Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, October 14, 2013

What a Wonderful World

“Ke, mulai minggu depan, ruangan kamu di kunci selama jam ibadah ya” kata senior saya hari Minggu lalu “Semua ibadah dulu”

“Next week, lock your room during Sunday service, ok, Keke” said my senior last Sunday “We attend the service”

Saya menatap matanya. Mengukur keseriusannya. Menyelidiki air mukanya.

I looked into his eyes. Measured his level of seriousness. Studied his face.

Dan saya mengulum senyum.

And I slightly smiled.

“Kalau itu memang mau bapak” kata saya dalam hati.

“As you wish” I thought inside.

Bila hal ini disampaikan oleh orang lain, saya akan memberikan reaksi yang berbeda.

I would react differently f this was told to me by someone else.

Tapi senior saya yang satu ini berbeda dengan yang lainnya..

But this one particular senior is different with the others..

Beliau adalah satu-satunya orang ditempat ini yang berani membela saya ketika saya terpojok; di saat yang lain membisu karena takut, segan atau karena tidak mau ikut campur.

He is the only person in this place who stood up for me when I was cornered, when others lost their tongues out of fear, hesitation or washed their hands off my case.

Dibalik sikapnya yang santai, lucu dan kerap meledek saya, beliau peduli kepada saya.

Behind his easy going and humorist style and likes to joke me, he cares for me.

Beliau satu-satunya orang yang tetap mempercayai saya bahkan di saat saya berada di posisi seperti seorang pesakitan yang berdiri di depan peleton yang siap menembak mati saya.

He is the only one who remains to have trust in me even at the time when I was in a position as if I were standing infront of a firing squad.

Beliau menerima saya sebagai suatu pribadi utuh.

He accepts me as a whole person.

Nasihatnya dan sarannya bisa diterima oleh akal logika saya karena tidak pernah disertai dengan amarah, intimidasi atau ancaman.

His advice and suggestion can be accepted by my logic because it never involves anger, intimidation nor threat.

Semua itu membuat saya menaruh rasa hormat dan penghargaan setulus-tulusnya serta sebesar-besarnya kepada beliau.

All that make me have huge and sincere respect and appreciation for him.

Saya seorang yang keras kepala dan memiliki kepribadian kokoh.

I am stubborn and strong willed person.

Kepribadian itu membuat mengalah menjadi sesuatu yang saya lakukan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu. Jadi jangan dikira ketika saya mengalah maka saya murni mengalah.

Those kind of characters make me can’t truly give in. When I give in, I do that under some consideration.

Tidak banyak orang yang bisa mengalahkan dan menundukkan kekeraskepalaan saya.

Not many people can bend and knocked out my stubbornness.

Sejauh ini beliau adalah satu dari sedikit orang yang berhasil melakukannya.

So far he is one of the few people who able to do that.

Jadi hari Minggu ini (13/10) saya melakukan seperti yang beliau sampaikan pada saya seminggu sebelumnya.

So this Sunday (Oct 13th) I did exactly as he told me to do in the previous week.

Bukan karena itu adalah keputusan dewan dalam rapat.

It was not because it is something that has been decided by the board on their meeting.

Saya melakukannya karena beliau yang meminta saya untuk melakukannya.

I did it because he asked me.

“Ok” kata saya pada beliau minggu lalu.

“Ok” this was what I told him last week.

Tapi saya tahu bahwa hanya itu yang akan saya lakukan dan patuhi; mengunci pintu ruangan saya.

But I knew it would be the only thing that I would do and obey; lock my room.

Maafkan saya, bapak, karena saya tidak pernah punya selera apalagi keinginan untuk mengikuti ibadah.

Please forgive me, sir, for I never have any interest nor will to attend the service.

Saya mengunci pintu ruangan saya dan kemudian saya pergi.

I locked my room and then I left.

Saya hanya berjalan mengikuti kemana kaki saya melangkah.

I just followed wherever my feet took me.

Pagi itu cerah.

It was a bright morning.

Biasanya pada jam-jam segitu saya terkurung dalam ruangan. Kalau tidak ada keperluan seperti harus membeli barang-barang kebutuhan kantor atau ke tempat fotocopy, saya jarang keluar kantor.

I lock myself in my room at those hours. If not because I need to buy something or to make copies of papers, I rarely go out.

… Akhirnya saya berhenti di suatu tempat.

… Eventually I found a place to make a stop-over.

Duduk.

I sat down.

Memperhatikan pejalan kaki, toko-toko yang mulai buka dan pedagang kaki lima mulai beraktivitas.

Watching the passers-by, the stores employees opened their stores and street vendors begun the day’s business.

Memotret.


Took a photo.

Ketika saya berangkat kerja, sebagian besar dari toko-toko ini belum buka. Jalanan juga biasanya padat dan bahkan kadang macet karena banyaknya orang yang berangkat kerja atau pergi ke sekolah.

When I leave for work, most of these stores are not yet opened. The roads are sometimes even jammed out of many commuters leaving for work or to school.

Tapi Minggu pagi itu jalanan tidak padat dan pejalan kaki pun juga tidak banyak.

But on that Sunday morning the street wasn’t jammed and there were less passers-by.

Saya tidak memperhatikan hal-hal seperti ini karena setiap pagi dalam perjalanan ke tempat kerja, pikiran saya penuh entah dengan pekerjaan, Andre atau hal-hal lainnya.

I don’t pay attention to those because every morning I go to work with my mind full with either work, Andre or other stuff.

Kadang, saya terlalu tegang oleh karena begitu banyak kecemasan, kemarahan, ketakutan atau kekecewaan.

Sometimes, I was too tense out of having so many worries, anger, fears or disappointment.

Di saat lain, saya berangkat kerja membawa rasa capek, tidak segar atau mengantuk.

At other times, I left for work feeling exhausted, not freshed or sleepy.

Atau saya terlalu sibuk memikirkan berbagai macam rencana, harapan dan keinginan.

Or I was too occupied with my thoughts about so many plans, hopes and wishes.

Saya tidak lagi menikmati, mensyukuri atau berbahagia oleh karena hal-hal sederhana yang saya lihat pada setiap pagi.

I don’t enjoy, thankful or be happy of the simple things I see every morning.

Saya berpikir semua itu baru bisa saya lakukan ketika saya sedang berlibur.

I thought I could only do that when I was vacationing.

… Saya duduk sendiri dipinggir jalan. Merenungi apa yang saya lihat dan yang saya pikirkan.

… I sat there alone. Thinking about what I saw and about my thoughts.

Lalu tiba-tiba saja saya teringat pada lagu Louis Amstrong berjudul ‘What a Wonderful World’.


Out of the blue, I remembered Louis Amstrong’s song ‘What a Wonderful World’.

Saya tersenyum dalam hati karena kata demi kata dalam lagu itu benar-benar menjadi sesuatu yang nyata didepan mata saya.

I smiled quietly because word by word in that song has appeared before my eyes.

Saya tidak menyesali keputusan saya untuk melarikan diri sejenak karena bagi saya, pagi itu saya menemukan banyak hal yang lebih berguna bagi diri saya dari pada yang bisa saya dapatkan seandainya saya berada didalam ruang ibadah itu.

I don’t regret my decision to have an escapade because I found things that is more useful for me than what I might get in that Sunday service.

Bahkan ruangan kerja yang terkunci itu pun masih tetap tidak bisa memaksa saya untuk menghadiri ibadah itu.

Not even the locked room still can't make me attend that service.

Bapak bisa memerintahkan orang untuk menyeret saya masuk ke dalam ruang ibadah itu, mengunci pintunya atau mengikat saya ke kursi, tapi kalau hanya badan saya yang berada disana, sementara hati-pikiran-jiwa saya berada ditempat lain, apakah semua itu ada gunanya bagi saya?

You can tell people to drag me into the room, lock the door or tied me to the bench, but if it would only take my body there, while my heart-mind-soul were somewhere else, would it do any good to me?

Orang bisa mengomeli saya, menjejali saya dengan sejuta nasihat atau menganggap saya manusia aneh, bejat, tersesat atau malah terkutuk tapi ketika saya tidak menemukan apa yang saya cari dalam ibadah-ibadah itu, maka salahkah saya sewaktu saya akhirnya memutuskan untuk mencarinya lewat media yang lain dan dengan cara yang berbeda?

People can yell at me, showering me with millions of advice or think of me as a weird, screwed, lost or even cursed person but when I don’t find what I search for in those services, would the blame fall on me when I decided to search it through other media and through different ways?

Saya tidak melakukan semua ini untuk menentang siapa pun.

I don’t do all this to stand against anyone.

Saya hanya memutuskan untuk mengikuti kata hati saya.

I just decided to follow my heart.

Sekalipun tidak seorang pun dapat mengerti akan hal itu.

Though no one can understand it.

Saya tidak sedang memberi segudang alasan. Saya hanya menuliskan apa yang sejujurnya ada dalam hati saya.

I am not giving tons of excuses. I am just writing about what I truly have in my heart.

Lebih mudah menyampaikan apa yang ada dalam hati atau pikiran saya melalui tulisan daripada dengan mengucapkannya.

It is easier to say the things I have in my heart or mind through writing than by saying them.

*Continues to :  “If You Want To Know..”, "The Power.. is it powerful?", "Double Agent"

No comments:

Post a Comment