Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Friday, February 13, 2015

Idol

Kita selalu mencari dan membutuhkan seseorang atau beberapa orang untuk dikagumi dan di puja.

We always seek and need for someone or people to admire and to worship.

Semasa kanak-kanak, orang tua menjadi pusat perhatian dan kekaguman kita.


As a child, parents were our main attention and admiration.

Dengan bertambahnya umur, kekaguman kita beralih pada orang-orang lain; mungkin pada guru, pelatih, teman, paman, atasan, rekan kerja atau tokoh-tokoh publik.

The older we are, our admiration switch to other people; either to teacher, coach, friend, uncle, senior, colleague or public figures.

Semasa sekolah saya mengagumi seorang guru, lalu beralih pada seorang pembimbing pramuka, kemudian pada teman sekelas, berpindah pada bintang film dan kemudian pada penyanyi.

During my school years I admired a teacher, later switched to a boy scouts chief, to a classmate, to movie stars and singers.

Kalau dipikir-pikir sekarang, kelihatan konyol, lucu, aneh dan agak kurang masuk akal kok ya saya bisa sampai terkagum-kagum berat pada orang-orang itu.


When I think it now, it looks silly, funny, odd and a bit not make sense that once in a lifetime I had huge admiration for those people.

Apalagi kalau kekaguman itu sampai membuat saya sampai bela-belain pergi jauh-jauh cuma demi untuk melihat tokoh pujaan saya atau membuta-tulikan diri pada fakta bahwa tokoh yang saya kagumi itu sebetulnya hanya manusia biasa yang kebetulan memiliki hal-hal tertentu yang membuatnya jadi menonjol.

Dirk Benedict, Jakarta, sometime in early 1990s
Especially when that admiration made me insistently went all the long way just to see my idol or I turned myself totally ignorant toward the fact that my idol was just an ordinary person who happened to have certain things that made him shone.

Tapi memuja atau mengagumi seseorang adalah bagian dari proses pendewasaan.

The thing is, this admiration or worshipping somebody is part the process of maturing.

Ketika kepribadian dan kedewasaan seseorang berkembang, tokoh idolanya pun akan berubah mengikuti tingkat kepribadian dan kedewasaan itu. Contoh, seorang balita mengagumi orang tuanya, begitu dia masuk sekolah kekagumannya berganti pada guru-gurunya, sebagai remaja dia mengagumi tokoh tertentu dibidang politik atau entertainment, sebagai seorang dewasa muda di usia 20an dia mengagumi pacarnya atau atasannya dikantor.. begitu seterusnya akan selalu berubah..

As one’s personality and maturity develop, he or she will have different idol because that it goes according to the level of his or her personality and maturity. For example, a toddler admires his/her parents, once he/she enrolls in school the admiration switch to the teacher, as teenager he/she admires some public figure in politics or entertainment field, in his/her 20s the object of admiration may go to his/her superior in the office.. and so it keeps changing..

Apakah seorang dewasa tidak lagi memiliki tokoh idola?. Tetap ada. Tapi kekaguman itu tidak lagi seperti dulu ketika masih remaja atau semasa muda, mengagumi seseorang karena fisik atau suaranya yang menarik. Karena ketika usia seseorang tidak lagi muda, penilaiannya pada orang lain lebih ditekankan pada kualitas karakternya.

Do adults no longer have any idol?. Sure they have. But it is different with the one they had as teenagers or in their youth years, when they adored somebody for having appealing physic or voice. Because when one is no longer young, his/her value on others is based on quality of the characters.

Semasa remaja, saya terkagum-kagum pada aktor Charlie Sheen. Alasannya? Dia tampan. Titik. Tidak ada alasan lain. Bertahun-tahun kemudian saya baru tahu kalau tokoh pujaan saya saat remaja ternyata adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang kurang baik.


As a teen I was crazy about Charlie Sheen. The reason? He was cute. That was it. No other reason. Years later I discovered that my teen idol was somebody who didn’t have good character.

Memasuki usia 30an, saya mengagumi Ibu Teresa yang sama sekali tidak mengesankan secara fisik tapi memiliki kualitas karakter yang luar biasa dan hal itu membuat beliau menghasilkan hasil karya yang luar biasa. Itu juga yang membuat saya tetap mengagumi beliau sampai sekarang.


In my 30s I admired Mother Teresa who was not physically impressive but she had extra-ordinary value of character and it made her did an amazing work. It is also what makes me still admire her.

Dalam kehidupan sehari-hari, saya juga memiliki orang-orang yang saya kagumi. Jumlahnya sedikit. Hanya satu atau paling banyak dua orang. Hal ini karena setelah saya memiliki kepribadian yang kokoh, saya tidak lagi memerlukan banyak orang untuk dikagumi atau diidolakan.

I have people whom I admire on daily basis. It is just a few. Just one or two people at max. This is because I no longer need to have many people to admire or to idolize when my character has become solid.

Hampir empat tahun ini ada seseorang yang saya kagumi. Walau pun beliau tidak sempurna dan beberapa kali hubungan kami berdua mengalami ketegangan tapi kekaguman saya padanya tidak pernah berubah.

I have someone whom I admire for nearly four years. Though he has his flaws and our relationship has had its down but it has never changed my admiration for him.

Tapi belakangan ini saya menyadari bahwa kekaguman seringkali hanya berjalan satu arah. Saya mengagumi beliau dan itu membuat saya membagikan hal-hal yang pada orang lain saya rahasiakan. Namun itu tidak berjalan timbal balik.

But lately I realize admiration mostly goes one way. So I admire him and it made me shared him things that I keep confidential to other people. But that doesn’t go the way around.

Hal ini menjadikan saya berpikir dan berkesimpulan bahwa saya tidak lagi memerlukan idola. Hal-hal yang ada dalam diri beliau adalah hal-hal baik yang lebih tepat untuk saya jadikan contoh yang bisa ditiru.

This made me think and concluded that I no longer need an idol. The things he has in him are good things which are more proper to be made as good example.

Demikianlah saya tidak lagi menjadikan beliau sebagai idola. Saya tetap menghormatinya. Tapi hanya itu.


So I no longer made him as an idol. I still respect him though. But that’s it.

Ada orang-orang yang memang sangat ingin dikagumi, dipuja, dipuji dan dihormati tapi ada juga mereka yang hanya menjadi dirinya sendiri dan ternyata dalam dirinya terdapat hal-hal baik yang membuat orang mengagumi mereka.

There are people who desperately wanted to be admired, worshipped, praised and respected but there are those who just simply be themselves and the good stuff in them have made people admire them.

Itu sebabnya mereka tidak terlalu merespon kekaguman orang terhadap diri mereka. Mereka toh hanya menjadi diri sendiri, tidak ada yang perlu dikagumi, mungkin itu yang mereka pikirkan.

It is why they are a little unresponsive toward people’s admiration on them. They simply just became themselves, there’s nothing to be admired, maybe that’s what they thought.

Mengagumi seseorang adalah hal yang wajar. Asal jangan dilakukan dengan membabi-buta karena kekaguman yang tidak disertai akal sehat bisa merugikan untuk diri sendiri. Misalnya, fans yang ikut-ikutan bunuh diri karena artis pujaannya mati bunuh diri. Atau melihat tokoh pujaan merokok atau memiliki pola hidup tertentu yang lalu ditiru saja semuanya oleh orang-orang yang mengaguminya.

It is normal to admire someone. As long as it is not blind admiration because that kind of unlogical admiration can turn back fire. For example, fans who committed suicide following the death of their idol out of suicide. Or just copying the idol’s habit of smoking or his/her way of life.

Kita harus ingat bahwa orang-orang yang kita kagumi atau idolakan adalah manusia biasa yang tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan, memiliki harapan dan kekecewaan, mendapatkan kebahagiaan dan juga ketidakbahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Sama seperti kita.

Keep in our minds that the people we admire or idolize are those who have flaws, have hopes and disappointment, get happiness and unhappiness in their lives. Just like any of us.

Karena itu bijaksanalah ketika mengagumi atau mengidolakan seseorang.

So be wise when admiring or idolizing someone.

No comments:

Post a Comment