Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, July 16, 2015

Welcome Home

Perasaan saya ketika kembali ke rumah setelah liburan tidak lebih baik dari perasaan saya ketika harus kembali bekerja.

I didn’t feel any better when I got back home as when I had to go back to work after the vacation.

Setelah melihat begitu banyak pemandangan indah, mengalami banyak hal dan membawa pulang banyak kenangan untuk diingat serta diceritakan..

After seeing so many beautiful sites, experiencing many things and brought home tons of memories to remember and to tell..

Rumah menjadi tempat yang tidak menarik.

The house looks uninteresting.

Yang saya temui di rumah adalah orang tua saya yang karena umur dan kondisi fisik tidak lagi memiliki keinginan untuk pergi jalan-jalan (dan berharap saya pun demikian)..

What I have got at home is my parents who due to age and physical condition have no desire to make any traveling (and hoping I would feel the same about traveling)..

Percakapan di rumah adalah hal-hal yang isinya sama; tentang jadwal makan, apa yang mau di masak, seribu satu macam gangguan badan dari mulai perut sampai jempol tangan atau kalau tidak tentang segala ulah tetangga..

The conversation in the house is about same things; meal time, what to cook, thousands of physical unwellness from stomach to thumb or if not it is about the neighbors..

Ketika berada di rumah, rasanya hanya tubuh saya yang berada di sana. Pikiran, hati dan jiwa saya berada di Ambon.


It felt as it was just my body that at home. My mind, my heart and my soul were in Ambon.

Saya tidak tahu ada apanya dengan Ambon yang membuat saya merasa betah berada di sana dan keinginan untuk kembali serta tinggal di sana demikian kuat. Saya sudah mengunjungi banyak tempat yang indah tapi belum pernah punya perasaan seperti ini dengan tempat-tempat itu.


I don’t know what Ambon has that made me feel at home when I was there and have this strong feeling of wanting to stay there. I have visited many beautiful place but I have never had this kind of feelings toward those places.

Payahnya adalah, saya tidak bisa menceritakannya pada orang tua saya karena mereka kan tidak tahu saya pergi ke sana.

Worse thing is I can’t say a word about it to my parents because they don’t know about my trip there.

Mereka tidak bisa mengerti kenapa saya demikian senang traveling.

They can’t understand why I have become so passionate about traveling.

Mereka tidak bisa memahami dorongan impulsif dalam jiwa saya.

They can’t understand this impulsive urge in my soul.

Semakin mereka ingin memadamkan semua itu, semakin membara semuanya itu dalam diri saya.

The more they want to put it down, the more it burn in me.

Saya adalah bagian dari orang tua saya, darah mereka ada dalam diri saya, gen mereka tertanam dalam diri saya tapi semakin saya dewasa, semakin terasa seakan jalan hidup kami terpisah.

I am part of my parents, their blood is in me, their genes are in me but the more I grow up, the stronger it feels that we are heading in different path.

Mereka menggenggam saya erat-erat. Mereka berusaha untuk tidak melepaskan saya.

They hold me tight. They try not to let me go.

Saya mencintai mereka, amat sangat menyayangi mereka tapi mereka membuat saya tidak bisa menjadi diri saya sendiri.

I love them, I love them so much, but they make me unable to be entirely myself.

Suatu hari nanti saya pergi, pergi untuk mencari jati diri saya yang asli, pergi untuk menjadi diri saya sendiri, pergi untuk menjalani apa yang sudah ditakdirkan untuk saya jalani, pergi untuk menemukan kehidupan yang saya inginkan dan berada di tempat dimana hati saya berada.

One day I will go, go away to find my real self, to become myself, to live what has been destined for me to live, to find the life I desire and to be in the place where my heart is.

*   *   *   *   *

Saya sedang galau dengan segala macam rasa dan pikiran di atas ketika Doggie, anjing kami, meninggal karena sakitnya tidak bisa disembuhkan walau pun kami telah berusaha segala macam cara untuk menyembuhkannya.

Those thoughts and feelings have made me restless when Doggie, our dog, died of uncured illness despite all of our effort to heal him.

Saya mati rasa.

I felt numb.

Selama sembilan tahun Doggie menjadi sahabat saya di rumah.

For nine years Doggie has become my best friend at home.

Dari akhir bulan Mei sampai awal Juli ini saya tidak betah berada di rumah.

From end of May to early July I didn’t feel home at home.

Di kantor saya sibuk dan menyibukkan diri sehingga pikiran tidak lari kemana-mana tapi di rumah pikiran dan hati saya tidak berhenti galau. Segala yang ada di rumah mengingatkan saya pada Doggie.

I was busy and kept myself busy at work so my mind didn’t go wandering around but at home my thoughts and heart were restless. Everything at home reminded me to Doggie.

Saya memilih untuk melarikan diri ke rumah Andre hampir setiap akhir pekan.

I chose to run away to Andre’s place almost every weekend.

Itu masa-masa yang sulit ketika saya berjuang untuk mengatasinya. Masa-masa sulit untuk Andre juga ketika dia harus menghadapi ledakan-ledakan emosi saya.

That was hard times when I fought to overcome it. Hard times for Andre too as he had to deal with my emotional bursts.

Untunglah sekarang sudah lewat. Saya masih merasa kehilangan Doggie tapi setidaknya tidak lagi bikin saya jadi nangis.

Glad it has passed now. I still miss Doggie but at least it does not make me cry.

Andre, thank you for your love, patience, understanding and support you gave me during those difficult period of time when I acted varied from being like a lost girl to a complete jackass and still, you never lost your love for me.

*   *   *   *   *

Hey, Doggie, 
what’s up, buddy?
4th of July just passed quietly
Andre, as usual, fixed us a special dinner
To celebrate America’s independence day
It was a great dinner
Just the two of us
We had some firecrackers after that
Should be a happy moment for me
But I couldn’t stop thinking about you
4th of July marked a month has passed
Since you were gone to heaven

The house feels different
Since you were gone
There were days that I didn’t want to go home
Everything at home reminds me to you, Doggie
Damnit! Why did you have to die?
I miss you terribly

They say time heals the wounds
Thirty days have passed
Thirty days since you passed away, Doggie
Have thirty days heal the wound in my heart
Of losing my dog?
I still can’t get over it
You won’t understand
Unless you have lost loved ones

I love you, Doggie
You’re the best dog in this entire world

One day, we will be reunited and will never be apart

2 comments:

  1. Bersyukur mba, masih ada orang tua. Aku dulu pernah ngerasain seperti mba, ya kadang-kadang sih, waktu masih ada mbah di rumah. Sekarang mbahku udah ngga ada, ada perasaan sesal juga belum sempat membahagiakan beliau.

    ReplyDelete
  2. Betul mbak, tapi ada hal-hal tertentu yg bikin saya ingin bebas. Terlalu panjang utk dijelaskan & terlalu pribadi utk dibeberkan seluruhnya.

    ReplyDelete