Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, September 12, 2012

Cold Feet

Arti harfiahnya sih ‘kaki dingin’. Tapi ini sebetulnya ungkapan yang artinya ‘jiper’ (takut, ngeri).

Hari Minggu (9/9) lalu gara-gara saya kena diledek habis-habisan soal ‘teman’ saya, eh,  pembicaraan adik saya, teman dan dua orang ibu di gereja jadi nyangkut ke soal pacar, pacaran dan pernikahan. Ya, lebih tepatnya mereka yang rame ngomongin topik-topik itu sementara saya lebih banyak diam, hanya sesekali bertanya atau berkomentar. Bukan apa-apa, saya memang tidak mau jadi terlibat aktif dalam pembicaraan itu supaya jangan nanti saya ditanya-tanya soal ‘teman’ saya.

Yah, pembicaraan itu masih terbawa dalam pikiran saya sampai malam. Sambil berbaring di tempat tidur dan mendengarkan musik, saya mesem-mesem sendiri mengingat semangatnya perbincangan siang tadi. Terutama adik saya dan teman saya.

Kayaknya saya harus kasih mereka julukan ‘lelaki-lelaki ngebet nikah’ (hehe) mengingat komentar dan jawaban mereka yang jelas-jelas menggambarkan kebulatan hati buat nikah.

Kalah saya dengan mereka. Saya yang perempuan dan sudah berusia 41 tahun malah kalem-kalem saja menyikapi topik-topik yang dibicarakan siang tadi. Padahal kita tahu umumnya perempuan yang paling ngebet pengen nikah, yang gelisah kalau belum punya pasangan dan yang ribut soal umur bertambah tapi masih menjomblo.

Tapi ini malah dua anak muda yang usianya terpaut tiga belas dan sepuluh tahun lebih muda dari saya yang ngebet pengen nikah.. Yang seorang lagi malah sedang berburu calon istri. Hehe

Saya? Wah, saya malah adem ayem saja. Ga kebawa arus. Hehe. Kokoh dengan pendirian bahwa menikah adalah pilihan dan bukan keharusan walau bikin orang-orang disekitar jadi gregetan dan penasaran. Ada yang mengira saya ga normal, ga suka sama lawan jenis, dingin.. yaelah.. kurang kerjaan banget ga sih sampe bikin kesimpulan aneh-aneh kayak gitu. Hehe. Untung saya orangnya cuek bebek.

* “Kok diem aja sih dari tadi?” saya teringat si bule negor saya saat kami ketemuan hari Seninnya.

“Kan lagi dengerin elu ngomong”

“Elu kata gue ga tahu bedanya antara orang diem karena lagi ngedengerin omongan lawan bicaranya sama yang diem karena pikirannya lagi kemana-mana” tatapan matanya penuh selidik “dan jangan bilang ga ada apa-apa. Gue udah kenal elu empat tahun. Kalau elu lagi kayak gini, pilihannya cuma antara elu lagi marah, lagi capek, lagi ga enak badan, lagi sedih atau lagi banyak pikiran”

Yah, jadilah saya menceritakan tentang percakapan hari Minggu itu.

“Menurut elu, apa gue aneh sendiri?”

“Aneh karena ga minta dikawinin?” dia nyengir lalu tertawa geli “ga dong, non, di Amrik yang kayak elu itu banyak”

“Mestinya gue tinggal di sana kali ya” gerutu saya setengah mengeluh.

“Kan gue udah sering ngajak”

“Gue lagi ga mood buat berdebat”

“Siapa juga yang ngajak debat?”

Saya nyengir. Ada hal-hal tertentu yang pada akhirnya jadi bahan untuk kami berdebat, debat tanpa akhir yang bikin kami berdua sama-sama jadi pusing.

“Pola pikir dan prinsip gue di anggap aneh di negeri ini” saya menghela napas. Menatapnya. Frustrasi sendiri.

“Denger nih” dia memeluk saya “ga ada yang aneh dalam pemikiran atau prinsip kamu. Justru gue respek karena elu berani mempertahankan keyakinan dan prinsip. Biar pun resikonya elu dipandang aneh, diketawain, diledek atau dijauhin orang. Karena keteguhan itu juga yang bikin gue sayang elu”

Saya tersenyum “sekali pun sudah empat tahun dan gue masih jiper soal kawin?”

Dia ngakak “kalau seseorang menyayangi elu dengan sungguh-sungguh, dia tidak akan memaksakan kehendaknya. Cinta mengalahkan egoisme. Cinta mengajarkan kita untuk bisa saling mengerti dan menerima satu dengan lainnya. Kalau seseorang mendesak-desak elu dengan keinginannya maka dia tidak benar-benar mencintai elu. Dia hanya memikirkan kebutuhan dan keinginannya. Itu bukan cinta namanya”

Hmm… ya, saya tahu dia memang tidak pernah mendesak. Kalau pun kami berdebat, itu bukan karena masing-masing memaksakan pasangannya untuk mengikuti maunya.

Banyak orang yang heran melihat saya mempertahankan hubungan kami seperti ini. Bahkan beberapa diantaranya menganggap saya gila karena saya tetap menolak untuk menikah dengan dia dan saya tetap bertahan tidak mau hubungan kami sampai kebablasan. Mereka mengatakan kalau saya terus bersikap begini, dia bisa disambar orang lain nantinya.

Ya, saya tahu itu resikonya. Tapi tetap saja saya jiper sejadi-jadinya kalau sudah sampai ke soal menikah. Setiap kali ada lelaki yang menyodori saya dengan perkara yang satu itu, bisa dijamin saya pasti lari pontang panting, kabur menjauh dan bukannya berbunga-bunga. Hehe.

Saya tidak tahu apa persisnya yang bikin saya jadi jiper. Mungkin karena saya mengetahui betul bagaimana watak saya yang membuat saya ragu apa saya bisa menjadi pendamping seseorang untuk jangka waktu… mm, seumur hidup?

Atau mungkin karena saya terbiasa hidup sebagai anak tunggal yang mandiri dan individualis? Saya memang bukan tipe orang yang senang membuntuti atau dibuntuti orang karena saya tidak mau bergantung secara fisik, emosi dan keuangan pada seseorang.

Ataukah karena saya merasa masih banyak yang belum saya capai. Sekarang ini saya terantai dengan tanggung jawab untuk bekerja bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga menanggung orang tua. Akibatnya saya merasa ada banyak cita-cita yang terpaksa belum bisa diwujudkan dan keinginan pribadi yang dipaksa sikon untuk mengalah.

Kalau saya menikah maka diri saya akan kembali terantai dengan tanggung jawab. Aduh, rasanya tidak sanggup saya…

Mungkin juga faktor pernikahan orang tua saya yang selama kira-kira 20 tahun pertama dari 42 tahun kebersamaan mereka dipenuhi dengan pertengkaran sampai ketika saya di SMA, saya pernah meminta mereka untuk bercerai saja saking sudah tidak tahannya saya harus menyaksikan pertengkaran mereka dan karena gerah harus terjepit ditengah-tengah.

Melihat mereka pada saat-saat demikian membuat saya bertanya-tanya bagaimana dua orang yang pernah mencinta bisa saling memaki, mempersalahkan, menyudutkan, mencerca dan membenci.

Mungkin itu juga yang membuat saya takut memikirkan bahwa seseorang yang saya sayangi dan yang sangat berarti bagi saya saat ini bisa berubah menjadi seseorang yang saya benci atau yang membenci saya. Karena itu saya sering tidak mau terlalu akrab dengan seseorang. Dalam pergaulan sih saya tetap luwes tapi saya memilih lebih aman bila hubungan saya dengan seseorang hanya sebatas kulit luar. Jangan menjadi terlalu akrab.

So, bisa dibilang rekor kalau saya bisa punya hubungan akrab dengan seseorang sampai tahunan.

Ini juga luar biasa saya bisa punya hubungan empat tahun dengan seseorang. Biasanya paling lama juga cuma setahun setengah. Hehe. Mungkin karena ini hubungan jarak jauh.  Dan masing-masing kami juga bukan tipe orang yang ‘kejar target’. Ya, buat saya sudah jelas sama sekali tidak ada target. Sementara si bule mungkin punya sedikit target tapi ya dia tidak ngotot.

Tapi aneh juga bahwa justru orang yang tidak sebangsa dengan saya, yang bisa menerima dan mengerti saya lebih baik dibandingkan dengan mereka yang jelas-jelas sebangsa, senegara, seketurunan, setanah air dan berbahasa sama dengan saya.

Itu sebabnya sekali pun percakapan hari Minggu siang itu menambah pengetahuan saya tentang pemikiran orang-orang yang terlibat didalamnya, percakapan itu juga membuat saya merasa amat sangat tidak nyaman sehingga lega banget ketika akhirnya percakapan itu berakhir.

Namun saya juga berkesimpulan bahwa kalau dikemudian hari ada yang mulai membuka percakapan dengan topik yang satu itu, hmm…, lebih baik saya buru-buru menyingkir saja demi ketentraman telinga dan batin.

* hanya sekedar keterangan bahwa percakapan antara saya dan si bule adalah terjemahan dalam bahasa gaulnya Indonesia. Aslinya tentu dalam bahasa Inggris seperti yang saya tulis dalam versi Inggris dari postingan blog ini.
__________________________________________

Cold feet means something that scares you off.

The conversation between two ladies, my brother and a friend turned to the topic of marriage and relationship, probably inspired by the tease they had on me regarding my ‘dear’ friend. I put myself just as a good listener. Only occassionaly asked few questions or said few comments. I did this because I didn’t want to get too much into the conversation they had on last Sunday afternoon (Sept 9th) for fearing they would ask questions about my relationship with my ‘dear’ friend.

But later in the evening it was still pretty much on my mind as I lied down in bed, listening to some music. I smiled to myself to recall how excited my brother and my friend about it.

I think I should call them ‘marriage minded men’ as their talk clearly showed their determination on the matter.

So very contrast with myself. Me, a 41 year old woman, remain pretty cool about this marriage thing when facts show that it is usually women who anxious to get married, who get uneasy about living single as they grow older.

But these two young guys, who are ten and thirteen years younger than me, are definitely in high spirit about marriage. One of them is even in ‘a wife hunting’ mission. Lol.

Me? I remain cool about this stuff. Stick to my principle that marriage is an option and not a must. Making people curious about it and start to ask questions if I am normal, if I am not gay, that I am too cool, too cold to which I think like they dont have anything better to do.. luckily I am an easy going person who won’t let things like that bother me.

“You are quiet” I remember my ‘dear’ friend said this when we met on Monday.

“I was listening to you”

“Do you think I can’t tell the difference between someone’s quiet because she was listening to me talking with someone’s quiet because she has something bothering her inside” he looked intensely at me “and don’t tell me it’s nothing. I have known you for four years. Whenever you’re like this, either you’re angry, tired, unwell, sad or troubled”

So I told him about that Sunday conversation.

“Do you think I’m weird?”

“Weird because you’re not a marriage minded person?” he laughed “of course not, girl, there are many people in the US who share your opinion and principle”

“Perhaps I should live there” I sighed.

“Have I not asked you that many times?”

“I’m not in the mood to argue”

“Who’s asking anyway?”

I grinned. There are certain things that we argue endlessly that it gives us headache at the end.

“My way of thinking and principle are seen as odd things in this country” I sighed again. Staring at him in my frustration.

“Listen” he hugged me “there’s nothing odd in your way of thinking nor in your principle. Infact, I respect you for stood up your ground though you have to pay some price of being laughed at, ridiculed or seen as weirdos. You stand still on your ground and it is exactly what makes me love you”

I smiled “eventhough I have been having cold feed for four years?”

He laughed it out loud “when someone loves you, he won’t force you to follow his will. Love overcomes ego. Love teaches us to understand and accept one another. If someone forces you to do things that against your will, he only thinks of himself. That is not love”

Yeah, he never push me on this marriage thing. Even when we argue about it, it is never to make the other party to give up his or her ground to follow the other’s wishes or will.

People amazed to see my way of keeping our relationship like this. Some thinks I must be not thinking straight for turning down his marriage proposals and for keeping myself off his bed. They said I might loosing him at the end.

I know the risk but I’m having cold feet whenever a man brings up marriage topic. I definitely am running my way far away from him at that very moment when I should be so happy. Pretty odd, eh? Lol.

I don’t know exactly what makes me have cold feet. Is it because I know my characters all too well to make me question myself if they could make me somebody’s good company for um, forever?

Or living as an only child has made me used with independence and individualist lifestyle? I happen to be the kind of person who dislike being followed and definitely am not a follower because I don’t want to be physically, emotionaly and financially depended on anybody.

Or is it because I feel I have not accomplished all my dreams, wishes and plans? I have to sacrifice and put them on hold for I don’t work for myself, I have to support my parents. All make me feel chained.

If I marry someone, I will be chained to another responsibility. I don’t think I can bear it..

Or is it because I have seen how my parents spent 20 years of their 42 years of marriage in fierced disharmony that when I was in highschool I asked them to divorce because I couldn’t stand to watch them fought endlessly and felt tired of had to be trapped in the middle.

Watching them argued and fought made me wondered what made two people who once fell in love with each other could yell, scorn, blamed and hated one another like that.

Maybe it is why I have this fear that somebody I love at this moment may end as the person whom I hate or hate me. It is why I never want to be too close with somebody. I am doing good in socializing but prefer to have skin deep relationship. Never get too attached with anybody.

Therefore, the people with whom I have years of friendship are definitely know how to make their ways to get into me to stay. 

This has make an exception for me to have a four year relationship. It usually went for one a half. Maybe because this is a long distance relationship. Maybe because both of us don’t set any target. I definitely don’t have any of target. He maybe have some but he doesn’t push it.

However I find it unusual that a foreigner understands and accepts me better than my own fellow countrymen.

Eventhough that Sunday afternoon conversation has revealed to me the minds of the people involved in it but that same conversation has made me very much uncomfortable thus I felt so glad when it was over.

I came to a conclusion that any similar conversation in the future should be made without my participation or acknowledgement for the sake of my peace of mind.

No comments:

Post a Comment