Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Friday, December 5, 2014

Grrrr Moment

Siapa yang tidak pernah mengalami saat yang rasanya jadi kepingin menggeram kayak anjing? Grrr... Semua pasti pernah. Tapi mudah-mudahan tidak sering ya.. hehe..

Who never had moment that made us wanted to just growl like a dog? Grrr... Everybody had that moment once in a while. Let’s just hope it doesn’t happen often.. lol..

Dulu waktu saya masih lebih muda, emosi saya masih meledak-ledak.. jadi yang namanya grrr grrr.. hmm.. sering.. tidak pandang perkara kecil sampai besar.

When I was younger, my emotion was like a roller coaster.. so I oftenly had grr grr moment.. anything from small to big thing could trigger it.

Setelah melihat dan mengalami bagaimana grrr grrr itu merugikan diri sendiri dan juga orang lain, saya berusaha untuk menguasainya.. tapi bukan berarti saya tidak pernah ber-grrr lagi lho..

After seeing and experienced it first handly how those grrr moments brought nothing good on myself and neither to others, I try to control it.. but it doesn’t mean I never have had it anymore..

Payahnya sifat dasar saya adalah penaik darah, keras dan tidak sabaran. Kombinasi yang tidak bagus.

The thing is I am basically a short tempered, strong headed and impatient person. Bad combination.

Jadi kalau saya sesuatu atau seseorang bikin saya jadi meng-grrr.. widih.., siaga satu deh karena sifat pemarah saya bisa keluar sebelum saya sempat mengendalikannya.

So when something or somebody causing me to have grrr moment.. hell.., be on your guard because my temper might erupt at any second before I could control it.

Dan kalau saya sudah marah… haduh.. lebih baik jangan ada di dekat saya deh..

And when I got angry... oh man.. I am telling you, you better stay away from me for your own safety..

Setahun lalu ada yang mengadakan rapat diruangan saya dan sesudahnya semua pergi begitu saja meninggalkan kursi-kursi yang tadi mereka bawa masuk ke ruangan saya.

A year ago my room was turned into a meeting room and after they were done, they just left the chairs they brought to my room.

Saya baru mengetahui kondisi ini setelah saya masuk ke ruangan saya dan langsunglah... grrr... bagaikan bensin bertemu dengan korek api.. menyalakan api amarah dalam diri saya.

I found it out after I returned to my room and I had... grrr moment instantly.. it was like gasoline met lighter.. together they created one hell of wrath in me.

“Setan!.. sinting!” dan segala kata makian lain sudah berada di ujung bibir saya. Sambil menggigit bibir, sendirian saya membenahi kursi-kursi itu.. oh, jangan dikira saya melakukannya pelan-pelan.. tidak, bray.. saya gombrang gambreng itu kursi-kursi sialan.. hehe..

“Wtf!.. s***t!” and others cursing words were on the tip of my lips. I bit it, then I took the chairs back to where they were stored, all by myself.. oh, don’t think I did that slowly.. nope.. I slammed those f***ing chairs.. lol..

Entah karena mendengar suara ribut atau teringat pada kursi-kursi yang ditinggalkan bertebaran diruangan saya, seorang dari yang ikut rapat kembali ke ruangan saya dengan mengajak dua orang lainnya dan mereka membantu saya.

I don’t know whether the noise or the chairs in my room stroke somebody’s memory, one of the meeting attendant returned to my room with two other people and they helped me.

Lain lagi ceritanya ketika seseorang di tempat kerja memakai komputer yang sedang saya pakai karena harus mengeprint sesuatu.

Another incident happened when a colleague at work place used the computer that I was using because he needed to print something.

Yang kemudian bikin saya ber-grrr adalah ketika dia membukai file-file yang sedang saya kerjakan di komputer. Satu diantaranya adalah blog saya yang sedang saya susun sebelum di posting.

What caused my grrr moment is when he opened the files I was working on the computer. One of them was my blog which I was arranging the draft before I posted.

Saya tidak akan jadi ber-grrr kalau hal itu dilakukannya tanpa sengaja. Tapi ini tidak demikian. Dia berhenti dan membacanya. Teguran saya supaya dia tidak membacanya, tidak diindahkannya.

I wouldn’t have grrr at him if he unintentionally did that. But that was not the case. He stopped and read it. I told him not to but he ignored me.

Kan sama saja dibaca sekarang atau nanti, itu pendapatnya. Tapi buat saya, kalau masih dalam bentuk draft, saya tidak mau orang lain membacanya.

It wouldn’t make any difference to read it now or later, that was his excuse. But for me, when it is still in draft, I don’t want anyone read it.

Ini sudah cukup untuk bikin saya jadi grrr. Tapi yang menarik keluar sifat pemarah saya adalah karena dia tidak mengindahkan perkataan saya untuk tidak membacanya. Dan untuk diketahui, saya memperingatkannya tidak hanya sekali.

This was enough to make me had grrr moment. But what made it triggered my temper is him ignoring me when I told him not to read it. And fyi, I didn’t warn him just once.

Meledaklah amarah saya dan saya tidak lagi peduli ruangan saya sepi atau ramai..


My anger came in huge blast and I didn’t care whether the room was empty or not..

Kadang saya menyesali saat-saat saya jadi grrr begitu, tapi lebih sering tidak. Katakanlah saya egois, tapi dalam pandangan saya, kan tidak datang tanpa sebab dan itu bukan karena saya yang cari gara-gara atau saya bikin perkara untuk menciptakan grrr bagi diri sendiri.

Sometimes I regret those grrr moments but mostly I don’t. So let’s say I am selfish, but in my perspective, grrr moments wouldn’t just popped out of nowhere and it is not me who made a scene or came up with anything to create it.

Fakta lain tentang saat-saat grrr adalah dia bisa cepat hilang atau bertahan lama tergantung pada sikon.

Another fact about grrr moments is it can go away fast or it stays. It depends on situation.

Sekitar setengah tahun lalu ruangan saya berubah fungsi menjadi ruang doa. Tapi ketika itu mereka mengambil posisi sedemikian rupa sehingga akhirnya saya dan seorang senior lainnya jadi susah untuk bekerja.

About half a year ago my room has to be altered into praying room. But at that time they occupied nearly almost the whole room that it made me and a senior couldn’t work.

Saya menyatakan keberatan saya pada penanggung jawab dari kegiatan doa itu. Argumen yang saya pakai adalah masing-masing pihak (mereka dan saya) sama-sama saling mengganggu dan terganggu.

I went to that praying team's PIC. My argument is each party was equally annoyed.

Tapi dia tidak mau mengalah. Dia menemui senior saya yang menjadi pemimpin di tempat kerja saya ini dan intinya adalah, entah benar atau salah, sayalah yang harus mengalah.


But she didn’t want to give in. She went to see my senior who is the chief in my work place. The point is whether I was right or not, I was the one who had to give in.

Saya pikir, yah.. ini toh bukan rumah saya, bukan kamar saya.. mana ada ceritanya saya bisa menang adu argumen. Apalagi senior saya sudah ketok palu.. punya pilihan apa saya selain harus terima apa pun keputusannya..

I thought, yeah.. so it’s not my house, not my bedroom.. what made me thought I would win my argument. Especially since my senior has given the verdict.. what option did I have beside accept it..

Tapi.. ada tapinya.. bukan berarti itu tidak membuat saya jadi tidak meng-grrr. Justru jadi bertambah grrrrr..

However.. yes, that’s right.. it didn’t mean I then had no grrr moment. Infact, it added more fuel to it.

Suatu hari Minggu, saya berdiri di pojok pantry dengan memegang segelas kopi dingin dan membawa segudang grrrr dalam hati karena sekali lagi saya tidak bisa bekerja dalam ruangan saya karena ruangan itu sedang dipakai untuk berdoa.. haha.. luar biasa..

On one Sunday, I stood in the corner of the pantry, holding a glass of ice coffee and tons of grrrr in me because once again I couldn’t work in my room because it was used as praying room.. haha.. splendid..

Saya ditemani oleh senior saya yang juga menempati ruangan itu. Kami berdua memutuskan untuk ngopi dulu di pantry sambil menunggu orang-orang itu selesai berdoa.. hmm..

I was accompanied by a senior who was also work in my room. We both decided to get some coffee in the pantry while waiting for those people to get done with their praying.. hmm..

Kami sedang mengobrol ketika masuklah senior saya (yang memutuskan ruangan saya tetap akan dijadikan ruang doa). Beliau sebenarnya adalah senior saya yang paling dekat dengan saya, orang yang juga paling saya hormati dan sayangi. Kami berdua punya kesamaan dalam rasa humor dan itu yang membuat kami dengan santainya bisa bercanda dan saling meledek.

We were talking when my senior came in (the one who decided my room to be made as praying room). He is actually a senior who’s closest with me, he is my most respected and loved person as well. We both have same sense of humor and that is what makes us can joke around and teasing each other.

Gurauan dan ledekannya tidak pernah bikin saya jadi grrr.

His jokes and tease never made me had grrr moments.

Pagi itu dia mengatakan suatu gurauan. Saya diam saja. Tidak menanggapi. Tersenyum saja tidak.

That morning he said a joke. I kept silent. Unresponded. Not even smile.

Dia membuat gerakan seakan menonjok lengan saya. Sesuatu yang senang dilakukannya. Dan saya biasanya spontan balik menonjok lengannya. Tapi hari itu saya bagaikan gunung es.. saya malah menarik tubuh saya menjauh dan semakin menyembunyikan diri di sudut pantry.

He made a gesture as if he would punch my arm. Something he likes to do. And I usually spontaneously respond by punching back his arm. But that day I was like an iceberg.. I moved away and hid myself more in the corner of pantry.

Yah, lagi ber-grrr begitu di ajak bercanda.. kagak nyambunglah yaww.. apalagi karena saya menganggap dia ikut bertanggung jawab untuk membuat saya tersingkir dari ruangan kerja saya.

Yeah, so I was having my grrrr moments and he asked me to joke.. I was just not in tune.. especially because I thought he is responsible to make me being thrown out of my room.

Tentu saja dia mengerti karena minggu berikutnya seorang karyawan tempat kerja saya ini datang ke ruangan saya dengan membawa berita bahwa dia disuruh oleh senior kami itu untuk mengatur posisi kursi sehingga mereka yang berdoa tidak akan menjajah seluruh ruangan saya.

He surely got the message because the next Sunday a worker in this place came to my room with a news that he was asked by our senior to arrange the chairs so those people no longer occupy the whole room.

Apa itu menghilangkan grrr saya?. Tidak. Hanya menurunkan kadarnya saja.

Did it wipe off my grrr feelings?. Nope. It’s just reducing it.

Berkompromi bukan berarti rasa grrrr hilang.

Making compromises not automatically eliminating the grrr feelings.

Belum lama ini saya sempat kesal pada beliau dan sampai dia pulang, kami tidak bicara lagi. Beberapa saat kemudian, rasa grrr saya berkurang dan saya agak menyesal karena sempat memasang muka cemberut padanya.

Just recently he made me upset and until he left, we didn’t talk. Few moments later, my grrr feelings ceased and I felt sorry I put my frawn face to him.

Kami tidak bertemu di hari biasa kami bertemu di kantor dan ini menambah rasa penyesalan saya. Setelah beberapa hari lewat, rasa grrrr saya sudah hilang dan sekarang saya merindukan kehadirannya, ingin mendengar suaranya ketika menegur saya, ingin mendengar berbagai cerita konyol, gurauan dan ledekan khasnya.

We didn’t meet on the day when we usually meet in the office and it made me had more regret. After few days passed, my ill feel has gone and I miss his presence, I wanted to hear his voice when he talks to me, want to hear his many sily stories, jokes and his way of teasing me.

Grrr momen bisa merugikan tapi kadang bisa memotivasi kita untuk berbuat kebaikan.

Grrr moments bring no advantage but sometimes it can motivate us to do good thing.

Beberapa hari lalu mahasiswi magang di tempat kerja saya menerima pesan Blackberry yang mengganggu perasaannya. Seorang rekan saya yang mengetahui penyebabnya menyuruhnya untuk memberitahu saya.

Few days ago an intern in my workplace got an annoying Blackberry message. A colleague who knew about it told her to inform me about it.

Wah, saya langsung meng-grrr begitu membaca isi pesan BB tersebut karena saya dan rekan itu terbawa-bawa dalam pesan itu.

I tell you something, I instantly had grrrr moment after I read that BB message because it referred to me and that colleague too.

Karena si pengirim pesan BB itu tidak terhubung dengan saya melalui BB, saya mengontaknya lewat whatsapp. Dan saya mengirimkan pesan yang menyatakan saya ingin tahu apa alasan dia dibalik pesan BB-nya, bahwa saya merasa terganggu dengan isi pesan tersebut.

Since the person who sent that BB message is not connected to me through BB, I sent him whatsapp message where I asked him what was his intention to send such message, that the content annoyed me.

Saya bukan orang yang suka berkonfrontasi. Saya lebih suka diam dan mengalah. Tapi sudah grrr.. sifat pemarah dan keras hati saya bisa keluar. Kalau sudah demikian, saya bisa jadi lebih garang dari siapa pun.

I don’t like confrontation. I rather keep myself silent and give in. However, grrr feelings can make my short temper and strong head characters come to the surface. When it happens, it can turn me into a bull.

Grrrr yang terakhir ini ada gunanya karena saya jadi bangkit membela si mahasiswi magang. Pesan BB yang dikirimkan orang itu padanya tidak hanya membawa-bawa saya dan rekan saya tapi karena pesan itu juga beraroma bullying (saya akan menceritakannya dalam postingan berikutnya).


The last grrr feelings gave positive outcome because it made me stood up to defend the intern. The BB message is not just mentioned me and another colleague but it had bullying intention (I will write about in in my next post).

Rasa grrr membuat saya marah sehingga memampukan saya untuk bereaksi keras pada si pengirim pesan BB itu.

Grrr feelings made me angry and it was like something moved me from within to give firm reaction to the person who sent that BB message.

Sejak itu dia tidak lagi mengirim pesan BB apa pun pada si mahasiswi magang. Tapi saya tetap akan memantau karena setelah saya membaca pesan-pesan dan komen-komen sebelumnya, isinya cenderung mengarah pada bullying secara psikologis. Saya tidak percaya dengan kata-kata ‘bercanda kok’.

Since then he no longer send any BB message to the intern. But I will keep my eyes on him because after I read his previous messages and comments, the content tend to psychological bullying. I don’t buy his ‘just joking’ words.

Jadi, seperti apakah saat-saat grrr anda?

So, what is your grrrr moments like?

Saat-saat grrrr lebih banyak tidak ada gunanya, lebih merugikan dan lebih banyak konyolnya dari pada menguntungkannya. Tapi karena kita bukan robot.. ya, wajar saja kalau sesekali kita bisa meng-grrr atau menimbulkan grrr bagi orang lain. Asal bisa dikuasai dan tidak dibiarkan berlarut-larut atau jadi besar.. maka itu saya anggap masih dalam kategori aman.

Grrr feelings bring nothing good, it gives more damage and silliness than bring good thing. But since we are not robots.. it is understandable to have it once in a while or bringing it to others. As long as we can control it, not allowing it to go for long time or turn it into huge thing.. I consider it normal.

No comments:

Post a Comment