Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Friday, April 3, 2015

Am I Not Important To You?

“Rame ya whatsapp hari ini” teman saya nyeletuk ketika untuk yang ke sekian kalinya hp kami berdua berbunyi.

“Whatsapp has been beeping quite often today” said my friend when our cellphones beeped again.

Mata kami bertemu. Sama-sama sejenak menghentikan apa pun yang sedang kami kerjakan.

Our eyes met. Both stopped whatever the stuff we were doing.

“Seandainya saja mereka menunjukkan semangat seperti ini setiap kali kita akan mengadakan persekutuan” gumam saya sambil menghela napas.

“If only they showed this kind of enthusiasm everytime we are holding a fellowship” I mumbled as I took a deep breath.

Kami berdua bertukar pandang.

We exchanged glance.

Beberapa bulan lalu kelompok pemuda di tempat kerja saya memutuskan untuk mengadakan retreat pada bulan Mei.

Few months ago the youth group in my workplace decided to have a retreat in May.

Wajar saja kalau kami merundingkan beberapa pilihan tempat atau membicarakan hal-hal lain yang berhubungan dengan program acara retreat itu.


It makes sense if we discuss the places where we are going to have that retreat before we pick one or talk about the retreat timetable.

Wajar-wajar juga sih kalau anak-anak muda ini menjadi bersemangat.

It makes sense too if it excites these young people.

Sayangnya semangat seperti itu tidak ditunjukkan menjelang acara persekutuan biasa.

It is just that such enthusiasm has never shown toward the regular fellowship.

“Pengen betul saya komen; ‘hei, kenapa kalian ga nunjukin semangat sebesar ini kalau kita mau adain persekutuan? Kenapa menjelang persekutuan ga ada yang pernah nanya; tema persekutuan kita apa ya? Nats-nya dari mana? Pembahasannya tentang apa ya?’.. tapi ketika ini tentang jalan-jalan.. wow lihat semangatnyaaa!..” saya mengeluh panjang.


“I am so itch to comment; ‘hey, why don’t you show this kind of enthusiasm whenever we are going to have a fellowship? Why is it nobody ever ask, what is this service’s topic? What is the reference verses taken from? What will we discuss on this session?’ but when it comes to a field trip.. wow just look at the enthusiasm!..” I groaned.

Teman saya tertawa melihat kegalauan saya.

My friend laughed seeing my agony.

Retreat berarti mengambil waktu untuk menyepi, demikian kata ayah saya yang pernah mengikuti dan mengadakan retreat ketika dia masih aktif dalam pelayanan gereja.

Retreat means taking solitude time, said my father having the experience of joined and organized retreats when he was involved actively in church.

Retreat adalah saat dimana kita mengambil waktu untuk menjauhkan diri dari kesibukan dan bahkan dari kehidupan dunia.

Retreat is when we take time to seclude ourselves from whatever that keeping us busy on daily basis and even from the hustle bustle of life.

Tujuan retreat bukan untuk jalan-jalan, bukan mengenai cari penginapan yang punya kolam renang atau fasilitas outdoor yang menarik.

Retreat is not a traveling, it is not about finding an inn with swimming pool or having fun outdoor facility.

Retreat adalah untuk mencari waktu untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.

Retreat is finding time to get close to God.

Dalam alkitab diceritakan bagaimana Tuhan Yesus bangun pagi-pagi sekali dan pergi ke tempat yang sepi untuk berdoa. Sebelum yang lainnya bangun, sebelum orang-orang mendatangiNya, sebelum aktivitas kehidupan menyibukkanNya.. itulah yang Dia lakukan.

image:www.pixshark.com
In the bible it is written that Jesus got up early in the morning and went to quiet place to pray. Before everyone else got up, before people came to Him, before He got occupied with the bustle of life.. it was what He did.

Tapi dalam jaman sekarang ini yang semuanya serba sibuk dan terburu-buru, berapa banyak dari kita yang masih sempat melakukan hal demikian?

But in the time where everyone is busy and everything is done in a hurry, how many of us still able to do that?

Retreat, ibadah dan persekutuan adalah saat khusus untuk Tuhan.

Retreat, the service and fellowship are special moments for God.

Jadi, kalau semua itu memiliki tujuan yang sama, lalu kenapa respon yang ditunjukkan lebih menggebu-gebu untuk retreat tapi biasa-biasa saja terhadap ibadah atau persekutuan?

So, when they are all have the same purpose, why is retreat drawn more excitement response while the service or fellowship get cool respond?

Saya berandai-andai.. kalau misalnya kita mengetahui besok adalah hari terakhir kita hidup di dunia ini atau kalau besok telah dipastikan adalah hari kiamat.. masihkah kita menjadi lebih bersemangat ketika membahas tentang lokasi retreat dari pada waktu untuk mendengarkan firman Tuhan?


I was just thinking.. if somehow we knew tomorrow would be our last living day on earth or if it were confirmed that tomorrow would be the doomsday.. would we still give more time to discuss about where the retreat would be held than the time to hear the words of God?

*    *     *    *

Saya dan orang tua saya melewatkan 14 tahun dalam masa-masa yang sulit. 3 tahun terakhir malah yang terberat.

My parents and I spent 14 difficult years. The last 3 years were the toughest.

Demikian sulitnya masa-masa itu sampai saya pernah menanyakan pada Tuhan, ‘tidak adakah artinya lagikah kami ini bagiMu?’

It was so hard that I once asked God ‘are we meaningless for Thee?’

Apakah kami tidak lagi penting untuk Tuhan?.. Tahun 2014 adalah tahun yang kritis untuk iman saya karena saya hampir memutuskan untuk menjadi seorang ateis sepenuhnya. Semua karena tidak ada yang lebih menyedihkan bagi saya ketika saya merasa Tuhan tidak lagi memandang kami sebagai sesuatu yang berharga. Saya tidak hanya merasa ditinggalkan. Saya hancur. Dan kalau kami tidak ada artinya lagi untuk Dia, saya bertekad untuk membuktikan bahwa saya bisa hidup tanpa Dia.


Aren’t we no longer important for God?.. 2014 was critical for my faith because I was so close to make decision to become totally atheist. It was all because nothing hurt me more than when I felt God no longer saw us worthy. I felt I was being abandoned. I was devastated. And if we were no longer insignificant for Him, I determined to prove that I could live without Him.

Orang-orang terdekat dan tersayang mengetahui tentang hal ini. Tapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa selain berdoa dan menunggu sampai Tuhan sendiri yang memulihkan keadaan rohani saya yang hancur berantakan.

Those close and loved ones knew about it. But they couldn’t do nothing except prayed and waited until God Himself restore my ruined spirituality.

Dan doa mereka terjawab.

And their prayers were answered.

Tapi sampai kapan pun saya tidak bisa melupakan rasa ‘tidakkah saya penting bagimu’.

But I can never forget the feeling of ‘am I not important to you’.

Ketika minat dan semangat untuk retreat lebih besar dibandingkan untuk mendengarkan firman Tuhan, bukankah Tuhan bisa bertanya ‘tidakkah saya penting bagimu?’

When the interest and enthusiasm are bigger for the retreat than to hear the words of God, would God not ask ‘am I not important to you?’.

*    *     *    *

Ketika perhatian dan waktu saya untuk Andre menjadi amat sangat berkurang, dia mulai uring-uringan yang membuat kami jadi sering bertengkar dan hubungan kami sempat menegang.., saya tidak bergeming.

When my time and attention for Andre became less and less, he grew uneasy about it, created many fights between us and our relationship was under pressure.., I was not moved.

Saya pikir setelah delapan tahun kami bersama, dia seharusnya sudah tahu, bisa mengerti dan menerima bahwa saya tipe orang yang sulit dipegang. Saya menyayanginya tapi saya menyukai kemandirian saya dan saya juga orang yang keras kepala.

I thought after eight years we have been together, he should have known it better, could understand and accept that it is not easy to have a hold on me. I love him but I like my independency and I am also stubborn.

Lalu dalam satu argumentasi yang sengit, dia menyerukan kata-kata ini; “lalu saya ini apa buat kamu? Pekerjaanmu dan persekutuan itu lebih penting dari saya”

Then in a fierce argumentation, he blurted out these words; “so what am I to you? Your job and that fellowship are more important than me”

Kata-kata ‘lebih penting dari saya’ bagaikan tamparan untuk saya karena saya teringat pada masa-masa sulit ketika saya pun merasa saya tidak lagi penting di mata Tuhan. Saya tahu bagaimana pedihnya hati saya saat itu.

The words ‘more important than me’ were like a slap on my face because I was reminded to the difficult time when I felt I was unimportant in God’s eye. I knew how it hurt me so bad.

Selama beberapa hari saya memikirkan situasinya. Kali ini dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan saya harus mengakui bahwa saya telah berlaku tidak adil pada Andre dan bahwa ada hal-hal dalam persekutuan pemuda ini yang mulai mengganggu hati nurani saya.

I spent few days observing the situation. This time it was from different perspective and I had to admit I have been unfair to Andre and there are things in this youth fellowship that has bothered my consciousness.

Atas dasar itulah saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari persekutuan itu.

For that reason I decided to resign myself from that fellowship.

Saya kini sedang mempertimbangkan apakah saya masih mau ikut dalam acara retreat itu karena sejujurnya minat saya hilang setelah saya merasa bagi beberapa dari mereka, retreat ini dikonotasikan sebagai acara jalan-jalan dan bukan sesuatu untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

I am now considering if I still want to join the retreat because to be honest, I lost my interest after I sensed some of them have the perception that retreat is another word for traveling and not as an opportunity to get closer with God.

Saya hanya tidak ingin berdiri di hadapan Tuhan dan mendengar Dia berkata ‘Apakah saya tidak penting bagimu?’ ketika saya menunjukkan minat dan semangat lebih besar untuk retreatnya dan bukan kepada tujuan retreat itu.

I just don’t want to stand infront of God and hear Him says ‘Am I not important to you?’ when I show greater interest and excitement for the retreat and not for its purpose.

Kalau saya berdalih bahwa saya ikut retreat untuk mendekatkan diri pada Tuhan tapi sebetulnya saya lebih melihatnya sebagai acara jalan-jalan di akhir pekan, adilkah itu bagi Tuhan?

If I justified it by saying that I join it to get myself closer to God but in truth I see it more as an outing trip on the weekend, would it be fair to God?

No comments:

Post a Comment