Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, October 10, 2012

Smoking and Loneliness


Saya tidak ada masalah dengan rokok. Yah, asalkan rokok itu tidak dinyalakan tentunya. Hehe.

Sama seperti banyak perokok yang mencoba merokok pada usia remaja, saya pun pernah bereksperimen dengan benda itu. Tapi entah apakah karena saya memang tidak terlahir untuk menjadi perokok atau karena amandel saya dulu rajin bengkak, pastinya saya kemudian merasa tidak tahan merokok. Sungguh saya sangat bersyukur karenanya.

Di kemudian hari saya malah menjadi anti rokok. Saya tidak mau dekat-dekat dengan perokok dan beruntung selama 20 tahun terakhir ini bekerja ditempat-tempat yang bebas asap rokok.

Dalam pergaulan memang mau tidak mau saya bertemu dengan perokok. Tapi umumnya mereka cukup sadar diri untuk tidak merokok dekat-dekat dengan orang yang anti rokok seperti saya. 

Yang repot adalah kalau saya pergi clubbing dengan teman-teman ke cafĂ©, bar atau diskotik. Manalah bisa saya ngomel karena ditempat-tempat seperti itu sebagian besar pengunjungnya merokok. Akibatnya begitu keluar dari sana mata saya merah dan seluruh badan serta pakaian saya berbau rokok karena selama berjam-jam ‘berendam’ dalam ruangan yang penuh dengan asap rokok. Pusing dan mualnya rasanya melebihi dampak minuman alkohol yang saya minum selama berada di sana.

Tapi bukanlah karena kesengajaan maka mantan-mantan pacar saya adalah orang-orang non-perokok. Entah bagaimana, cowok yang tertarik pada saya adalah tipe anak manis dan alim. Bahkan ketika saya mulai berpacaran dengan orang asing, mereka pun umumnya tipe cowok yang tidak merokok, walau gaya hidupnya tentu tidak se-alim para mantan saya yang orang Indonesia.

Dunia baru terasa terbolak balik ketika saya bertemu dengan si bule ini. Ketika pertama kali berkenalan lima tahun lalu, dia tidak memberi kesan positif pada saya walaupun saya berupaya untuk tidak terburu-buru menjatuhkan vonis negatif tapi tetap saja penampilannya tidak membuat saya bersimpati.

Soalnya dia tidak mengesankan seorang akuntan yang cukup berhasil dinegerinya. Ok deh dia memang sedang dalam suasana dan mood liburan tapi bo, rambutnya acak-acakan, brewokan, kelihatannya sudah tua banget (padahal dia hanya 4 tahun lebih tua dari saya) sudah gitu juga ber-tato dan berpakaian dengan gaya sejadinya saja dan parahnya lagi.. aduh, dia juga ngerokok!.

Tidak heran kalau pada waktu itu saya ogah dekat-dekat dengan dia. Sikapnya kepada saya juga sama cueknya. Jadi siapa kira kalau saat itu dia sebetulnya naksir saya. Tapi untung juga saya tidak tahu. Kalau tidak, mungkin saya bisa pingsan jadinya. Hehe.

Saya bukan orang yang mudah jatuh cinta. Jadi kalau sampai saya akhirnya menjalin hubungan dengan seorang lelaki maka bisa dipastikan itu bukan untuk main-main walau tentunya seperti yang sudah saya tuliskan dibeberapa postingan sebelumnya, saya jiper kalau suatu hubungan sudah berorientasi kepada pernikahan.

Nah, kebiasaan merokoknya itu bikin saya puyeng. Bisa saja dia berkumur dengan obat kumur atau mengulum permen mint tapi dia tetap berbau rokok. Bajunya, rambutnya, mukanya, badannya. Aih…, saya beberapa kali sampai menolak untuk dicium atau dipeluk begitu saya mengendus bau tembakau busuk itu.

Paling jengkel rasanya kalau saya bertandang ke kamar hotelnya atau rumah sewaannya dan begitu masuk… srenggg!!. Aroma tembakau busuk menyambut saya. Blah!

Belum lagi puyengnya saya memikirkan dampak tembakau itu pada dirinya. Sejauh ini memang tidak ada keluhan. Tapi bagaimana dengan hari-hari berikutnya?

Yah, setahun terakhir ini dia memang berusaha untuk berhenti. Cuma ya.., kalau ada dengan saya, dia bisa berhenti merokok. Tapi begitu balik lagi ke negerinya, kebiasaan itu muncul lagi.

“I work at home and you know I live all alone in my apartment” dia setengah mengeluh kepada saya “it is hard to live alone sometimes. I smoke because I feel lonely”. Saya kerja dirumah dan kamu tahu dong saya kan tinggal sendiri. Kadang ga enak hidup sendiri. Saya ngerokok karena saya berasa kesepian.

Ya, dia tidak bekerja kantoran. Dulu ya. Kemudian dia berhenti dan memilih bekerja di rumah. Perusahaan atau orang perorangan yang pernah memakai jasanya ternyata memang tetap memilih dia untuk menjadi akuntan mereka sekalipun dia tidak lagi bergabung dengan perusahaan keuangan manapun.

Bekerja di rumah jelas lebih santai. Tapi..

“I wake up in the morning, have breakfast by myself, and I feel alone. So I smoke” dia nyengir “I take a break from work at noon and I realize how lonely my place is, so I smoke. When I go out and return home, take a shower, have dinner, watch tv and the evening feels so long and I feel lonely again. So I smoke”. Saya bangun pagi, sarapan sendiri dan berasa kesepian so rokok jadi pelarian. Tengah hari saya berhenti kerja dan nyadar apartemen sepi banget so saya ngerokok (buat ngusir rasa sepi itu). Kalau saya balik ke apartemen, saya mandi, makan malam, nonton tv dan saya berasa kesepian lagi so lagi-lagi saya ngerokok.

“When I’m here, I know I have you and I don’t feel lonely. Eventhough you don’t spend every night at my place but I know I will be able to see you everyday”. Kalau lagi ada disini, saya tahu ada kamu dan itu bikin saya ga berasa kesepian. Sekalipun kamu ga nginap ditempat saya setiap malam tapi setidaknya saya tahu saya bisa ketemu kamu setiap hari.

Sampai disini saya tidak bisa memberi saran terbaik. Karena baru sekali ini saya dengar ada orang merokok karena merasa kesepian.

Indramayu
Ya, saya tahu bagaimana rasanya tinggal sendiri. Saya tinggal di mess pabrik sewaktu bekerja di kota Indramayu beberapa tahun yang lalu. Saat itu saya satu-satunya perempuan yang tinggal disitu, selain beberapa orang perempuan lokal yang bekerja sebagai pembantu di mess saya dan mess karyawan laki-laki.

Rasa sepinya memang luar biasa. Apalagi lokasi pabrik tidak berada tepat di kota Indramayu. Jadi selepas jam kerja, ya langsung balik ke mess. Saya tidak berani nongkrong berlama-lama di pabrik atau pergi ke mess laki-laki sekalipun mereka yang tinggal disana adalah rekan kerja yang punya hubungan kerja serta pertemanan yang sangat baik dengan saya. Rasanya kurang pantas saja buat saya sebagai satu-satunya karyawan perempuan yang tinggal di mess pabrik untuk berbuat seperti itu. Begitulah pikiran saya pada waktu itu.

Jadi saya mengerti rasa yang digambarkan si bule tentang bagaimana perasaan sunyi sepi saat berada didalam rumahnya. Walau keadaannya masih jauh lebih baik dari sikon saya pada waktu saya tinggal di mess pabrik karena dia toh tinggal di kota dan ada sambungan internet langsung kerumahnya. 

Saya tidak mengusir rasa sepi itu dengan merokok. Tapi ada hal lain yang sempat saya pilih untuk menjadi cara saya melarikan diri dari rasa sepi. Tidak usahlah saya ceritakan apa yang saya lakukan tapi dalam topik ini, kami memiliki kesamaan.

Akhir-akhir ini ada beberapa hal yang menghadirkan sikon dilematis bagi saya yang  membuat saya tidak tentram.
_____________________________

I don’t have any problem with cigarette. As long as it is not being lit.

Just like any other smoker who started smoke in their adolescent years, I had my experiment time with it during that period. I don’t know if it was because I am not born to be a smoker or was it my tonsils that swelled easily, one thing for sure is I discontinued my relationship with cigarette. How grateful I am for that.

I have even become an anti cigarette. I can’t stand being around smoker. And lucky enough to have been working in non-smoking work environment in the past twenty years.

Meeting smokers however is unavoidable. But they usually keep their habit away from an anti smoker like myself.

It is a different thing though when my friends and I go clubbing. I surely can’t yell at every smoker I met there because most of the people who in bars, cafes or nightclubs are smokers. Hours later my eyes would feel dry and turned red . The nusea caused by inhaling the smoke is worst than getting high of alcohol.

It is not a coincidence though that the guys who attracted to me are non-smoker. I don’t know why but it seems they are always the good behaved ones. Even when I start to date foreigner, they too are that kind a people. Their lifestyle is a different thing of course.

My world turned upside down when I met my ‘dear’ friend. When we were introduced by a friend’s friend five years ago, he didn’t give me positive impression. I tried not to make premature judgement on him but the image wasn’t a good one.

From my point of view he didn’t give any impression of a quite successful accountant in his country. So he was in vacationing time and mood at that time but.. I mean, gosh,.. it seemed he never comb his hair, he was bearded and whiskered so thick, he looked so old (he is only 4 years older than me), he has tattoos on his body, it looked like he didn’t care of the way he dressed and worst of all is he smokes!

No wonder I didn’t want to get around him. His behavior at that time showed that he didn’t notice me at all. Who would know that he was feeling attracted to me at that time. But I’m glad I didn’t know because I probably would faint if I knew it. lol.

I’m not the type of person who falls in love easily so when I’m in love with someone, it is definitely not for fun, despite the fact that I am having cold feet when it comes to marriage as I have written about it in my previous post.

His smoking habit is a constant concern for me over the years. He rinse his mouth with mouthwash or chew mint candies but the strong smell of the smoke from his cigarette are all over him, it is on his clothes, hair, face, body.. sometimes I refused to be kissed or hugs by him because I couldn’t stand the smell.

The thing that gave me headache is when I got in his hotel room or rented house and that smell was inside that place. Blah!

It worries me to think the effect of his smoking habit for his health. He doesn’t have any health problem so far. But will it be like this forever?

He has been trying to quit smoking this year. He can when he is around me but the habit resurface by the time he returns to his country.

Union Bay Apartments, Seattle-WA
“I work at home and you know I live all alone in my apartment” he sighed “it is hard to live alone sometimes. I smoke because I feel lonely”

Yes, he is working at home. He used to work in a company but he quitted few years ago. His corporate and individual clients continue to hire him as their accountant though he no longer works in the finance company.

Working at home is definitely relaxes him. But..

“I wake up in the morning, have breakfast by myself, and I feel alone. So I smoke” he grinned “I take a break from work at noon and I realize how lonely my place is, so I smoke. When I go out and return home, take a shower, have dinner, watch tv and the evening feels so long and I feel lonely again. So I smoke”.

“When I’m here, I know I have you and I don’t feel lonely. Eventhough you don’t spend every night at my place but I know I will be able to see you everyday”.

I was so stunned to hear this, it made me speachles. I have never heard someone smokes because he / she feels lonely.

I know how it feels to live all alone. When I worked in a factory located near the town of Indramayu, I stayed in a small room within the factory’s compound. I was the only female worker who stayed there. There were only few maids employed to clean, cook and wash the laundry for the bosses, me and the male employees. Our rooms were placed quite apart from one another.

The loneliness was nearly unbearable. The factory wasn’t located in the town. It took about an hour to go to the town. It left me with no other option than to go straight to my room after work. I didn’t want to stay in the office after office hour and certainly didn’t want to hang around at the male residence despite the fact that I had good work relation and friendship with them. It just didn’t feel right to do so for a woman who was the only female worker who stayed within the factory’s compound . That’s what I thought.

From that experience, I understand my ‘dear’ friend’s feeling of loneliness to stay all alone in his place. His situation is much better than mine of course because he stays right in the city and there’s internet line connected to his house. I didn’t have those things when I stayed at the factory’s residence.

I didn’t smoke to get rid the loneliness. I chose other thing to get rid it. I won’t tell you what that was. But in this topic, we both have something in common.

I have been having dilematic situations lately that give me quite a dizzy.


No comments:

Post a Comment