Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, April 20, 2015

Look at ME

‘Lihat SAYA!.. Lihat SAYA!..’

‘Look at ME!.. Look at ME!..’

Orang mengaitkannya dengan narsisme.

People connect it with narcissism.

Jaman sekarang teknologi mendukung siapa saja untuk narsis.


The present day technology encourages anybody to become narcissistic.

Dan kita pun terbiasa melihat narsisme. Tapi beberapa hari lalu saya menemui foto narsis yang benar-benar membuat saya muak.

And we get used to see narcissism. But few days ago I saw a narcissistic photo that really made me sick.

Narsis toh tetap punya aturan main. Boleh berfoto narsis tapi kan tidak semua pantas untuk dipamerkan ke seluruh dunia.

Narcisstic still have some rules. It is fine to make narcisstic photos but it doesn’t mean they are proper enough to be shown to the world.

Ada seorang kenalan saya yang entah karena tidak tahu tentang aturan main ini atau karena kehabisan ide harus pasang foto narsis model apa lagi yang membuat dia bangun tidur langsung berfoto selfie dan itu di unggah ke media sosial.

There is an acquaintance of mine who either not knowing about this or she just ran out of idea on what pose she should have that once she wake up she took self-picture of her and uploaded it to social media.

Bayangkanlah seperti apa tampang orang yang baru bangun tidur. Dengan rambut berantakan, mata mengantuk dan baju kusut.. berfoto dalam penampilan seperti itu dan mengunggahnya ke media sosial dimana sekian puluh atau sekian ratus temannya tentu melihatnya foto itu.


Imagine how a person who just awakes look like. With tousled hair, sleepy eyes and rumpled clothes.. took photo in that kind of appearance and upload it to social media where some or may even hundreds of friends look at that photo.

“Untung ga senyum” komentar saya “Kalau ga, senyum jigong deh yang nongol”

“Good thing you didn’t smile” was my comment “Otherwise, it would be the unbrushed teeth smile you put on show”

Untung juga tidak ada belek bertengger dimatanya atau sisa iler di ujung bibirnya.. tanpa itu saja, saya sudah jijik melihat fotonya.

Luckily there was no eye gunk or saliva at the tip of her lips.. even without them, I found her photo disgusting.

Beberapa hari yang lalu orang yang sama ini mengunggah fotonya sedang berurai air mata.

Few days ago this same person uploaded her photo when she literally had tears ran down her cheeks.

Saya keheranan. Tujuannya apa? Mau menunjukkan ke seluruh dunia kalau dia sedang bersusah hati? Ingin mendapatkan simpati?

It puzzled me. What was her point? Wanted to show the world she was troubled? Wanted to get sympathy?

Saya bahkan tidak menanyakan dia kenapa. Dunia adalah tempat yang penuh dengan kesusahan dan kepedihan. Kamu tidak akan mendapatkan simpati saya dengan menunjukkan air mata. Tapi kalau sikapmu menunjukkan ketabahan, ketegaran dan semangat juangmu, kamu akan mendapatkan simpati saya.

I didn’t even ask her what happened to her. The world is a place fills with hardship and misery. You will not get my sympathy by showing me your tears. But if your attitude shows me your endurance, obstinacy and fighting spirit, you will get my sympathy.

Lagi pula apa bagusnya menunjukkan muka yang menyat-menyot begitu, mata merah dan bercucuran air mata. Kalau memang beban di hati demikian berat, masuklah ke kamar, kunci pintunya dan menangislah didalamnya atau menangislah di depan orang terdekat.

Besides, what is so good about showing frowned face, red eyes and tears running down. If the heart so weary, get inside a room, lock the door and cry in there or cry infront of the closest buddy.

Narsisme adalah kata lain dari mempertontonkan diri kita kepada orang lain. Jadi sebelum melakukannya, coba bayangkan apa yang akan muncul dalam pikiran orang ketika melihat apa yang kita tunjukkan kepada mereka.

Narcissism is another word for exposing ourselves to others. So before we do that, try imagine what will appear on their minds when they see what we show them.

*    *    *    *    *

Pusing kepala saya memikirkan orang-orang di kantor saya.

It gives me the headache thinking about the people in my office.

Yang seorang menganggap menegur orang adalah bagian dari pelayanannya ke Tuhan.

One considers giving reprimand is part of her ministry to God.

Ya, kalau itu dilakukan dengan kebijaksanaan dari Tuhan.

Yes, if it is done with the wisdom from God.

Kendalanya adalah biar pun orang mengakui teguran itu benar tapi karena cara penyampaian demikian, yah, akhirnya bikin emosi jiwa. 

The problem is though people admit the reprimand is correct but the way it is being represented make people get emotional.

Ada yang merasa dirinya di zholimi. Lalu mencoba untuk menegakkan kebenarannya sendiri ketika seharusnya dia mengambil langkah mundur, melakukan intropeksi diri dan bertanya apakah yang Tuhan ingin sampaikan melalui semua peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Another person feels he is being persecuted. He tried to stand his right when he should step back, do self-introspect and asked what God wanted to say through the things that happen in his life.

Sementara yang lain merasa selalu diserang. Menimbulkan rasa gelisah sampai membuat kesehatannya terganggu, pekerjaannya ikut terganggu dan keluarganya memprotes semua itu. Posisi dilematis yang membuatnya nyaris menyerah.


Another party feels he is constantly being attacked. It made him weary that it got to his health, his work and his family protested. This dilemmatic position really put him to the edge.

Dan saya mendapati diri saya seperti berdiri di tengah medan tempur di antara orang-orang yang saya kasihi yang saling menyakiti dan tersakiti dengan sengaja atau tidak sengaja.

And I found myself were standing in a battle field of those I love who hurt or being hurt intentionally or unintentionally.

Masing-masing membutuhkan, mencari dan menginginkan dukungan dan simpati.

Each of them in need of, look for and wanting support and sympathy.

Saya mencoba memberikannya kepada mereka. Tapi baru beberapa hari lalu saya menyadari dukungan dan simpati saya pun akhirnya dipergunakan untuk menyerang pihak yang lain.

I tried to give those things to them. But few days ago I learned that my support and sympathy were used to attack other side.

Saya berada dalam posisi yang sulit untuk tetap netral. Tapi saya bertahan dan berusaha untuk meluruskan satu demi satu hal dengan keyakinan bahwa Tuhan menolong saya.

I am in difficult position to remain neutral. But I keep my persistence and try to sort things one after another with the faith that God is helping me.

*    *    *    *    *

‘SAYA!.. SAYA!..’

‘ME!.. ME!..’

“Anak-anak dipisah ya jam lesnya” demikian sms saya kepada orang tua murid les saya.

“The kids tutoring is being rescheduled” that was my text to the parents my tutoring students.

“Kenapa, bu Keke?” jawaban seorang dari mereka.

“Why, miss Keke?” replied one of them.

“Berantem ga berenti-berenti. Mereka harus ditaruh di jam yang berbeda”

“They constantly argue with one another. They have to be put in different session”

Ada perkembangan baru dalam diri kedua murid les saya yang mengganggu proses belajar mereka.


There is new thing in my two tutoring students that become an obstacle in their learning process.

Dulu mereka damai-damai saja sehingga saya tempatkan mereka dalam hari serta jam les yang sama, setiap Selasa dan Jumat.

They used to be in peace with one another so I put them in same schedule, every Tuesday and Friday.

Karena mereka kemudian senang sekali mengobrol membuat saya memisahkan hari lesnya. Hanya hari Selasa saja jadwal les mereka berbarengan.

Later it was their chatty spirit that made me rescheduled their tutoring. Tuesday is the only day they shared their tutoring.

Tapi setelah apa yang terjadi hari Selasa kemarin membuat saya total memisahkan mereka berdua. Hari boleh tetap sama tapi jamnya berbeda. Yang satu jam 3 sore. Yang lain jam 4.

But last Tuesday's incident made me totally separated their tutoring schedule. They may have the same tutoring day but one of them have it at 3 pm while the other is at 4 pm.

Hal itu merupakan pemborosan waktu untuk saya dan saya juga tidak memasang tarif kelas privat pada masing-masing anak itu. Tapi tidak apalah, lebih baik berkorban sedikit demi kelancaran proses belajar-mengajar.

It is wasting time for me and I don’t charge them private tariff. It does not matter to make little sacrifice for the sake of smooth teaching-learning process.

Lalu apa yang membuat anak-anak itu menjadi tidak bisa akur satu dengan lainnya? dan kenapa saya tidak berhasil mendamaikan mereka?

So what makes them turn hostile to each other? And why couldn’t I put peace between them?

Karena saya adalah alasan kenapa mereka jadi berseteru.

Because I am the reason why they are against each other.

Tapi bukan berarti saya yang menciptakan perseteruan itu.

But it is not me who created it.

Ada persaingan tersembunyi di antara mereka untuk mendapatkan perhatian dan pujian dari saya.

There is hidden competition between them to get my attention and praise.

Saya sudah berusaha memberikan porsi perhatian dan pujian yang rata kepada masing-masing tapi kelihatannya mereka sedang masuk dalam tahap dimana anak ingin eksis di mata orang dewasa yang mereka sayangi atau yang dikagumi sehingga kehadiran anak lain dilihat sebagai ancaman dan hal ini membuat anak yang paling tenang pun bisa menjadi agresif.

I have tried to give fair portion of attention and praise to each of them but they obviously are in the stage where they want to exist in the eyes of adult whom they love or admire that the presence of other child is seen as a threat and this can make even the most reserved child become aggressive.

Saya telah beberapa kali mengalami hal seperti ini ketika saya masih menjadi guru taman kanak-kanak.

I have met this kind of case when I worked as kindergarten teacher.

*    *    *    *    *

Berkonfrontasi dengan musuh adalah hal yang sulit tapi berkonfrontasi dengan orang yang kita kasihi adalah hal yang jauh lebih sulit untuk dihadapi.

Confronting an enemy is hard but confronting our loved ones is an even harder thing to do.

Dua bulan lalu saya sudah mengundurkan diri dari persekutuan pemuda di tempat kerja saya.

Two months ago I resigned my post as chief of youth fellowship in my workplace.

Saya lakukan itu demi pertimbangan tertentu dan juga terutama karena Andre merasa tersisih, terabaikan.

I did it for some consideration and mostly because Andre felt he was cast away, neglected.

Tapi dalam dua bulan ini terjadi hal-hal yang membuat saya mengubah keputusan saya.

But in these two months there were things that made me changed my decision.

Berhari-hari sesudahnya saya berperang batin memikirkan apa yang harus saya katakan pada Andre dan seperti apa reaksinya.

Days after that I had mind battlefield thinking what should I tell Andre and how he would react.

Kami tidak bertengkar. Saya harus berlega hati karena tidak ada argumentasi. Tapi tidak ada yang lebih menekan batin dari pada melihat dia duduk diam sambil menekuri lantai dan harus mendengar dia menarik napas dalam.

We didn’t argue. I had to sigh my relief for not having any argumentation. But what more depressing than to see him sit still while staring at the floor and to hear him took a deep breath.

Seluruh kata-kata yang sudah saya susun berhari-hari sebelumnya menghilang dari kepala saya.

Every word I have prepared to tell him just gone from my mind.

“Katakan apa yang harus saya lakukan” hanya itu yang akhirnya dia ucapkan.

“Tell me what I should do” that was all he said.

Saya memeluknya. Menciumnya. 

I hugged him. Kissed him. 

“Maafkan saya” saya menatap mata coklatnya “Tapi kamu harus percaya bahwa saya sedang melakukan apa yang harus saya lakukan untuk anak-anak muda ini”

“I am sorry” I looked straight into his beautiful hazel eyes “But you have to trust me that I am doing what I can for these young people”

Saya tahu sulit bagi Andre yang posesif itu untuk melepaskan saya. Tapi untuk pertama kalinya dia mau berkompromi. Kegiatan pemuda hanya diadakan hari Sabtu, dua kali setiap bulannya. Hari Jumat dan Minggu kami masih bisa bersama.

I know it is hard for Andre, being a possessive, to let me go. But for the first time he agreed to make compromise. The youth fellowship is held on Saturday, twice a month. We can still be together on Friday and Sunday.

Here's a song for you, hun.. thank you for loving me, thank you for your understanding and support..


*    *    *    *    *

‘Lihat SAYA!.. Lihat SAYA!..’

‘Look at ME!.. Look at ME!..’

Setiap orang ingin diperhatikan. Tapi jagalah supaya tetap dalam kadar normal atau hal itu akan membuat akal sehat kita tidak lagi berfungsi.

Everyone wants to be noticed. Keep it in normal level or it would disfunctioned our common sense.

No comments:

Post a Comment