Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Saturday, February 28, 2015

What Did You Say?

“Gimana si Dessy? Sudah baikan?”


“How is Dessy now? Doing better?”

Pertanyaan itu memborbardir saya beberapa saat setelah saya sampai di kantor.

I was bombarded by that question shortly after I got in the office.

“Emangnya si Desi kenapa?” tanya saya, heran dan cemas, pertanyaan itu disertai dengan nada prihatin.

“What is it with her?” I asked, wandering and worrying, sensing the concerned tone in people’s voices when they asked that question.

Rupanya sehari sebelumnya teman saya itu mendadak muntah-muntah. Saya tidak mengetahuinya karena hari itu adalah hari libur saya dan tidak seorang pun yang memberitahu saya.

It turned out that she vomited on the previous day. I didn’t know about it as it happened on my day off and no one told me either.

Nada suara senior-senior saya ketika menelpon saya dan menanyakan bagaimana keadaannya membuat saya berpikir sakitnya pasti amat sangat serius.

The tone in my seniors’ voices when they called me and asked how she was doing made me thought it must be a very serious illness.

Tapi setelah mendengar keterangan dari teman saya tentang sakitnya itu, saya tahu itu disebabkan oleh asam lambung yang tinggi. Dan karena dia tidak punya sakit maag maka lebih mudah untuk menyembuhkan serta memulihkannya.

But after heard her description about the symptoms, I knew it was caused by the high level of her gastric fluid. And since she has no gastric problem, it was easier for it to heal and recover.

Cuma kata-kata sederhananya ketika di dengar oleh orang-orang yang punya kecenderungan cepat senewen, telah menciptakan kepanikan tingkat dewa.. hehe..

The thing is her simple words when heard by people who have strong tendency to easily get nervous, have successfully created high degree of panic… lol.

*  *  *  *  *

“Eh Ke, saya dengar kamu sudah punya calon sekarang?” tanya seorang senior saya.

“Keke, I heard you have a husband in waiting now?” asked one of my senior.

Ha? Saya mengerutkan kening, untung pertanyaan itu diajukan lewat telpon sehingga ekspresi muka saya tidak terlihat, … jadi setelah membicarakan pekerjaan, topik pembicaraan beralih ke persekutuan pemuda yang tidak lagi diketuai oleh saya.

Huh? I raised my eyebrows, good thing the question was asked through phone call so she didn’t see the change on my face, … so after we talked about work, topic of our conversation changed to the youth fellowship which no longer led by me.

Dooh, apa hubungannya tidak lagi mimpin persekutuan pemuda dengan calon?

Umm, what is the thing of not leading the youth fellowship got to do with a husband in waiting?

“Saya dengar dari … (seorang teman saya) katanya kamu sudah punya calon dan calonmu itu keberatan kamu mimpin persekutuan pemuda”


“I heard from … (a friend of mine) that you now have a husband in waiting and he minded you to lead the youth fellowship”

Ahhh… mulai mengertilah saya sedikit.

Ahhh… I started to get it.

Tapi hal ini bikin saya mendongkol.

But this upset me quite a bit.

Soalnya ketika saya memberitahu teman saya itu tentang pengunduran diri saya sebagai ketua persekutuan pemuda, saya tidak mengatakan apa pun tentang Andre sebagai calon suami saya… yee begimane, bray.. kan saya cuma bilang ‘pacar gue keberatan kalau jatah waktu saya buat dia di hari Sabtu berkurang karena saya ikut persekutuan pemuda di kantor’.

It is because when I told that friend about my resignation from my post as leader of youth fellowship, I said nothing about Andre as my future husband… dude, what the hell.. I only said ‘my boyfriend objects because I cut my Saturday time for him when I joined that fellowship’.

“Calon suami” Andre ngakak setelah mendengar cerita saya “Bagus.. bagus banget”

“Husband in waiting” Andre bursted out his laugh after I told him about it “Nice.. very nice”

Dasar oncom.. saya cemberut.

Jackass.. I frowned.

“Coba lihat muka kamu itu” dia berdecak “Apa ada yang salah kalau orang menyebut saya sebagai calon suami kamu?”

“Just look at your face” he clicked his tongue “What is so wrong if people call me your husband in waiting?”

Tentu saja tidak ada yang salah.. kalau orientasi saya adalah untuk menikah. Tapi saya tidak terobsesi dengan hal tersebut. Saya merasa lebih nyaman dengan hubungan tanpa ikatan. Mungkin hubungan kami tidak akan berjalan sampai selama ini kalau kami menikah.

Nothing is wrong.. if I am a marriage oriented person. But the thing is I am not obsessed with it. I feel much comfortable to have a bondless relationship. Maybe our relationship wouldn’t last this long if we were married.

Ah, masa bodohlah.. buat apa repot-repot menerangkan ke semua orang. Mau ngomong sampai bibir jadi dower pun belum tentu orang bisa mengerti dan bisa menerima pandangan saya itu.

Heck, the hell with it.. why should I bother explaining this to everybody. I could talk from dawn to dusk but would they understand and can accept my perception?

*  *  *  *  *

“Bu Keke, kata Melissa, kita nanti mau di kasih puzzle sama bu Keke” kata-kata Nia, seorang murid les saya membuat saya memutar otak.

“Miss Keke, Melissa said you will give us puzzles?” Nia’s words made me pressed my memory. Nia is one of my tutoring student.

Mmm.. kayaknya saya ga ngomong gitu deh ke Melissa..

Umm.. I think that was not what I told Melissa.

Beberapa hari sebelumnya setelah selesai les, Melissa mengajak saya bermain kartu. Saat itulah saya teringat pada puzzle-puzzle saya dan saya bertanya pada Melissa apa dia pernah bermain puzzle.


Few days earlier after the tutoring, Melissa asked me to play some card games. That was when I remembered my puzzles and I asked her if she has ever played puzzle.

Dia mengatakan pernah tapi tidak pernah dibelikan puzzle oleh orang tuanya. Jadi saya menjanjikannya untuk bermain dengan puzzle saya di waktu les kami yang berikutnya.

She said she had but her parents never give her any puzzles. So I promised her to play with my puzzle in our next tutoring.

Entah bagaimana caranya kok bisa jadi pengertiannya berubah menjadi ‘Bu Keke akan kasih puzzle ke kita’.. hehe..

I have no idea how it could be switched to ‘Miss Keke is going to give us puzzle’.. hehe..

Sambil tersenyum menahan tawa, saya menerangkan sekaligus meluruskan pengertian yang melenceng ini bahwa mereka bisa bermain dengan puzzle saya setelah les dan bukannya saya memberikan hadiah puzzle ke mereka.


I smiled and hid my laugh as I explained and straight things up that they can play with my puzzles and not me giving them puzzle as gift.

Yah, harap maklumlah kalau ada tulalit.. namanya juga anak-anak.

Well, I can understand the misunderstanding.. you know kids..

*  *  *  *  *

“Coy, elu kenapa?” saya bertanya ketika melihat muka teman saya kelihatan murung.

“Hey, what’s wrong with you?” I asked when I saw my friend’s face looked gloomy.

Dengan muka tampak sedih, bingung dan tertekan, dia bercerita tentang percakapan seorang senior lewat telpon padanya.

With sadness, confusion and deeply troubled look on her face, she told me about a senior’s phone conversation with her.

Saya mengerutkan kening ketika dia mengulangi perkataan senior itu.

I raised my eyebrows when she repeated what the senior spoke to her.

Teman saya tidak bertujuan untuk menjelekkan siapa pun. Dia tidak minta saya untuk berpihak pada siapa pun.

My friend has no intention to degrade anyone. Nor did she ask me to take her side.

Dia tertekan dan dia harus membagikan beban dihatinya kepada orang yang dia percaya. Dan selama hampir setahun dia menjalani masa prakteknya di kantor saya, kami berdua berteman dekat. Kami saling mempercayai.

She was depressed and she had to give some of the burden in heart to somebody whom she trust. And for nearly a year she has her internship in my office, we have become close friends. We trust each other.

Saya menarik napas panjang selama dan setelah mendengar curahan hatinya.

I took deep breaths during and after heard her story.

Tidak bisa dipungkiri kenyataan bahwa ada konflik di antara senior-senior saya. Konflik yang sudah berjalan lama.

It is undeniable there is a conflict between my seniors. Conflict that has there for quite a long time.

Semakin lama, konflik itu semakin menajam dan seperti seekor naga dengan ekor api, ujung ekor itu menyambar dan melukai orang-orang lain yang sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan konflik tersebut.

As time passed, the conflict has become sharper and like a dragon with fire tail, the tip of that tail has got to and hurt other people who actually have nothing to do with the conflict.

Orang-orang yang sebetulnya tidak seharusnya ikut dilibatkan dalam konflik ini.

People who should not be involved in the conflict.

Teman saya, misalnya, dia hanyalah mahasiswa praktek. Ketika dia akhirnya terjebak dalam api konflik itu, terseret dalam masalah internal kantor dan buruknya lagi adalah, dia terkena banyak hal tidak menyenangkan sebagai efek samping dari mereka yang saling berseteru itu, .. semua adalah sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.

My friend, for example, she is just an intern. When she finally caught in the middle of the fire out of that conflict, dragged into the office internal problem and worst is, she got many unpleasant stuff of the impact of those who are against each other, .. things that should never happen.

Ketika saya menginap di kantor, kami berdua mendiskusikannya. Membahasnya demikian lama sampai kami baru tidur jam 4 subuh!

When I stayed over in the office, the two of us talked about it. Had a long discussion that we went to bed at 4 am!

Kami prihatin, sedih, bingung, kesal dan sangat terganggu dengan adanya konflik ini.

We are concerned, sad, confuse, upset and deeply troubled with this conflict.

Tapi satu hal yang selalu kami pertanyakan adalah ‘tidak adakah yang ingat pada segala perkataan Tuhan? Bukankah perkataan Tuhan bisa didapati dengan mudah dalam alkitab?’

But one question that we have always asked is 'Isn't there anyone who remember what God said? Isn't God's word can be easily found in the bible?'

Kehidupan tidak akan pernah bisa lepas dari tantangan, kesulitan dan perseteruan dengan orang-orang disekitar kita.. tapi kalau kita menghadapinya dengan seratus persen memakai otak logika manusia kita, memakai pengertian yang serba terbatas dan tidak sempurna ini.. bukannya menyelesaikan masalah tapi meruncingkan masalah dan malah bisa menambahkan masalah.

Life can never be free of challenges, hardship and troubles with the people around us.. but if we deal with them using our one hundred percent human’s logic, using our limited and imperfect understanding.. we don’t solve the problem, we sharpen it and may even adding more problem.

Kemanakah kata-kataMu, Tuhan?

Where are your words, God?

Kami sering mendengarnya, rutin membacanya, dapat mengucapkannya dengan fasih.. tapi ketika masalah muncul, kata-kataMu tidak lagi punya arti..

Firman (kata-kata) Tuhan adalah lampu yang menerangi jalanku

We heard them regularly, frequently read them, speak them well.. but when problems occur, your words have meaning..

No comments:

Post a Comment