Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, February 6, 2013

Indonesian and Chilis


Cabe? Sambal? Orang Indonesia mana yang tidak suka pedas? Saya bisa hitung dengan jari di satu tangan berapa jumlah orang yang saya kenal yang tidak suka pedas.

Dulu saya tidak gila pedas. Mungkin karena pada waktu itu perut dan amandel tidak tahan di hantam sama yang pedas-pedas.

Tapi setelah saya menjalani operasi pengangkatan batu empedu tahun 2001, perut saya yang tadinya super antik (karena tidak boleh salah makan) langsung jadi tahan banting.

Lucunya amandel saya juga semakin nge-badak dengan bertambahnya usia saya. Maksudnya nge-badak adalah dia jarang bengkak. Umur-umur di bawah 35 tahun dia malah rese. Perubahan cuaca, makanan pedas, es, batuk dan pilek bisa bikin dia bengkak sehingga buat menelan rasanya sakit, kalau sudah parah malah susah nelan dan ngomong serta bisa ditambahi dengan demam.

Sekarang kalau tenggorokan terasa mulai perih, saya tinggal puasa makan makanan pedas dan berkumur dengan obat kumur sekali sehari. 2-3 hari kemudian dia pasti kembali normal.

Jadi dengan sikon badan yang semakin tahan banting seperti itu maka tidak heran kalau saya agak-agak jadi pecandu sambal dan cabe. Dan seperti para pecandu, saya juga mengalami saat-saat di mana saya sakau. Hehe.

Misalnya saat harus menghadiri jamuan makan resmi. Ya ga mungkin juga saya minta sambal ikut dihidangkan dalam menu pada waktu sedang menghadiri jamuan makan resmi untuk urusan kantor. Apalagi kalau sedang bersama klien. Ga seru juga kali kalau muka saya berkeringat, bibir merah, mulut sibuk mendesah-desah kepedasan ketika sedang makan bersama klien atau rekanan bisnis perusahaan. Hehe.

Sekali pun rasanya janggal makan tanpa rasa pedas, tapi kalau makanannya enak-enak, ya lidah dan tenggorokan saya terhibur juga. Apalagi kalau bisa makan sepuasnya tanpa harus bayar. Mau pedas atau tidak, ah, itu ga masalah. Hehe.

Paling asyik sih kalau makan bareng temen-temen yang sama-sama gila pedas. Makan jadi seru. Hehe. Tapi kan tidak semua satu aliran dengan saya. Ini baru saya sadari setelah saya berpacaran dengan orang asing. Apalagi kalau itu bule. Wih, pada anti sama makanan pedas. Buat mereka, lada, paprika, jalapeno dan Tabasco sudah masuk dalam kategori pedas banget. Sementara buat saya itu belon ada apa-apanya.

Jadi, tiap kali Andre dan saya pergi, pasti saya berbekal saus sambal dalam sachet. Soalnya kalau kita makan di warteg, ya tentunya saya tidak usah repot mencari sambal karena memang sudah disediakan. Tapi di restoran fine dining mana ada sambal? So, sambal simpanan pun keluar dari persembunyiannya. Hehe.

Nah, entah karena ingin tahu atau tergugah karena melihat saya menyukai makanan pedas, sambal dan cabe, Andre kadang nekad ikut-ikutan. Biasanya ini dia lakukan kalau saya lengah karena dia tahu saya pasti akan melarang. Bukan kenapa-napa, tapi saya tahu perut bulenya beda dengan perut melayu saya. Sudah pasti onderdil dalam perut saya lebih tahan banting karena sudah terlatih dari umur muda dengan pedas-pedasan itu. Tapi eh, dasar dia bandel..

Udahannya ya dia jadi buang-buang air. Repot kan kalau kita lagi traveling. Masa sebentar-sebentar harus cari-cari wc umum atau kalau tidak ada ya harus ke mall, restoran atau toko buat nebeng buang hajat. Hehe. Gimana kalau lagi ada di jalan tol? Masa harus berhenti dulu buat buang hajat di balik semak-semak?? Haduh…

Peribahasa pengalaman adalah guru terbaik tidak berlaku buat Andre yang kagak ada kapoknya biar pun sudah berkali-kali buang-buang air gara-gara makan sambal, cabe atau makanan berbumbu pedas. Hehe.

Eh tapi lucunya nih, perut saya malah keok kalau kena susu. Makan sambal atau cabe sepedas apa pun, jarang ada yang bisa bikin saya mules atau jadi buang-buang air. Tapi kalau minum susu, apalagi kalau itu susu putih… hmm…
__________________________________________

I can count Indonesian who dislike chili with the fingers in my hand. So it means most Indonesian like chili.

I was not a chili person. Digestion problem and my tonsils were the reasons why I kept myself away from chili and any hot spicy food.

But after I had my gall stones removed from my gall bladder in 2001, my digestion works fine and so I no longer have to stay away from chili or hot spicy food.

My tonsils on the other hand have somehow more tolerance for chili or hot spicy food unlike when I was under 35 years old. At that time the change of weather, too much of cold drink, cough or flu could make them swell, making it difficult for me to talk or eat.

No whenever I have sore throat, all I need is just stop eating chili or hot spicy food and gargle with the mouthwash once or twice a day. This usually goes for just 2-3 days and the tonsils are back to normal.

So with my body shows high tolerance for chili or hot spicy food, it is no wonder that I have become a chili addict. And like any other junkie, there were times when I craved for chili.

In business lunch or dinner party for example, I certainly can not ask that my beloved chili or hot spicy food to be put in the menu. I can’t imagine myself eating chili or hot spicy food with the guest or company clients and we were sweating, our lips were red and we swishing out of the chili or hot spicy food. Lol.

Though it felt like something was missing but I took comfort from the good taste of the meals. Especially if it was a treat. I wouldn’t mind not to have my beloved chili or hot spicy food in the menu as long as the meals are for free and tasty. Lol.

Still it is more fun to have lunch or dinner with the people who are chili or hot spicy food junkies. But not everyone is in the same level when it comes about chili or hot spicy food. The westerner think pepper, paprika, jalapeno and Tabasco are hot. While I think they are not really that hot.

So whenever Andre and I went out I make sure I bring some hot chilis with me. Well, I wouldn’t have to worry about not able to find chilis in Indonesian food staller or restaurant but how if we went to fine dining restaurants? That is why I need to equip myself with some hot chilis.

Now I don’t know whether it was out of curiosity or seeing me eating chili or hot spicy food was so tempting that made Andre couldn’t help himself not to eat it too. He did that when I didn’t see because he knew I would not allow him. It is because I knew it too well that his western digestion can’t tolerate those kind a meal, unlike my eastern digestion that has been trained for years.

And so he’s got diarrhea after eating chili or hot spicy food. That is a problem when we were traveling. We had to search for public toilet or went to malls, restaurants,  stores to go to their rest rooms. And how if we were in the toll road? Should it be done behind the bushes?

Experience is the best teacher somehow can not be applied to Andre because he had bad experience with chili or hot spicy food but it never teaches him the lesson. Lol.

In the meantime, my digestion that can stand even the most hottest chili, knocked out by milk. Yes, milk. It is enough to make me get diarrhea. Unbelievable but true. Lol.

No comments:

Post a Comment