Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, October 2, 2014

Transjakarta Bus, E-Ticket, Teeny Tiny Toilet..

Sekitar dua minggu lalu (21/9) saya pergi ke rumah sahabat saya di Jakarta dan ini lanjutan cerita tentang ha-hal yang saya temui dalam perjalanan, sebagian cerita  dipostingan sebelumnya (‘Jakarta, Here I Come Again’).

About two weeks ago (Sept 21st) I went to my bestfriend’s place in Jakarta and the story about the things I met on that trip continues in this post, I have written some of it in the previous post (‘Jakarta, Here I Come Again’).

Dari Bogor ke Jakarta saya menggunakan kereta api dan dari stasiun Kota perjalanan harus dilanjutkan dengan bis transjakarta ke Cengkareng.


I took the train from Bogor to get to Jakarta dan from Kota train station the trip went on using transjakarta bus to Cengkareng.

Berhubung ini bukan pertama kali saya naik bis transjakarta, dengan langkah-langkah pasti saya menuju loketnya untuk membeli tiket.

Since it was not my first time taking transjakarta bus, I marched confidently to its ticket counter.

Terakhir kali saya naik bis ini sewaktu saya mengunjungi sahabat saya pada bulan Juni dan hanya berselang dua bulan terjadi perubahan pada sistem tiketnya.

The last time I took this bus is when I visited my bestfriend in June and in just two months after that there was the change in ticketing system.

Mulai 11 Agustus tiket yang berlaku adalah e-tiket. Bentuknya bukan lagi lembaran kertas. Sekarang seperti kartu kredit atau kartu ATM. Kartu perdana harganya Rp.40.000. Ada saldo Rp.20.000 dalam e-tiket tsb. Nilai segitu bisa dipakai untuk 5-6 kali perjalanan dengan bis transjakarta. Kalau habis bisa di isi ulang. Isi ulangnya lewat bank.


Starting August 11th, transjakarta ticket changed to e-ticket. It is no longer paper ticket. Its form is similar to credit card or ATM card. It is Rp.40.000. The card has Rp.20.000 in balance of fares that can be used for 5-6 times commuting with transjakarta bus. It is rechargeable.

Yah, tujuannya sih bagus. Supaya jadi lebih praktis.

Yeah, it is for good purpose. To make it practical.

Sayangnya kurang gencar disosialisasikan pada masyarakat. Jangankan saya yang orang Bogor, sore itu saya lihat masih banyak orang Jakarta yang kebingungan ketika datang ke loket dan diberitahu tentang e-tiket tersebut.


Too bad it seems there was less effort on socializing this e-ticket to the public. Let alone me who came from Bogor, that afternoon I saw there were many Jakartans who looked completely puzzled when they came to the counter and were informed about that e-ticket.

Saya lebih suka kalau sistemnya dibuat seperti e-tiket kereta api. Ada abodemen untuk pemakai regular dan ada yang berlaku hanya untuk sekali jalan bagi mereka yang tidak rutin berkendara dengan kereta api.


I prefer to have the system made like the train e-ticket. There is subscription ticket for the regular train commuter and there is one way ticket for the unregular commuter.

Karena menurut saya, apa gunanya saya harus membeli kartu seharga Rp.40.000 dengan isi Rp.20.000 kalau dalam setahun hanya 3 kali saya berkendara dengan bis transjakarta.. jadi yang saya tanya berulang-ulang pada petugasnya adalah apa ada masa berlaku untuk isi Rp.20.000 itu. Apakah saldo akan hangus kalau lama tidak saya pakai.


In my opinion, why should I buy a Rp.40.000 card with Rp.20.000 fares on it if I just take transjakarta bus 3 times a year. So the question I repeatedly asked the officer is ‘there is no validity date for this Rp.20.000 fares, right? The balance will not go unvalid if I don’t use it in a long period of time, right?’.


Jawaban yang saya dapatkan adalah ‘tidak’. Yap, saya akan menguji kebenarannya kalau saya ke Jakarta bulan depan dan dalam selang waktu setiap 3-4 bulan berikutnya.


He said ‘no’. Yep, I am going to see if it is true when I go back to Jakarta next month and in the next 3-4 months after that.

Hal lainnya tentang kartu seharga Rp.40.000 itu..

Another thing about that Rp.40.000 card is…

Untung saja saya selalu membawa uang lebih kalau pergi jauh-jauh. Jadi walau pun kaget ketika di ‘minta’ untuk membeli kartu seharga Rp.40.000, saya tahu uang yang saya bawa mencukupi.

Good thing I always bring more money when I go on long distance trip. So though I was surprised when I was being ‘asked’ to buy that Rp.40.000 card, I knew I had the money.

Namun saya prihatin dan sedih juga melihat beberapa orang tampak kebingungan dan bahkan ada yang kemudian mundur teratur.

But it concerned and pitied me to see some people looked confused and few have even backed off.

Yah, di jaman sekarang ini, 40.000 bukanlah jumlah yang sedikit. Dulu hanya dengan Rp.3.500/orang, bisa membeli tiket bis transjakarta.. sekarang kita harus beli kartu dulu seharga Rp.40.000.

40.000 is not small money in these days. In the past people could commute with transjakarta bus with only Rp.3.500 fares.. now first you have to buy a Rp.40.000 card.

Tidak semua orang membawa uang cash sebesar itu dan tidak semua orang memiliki uang sebanyak itu.

Not everybody brings cash that much and not everybody has that much of money.

Apakah bis transjakarta akan menjadi alat transportasi yang nantinya sulit terjangkau oleh rakyat golongan ekonomi menengah ke bawah?


Would transjakarta bus become a public transportation that is unaffordable for marginal people?

Kalau memang akan dijadikan moda transportasi umum yang setengah elit, kenapa saya lihat kondisi bis-bisnya masih banyak yang buluk? Saya perhatikan kondisi dan bentuk bis yang melewati daerah pusat kota lebih baik dan penampilannya lebih mentereng dari pada yang melayani rute-rute pinggiran.

If it is meant to be a half elite public transportation mode, howcome I saw most of the buses condition are less impressive? I noticed that the condition of the buses that serve central city route are better than those that serve suburbs route.

Lalu toiletnya di terminal Kota yang super mungil, yang lantainya basah dan kotor, tanpa gantungan atau rak untuk meletakkan tas. Saya sudah menceritakan dalam postingan sebelumnya (‘Jakarta, Here I Come Again’) tentang bagaimana saya harus berakrobat saat pipis sambil memanggul ransel besar dan berat karena tidak ada tempat untuk meletakkan ransel itu.

Then there is the teeny tiny toilet at Kota terminal, with its wet and dirty floor, no hanger or shelf to put the bag. I have written in my previous post (‘Jakarta, Here I Come Again’) about how I had to pee while still carried my big and heavy backpack on my back because there was no place I could put that backpack.

Saya tidak tahu apa yang mengelola toilet itu adalah manajemen transjakarta atau tidak, kalau misalnya bukan.. wah, mesti ganti tuh pengelolanya..

I don’t know if the toilet is under transjakarta’s management or not, but if it is not.. dude, you better find a better company to run it..

Tapi kalau pengelolanya adalah manajemen transjakarta.., yow, bro.. dengan sistem tiket baru yang diterapkan oleh mereka dan membuat kita harus bayar kartu perdana seharga Rp.40.000, mudah-mudahan ada banyak perubahan baik mulai dari sekarang

But if it is run by transjakarta management.., yo, bro.. now that you applied new ticketing system which they charge you Rp.40.000 for the card, hopefully there will be many good changes from now on.

No comments:

Post a Comment