Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, April 17, 2013

You Are All That Matters

Belum ini saya menulis tentang penyambut setia saya di rumah. Tentang orang-orang terkasih di rumah yang setiap sore menunggu kepulangan saya.

Just recently I wrote about loved ones at home who are always wait for me returning home every afternoon.

Ketika ibu saya masuk rumah sakit pada akhir bulan Maret lalu, belum pernah saya merasa demikian hancur-hancuran.

I have never felt so fell apart when my mother was hospitalized in March.

Saya bisa memiliki segalanya yang ada di dunia ini tapi apalah artinya semua itu tanpa adanya orang-orang yang mengasihi dan yang saya kasihi?


I could have all the world but would it matter without the people who love me and whom I love so much?

Ketika saya kembali ke rumah, rasanya seperti meninggalkan dunia yang buruk, kotor, penuh dengan berbagai kepalsuan dan kejahatan.

When I get home, it feels like leaving the wicked world and all its fakers and evil.

Segala ketegangan rasanya hilang ketika saya membuka pagar. Segalanya menjadi demikian sederhana. Doggie berlari mengitari saya. Menggonggong ceria. Melompat berdiri, minta kepalanya ditepuk-tepuk dan dielus oleh saya.

I can feel all the tension is gone when I open the fence. Everything looks so simple. Doggie runs around me. Barks in its happiness. Jumps up, wanting me to pat and caress its head.

Saya membuka pintu rumah, masuk ke dalam rumah dan menutup pintu itu.

I open the door, walk in the house and close that door.

Setiap kali itu pula saya merasa semua orang aneh kini berada di luar.

Everytime I do that I feel that I leave behind me all the crazy people out there.

Saya berada di dalam rumah. Doggie ikut masuk. Ayah saya ada di dalam rumah. Ibu saya ada di dalam rumah.

I am in the house. Doggie comes in too. My father is in the house and so does my mother.

Saya tidak lagi peduli apakah ketika saya pulang saya mendapati ayah saya sedang mengorok di sofa atau sibuk di dapur atau menonton pertandingan sepak bola di tv, karena yang berarti bagi saya adalah ayah saya ada di rumah.

When I get home, I no longer give a damn whether I’d find my father snoring on the sofa or busy in the kitchen or glue to the tv watching soccer match because what matters most is he is there.

Saya tidak lagi peduli apakah ketika saya pulang, saya mendapati ibu saya dalam keadaan sehat atau terbaring lemah di tempat tidur karena sedang mendapat gangguan pada kesehatannya. Bagi saya, ibu saya ada di rumah.

When I get home, I no longer give a damn whether I’d find my mother is well or she is lying on bed being unwell because what matters most is she is there.

Saya masuk ke rumah dan saya merasa aman karena di sana ada mereka yang mengasihi dan yang saya kasihi lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.

I get in the house and I feel safe because there are people who love me and whom I love more than anything in this world.

Bersama mereka, saya menjadi diri saya sendiri. Saya tidak perlu memasang senyum palsu, tidak perlu mengalah dan memberikan kepala saya untuk diinjak, tidak perlu menjadi sasaran ketidaksukaan orang, tidak perlu meminta maaf untuk hal yang bukan kesalahan saya, tidak perlu tertawa ketika hati menangis, tidak perlu mengikuti kemauan orang lain yang sangat bertentangan dengan hati nurani…

Being with them means I can be completely me. I don’t have to put on fake smile, I don’t have to give my head to become other people’s door mat, I don’t have to be a scapegoat, I don’t have to apologize for the mistake that I didn’t do, I don’t have to laugh when my heart is crying, I don’t have to follow other people’s wishes that against my will..

Dalam dunia yang keras dan dipenuhi dengan segala manusia sinting, saya memiliki satu tempat berlindung, tempat saya dapat bernapas, tempat yang aman dan memberikan kedamaian.

In this wicked world inhibited by jackass, weirdos and bitches, I have one safe place where I can hide, I can breathe, a sanctuary, a place I find peace.

Saya sudah pergi ke banyak tempat yang indah dan memukau. Saya bertemu dan bergaul dengan berbagai orang yang sangat baik, mengagumkan dan luar biasa.

I have been to many beautiful places. I have met and hung around amazing, wonderful and kind people.

Tapi dalam segala kekurangannya, orang tua saya adalah orang-orang yang membuat saya menjadi diri saya sekarang ini. Mereka adalah air yang menyejukkan, benteng yang melindungi, karang yang kokoh, penawar racun dan obat yang paling manjur untuk segala kesakitan yang diberikan oleh dunia serta manusia-manusianya. 

But with all their imperfectness my parents are the people who make me as the person I am today. They are the cool water, the fortress, the solid rock, the antidote and medicine that heal me from all the pain given by the world and its man.

Ketika orang-orang yang saya kasihi menderita, saya merasakan kepedihan yang lebih dalam dari pada ketika orang mencaci dan menghina saya.

When my loved ones suffer, it hurts me more than when people yelled or scolded me.

Ketika orang-orang yang saya kasihi seakan hendak direnggut paksa dari sisi saya, saya merasa lebih baik saya ikut mati bersama mereka karena apalah artinya saya hidup tanpa mereka? Betul, di dunia ini tidak ada kehidupan tanpa akhir, tapi saya tidak mau orang tua saya pergi saat ini sebelum mereka melihat segala harapan, keinginan dan impian kami bertiga terwujud.

When it seemed death would grab my loved with force, I feel I better die with them because what would I be without them? Yes, nothing is mortal in this world but they are not going to be taken before they see all of our wishes, hopes and dreams come true.

Karena kami bertiga telah merasakan dan menjalani penderitaan bersama-sama. Kami harus merasakan dan menjalani kebahagiaan, keberhasilan dan kemakmuran bersama-sama pula.

The three of us have gone through hardship together. We therefore must have the happiness, success and prosperity together as well. 

No comments:

Post a Comment