Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, April 27, 2015

What Do You Believe?

Mempercayai adalah hal yang penting.

Believing is important.

Perkaranya adalah apa yang kita percayai dan kepada siapa kita percaya.

What we believe and who we believe remain as the main issues.

* * * * *

Kamu percaya?

Do you believe it?

Kita tentu tidak akan percaya kalau mendengar gajah bisa terbang seperti burung. Mustahil. Itu cuma lelucon.

We definitely won’t believe when we hear elephant can fly like a bird. Impossible. It is nothing but joke.

Kamu seorang pecundang..

You are a loser..

Kalau otak kita mengeluarkan pemikiran seperti ini atau kita mendengar perkataan seperti ini ditujukan kepada diri kita, akankah kita mempercayainya sebagai suatu kebenaran? Apakah kita menerimanya sebagai fakta?


If say, our brain came up with that kind of thinking or we heard those words were spoken about us, would we believe it as truth? Would we accept it as fact?

Untuk menemukan jawabannya, jangan langsung menelannya bulat-bulat atau mempercayai sampai ke titik komanya tapi ambilah waktu untuk melihat dan mengujinya dari berbagai sisi..

To find the answer, don’t just swallow it down or take everything literally. Give yourself some time to see and test it from many angles..

Apa kamu layak menjadi pemimpin sharing sementara kamu tidak pernah mengikuti ibadah setiap hari Minggu..

Are you a suited to lead a sharing while you never attend Sunday service..

Ucapan ini sampai ke telinga saya beberapa hari lalu.


These words came to my ears just a few days ago.

Apakah saya mempercayainya bulat-bulat?

Did I believe it?

Tidak.

No.

Apa saya tidak mengindahkannya?

Did I ignore it?

Tidak.

No.

Yang saya lakukan adalah berdiam diri. Saya sengaja melakukannya untuk mendinginkan kepala dan hati saya.

I kept myself quiet. I did it on purpose to cool down my head and my heart.

Karena pertama kali saya mendengar omongan seperti itu, saya merasa seakan ditampar. Perasaan saya campur aduk antara kesal, bingung, tidak percaya dan marah.

The first time I heard it I felt it like a slap on my face. My feelings were the mixture of upsetness, confusion, amazement and anger.

Mari saya jelaskan dulu latar belakangnya; begini, dua tahun lalu kehidupan saya dilanda badai pencobaan. Orang tua saya bergantian sakit. Yang paling parah adalah ibu saya sampai tahun itu beberapa kali kami mengira saat terakhirnya sudah datang.


Let me take you to my life two years earlier; so, it was stormy. My parents were ill, one after another. My mother's condition was so worse, we thought her end had come.

Saya tidak bisa menerimanya karena saya merasa waktu itu seharusnya belum datang. Saya masih membutuhkan mereka dan selalu ada keyakinan dalam hati saya bahwa mereka harus melihat terwujudnya semua harapan, doa dan iman mereka untuk saya.

I couldn’t accept it because I thought that moment should not come yet. I still need them and there is this feeling in me which keep saying that they should see all of their hopes, prayers and faith for me come to pass.

Saya bingung dan marah. Saya kehilangan arah. Depresi yang parah memakan fisik dan kesehatan saya dalam bentuk haid saya yang tidak berhenti selama sebulan dan kondisi ini berjalan selama hampir setahun. Dokter kandungan yang saya datangi memberikan tiga kemungkinan; ganggungan hormon, ada tumor atau gejala awal kanker rahim.

I was confused and angry. I lost my way. The severe depression took its toll on my physic and health when I had my haid unstoppable for a month and this went for nearly a year. The gynecologist’s prognosis were either it was hormone abnormality, tumor or early symptoms of uterus cancer.

Saya betul-betul nyaris jadi gila karenanya.

I was nearly gone crazy at that time.

Saya kehilangan iman pada Tuhan. Suatu hal yang tidak pernah terbayangkan akan bisa terjadi, apalagi saya bekerja di gereja.

I lost my faith to God. An unthinkable thing to happen, and I work in church.

Tadinya saya menutupinya. Tapi kemudian saya berpikir buat apa saya berpura-pura? Apa gunanya saya mengikuti ibadah tapi pikiran saya kemana-mana dan hati saya penuh dengan kegetiran.


At first I covered it up. But then I thought why pretended? What good was it for me to attend the service but my mind wandered around and my heart was bitter.

Cepat atau lambat akhirnya senior-senior saya menyadari bahwa saya tidak lagi pernah ikut ibadah. Dan untuk alasan beragam, dari yang benar-benar karena peduli dan sayang ke saya sampai pada yang lebih ingin menjaga citra, mereka berusaha untuk mengembalikan saya ke jalan yang benar.

Sooner or later my seniors realized that I skipped the service. And for various of motives, from the genuine care and love for me to the one of keeping an image, they tried to put me back on the right track.

Tidak seorang pun dari mereka yang berhasil mengubah pikiran saya.

None of them could change my mind.

Saat itu adalah masa dimana saya sebetulnya sedang mengalami perombakan, pendewasaan dan pembentukan ulang dari iman serta kerohanian saya.

That was actually the time when I went through faith and spiritual renovation, maturation and reformation.

Saya tidak akan menjadi diri saya sekarang ini, seorang yang jauh lebih baik secara kejiwaan dan kerohanian kalau saya tidak melalui masa-masa itu.

I wouldn’t be the person I am today, somebody who has better psyche and spiritual, if I didn’t go through those moments.

Lalu saya dilibatkan dalam persekutuan pemuda ditempat kerja saya ini. Dari hanya menjadi peserta sampai akhirnya ditunjuk untuk memimpin sharing dan akhirnya menjadi ketua pemuda.

Later I was involved in the youth fellowship in my office. From just being a regular attendance to later got appointed to lead the sharing session and then become the chief of this group.

Semua mengalir begitu saja. Saya tidak pernah mengajukan diri, tidak pernah berminat untuk ikut dalam kelompok pemuda ini karena merasa dari sisi umur, saya sudah terlalu tua untuk disebut pemuda dan apa anak-anak muda ini bisa mengimbangi pemikiran dan pengertian saya atau sebaliknya..

It just happened. I never volunteered myself, never had any interest to join this youth group because seeing it from my age, I can’t classify myself as a youth and could these young people balance my mind and my understanding, vice versa..

Tapi saya menganggap kebersamaan saya dengan mereka adalah saat dimana saya bisa mempelajari banyak hal baru dan saya bisa membagikan pemikiran, pengertian dan pengalaman saya kepada mereka.

But I took my presence among them as an opportunity to learn many new things and I can share them my thoughts, understanding and experience.

Hal-hal yang saya temui dan keberatan Andre membuat saya sempat mengundurkan diri dari kelompok ini. Sebetulnya saya lakukan itu tidak dengan sepenuh hati. Dan Tuhan juga tidak menghendaki terjadi demikian hingga kemudian terjadi beberapa hal yang membuat saya berubah pikiran. Bahkan kali ini saya menjadi lebih berkomitmen.

The things I discovered and Andre’s objection have made me left this group. Something I did half heartedly. And obviously God didn’t want me to abandon them either so things happened that made me changed my mind. This time my commitment is even more strong.

Jadi bayangkan bagaimana kagetnya saya ketika mendengar perkataan yang intinya mengenai ketidaklayakan saya untuk memimpin sharing karena saya masih belum mengikuti ibadah.


So imagine how surprised I was when I heard those words that spoke my incapability to lead sharing session because I still am not attending the service.

Tapi saya memilih untuk berdiam diri. Menenangkan emosi. Tidak mengkonfrontasikan pada yang orang yang mengatakan hal tersebut.

But I chose to remain quiet. Calmed myself down. Not confronted it to the people who said it.

Walau saya menilai ucapan itu didasarkan pada pengertian yang dangkal karena berarti mengukur tingkat kerohanian seseorang hanya dengan melihat kehadirannya dalam ibadah..

Though I think such saying shows how it was concluded on shallow understanding because it means they value somebody’s spirituality based on the person’s attendance on the service..

Tapi saya juga berusaha untuk fair dengan pemikiran; kan mereka tidak melihat dan karenanya tidak mengetahui kalau setidaknya seminggu sebelum saya memimpin sharing atau mengikuti persekutuan pemuda, saya selalu berdoa supaya Tuhan menguasai diri saya sepenuhnya supaya bukan lagi saya yang memimpin sharing, bukan saya yang memilih lagu-lagu yang akan kami nyanyikan. Dengan demikian semua berjalan bukan karena keinginan, ide, pemikiran atau selera saya.

one of our youth meeting
But I also tried to be fair under this thought that; they don’t see and so don’t know that at least a week before I led a sharing session or attended the fellowship, I always pray so God completely endows within me and it makes no longer me who lead the sharing session nor chose the songs we are going to sing. I thus don’t run everything according to personal will, ideas, thoughts or taste.

Saya tidak perlu membuktikan apa pun pada siapa pun. Saya hanya mengikuti pimpinan dan panggilan Tuhan. Saya menjalankan bagian saya dengan sungguh-sungguh.

I don’t need to prove anything to anyone. I just follow God’s lead and call. I do my part with all my heart.

Keraguan mereka terhadap kelayakan spiritualitas saya karena saya tidak mengikuti ibadah.. hmm.. saya tidak mau demi membangun citra diri sebagai seorang dengan spiritualitas yang layak membuat saya harus menjadi munafik.

Their doubt on my spirituality based on my absent from attending the service.. hmm.. it is not my intention to build self image of somebody with proper spirituality that make me have to become a hypocrite.

Saya tidak tergerak untuk mengikuti ibadah karena saya merasa jiwa saya tidak menemukan apa yang saya cari dan butuhkan dari ibadah itu. Saya menemukannya melalui apa yang Tuhan tunjukkan dan ajarkan pada saya dalam kehidupan, juga lewat percakapan pribadi saya dalam doa kepada Tuhan dan banyak merenungkan firmanNya.

I am not moved to attend the service because I feel my soul does not find what I search and need from that service. I find it from the things God shows and teaches from real life, also through my private conversation to Him in prayers and lots of time thinking about His words.

Nah, orang kan tidak melihatnya. Jadi ya ada yang berpikir dan menyimpulkan bahwa mengikuti ibadah menyatakan kondisi spiritualitas seseorang berada dalam jalur yang benar. Yang tidak beribadah berarti kondisi spiritualitasnya meragukan. Haha.. asyik banget kan kesimpulannya..

So people don’t see this. And yeah, few of them think and conclude that attending service shows somebody’s spirituality is in the right track. Those who don’t attend it make their spirituality should be questioned. Haha.. what a superb conclusion..

Berhari-hari saya berdoa dan akhirnya saya menemukan jawabannya. Tuhan mengatakan kalau ada yang minta saya mengikuti ibadah, ikuti saja tapi selama ibadah, arahkanlah hati dan pikiran saya padaNya dalam doa, saya tidak perlu mendengarkan apa yang dikatakan oleh pengkhotbahnya kalau saya tidak ingin melakukannya tapi itu tidak perlu membuat saya gelisah karena sebagai gantinya saya bisa berkonsentrasi dalam doa. Dan itu sudah saya lakukan hari Minggu lalu.. hehe..

I have been praying for this for days and finally I found the answer. God said if somebody asked me to attend the service, go and attend it, but focus my heart and mind to Him in prayer all through the service, I don’t even have to listen to the preacher if I don’t want to but it should not have to make me feel restless as I can concentrate in silent prayer. Oh, by the way, I have done it last Sunday.. lol..

Inti dari yang ingin saya sampaikan melalui pengalaman saya diatas adalah bahwa ketika kita mendengar tentang sesuatu, yang harus kita lakukan;

My point from the stuff I wrote above is when we hear something, what we should do are;

Ambil waktu sejenak untuk tidak langsung mempercayainya tapi juga tidak mengacuhkannya.

Take time to not believe it as the whole truth but not ignoring it either.

Kemudian ambil waktu untuk menyelidiki kebenarannya, lihat dari berbagai sisi, tempatkan diri pada sikon atau posisi yang berbeda.

After that take time to investigate to find the real truth, observe it from different angles, put yourself in different situation and position.

Kalau kita belum menemukan jawabannya, ambil waktu menunggu hingga akhirnya kebenaran yang asli muncul.

If we still have not found the answer, take time to wait for the real truth to appear.

Setiap hari ada banyak hal yang kita dengar, tapi belum tentu semuanya itu adalah hal yang benar. Jadilah waspada dan bijaksana supaya jangan kehilangan arah atau hilang pegangan.

Everyday there are many things we hear but it does not make all of them is the truth. Be on your guard and be wise so you will not lose your way.

No comments:

Post a Comment