Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, May 5, 2014

Chased By Shadow

“Aku di raport dapat nilai 84” dengan gaya cueknya yang khas itu Dite berucap ketika dia datang bersama adiknya untuk les bahasa Inggris di rumah saya.

“I’ve got 84 in my report card” Dite told me with his cool style when he came with his brother to my house for their English tutoring.

“Bahasa Inggris?” tanya saya untuk meyakinkan bahwa saya tidak salah dengar.

“Your English grade?” asked me to make sure I heard it correctly.

“Ya”

“Yep”

“Bagus” saya spontan memujinya. Gembira dan lega “Kamu dapat berapa?” saya bertanya pada adiknya, Dio.


“Good” I praised him. Happy and relieved “How about you?” I asked his brother, Dio.

Dio yang sedang mengunyah kue menjawab dengan menunjukkan jari-jarinya.

Dio who was eating a cookie answered that by showing his finger.

“Lima??” saya melotot kaget.

“Five??” I couldn’t blink my eyes out of my surpriseness.

Hmmphh… Dio menggeleng-gelengkan kepalanya dan sekali lagi menunjukkan jari-jarinya. Tapi karena sangat cepat dan karena sebelah tangannya sedang memegang kue, saya tidak menangkap dengan jelas. Kok lima jari tapi juga empat jari??

Hmmphh… Dio shook his head and once again showing his fingers. But since he did that so fast and with one hand holding a cooking making me unable to see it clearly. Five fingers but then four fingers??

“Lima puluh empat??!!” hati saya mencelos. Duh, kok bisa jeblok gitu nilai kamu, yo, keluh saya dalam hati, segitu susahnya itu soal atau saya yang tidak mengajarnya dengan benar? Saya sulit percaya. Dio bukan anak yang bodoh.

“Fifty four??!!” my heart sank. Geez, how could you flunk in English? I quietly sighed. Was the exam hard or I didn’t teach him well? I hardly believed it. Dio is not a slow thinker.

“Ih, bu Keke” Dio menelan potongan kuenya begitu cepat sampai dia hampir tersedak “Sembilan puluh” dia menunjukkan lagi lima dan empat jari “Kan lima ditambah empat hasilnya sembilan”

“No, Ms. Keke” Dio quickly swallowed his last bite of the cookie it almost choked him “Ninety” he showed his five and four fingers “Five and four is nine”

“Sembilan puluh?!” saya berseru keras saking luar biasa kagetnya.

“Ninety?!” I exclaimed loudly. Totally surprised.

“Hebat!” puji saya bersemangat “Tuh, ga percuma kan kita belajar. Bu Keke senang banget!”

“Great!” I complimented excitedly “See, all the hard work is paid of. I am so happy!”

Diam-diam saya juga bersyukur karena seminggu sebelumnya ibu mereka mengadu tentang Dio yang mengatakan banyak soal ulangan bahasa Inggris yang tidak bisa diisinya.

I quietly felt grateful as well because last week their mother told me about Dio who left many of his English exam un-answered.

Sontaklah emaknya jadi senewen ting-ting karena membayangkan nilai Dio bakal jeblok dan sebagai guru lesnya saya merasa ikut bertanggung jawab atas nilai itu.

It definitely made his mother nervous thinking Dio would flunk his grade and being his tutor made me felt responsible for the grade.

Dio ternyata mendapat nilai 76. Masih jauh di atas batas nilai minimum.

Dio got 76. It is way above the minimum grade.

Malamnya saya berpikir-pikir tentang bagaimana senewennya ibu anak-anak itu. Saya tidak menyalahkannya. Kami, orang-orang dewasa, telah berbuat semaksimal mungkin untuk mempersiapkan anak-anak itu untuk ulangan atau ujian tapi kan bukan kami yang mengerjakan ulangan atau ujian itu.

In the evening I thought about how nervous their mother was. I don’t blame her. We, the adults, have done our best to prepare those kids for daily test or exam but it wasn’t us who did that test or exam.

Ketidaktahuan bagaimana anak-anak itu mengerjakan soal-soal ulangan atau ujian, lalu menghadapi jawaban mereka yang singkat atau acuh tak acuh ketika di tanya bagaimana ulangan atau ujian tadi,… bikin orang tua jadi senewen berat.

Not knowing how the kids did their test or exam, facing their short or light answer when asked how was the test or exam,… no wonder it makes parents nervous.

Kecemasan dan ketakutan karena ketidaktahuan adalah seperti dikejar oleh bayangan.

Anxieties and fears of the unknown things is like being chased by shadow.

Saya mengingat pengalaman-pengalaman saya dan mendapati banyak bayangan yang mengejar saya lewat berbagai peristiwa.

I remembered things happened in my life and found many shadows have chased me through so many things.

Tahun 1982 dokter yang merawat saya memanggil ayah saya untuk memberitahunya bahwa mereka sudah melakukan yang terbaik. Dokter itu tidak mengatakan bahwa tidak ada harapan untuk saya bisa melewati malam itu dalam keadaan hidup tapi ayah saya sudah mengerti.

In 1982 the doctor came to tell my father that they have done everything they could. What the doctor didn’t say was I might not able to live that night. My father understood the unsaid words.

Saya tidak bisa membayangkan hancurnya hati orang tua saya pada hari itu. Mereka punya tiga anak. Yang nomor dua meninggal dalam usia dua bulan karena paru-paru basah. Yang bungsu meninggal setahun sebelumnya dalam usia lima tahun. Lalu anak yang tersisa terbaring sekarat di rumah sakit karena demam berdarah, penyakit yang sama yang merenggut anak bungsu mereka.


I can’t imagine how the news broke my parents’s hearts. They had three children. They had lost their second child out of pneumonia. Their youngest passed away a year before when she was just five years old. Now their only child dying in the hospital out of dengue fever, the same disease that took away their youngest child’s life.

Maut adalah bayangan yang paling menakutkan bagi siapa pun.

Death is the scariest shadow for everybody.

Tapi malam itu juga, ketika bayangan maut sangat kuat, demam saya turun. Dua hari kemudian saya sudah bisa turun dari tempat tidur dan berjalan hilir mudik seakan saya tidak pernah sakit. Beberapa hari kemudian saya diperbolehkan pulang karena sembuh total.

But on that fateful night, when death overshadowed me so strongly, the fever ceased. Two days later I could get out of my bed and walked around as if I never got sick. Few days after that I left home as I was completely healed.

Cuma ya, jangan dikira kehidupan sesudah itu lantas jadi bertabur bunga.

Don't assume life after that was then filled with flower.

Saya membuat orang tua cemas dengan berbagai hal mulai dari nilai-nilai saya di sekolah, lalu tahun 2001 saya harus dua kali menjalani operasi dan yang paling baru terjadi April tahun lalu ketika dokter memberi diagnosa demikian menakutkan.

I made my parents worried over things from my grades when I was in school, in 2001 I had to have surgery twice and the newest happened in April the previous year when doctor gave me terrifying prognosis.

Keberanian dan ketabahan saya hilang pada detik itu juga.

I lost courage and strength at that very second.

Bagaimana ini bisa terjadi? Saya telah berkali-kali selamat melewati berbagai macam masalah, tantangan dan bahkan maut.. lalu sebelum semua harapan, cita-cita dan impian saya terwujud.. apa sekarang kehidupan saya akan terhenti?

How could this possibly happen? I have gone through many kind of trouble, challenges and even death.. and before all of my hope, wish and dream come true.. would my life be over now?

Saya telah membayangkan yang terburuk.

I have imagined the worst.

Ada saat-saat dimana bayangan itu kelihatan lebih besar, lebih hitam dan lebih mengerikan dari aslinya.

There are times when the shadow appears to be bigger, darker and scarier than it real form.

Lihat saja bagaimana bayangan kita di pagi hari, tengah hari dan setelah tengah hari. Kadang terlihat kecil, memendek atau memanjang. Diri kita kan tidak berubah wujud jadi kecil, memendek atau memanjang.


Just take a look at our shadow in the morning, at noon and afternoon. It looks different. It appears small, shorter or longer. It is only the shadow because our physical form doesn’t change, right?

Kehidupan sehari-hari juga seperti itu. Kerap menakut-nakuti kita dengan hal-hal yang sebetulnya tidak demikian menakutkan atau malah sama sekali tidak ada yang perlu ditakutkan.

So it goes the same with life. Scares the hell out of us with things that actually not that scarry or may even not scarry at all.

Nah, beberapa minggu lalu saya sempat hampir bentrok dengan seseorang karena dia melakukan hal yang membuat saya kesal dan tersinggung.

So, few weeks ago I was nearly had a clash with somebody because she did things that upset and offend me.

Dia sangat takut dan khawatir akan dipersalahkan karena seorang muridnya senang menghabiskan waktu di ruang kerja saya.


She was so scared and worried to be blamed because one of her student likes to spend his time in my room.

Saya katakan padanya bahwa saya tidak keberatan anak itu berada diruangan saya karena dia sama sekali tidak mengganggu. Dia tidak berisik. Dia tidak kasak kusuk. Dia tidak membuka-buka lemari atau mengutak-atik benda-benda diruangan saya. Dia tahu diri. Dia selalu minta ijin ke saya kalau ingin memakai, meminjam atau meminta sesuatu. Dia juga sopan. Dia menegur dan menyalami orang-orang atau senior-senior saya yang datang ke ruangan saya.

I told her that I don’t mind having the kid in my room because he is not a nuisance. He is not noisy. He is not wondering around the room. He doesn’t open or messed my stuff. He behaves. He asks for my permission if he wants to use, borrow or needs something. He greets and shake hands with people or my seniors who came to my room.

Saya tidak mendengar ada omongan jelek tentang kehadiran anak itu diruangan saya. Tidak ada keluhan. Tidak ada yang pasang muka asam ketika melihat anak itu berada diruangan saya.

I heard no complaint about the kid spending his time in my room. No one put sour face when he/she sees him in the room.

Seorang mantan senior saya malah sekali pernah mengatakan bahwa lebih baik anak ini berada diruangan saya sehingga dia lebih mudah diawasi dan tentunya lebih mudah ditemukan kalau sedang di cari dibandingkan kalau dia berkeliaran entah kemana.

One of my former senior even said it is better for the kid to be in my room as it is easier to watch him and makes him easier to be found when somebody is looking for him than if he is wandering out there.

Jadi saya kurang bisa mengerti apa sebetulnya yang perlu dikhawatirkan atau bahkan ditakutkan oleh orang itu.

So I don’t get it what really should be concerned or scared by that person.

Kami akhirnya membuat beberapa kesepakatan sebagai jalan tengahnya.

Finally we came up with some sort of a deal.

Kesepakatan kami adalah anak itu tidak boleh lagi berlama-lama diruangan saya. Tapi diam-diam saya beritahu dia untuk datang lebih pagi karena setiap hari Minggu saya sudah berada di kantor dari jam 6.30 pagi. Karena jam 8 pagi dia tidak boleh lagi berada diruangan saya maka sebaiknya dia datang lebih awal supaya dia punya waktu lebih lama untuk bermain game online memakai wifi diruangan saya atau untuk mendownload game di telpon selularnya.

The deal is the kid should not spend hours in my room. However, I quietly told the kid to come early because every Sunday I have arrived in the office since 6.30 am. Since he can’t stay in my room after 8 am, he better come early so he can have more time to play online games using wifi internet in my room or to download games to his cellphone.

Sebagai akibat dari kekhawatiran dan ketakutan bahwa anak ini dengan seenaknya mengambili makanan atau minuman, (yang tidak pernah dilakukannya) saya dan anak itu sekarang main sembunyi-sembunyi kalau ingin berbagi makanan atau minuman.

The concern and fear that the kid would take any beverages (which he never did nor does), the kid and I now are hiding any food or drink that we want to share with each other.

Seminggu lalu saya menyisihkan burger untuk dia. Saya masukkan dalam kantong plastik hitam dan ketika berpapasan dengannya saya memberinya kode meminta dia mampir ke ruangan saya sebelum dia pulang.


Last week I spared a burger for him. I put it in black plastic container and when I passed him, I gestured him to stop by at my room before he went home.

Dia datang, saya kasih kantong plastik berisi burger itu, dia mengintip isi kantong plastik itu dan sambil nyengir dia berkata ‘ok, nanti aja di angkot’. Kami bertatapan dan saling bertukar senyum penuh arti.

He came, I gave him the burger in the plastic container, he peeked into the plastic container and as he grinned he said ‘ok, later in the ride’. We stared at each other and smiled.

Itulah hasil dari kecemasan dan ketakutan seseorang.

That is the outcome of somebody’s worry and fear.

Anak itu mungkin dulunya badung. Tapi sikapnya selama beberapa bulan ini menunjukkan dia seorang yang sopan dan tidak menyusahkan orang.

The kid probably was a troublesome. But in the past few months he is polite and brings no trouble to anyone.

Kami berteman. Dan saya menyukainya. Dia anak yang periang, penuh percaya diri, lucu, lincah, cerdas, tulus dan betul-betul laki tapi bukan berandalan, dia juga murah hati. Coklat sepotong kecil dan sirop segelas pun dia mau bagi dengan saya.

We make friends. And I really like him. He is cheerful, full of confident, excited, smart, sincere and really a male but not a trouble maker, he is also kind hearted. He shared me his small piece of chocolate and a glass of syrup.

Kami bisa mengobrol dari hal konyol sampai ke hal serius. Bicara dengannya tidak seperti bicara pada seorang anak berusia 13 tahun. Dan karenanya saya tidak memperlakukannya sebagai anak kecil. Ini membuatnya merasa diterima dan dihargai, sikapnya pada saya menyatakan bahwa dia menyukai hal itu dan menghargainya.

We can talk about anything from goofy stuff to serious things. Talking to him doesn’t feel like facing a 13 year old kid. And I don’t treat him like a kid. This makes him feel accepted and appreciated, his behavior to me shows how he likes and appreciates it.

Saya tidak mau persahabatan kami rusak karena kekhawatiran dan ketakutan segelintir orang.

I don’t want our friendship ruined by few people’s anxieties and fear.

Jangan biarkan bayangan yang menakutkan itu merusak atau merampas kebahagiaan atau  kedamaian kita, jangan biarkan dia merusakkan hubungan baik yang kita miliki dengan orang-orang disekitar kita.

Don’t let that scarry shadow ruin or take away our happiness or peace, don’t let it ruin our good relationship with the people around us.

Jangan biarkan dia menguasai kehidupan kita karena dia toh cuma bayangan. Dia tidak nyata.

Don’t let it controls our lives because after all, it is just shadow, it is not a real thing.

No comments:

Post a Comment