes, I got there.

Saya masuk. Duduk di bangku kosong. Minum. Menghela napas. Perjalanan yang luar biasa untuk seorang Keke, pergi sendiri ke tempat yang seumur hidupnya belum pernah dia kunjungi.. perjalanan yang tidak terbayangkan akan pernah saya lakukan mengingat hanya 3-4 bulan lalu saya masih berjuang menghadapi menstruasi saya yang luar biasa banyaknya.

I got in. sat in an empty seat. Had a drink. Sighed. One hell of trip for Keke, went to a place she has never been to all of her life.. an unthinkable trip considering that less than 3-4 months ago I was battling my one hell of menstruation.

Tapi toh saya berhasil. Saya capek. Kepala saya pusing. Perut saya lapar. Saya kepanasan. Namun hati saya terisi oleh rasa bahagia dan bangga … hei, kamu berhasil! Kamu sampai disini.

But I made it. I felt tired. I had headache. I felt hungry. I was sweating. However my heart filled with happiness and pride, .. hey, you made it, girl! You got to this place.

Saya mengirimkan sms pendek ke Andre “Christopher Colombus sudah menjejakkan kaki di Cengkareng”..

I sent short text to Andre “Christopher Colombus has set foot on Cengkareng”..

Hp saya segera berdering.

My cellphone rang.

Saya dengar suara Andre tertawa.

I heard him laughing.

“Berhasil!” seru saya semangat.

“I have made it!” I exclaimed excitedly.

“Kamu betul-betul perempuan kepala batu” dia berkata gemas sambil masih tertawa.

“You are really one hell of a stubborn woman” he said while still laughing.

Yap. Betul sekali, coy. Tidak ada satu kesusahan, penyakit atau manusia paling jutek di dunia ini yang akan benar-benar bisa mengalahkan Keke! Saya masih berdiri dengan tegak dan semakin kokoh setelah melewati semua itu.

Yep. Got that right, dude. There is no hardship, illness or the most bitch in this world that can bring down Keke. I am still standing tall and getting tougher after going through them all.

Teman saya tiba kira-kira 5 menit kemudian.

My friend arrived 5 minutes later.

Cerita reuni kami disambung ke postingan yang berikutnya.

Our reunion story is in the next post.

No comments:

Post a Comment