Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Sunday, October 5, 2014

The Time I Spent With You

Apa yang paling membahagiakan saya hari Senin pagi (22/9) itu?

What really made me happy that Monday morning? (Sept 22nd)?

Terbangun di antara anak-anak Santi.

To awake in bed with Santi’s children.

Memerlukan waktu sekitar empat jam dan berganti kendaraan empat kali sebelum saya sampai ke rumah Santi. Perjalanan panjang yang amat sangat melelahkan itu rasanya terbayar ketika bertemu dengan Santi dan keluarganya.

It needed four hours and took four public transportation to get me to Santi’s place. A long exhausting trip paid off when I met Santi and her family.

Persahabatan selama hampir dua puluh lima tahun telah menjadikan kami sebagai saudara.

A nearly twenty five years of friendship has turned us like sisters.

Jauhnya jarak tempat tinggal kami membuat pertemuan seperti ini hanya terjadi 3-4 kali dalam setahun. Membuat setiap detik kebersamaan kami menjadi amat sangat berharga.

The far distance between the places where we live has made this reunion can only be made 3-4 times in a year. Making every second of our togetherness, priceless.

Setelah sepanjang sore dan malam di hari Minggu itu dilewatkan dengan mengobrol, bercanda sampai bernyanyi, akhirnya tertidurlah kami. Kelelahan. Tapi juga sangat bahagia.

After spending the afternoon and evening on that Sunday talking, joking up to singing, we all fell to sleep. Exhausted. But very much happy.

Senin pagi.. suara Santi membangunkan Kenzie, suara Klara dan suara film kartun di tv membangunkan saya.


Monday morning.. Santi’s voice waking up Kenzie, Klara’s voice and the cartoon on tv woke me up.

Suara-suara yang tidak saya dengar di rumah. Sambil masih berbaring di tempat tidur, saya mendengarkan dan memperhatikan mereka, mensyukuri rasa bahagia bisa berada di antara mereka.

The voice that I don’t hear at home. Still lying in bed, I listened and watched them, thanking this feeling of happiness to be with them.

“Woii.. bangun!” Santi nyengir “Nih, cobain telor dadar dan sosis buatan gue”

“Hey.. wake up!” Santi grinned “Here, try my sausage omelette”

Kenzie menghampiri saya dengan iPadnya. Main ular tangga yuk, ajaknya.

Kenzie came to me with his iPad. Play snakes and ladders, auntie, he said to me.

Jadi pagi itu sarapan saya cukup unik. Telor dadar sosis dan ular tangga.. hehe..


I had quite a breakfast that morning. Sausage omelette and snakes and ladders.. hehe..

Jam setengah tujuh Santi mengantarkan anak-anak ke sekolah. Setelah mereka pergi, saya tidur lagi dan baru terbangun ketika Santi pulang setengah jam kemudian.


Santi drove the kids to school at half past six. I dozed off after they left and awoke when Santi returned half hour later.


Kami mengobrol panjang pendek tentang berbagai macam hal tapi seperti biasa Santi lebih banyak bicara sementara saya menjadi pendengar yang baik.

We talked about lots of things and as usuall Santi did most of the talking while I was the listener.

Selama 3H/2M begitulah yang terjadi. Secara alamiah, Santi memang lebih bawel dari saya.

So that was the pattern during my stay in those 3D/2N. Well, naturally Santi is chattier than me.

Saya tidak keberatan lebih banyak jadi pendengar karena sepertinya Santi butuh teman yang bisa diceritainya tentang apa saja secara terbuka sementara saya merasa mendapat selingan karena yang bicara pada saya bukanlah orang yang saya temui sehari-hari (orang tua, rekan kerja di kantor, senior-senior, pacar atau teman-teman saya) dan hal-hal yang saya dengar tentunya juga berbeda.

I don’t mind to play the role more as the listener because Santi needed a friend with whom she could openly tell about everything while I felt it like a break from hearing the people I meet on daily basis (my parents, colleagues at work, seniors, boyfriend or my friends) dan the things I heard were surely different as well.

Ditengah-tengah obrolan..

In the middle of our conversation..

“Eh, elu lapar ga?”

“Are you hungry?”

Lapar? San, gue sampe sudah nyemilin kuenya Kenzie nih.. lama-lama habis aja semuanya sama gue.. hehe..

Hungry? Santi, I have been snacking on Kenzie’s cookies.. I would eat them all.. lol..

Kami ngakak berdua.

It made us both laughed.

“Nanti ada tukang ketoprak langganan gue. Ketopraknya enak”


“There is a food vendor of ketoprak that I like to buy. His ketoprak tastes yummy”

Hmm.. dijanjikan ketoprak bikin cacing dan naga di perut saya langsung makin semangat berdansa. Untung saja tidak lama kemudian tukang ketopraknya datang. 


Hmm.. having promised to have ketoprak made the worms and dragons in my stomach danced excitedly. Good thing shortly after that the vendor came.


Makan. Mengobrol. Masak. Menjemput anak-anak. Makan siang. Nonton film. Main game di iPad. Menikmati wifi untuk fesbukan dan bbm. Bergembiralah saya karena bisa sejenak lepas dari rutinitas kehidupan saya di Bogor.

Eating. Talking. Cooking. Picking up the kids from school. Lunch. Watching movie. Playing games on iPad. Enjoying the wifi to check on my facebook and blackberry messages. I was a happy camper to be freed from routinity in Bogor.

Mereka pun sama gembiranya dengan adanya saya di rumah mereka. Terutama anak-anak.

They were just as happy to have me in their house. Especially the kids.

Perkara anak selalu menjadi dilema bagi saya. Memiliki anak berarti harus menikah. Masalahnya adalah, saya enggan menikah. Dan semakin bertambah umur, justru membuat saya semakin kehilangan selera untuk mengikatkan diri dalam komitmen seumur hidup seperti pernikahan. Tapi itu artinya saya tidak akan bisa punya anak kandung karena saya tidak mau memiliki anak diluar nikah.

Having a child has always become a dilemma for me. Having a child means I have to get married. The thing is, I am not into marriage. The older I get, the more I am lost the mood  to make lifetime commitment such as marriage. But it means I shall never have my own biological child because I don’t want to have it out of wedlock.

Jadi yah, saya cukup puas dengan menyayangi murid-murid saya dan anak-anak teman-teman saya.

So well, I will have to make do by loving my students and the children of my friends.

Melihat kesibukan Santi sebagai istri dan ibu saja sudah bikin saya ngos-ngosan. Bagaimana kalau saya harus menjalani peran dan tanggung jawab yang sama? Hidih.. ga deh.. terima kasih banget. Saya sudah cukup bahagia dengan menjadi diri sendiri.

Mom, this is what I think about math, thought Klara (lol)
Seeing all the buzz being a wife and a mother in Santi has already made me ran out of breath. How if I have to play the same role and carrying the same responsibility? Geez.. nah.. thank you very much. I am happy enough to be me.


Saya salut pada mereka yang dapat menjalani peran sebagai istri dan ibu.

I salute those who can play the role as wives and mothers.

Kebersamaan saya dengan Santi beserta keluarganya selalu memberikan banyak kebahagiaan dan juga banyak pelajaran berharga.

The time I spent with Santi and her family have always given me lots of happiness and also many valuable lessons.

No comments:

Post a Comment