Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Friday, October 18, 2013

Double Agent

Read the previous posts related to this one;  ‘What a Wonderful World’,  ‘If You Want To Know..’  and  ‘The Power.. is it powerful?’

♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦

Dalam film-film semacam Mission Impossible atau James Bond pasti ada cerita tentang seorang agen yang kemudian ketahuan bekerja untuk kepentingan dua negara yang saling bermusuhan.


In movies such as Mission Impossible or James Bond there is always story about an agent who later known to work for two countries that is against with one another.

Agen ganda seperti ini sangat pintar memainkan peranannya sampai dia bisa mengelabui banyak orang.

A double agent cleverly puts on his camouflage, he can fool the people around him.

Dulu saya pernah bekerja di perusahaan yang sebagian besar karyawannya berusia 25-35an. Dan kami semua adalah agen ganda.

In the past I worked in a company which most of its employees were the people aged 25 to 35 years old. And we were all double agents.

Maksudnya adalah pada hari-hari tertentu masing-masing kami pergi menunaikan kewajiban menurut keyakinannya dan di hari-hari yang lain kami pergi keluyuran ke cafe atau bar, pulang tengah malam atau malah subuh.

I meant that in certain days each of us served our duties according to our faith and in other days we went partying in cafes or bar, leaving at midnight or even at dawn.

Kami menganggap tidak ada yang salah dengan semua itu.

We didn’t see anything wrong with that kind of life.

Sekian tahun kemudian mendaratlah saya disini dan.. jreng.. jreng.. jreng.. agen ganda ternyata ada dimana-mana. Haha.

Years later I landed on this place and.. well.. well.. well.. double agents can be found anywhere.  Haha.

Dulu gaya agen ganda saya dan mantan teman-teman kerja; pada hari-hari tertentu pergi ke tempat ibadah masing-masing dan menjalankan ibadah tapi pada hari-hari lain pergi ke cafe, pulang larut malam dan tidak jarang dalam keadaan mabok.

In the past our double agent style is like this; we spent certain days fulfilling our religion obligation and spent other days club hopping, went home late and sometime were drunk.

Beda lagi dengan gaya agen ganda di tempat ini; mereka setia hadir dalam ruang ibadah, hafal banyak lagu keagamaan dan fasih bicara tentang hal-hal rohani tapi ketika datang masalah, ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginan, tuntutan atau egonya maka semua hal keagamaan itu pun terlupakan berganti dengan reaksi emosi.

The double agent’s style in this place is; regularly attend the service, know many religious songs and speak well about religious stuff but the moment trouble comes, when things don’t go as they want, demand or it doesn’t fulfill their ego, gone are those religious stuff, only to be replaced by emotional reaction.

Tidak semua seperti itu. Tapi tetap saja saya jadi bertanya-tanya dari sekian banyak yang memenuhi ruangan ibadah, berapa banyak sebenarnya yang merupakan agen ganda? Sejauh ini saya baru berhasil mengetahui beberapa karena mereka sendiri yang membuka kedoknya di depan saya melalui sikap dan perilakunya ketika masalah datang.


Not everyone is like that. But still I wonder how many double agents are there among those who attend the service, who are the real double agents? So far I found out just few of them after they themselves uncovered their real identity before me through their attitude and reaction when trouble came.

Saya bisa menggolongkan diri sendiri sebagai seseorang agen ganda karena walaupun sehari-hari saya kelihatan seperti anak manis tapi di luar pekerjaan, saya masih suka dugem, kadang-kadang sampai tipsy juga, cara bergaul saya juga cenderung bebas, saya bisa memaki dengan segala kata yang di jamin akan bikin telinga anda merah kalau mendengarnya dan bagi saya batasan antara benar atau salah itu sangat abu-abu.

I myself is a double agent because I like partying, I got drunk sometimes, I tend to choose free lifestyle, I can curse with the words that can make your ears burnt and for me the thing dividing right and wrong is so thin.

Untungnya saya memiliki penguasaan diri cukup baik sehingga ego dan emosi dapat saya kendalikan, kalau pun saya memaki maka itu dalam hati saja atau kalau saya sedang sendiri. Kendali diri yang sama itu juga membuat saya tidak ngotot menginginkan atau mengejar sesuatu yang jelas-jelas salah.

Luckily I have a quite good self control so I can tamed my ego and emotion. When I cursed, I did that in my mind or when I was all alone. And that same self control makes me not persistent to wish for or pursuing something that is clearly not a good thing.

Nah, sejak beberapa bulan lalu saya memperhatikan teman-teman saya di luar lingkungan kerja. Saya melihat bahwa mereka adalah orang-orang yang memilih untuk tidak menjadi agen ganda. Mereka memilih untuk menampilkan diri seutuhnya. Tidak bersembunyi di balik segala dalil keagamaan.


So, for some months I have been watching my friends, the ones whom are not friends at work. I saw that they are the people who choose not to be double agents. They choose to be their own person. They don’t hide behind all religious stuff.

Beberapa dari mereka adalah orang-orang yang pada dasarnya mempunyai sifat, kepribadian dan hati yang baik. Tentu masing-masing memiliki kadar yang berbeda dan tetap memiliki kelemahan.

Some of them are people who basically have good characters, good personalities and good heart. Of course each comes in different level and they still have weaknesses.

Intinya adalah mereka menampilkan diri murni sebagai dirinya sendiri.

The point is they are who they really are.

Dan saya ingin berhenti menjadi agen ganda.

And I want to quit being a double agent.

Saya ingin tampil sebagai diri saya.

I want to appear as myself.

Saya ingin dikenal sebagai diri saya sendiri.

I want to be known as myself.

Saya jenuh dan muak diharuskan tampil sebagai pribadi yang harus sesuai dengan dalil keyakinan yang saya anut.

I am sick and tired of the obligation to appear myself as a person who has to live in accordance to my religion.

Kalau saya merasa tidak ada keinginan atau selera untuk beribadah, kenapa saya harus menampilkan diri sebagai seorang yang masih mempercayai semua hal itu?

When I don’t have the interest nor will to attend the service, why do I have to appear as somebody who still have faith in all those things?

Ketika hati-pikiran-jiwa saya tidak lagi berada pada semua itu, kenapa saya tidak bisa dibiarkan menjadi diri saya seutuhnya?

When my heart-mind-soul are no longer in those things, why can’t I just be myself?

Apakah orang lebih suka menerima kepalsuan dari pada menerima kejujuran?

Do people prefer accepting fakes than honesty?

Saya sudah melepaskan apa yang dulu pernah saya yakini sejak 6 bulan lalu. Tapi bukankah saya tetap menjadi seorang Keke yang humoris, tomboy, lincah, berkata dan bersikap apa adanya, kadang-kadang masih slebor, bisa ngambek juga pada orang-orang terdekat, tetap seorang yang baik, manis, penyayang dan pengalah.

I have let go everything that I used to believe since 6 months ago. Am I not still the same Keke who has good sense of humor, a tomboy, energetic, say and do things that she meant, sometimes still careless, had emotion outburst toward closest people, kind, sweet, loving and give in person.

Padahal sejak 6 bulan lalu saya sudah total tidak melakukan hal rohani apa pun.

Infact it has been since 6 months ago that I totally stopped doing anything religious.

Apakah itu merubah sifat, kepribadian dan kebiasaan saya dari yang baik menjadi tidak baik?

Does it change my character, personality and habit from good to evil?

Mereka yang mengenal saya bisa menjawabnya sendiri.

Those who know me can answer that.

Sekarang saya akan bertanya; apakah diri saya (yang dulu dan yang sekarang) lebih buruk dari mereka yang setia beribadah?

Now let me ask you this, am I (in past and present time) worst than those who attend the service regularly?

Saya menemukan satu fakta bahwa pada akhirnya setiap manusia akan dikenal dari perbuatan, sifat dan kepribadiannya yang asli bukan dari identitas yang ditunjukkannya.

The former Indonesian president, the late Mr. Gus Dur once said,
"Your religion or ethnic is not mattered.. when you do kindness to people,
they will not ask what is your religion"

I found this fact that at the end every human being will be known from his/her real attitude, characters and personality and not from the identity that he/she shows.

No comments:

Post a Comment