Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Saturday, March 8, 2014

Me, Charlie and Hank

Charlie selalu menampilkan diri sebagai orang yang ramah, sopan, menyenangkan, ceria, penurut dan mengalah tapi di dalam penuh dengan kejengkelan, kemarahan, kekecewaan, kebingungan, dan kesedihan.

Charlie always appears himself as a nice, polite, fun, cheerful, obedient and giving in person but inside fulls with anxieties, anger, disappointment, confusion and sadness.

Sementara itu Hank bagaikan banteng, selalu siap berperang menghadapi siapa saja atau apa saja yang menghalanginya atau yang membuat dirinya tidak senang.


In the meantime, Hank is a bull, always ready to be at war with anybody who or anything that stands on his way or have displeased him.

Bingung siapa itu Charlie dan Hank? Baca dulu tulisan saya yang judulnya ‘Me, Myself and Irene’.


Who is Charlie and Hank? Read my previous post ‘Me, Myself and Irene’.

Seseorang terbentuk menjadi Charlie atau Hank tidak hanya karena bawaan genetis. Keluarga dan lingkungan banyak berperan dalam membentuk seseorang menjadi Charlie dengan seorang Hank didalamnya atau murni seorang Hank.


Genes are not the only factor that turns someone into Charlie or Hank. Family and environment play their huge part in forming a person into Charlie with Hank lurking inside or pure as Hank.

Saya seorang Charlie; pendiam, penurut, kelihatannya jinak dan bodoh sampai orang sering seenaknya saja memperlakukan saya. Tapi ada Hank di dalam diri saya dan kehadirannya tidak selalu berdampak negatif kalau dipakai dengan tepat.

I am a Charlie; quiet, obedient, looks harmless and can easily be fooled that people sometimes think they can treat me as they pleased. But there is Hank in me and his presence is not always brings negative impact if used properly.

Hank ibarat gudang yang menampung dan menyimpan begitu banyak emosi negatif. Kalau sudah terlalu penuh, meledaklah dia. Ketika dia keluar, saya mendapat enerji luar biasa yang membuat saya mampu mengalahkan rasa takut, ragu, putus asa dan bisa mempertahankan pendirian saya.

Hank is like a warehouse that stored and keep so many of negative emotion. When it is over stuffed, it explodes. When he is out, I get enormous energy that enables me to defeat fear, hesitation, despair and I can stood my ground.

Jadi Hank banyak gunanya juga buat saya. Setahun terakhir ini ia ikut membantu saya keluar dari depresi.

So Hank is pretty useful for me. He has helped me got out of depression in the past year.

Sudah hampir 3 tahun sejak saya mulai mempertanyakan banyak hal dalam keyakinan yang saya anut. Peristiwa demi peristiwa yang saya dan orang tua saya alami selama 2 tahun berturut-turut semakin memberikan lebih banyak pertanyaan dan meninggalkan suatu tanda tanya besar bagi saya.

It has been nearly 3 years since I started to question many things in my belief. The things happened to me and my parents in the past 2 years respectively gave me more questions and leaves a big question mark.

Semua ini awalnya ingin saya simpan untuk diri saya sendiri. Berharap waktu akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, menenangkan kegelisahan dalam jiwa dan memulihkan segalanya.

At first I wanted to keep it to myself. Hoping time would bring me the answer for those questions, to calm the restless soul and restore everything.

Orang menganggap yang terjadi pada diri saya adalah suatu kemunduran rohani.  Mereka tidak menyadari kalau sebenarnya saya sungguh-sungguh tidak menginginkan dan membutuhkan perhatian, keprihatinan atau campur tangan mereka. Saya menganggap hal seperti ini masuk dalam wilayah privasi saya yang tidak bisa begitu mudah untuk dimasuki oleh siapa pun.

People’s thought I was having spiritual downfall. What they didn’t realize is I really didn’t and don’t want nor need their attention, concern or interference. I see this stuff is within my personal territory that nobody can enter it anyway they wish.

Ketika saya menemui kenyataan bahwa tempat yang seharusnya memberi lebih banyak pengertian, dukungan dan ruang bagi orang-orang yang sedang mengalami krisis seperti kepercayaan seperti yang sedang saya hadapi.. justru ironisnya malah membuat saya tersudut..

When I learned the place that should give more understanding, be more supportive and give more room for people who are dealing with faith crisis.. has ironically made me felt cornered..
  
Merasa terganggu, Hank bertindak.. dan amarah selalu memberikan saya keberanian untuk menyatakan sikap dan berdiri mempertahankan pendirian saya.

Annoyed,  Hank made his action .. and anger always gives me courage to speak my mind and stand my ground.

Saya tidak ingin orang mendikte saya tentang apa yang harus saya percayai dan apa yang tidak boleh saya percayai.

I don’t want people telling me what I should or should not believe.

Betapa pun besarnya rasa sayang, peduli dan perhatian mereka pada saya, mereka lupa bahwa saya bukan anak kecil dan bahwa undang-undang memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk memilih apa yang ingin dipercayainya.

No matter how much big their love, care and attention to me, they forgot that I am not a child and the law gives freedom for everyone to choose what he/she wants to believe.

Saya bisa saja mengikuti keinginan mereka. Saya bisa berpura-pura mengikuti ibadah dan mereka akan berpikir akhirnya saya kembali percaya, segala masalah terselesaikan dan krisis terlewati. Tapi Hank di dalam saya mengatakan sudah saatnya saya menyatakan sikap.

I could  do what they wanted. I could pretend  I attend the service and they would think finally I believed again, I have got my faith back, the problem solved and  the crisis was over. But Hank told me it was time for me to speak out my mind. 

Sekalipun ada konsekuensinya.

Though there was consequence for that.

Tapi saya lebih suka menjadi diri saya sendiri.


But I better be myself.

Hank mendorong saya untuk tidak takut memulai suatu awal yang baru di tempat yang lain karena mati hidup saya tidak ditentukan oleh manusia.

Hank encouraged me not to be afraid to have a fresh start in new place because my life is not in the hand of any man.

Bagaimana akhir kisah itu? Well, saya tetap berada di sini tanpa harus kehilangan pendirian saya.

How the story ended? Well, I am still here, very much exist in this place without have to give up my ground.

Jadi entah kita adalah Charlie, Hank atau keduanya, masing-masing kepribadian mempunyai sisi baik dan buruk.

So whether we are Charlie, Hank or both, each personality has its good and bad side.

Charlie di dalam saya memberikan banyak keuntungan. Dia membuat saya disukai orang. Dalam beberapa kasus, dia membuat saya bisa berperan sebagai konselor. Itu positifnya.

Charlie gives me many good things. He makes me a likeable person. In some cases he enables me play the role as counselor. That’s the positive side.

Tapi Charlie bikin saya kurang asertif. Saya pasif. Saya lebih suka diam dan menerima ketika sebetulnya saya harus berani bertindak, maju dan bicara. Akibatnya orang suka memanfaatkan saya dan berpikir bisa seenaknya memperlakukan saya.

But Charlie makes me less assertive. I am passive. I would rather be quiet and accept things when I should take action, move forward and talk. Charlie makes people used me and think they could treat me any way they want.

Hank beberapa kali menjadi pendorong semangat dan membangkitkan keberanian saya. Dia telah beberapa kali menolong dan menyelamatkan saya walaupun caranya tidak menyenangkan karena dia akan muncul lewat kemarahan yang luar biasa. Kadang dia seperti berdiri di depan saya, berkacak pinggang dan mengejek saya ‘Bagus, kamu nyerah begitu aja?.. luar biasa pengecutnya kamu ini’ atau dia akan membentak saya ‘Bangun! Jangan jadi pecundang!’.

Hank has become a motivator and gives me courage. He has helped and rescued me though through unpleasant ways because he appeared through rage. Sometimes he appeared infront of me, his hands on his hips and mocked me ‘Great, so you just give up?.. you’re one hell of a coward’ or he would bark at me ‘Get up! You are not a loser, damn it!’.

Tapi Hank juga bisa menghancurkan saya kalau saya tidak mengendalikannya karena dia bisa membuat saya menjadi seorang pemarah dan egois. Ketenangan Charlie menolong saya untuk menjinakkan Hank.

But Hank can destroy me if I don’t control him because he can turn me into a short tempered and selfish person. Charlie’s calmness help me to tame Hank.

Menjadi Charlie bukanlah hal yang menguntungkan. Tapi menjadi Hank akan lebih merugikan. Jadi lebih baik memiliki keduanya karena kalau kita bisa mengaturnya mereka memberikan dampak positif pada diri kita.

Being Charlie is not good. But being Hank is far worst. So better have them both because if we can manage them, both can give us positive impact.

No comments:

Post a Comment