Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Friday, April 24, 2015

Hey Commander…

Hai Komandan..

- Pimpinlah kami -

- Lead us -

Saya suka bingung kalau melihat orang begitu berambisi dan bahkan sampai ngotot ingin jadi manager, wakil direktur, direktur, presiden..

I just don’t get it when I see somebody is so ambitious and even push his way to become a manager, vice director, director, president..

Oh ya.. anda akan mengatakan; ‘Keke, posisi-posisi itu memberikan gaji lebih besar, mendapatkan lebih banyak fasilitas, kekuasaan dan presitise besar’..

Oh yeah.. you would say; ‘Keke, those position gives you higher amount of salary, more facilities, bigger power and prestige’..

Kalau itu adalah hal-hal yang memotivasi seseorang untuk menempati suatu posisi tinggi maka itu artinya dia sedang membangun rumah di atas pasir.. tinggal tunggu saatnya kapan dia akan jatuh dan hancur.

If those are the things that motivate somebody to get high position he is building a house on the sand.. waiting for disaster to arrive to make him fall down and destroyed.

Karena posisi-posisi tinggi itu menempatkan seseorang bukan sebagai seorang boss atau seorang atasan yang mempunyai gaji lebih banyak, kekuasaan lebih besar, mendapatkan segudang fasilitas dan hak-hak istimewa yang menjadikan ego serta rasa bangganya melambung hingga ke langit.

Because those high position does not place somebody as a boss or a superior who gets high salary, bigger power, tons of facilities and privileges that boost his ego and pride up to the sky.

Posisi-posisi tersebut menempatkan seseorang untuk menjalankan peran dan membawa tanggung jawab sebagai pemimpin.


Those position put somebody to play the role and to carry the responsibility as a leader.

Menjadi pemimpin itu tidak mudah.

It is not easy being a leader.

Dari dulu saya paling ogah ditunjuk untuk menjadi ketua kelompok atau untuk memimpin sesuatu. Saya tidak punya ambisi untuk menjadi pemimpin. Lebih enak (dan lebih aman) menjadi pengikut.

I have always reluctant to be appointed as head of the group or to lead something. I have no ambition to become a leader. It is much easier (and safer) to be a follower.

Tapi kehidupan membawa saya pada posisi yang menempatkan saya sebagai pemimpin.

But life brought me to position that placed me as a leader.

Dari enam tahun pengalaman saya menjadi guru taman kanak-kanak, setahun saya menjadi wali kelas playgroup dan setahun menjadi wali kelas TK A.

Of my six years working as kindergarten teacher, I spent a year incharged in playgroup class and another one year incharged in class for children age 4-5 years.

Lalu tujuh bulan lalu kelompok persekutuan pemuda di tempat kerja saya membutuhkan seorang ketua. Selama beberapa bulan posisi itu kosong. Tidak seorang pun yang maju untuk mengisi posisi itu. Semua berkelit dan menolak ketika diminta untuk menjadi ketua.

Seven months ago the youth fellowship in my workplace needed a chief. It has been vacant for months. Nobody walked forward to take the position. Everyone made excuses and refused when being asked to fill the position.

Saya menerimanya dengan pemikiran dengan adanya ketua maka kelompok ini akan dimasukkan dalam struktur organisasi dan mereka akan memiliki tempat untuk berkarya, belajar serta bertumbuh.

I accepted it because I thought now that it has a chief, the group is officially in the structure and they shall have a place to bring forth their creativities and ideas, to learn and to grow.

Tapi lima bulan kemudian saya melihat hal-hal yang membuat saya merasa tidak nyaman dan ditambah dengan keberatan Andre karena waktu kebersamaan kami menjadi berkurang, saya mengambil keputusan untuk mengundurkan diri sebagai ketua.

But five months after that I saw things that made me felt uncomfortable and along with Andre’s objection as that position has reduced our time to get together, I resigned from the post.

Lalu terjadi sesuatu yang membuat saya akhirnya memutuskan akan tetap menjadi ketua mereka, memimpin mereka.

Later something happened that made me decided that I will remain as their chief, leading them.

Inilah hal-hal yang mungkin tidak pernah diketahui atau dirasakan oleh anak buah.

These are the things that may not come to the knowledge of or never have to be endured by the subordinates.

*    *    *    *    *

- Siap berkorban -

- Willing to make sacrifices -

Hujan lebat tiba-tiba turun tepat ketika saya akan meninggalkan kantor hari Minggu sore itu.

It poured down exactly at the time when I was about to leave the office on Sunday afternoon.

Saya memutuskan untuk menunggu sampai hujan berhenti atau setidaknya mereda karena tidak mau nekad menerjang hujan lebat.

I decided to wait for it to stop or at least after it ceased down as I didn’t want to soak myself if I insisted to go through the pouring rain.

Kerjaan selesai, hujannya belum kelar juga. 

Work done, the rain has not stopped. 

Jadi saya mandi dulu. Mungkin selesai mandi, hujan berhenti dan saya bisa pulang.

So I took a bath. Maybe the rain would stop after I took a bath.

Setelah mandi saya kembali ke ruangan saya. Hujan masih turun. Sambil duduk-duduk ingatan saya melayang pada apa yang terjadi dalam rapat yang beberapa jam lalu saya ikuti. Dan rasa berat di hati yang memang sudah ada tiba-tiba terasa semakin membebani hati saya.

I returned to my room after I took a bath. It was still raining. As I sat there my mind just flew back to the things in the board meeting that I attended few hours ago. And the burden in my heart which has been there felt heavier.

Pertanda tidak baik. Saya pun mencari sesuatu untuk dikerjakan supaya perhatian saya teralih.

Not good. So I looked for something to keep me busy so I would be distracted.

Telpon genggam saya berdering. Wah, Andre.

My cellphone rang. It was Andre.

Kami bicara sebentar. Dia sudah berada dalam pesawat. Sebentar lagi akan berangkat.

We couldn’t talk long. He was boarded in the plane. Will be leaving soon.

“Semua baik-baik saja?” dari nada suaranya saya tahu dia sangat mengkhawatirkan saya.

“Is everything okay?” I could tell from his voice that he was worried about me.

Tentu saja saya tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Of course I was not okay.

Saya teringat pada rapat yang saya ikuti beberapa jam lalu, pada hal-hal yang membuat saya bingung, kesal, malu, marah dan hujan keparat ini membuat saya tidak bisa pulang, saya capek, mengantuk, saya merindukan rumah saya, orang tua saya, anjing saya, kamar saya yang nyaman..

My mind flew back to that meeting that I attended few hours earlier, to the things that confused, upset, embarrassed, angered me and this damn rain made me unable to go home, I was tired, sleepy, I missed my house, my parents, my dog, my comfortable room..

Dan ya ampun… saya ingin sekali Andre ada disisi saya, dalam keadaan seperti ini saya ingin sekali dipeluk dan saya berada di kantor yang sepi, sendirian.. Kami harus menunggu lima hari sebelum bisa bertemu.

And gosh.. I really wished Andre could be by my side, when I was weary I wanted to be hugged and there was I all alone in a quiet office.. We have to wait another five days before we can see each other.

Begitu percakapan kami selesai.. beban di hati saya terasa demikian berat sehingga air mata saya runtuh tanpa bisa dibendung lagi.

Once our conversation was done.. my heart was so weary that tears just fell down uncontrollably.

Wah, saya panik juga karena tidak biasanya saya jadi cengeng seperti itu. Saya nyaris tidak pernah menangis dan kalau saya menangis, maka itu saya lakukan ditempat tertutup supaya tidak terlihat oleh orang lain.

Oh no, it panicked me because it is not my habit to become so mellow like that. I hardly ever cry and when I did cry, I would do that behind closed door, away from people’s stare.

Untung saja tidak ada yang datang ke ruangan saya sehingga saya punya waktu beberapa menit dalam keheningan jadi saya punya privasi untuk menangis, berdoa dan menenangkan diri.

Good thing no one came to my room so I had few minutes in total silence of privacy to cry, pray and gained back my composure.

*    *    *    *    *

- Jangan pernah meninggalkan anak buahmu -

- Never deserted your men -

“Kita kayak orang tolol ya di dalam sana” teman saya menatap saya sambil tertawa.

“We were like idiots in there” my friend stared at me as she laughed.

Saya ikut tertawa.

I joined in her laugher.

“Si …. juga diam aja waktu ibu…. ngomong” tambah teman saya itu. Nyengir gemas.

“And … said nothing when that lady …. talked to us” she added. Grinned upsetly.

Ya. Saya teringat ketika seorang anggota dewan mengatakan kata-kata kepada kami berdua, opini, pertanyaan dan kritikan yang lebih tepat ditujukan kepada pembimbing rohani kami dari pada kepada kami.

Yes. I remembered how one of the board member said things to us which she should address her opinion, question and critique to our spiritual mentor than to us.

Malam sebelumnya kami mendiskusikan hal-hal yang akan kami bicarakan dalam rapat itu dan pembimbing rohani kami mengatakan kalau ada komentar atau pertanyaan seputar wewenangnya, dia yang akan bicara.

The night before we discussed about the things we were going to say in that meeting and our spiritual mentor said he would answer any comment or questions regarding his jurisdiction.

Tapi kenyataannya dia diam. Membiarkan kami dipojokkan. Dan baru bicara setelah saya meminta dia untuk bicara.


But it turned out he just said nothing. Left us to be cornered. And he only spoke after I asked him to speak.

Saya sudah cukup jengkel mendengar omongan yang dikatakan oleh anggota dewan. Tapi saya lebih jengkel karena dia tidak konsisten dengan omongannya sendiri. 

It already pissed me to hear what that board member said. But it pissed me more to see his inconsistency with his own. 

Saya adalah ketua kelompok pemuda ini tapi kami memiliki pembimbing rohani yang harus mendampingi kami. Dalam beberapa hal posisinya berada di atas saya. Kami saling membutuhkan dan karena itu kami harus saling mendukung.

I am the chief of this youth group but we have a spiritual mentor to guide us. In some cases his position makes him more superior than me. But we need each other and so we have to support one another.

Ketika dia diam tepat di saat ketika kami membutuhkannya dan di saat dia mengetahui kami membutuhkannya.. saya belum pernah merasa demikian dikhianati.

When he shut his mouth right at the time when we needed him and he knew we needed him.. I have never felt so betrayed.

*    *    *    *    *

- Membawa lebih banyak beban -

- Carry most of the burden -

“Pembicaraan kita ini dan hal-hal yang terjadi dalam rapat tadi biarlah hanya kita yang tahu” pesan saya pada teman saya itu “Pasukan kita tidak perlu tahu. Bukan apa-apa, tiap orang memiliki tingkat kedewasaan dan kerohanian yang berbeda. Kalau mereka tahu tentang hal ini, belum tentu mereka bisa mengerti. Mereka bergantung pada kekuatan arus. Jadi biarlah mereka hanya tahu acara kebersamaan pemuda kita tetap berjalan. Mereka tidak perlu tahu bagaimana perjuangan kita tadi dalam rapat”

“We better keep this conversation and the things in that meeting only to us” I told my friend “The guys need not to know. It is not that I don’t want them to know, it is that every people has their own level of maturity and spiritual understanding. If they know these things, they may not able to understand. They depend on the flow. So let them know that our outdoor gathering will be held. They don’t need to know what we had to go through in that meeting”

Teman saya mengangguk. Saya bersyukur karena dia bisa mengerti.

My friend nodded. I am grateful she could understand.

Menjadi pemimpin seringkali seperti menjadi perisai bagi anak buah. Ketika peluru ditembakkan, pemimpinlah yang terkena duluan karena dia yang berdiri di depan.

Being a leader is like being a shield to his men. When a bullet was fired, it was the leader who got hit first because he stood infront of his men.

Orang yang ingin duduk di atas takhta dan dilayani, dia bukanlah seorang pemimpin. Orang seperti itu adalah atasan, boss.

Somebody who wishes to sit on the throne and being served is not a leader. That kind of person is a superior, a boss.

*    *    *    *    *

- Pencapaian kelompok lebih penting -

- Goal achievement is more important  -

Ketika mendengar senior-senior saya meyakinkan bahwa acara kebersamaan kami mendapatkan dukungan dan persetujuan mereka, hal itu memberikan kebahagiaan tersendiri bagi saya.

When I heard my seniors convinced us that our outdoor gathering has their support and permit, it gave me quite a happiness.

Padahal sejujurnya acara itu tidak saya rasakan sebagai sesuatu yang saya butuhkan secara emosi dan rohani.

To be honest I don’t feel that event will be something I need emotionally and spiritually.

Acara ini adalah untuk pasukan pemuda yang saya pimpin. Acara ini penting untuk mereka. Acara ini akan membawa arti untuk mereka.

This event is for the guys in the youth group. This event is important for them. This event will leave good impact on them.

Itu sudah cukup untuk saya ketahui dan untuk membuat saya gembira.

That is enough for me to know and to make me happy.

*    *    *    *    *

- Kami membutuhkanmu -

- We need you -

Ketika saya sedang berusaha untuk menenangkan diri, sempat terpikir oleh saya untuk apa saya mau bersusah payah memperjuangkan anak-anak muda ini.

When I was trying to calm myself down, it crossed my mind what on earth made me wanted to fight my way to stand for these young people.

Lalu muncul pesan blackberry. Seorang dari mereka menanyakan apakah acara kebersamaan pemuda akan dilaksanakan.

A blackberry message came. One of them asked if the outdoor gathering will be held.

Ya, jawab saya, syukur pada Tuhan, berkat dukungan doa kalian juga.

Yes, I replied her, thank to God, for your prayers too.

Syukurlah, balasnya, syukur pada Tuhan. Semangat, ibu ketua..

Thank goodness, she messaged me back, thank God. Keep up the spirit, chief..

Semangat, ibu ketua

Keep up the spirit, chief

Air mata saya runtuh lagi. Tepat di saat saya sedang merasa down.. dia tidak tahu besarnya arti kata-katanya itu.

My tears flooded out again. Right at the time I was feeling down.. she didn’t know how much her words meant to me.

Dan terima kasih, Tuhan, untuk memberitahukannya pada saya..

And thank you, God, to let me know this..

*    *    *    *    *

- Lakukan yang terbaik tapi jangan mengandalkan dirimu sendiri -

- Do your best but don’t rely on yourself -

Setidaknya seminggu sebelum rapat itu diadakan, saya sudah mulai mendoakannya. Saya juga minta supaya anggota kelompok pemuda juga ikut mendoakannya. Bahkan malam sebelum hari H, saya masuk ke ruang rapat dan selama beberapa menit saya berada sendirian di dalam ruangan itu, saya berdoa.

I have prayed for the meeting since at least a week before that it was held. I also asked members of the youth group prayed too. The night before the D day I even went to the meeting room and was all alone in there for few minutes, I prayed.

Besoknya dalam rapat terjadi hal-hal yang sudah saya tuliskan di atas. Hal-hal yang membuat saya bingung, kesal, malu dan marah. Tapi doa-doa saya menjadi seperti perisai yang melindungi dan terutama membuat penguasaan diri saya tidak jebol.

The next day there were things happened in the meeting as I have written about them on the above. The things that confused, upset, embarrassed and angered me. But my prayers have become like a shield and mostly it made my self-control remained intact.

Saya dan tim kami melakukan persiapan. Itu adalah upaya terbaik yang dapat kami lakukan sebagai manusia tapi di atas segalanya tetaplah mengandalkan Tuhan karena Dia adalah sumber dari segala yang kita butuhkan.

My team and I made our preparation. That was the best thing we could do as human but above all else rely on God because he is the source of everything we need.

Tuhan adalah kunci keberhasilan seorang pemimpin.

God is a leader’s key of success.

No comments:

Post a Comment