Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, February 16, 2015

Three Little Birds

Sebulan yang lalu, saya dan teman saya pergi untuk membeli sesuatu. Sore itu hujan belum lama berhenti setelah turun hampir seharian.

A month ago, me and my friend went out to buy some things. That evening rain was just stopped that evening after pouring down for nearly the whole day.

“Hujan lagi ga ya?” saya merenungi langit. Ini Bogor dan ini sedang musim hujan “Bawa payung ga ya?” gumam saya pada diri sendiri.

“Will it rain again?” I stared the sky. This is Bogor and it is rainy season “Should I bring the umbrella or not?” I whispered to myself.

“Ga akan hujan” kata teman saya “Percaya deh”

“It won’t rain” said my friend “Have faith”

Kami sudah berada di depan pagar ketika saya berhenti dan berlari masuk.

We were infront of the fence when I stopped and ran back in.

Teman saya bengong. Tapi beberapa detik kemudian dia tertawa, menertawakan saya..

My friend gave me blank look. But few seconds later she laughed, laughed it out loud at me..

Karena saya kembali dengan membawa payung.


Because I returned with an umbrella.

“Wah, kemana imannya?” dia tergelak-gelak.

“Where’s your faith?” she laughed hard.

Saya cuma nyengir. Malu. Lebih malu lagi karena sampai kami kembali, hujan memang tidak berhenti sekali pun beberapa kali kami mendengar suara guruh, melihat petir dan merasakan angin dingin pertanda hujan bisa turun kapan saja.

I just grinned. Embarrassed. Got more embarrassed because after we returned, it didn’t rain though we heard lots of thunders, saw lightning and felt cold wind which were all the sign that rain could fall down at any time.

Saya berdalih lebih membawa payung untuk berjaga-jaga. Tapi kalau mau jujur, sebetulnya saya harus mengakui dia benar, rasa khawatir saya lebih besar dari pada iman saya.

I made excuses that I brought the umbrella just incase it rained. But the truth is I had to admit she was right, my worry was bigger than my faith.

Dan saya iri melihat dia berjalan dengan hati ringan. Tanpa khawatir akan hujan atau cuaca sementara saya berkali-kali melihat langit yang masih menyisakan mendung, menahan napas setiap kali mendengar suara guruh dan angin dingin yang berhembus bikin saya ingin cepat-cepat pulang, takut hujan turun lagi.


And I envied her when I saw her walking with no trouble. No worrying about rain or the weather while I looked up to the cloudy sky, holding my breath when I heard the sound of thunders and the breezing cold wind that made me just wanted hurriedly get back, feared it would rain again.

Dia menganggap saya paranoid… yah, ada benarnya juga.

She thinks I am being paranoid.. yeah, she got a point.

Saya mencemaskan banyak hal. Kadang kecemasan itu lebih besar dari perkaranya.

I worry about many things. Sometimes it was bigger than the cause.

Apakah hanya saya saja yang begitu? Ah, belum lama ini saya bertemu dengan orang yang paranoidnya melebihi saya dan asal tahu saja, orang ini laki-laki dan jauh lebih muda dari saya.

Am I the only one in this thing? Ah, recently I met somebody who is more paranoid than me and fyi, this person is a male and much younger than me.

Ketika saya dan teman saya itu pergi mengunjungi museum alkitab di Jakarta, seorang temannya ikut dengan kami. Tapi proses keikutsertaan teman lelakinya ini adalah seperti berikut; pagi-pagi teman saya pergi menjemputnya ke terminal angkot dan pulangnya dia harus mengantarkannya lagi ke terminal.


When me and that friend visited bible museum in Jakarta, her friend came with us. But the process of him joining us was like this; in the morning my friend had to pick him from angkot terminal and she had to take him back to the terminal after we got back in Bogor.

Kenapa dia harus di jemput dan di antar seperti itu?... Wakakak.. saya tertawa antara lucu dan juga tidak percaya ketika teman saya mengatakan teman lelakinya itu takut hilang..

What made him had to be picked up from and accompanied to the terminal?... Lol.. I laughed for found it so funny and also disbelief when my friend said he was afraid he would get lost..

Bukan takut hilang dalam artian takut kesasar. Ini takut hilang.. saya geleng-geleng kepala tidak percaya. Seorang lelaki, anak muda dan bertampang sangar bisa segan jalan kemana-mana karena takut dirinya akan hilang.. lha, kan dia bukan anak umur lima tahun yang gampang diculik..

Not afraid of being lost. This is about fear of being disappear.. I just shook my head in disbelief. A man, a young man and whose looks is intimidating just don’t feel secure to go anywhere for fearing he would disappear.. gosh, it is not like he were a five year old kid who easily be abducted..

Dan karena hal itu saya meledek dengan memanggilnya Michelle (namanya Michael).

And for that I teased him by calling him Michelle (his name is Michael).

* * * * *

Lalu apa hubungannya dua cerita di atas itu dengan tiga ekor burung kecil yang saya jadikan judul postingan ini?


So what the above two stories have thing to do with three little bird that I put as this post’s title?

Karena suatu pagi saya melihat suatu pemandangan yang luar biasa. Seekor burung gereja melompat-lompat dengan tenangnya dengan jarak hanya satu langkah dari hidung anjing saya, Doggie, yang berbaring tanpa merasa terganggu dengan kehadiran mahluk yang berbeda spesies dengannya itu.

Because one morning I saw this spectacular view. A sparrow jumped fearlessly just a foot away from my dog’s, Doggie, nose, who just lied down undistracted by the presence of another species.

Ayah saya mengatakan hal itu sudah biasa. Kadang yang datang malah serombongan burung gereja dan Doggie tidak pernah mengganggu mereka.

My father said it is not a new thing. Sometimes a bunch of sparrows came down and Doggie let them alone.

Lalu saya kebetulan mendengar lagu Bob Marley ‘Three Little Birds’.


And I happened to hear Bob Marley’s song ‘Three Little Birds’.

Saya teringat pada burung-burung gereja itu yang berloncatan di dekat Doggie. Padahal fisik Doggie yang jauh lebih besar seharusnya menimbulkan rasa takut pada burung-burung kecil itu.

I remembered those sparrows that jumped near Doggie when they should be intimidated by him because my dog is bigger than those little birds.

Saya teringat pada ketakutan saya dan kasus Michael.

I remembered of my fear and to Michael’s case.

Penyebab dari ketakutan dan kecemasan kami cuma kelihatannya saja mengerikan. Padahal tidak.

The thing that made us worried and afraid were actually only appeared to be so scary. They were actually not scary.

Kehidupan tidak akan pernah berhenti menyodorkan hal-hal yang terlihat dan terasa menakutkan, mencemaskan dan mengerikan sehingga rasanya tidak ada satu hari terlewat tanpa disertai oleh rasa cemas dan takut, bahkan banyak di antara kita yang akhirnya menjadi paranoid, sementara yang lain seperti menjadi pecandu kecemasan karena segala hal dicemaskan..

Life never stops giving us things that look scary, troubling and terrifying that it seems there is not a day passed without us worrying or fearing for something, it even eventually making many of us paranoid, while others became sort of junkie to worry as they worry about everything..

Saya mengatasinya dengan menyederhanakan pikiran.

I deal with it by simplifies my mind.

Kehidupan tidak sempurna. Tidak juga mudah. Tidak selalu nyaman dan aman. Biar pun kita berusaha mati-matian untuk membuatnya sempurna, membuatnya untuk berjalan dengan lancar, nyaman, aman dan mudah tapi tidak akan pernah bisa terjadi seperti yang kita usahakan, inginkan, bayangkan atau rencanakan.

Life is not perfect. Nor it is easy. Not always comfortable and safe. No matter how damn hard we try to make it perfect, to have it go smoothly, comfortably, safely and easy but it can never go as we have tried, wanted, wished or planned.

Sudah hampir 20 tahun saya tinggal di Bogor. Kota ini memang kota hujan. Kalau dipikir-pikir, ngapain juga saya jadi parno sama hujan. Kan saya sudah ribuan kali kehujanan. Pakai payung sebesar apa pun, kalau hujannya disertai dengan angin kencang.. tetap saja bakal basah kuyup. Dan selama ini saya tidak pernah sakit sehabis kena hujan.

I have been living in Bogor for nearly 20 years. It is called rainy town. So logically, why should I being so paranoid about rain. I have been like thousands of times being caught by the rain. Even big umbrella can’t keep anyone from not becoming soaking wet if rain came with big wind. And so far I have never fall ill after caught by rain.

Begitulah cara saya menyederhanakan pikiran.

That is how I simplified my mind.

Belum lama ini payung saya dipinjam oleh seorang teman. Saya baru ingat payung itu belum dikembalikan ketika saya berada dalam perjalanan pulang dari mengajar les. Saat itu sudah lewat jam 6 sore, cuaca mendung dan mulai gerimis.

Not long ago a friend borrowed my umbrella. I was on the way home from tutoring when I remembered she hasn’t returned it. At that time it was passed 6 pm, cloudy and started to drizzle.

Jarak saya dari rumah sudah tidak jauh lagi ketika hujan turun dengan deras. Saya sedang naik ojek saat itu terjadi. Waduhhh… kehujanan juga deh saya..

I was not too far from home when it poured down. I was riding on a motorcycle when it happened. Ohh.. I got caught by the rain..

Saya sudah siap-siap untuk uring-uringan, siap untuk menyalahkan teman saya yang lupa mengembalikan payung dan juga menyalahkan diri sendiri karena lupa meminta kembali payung itu ketika saya teringat kalau saya sedang berusaha untuk menyederhanakan pikiran saya.

I was about to have bad mood, ready to blame my friend for forgot to return my umbrella and to blame myself for forgot to ask her to return it when I remembered I was trying to simplify my mind.

Kalau pun payung itu ada, saya toh tidak bisa memakainya saat naik motor. Jadi buat apa saya uring-uringan karena tidak ada payung?


Even I had the umbrella with me, I certainly couldn’t use it when I was riding on motorcycle. So why should I get so upset for not having it with me?

Karena saya tidak jadi jengkel soal payung, suasana hati saya tetap baik ketika sampai di rumah dan itu hal yang baik kan? Coba kalau saya jadi uring-uringan, orang tua saya yang tidak tahu perkara bisa kena getahnya.

Since I didn’t get upset about the umbrella, my mood was good when I got home and it is a good thing, right? What if I got upset, I might pour out my upsetness on my parents who didn’t know a thing about the umbrella.

Jadi sederhanakanlah pikiranmu. Pikirkanlah yang baik, yang positif. Tidak mudah tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Jadi mulailah membiasakan diri untuk menyederhanakan pikiran.

So simplifies your mind. Think good stuff, positive things. Not easy but doesn’t mean it can’t be done. So start to make simplifying mind as a habit.

Karena pikiran yang terang lebih berguna dari pada pikiran yang ruwet. Burung-burung gereja itu bisa dijadikan contoh.

Because a simple mind is more useful than a complicated one. Take example from those sparrows.

No comments:

Post a Comment