Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, May 14, 2012

Maria dan Marta / Mary and Martha

Di Alkitab tertulis tentang dua bersaudara bernama Maria dan Marta. Pada suatu hari mereka kedatangan tamu istimewa yaitu Yesus. Nah, karena hal seperti ini tidak terjadi setiap hari dan tentunya sebagai tuan rumah wajarlah bila segera terjadi kesibukan. Tapi pada kisah ini Marta yang sibuk kasak kusuk sementara Maria duduk manis didepan sang tamu.

Pengalaman kerja saya sebagai guru membuat saya lebih banyak berperan sebagai Marta setiap kali sekolah mengadakan acara entah itu lomba, Natal, perpisahan. Bahkan dalam keseharian dikelas pun kalau mengikuti maunya kepsek, guru tidak boleh duduk kecuali kalau dia sedang mengoreksi pekerjaan murid.

Masih ingat saya bagaimana dulu saya, teteh dan dua rekan guru lainnya harus ngumpet-ngumpet kalau mau duduk atau makan snack karena kalau terlihat oleh kepsek pasti kami langsung ditegur.

Evelyn & Keke, Kidzania
Saya juga masih bisa tertawa setiap kali teringat bagaimana Evelyn sambil cengar cengir mendatangi saya saat kami berada di Kidzania, menggamit lengan saya dan berbisik “Lu tahu ga gue baru duduk semenit kali waktu si nenek nongol. Eh, gue langsung diprotes. Ngapain duduk-duduk aja disini, katanya”.

“Dasar elu yang aja yang apes. Duduk pas keliatan sama dia” saya tertawa geli.

“Masa gue mesti liat kanan kiri dulu sih setiap kali mau duduk” Evelyn ngikik antara kesal tapi juga geli.

“Depan, belakang, atas, bawah kalau perlu” jawab saya.

Kami pun tertawa. Tawa gusar, frustrasi, sarkasme dan getir. Merasakan ironi sebagai ‘Marta’.

Jadi dengan hal-hal demikian tidaklah heran bila kami tidak pernah menikmati acara yang dilangsungkan. Kenikmatannya baru terasa…. yap, betul sekali, …. setelah acara itu selesai… hehe.

Ketika saya berhenti dari taman kanak-kanak itu dan bekerja ditempat yang sekarang ini, saya mengira saya tidak perlu lagi menjadi ‘Marta’. Eh, tapi ternyata tidak. Ya, ini kan gereja. Mana ada gereja yang tidak pernah mengadakan acara natal, tahun baru, paskah, ibadah-ibadah?

Hanya saja ditempat ini stok ‘Marta’ ada banyak jadi lumayanlah saya tidak harus berasa betul-betul menjadi ‘pesuruh’.

Tapi toh belakangan ini saya memilih untuk tidak mengikuti ibadah diruang ibadah. Saya memilih untuk berada diruangan konsistori yang menempel dengan ruang ibadah. Dari situ saya tetap bisa mendengarkan suara-suara orang nyanyi, khotbah, membacakan warta dsb.

Ada beberapa alasan mengapa saya memilih untuk berada diruangan konsistori. Pertama adalah diruangan itu ada meja sehingga saya bisa duduk sambil membawa kerjaan. Jadi ya ibarat sambil menyelam, minum air. Sambil telinga mendengarkan khotbah atau pujian sambil tangan bisa bekerja; entah itu menulis, memilah-milah dokumen, menggambar, membuat draft blog.

Saya memang tipe orang yang senang melakukan dua-tiga hal pada saat yang bersamaan. Misalnya saja saya senang makan sambil membaca tapi tv juga menyala. Teman saya saja sampai heran melihat saya bisa mengerjakan sesuatu dikomputer tapi sambil mendengarkan musik dan sekaligus juga berbicara dengan dia.

Tapi ada alasan lain yang membuat saya mengambil keputusan untuk mengikuti ibadah diruang konsistori yaitu karena saya sebal ketika sedang fokus mengikuti ibadah atau bahkan saat sedang berdoa, tiba-tiba lengan saya dicolek orang disusul dengan bisikan ‘Ke, ruang TU dikunci ga?’ atau ‘Ke, kamu simpan kunci ini dimana ya?’ dan segala macam ‘Ke.., Ke…, Ke…’ yang lain.

Jadi saya pikir sekalian sajalah saya ngetem diluar ruang ibadah biar praktis. Tapi lucunya nih, kalau saya nongkrong diruangan saya yaitu diruang TU, saya kena tegur karena kok saya tidak ikut ibadah. Nah, kalau saya sedang ikut ibadah, saya diganggu. Hehe. Bingung kan? Tapi begitulah nasib jadi ‘Marta’.

Akhirnya saya pilih ruang yang netral. Dikonsistori tidak ada yang bisa menuduh saya tidak ikut ibadah karena dari situ segala suara dari ruang ibadah terdengar jelas.

Yang sangat mengganggu nurani saya adalah pada waktu saya mengikuti ibadah paskah belum lama ini. Memang betul saya hanya sekali-sekali saja ‘diganggu’ dan selebihnya saya dibiarkan duduk manis tapi mata dan telinga saya mengikuti kegiatan para ‘Marta’ lainnya sambil tanpa terasa deg-degan menunggu kapan saya akan ‘diganggu’ dan ketika hal itu tidak terjadi, saya merasa bersalah karena hanya duduk manis.


Akibatnya sepanjang waktu ibadah itu berlangsung, saya tidak merasa damai sejahtera. Hati saya kosong. Saya hanya menangkap selintas lalu saja apa yang dikhotbahkan oleh rohaniawan didepan sana.

Saya pulang dan saya ingat saya mengeluh pada Tuhan, saya menikmati jamuan makanan dan minuman, saya memotret, saya berbicara, saya tertawa, saya bercanda, saya terlihat ceria tapi hati saya merana, kosong dan merasa bersalah pada Tuhan karena secara rohani saya tidak menerima apapun.

Akhirnya saya berkesimpulan kotbah sejati adalah apa yang saya lihat dan alami lewat berbagai hal yang terjadi serta manusia-manusia yang saya temui setiap harinya dan juga kelakuan, perkataan dan pemikiran saya sendiri. Mungkin demikianlah untuk orang-orang seperti saya. Harusnya itu cukup.

Tapi saya tetap tidak puas. Saya tidak bisa tidak merasa kesal pada ‘Maria’ yang bisa dengan damai duduk didekat kaki Tuhan dan mendengarkanNya bicara. Saya iri pada ‘Maria’. Saya ingin bisa menjadi ‘Maria’… sudah terlalu lama saya menjadi ‘Marta’. Saya ingin berhenti menjadi ‘Marta’ agar saya bisa beristirahat dan duduk didekat kaki Tuhan dan mendengarkanNya bicara tanpa khawatir atau merasa bersalah karena segudang pekerjaan.

Yah, anda mungkin akan berkomentar itu resiko jabatan. Konsekuensi pekerjaan. Kalau tidak mau jadi ‘Marta’, berhentilah menjadi ‘Marta’.

Di dunia ini ada banyak ‘Marta’. Para ‘Marta’ memang dibutuhkan tapi seringkali kebutuhan mereka terabaikan…
______________________________________________________

There is a a story about two sisters, Mary and Martha. One day there was a special guest came in to their house. It was Jesus. Thus it certainly would make them busy welcoming Him. But the story said Mary sat at His feet, listening to Him while Martha was the one who were busy.

My experience working as kindergarten teacher has put me into ‘Martha’ role. Whether it was when school participated in some competition or held events such as Christmas, Easter or end of school year, me and the other teachers acted as ‘Martha’.

I still remember clearly how our school’s cleaning lady and other teachers had to sneak our ways only to eat snack or catching breath for few short minutes. If headmaster caught us did that, she would protest.

I still can laugh when I remember back then in Kidzania children theme park when my former teacher’s assistant, Evelyn, came to me and whispered “I just sat there like five seconds when granny (our mocking nickname to the headmaster) came and protested. She said ‘what are you sitting there, not doing anything’. Yeah, right!”

“It was just not your luck to be seen by her when you were taking a rest on that bench” I laughed.

“So what am I ought to do then? Look around whenever I want to sit?” Evelyn laughed, half in irony and mocked.

“Should do better than that. Look every direction before you even think to sit down” and we both laughed it out loud to just let go the frustration of being ‘Martha’.

So obviously we could never really enjoy the events. The fun began… when they were over… got that right.

I thought my ‘Martha’ days were over when I resigned from that kindergarten but well, what church that does not held any events?. So once more I found myself playing the ‘Martha’ role although to my relief there are plenty of ‘Martha’ stock in this place so it lightened up the burden of being a ‘Martha’.

However, lately I prefer to be in consistory room which is adjacent to the church auditorium. Consistory room is usually made as internal meeting room and can perform as waiting room before the pastor enters the auditorium.

I choose to be in this room because I feel tired of being dragged out of the auditorium when someone needs something. But funny thing is I was not allowed to stay in my room every Sunday morning because I have to attend the Sunday service. Now when I was in the room, attending the service, I oftenly disturbed so I had to leave the room several times. I mean, come on, what’s the point here?

Another reason I prefer to follow the service from consistory room is because I can bring my work there so while my ears are listening to the noises from the auditorium, my hands are working. Well, it is benefit me because I am the kind of person who likes to do more than one activity at the same time.

With a friend at consistory room
So I consider consistory is a neutral room. No one can say I skip Sunday service because in that room I can hear the whole things held in the auditorium where Sunday service is held. But the room itself allows me to work. Making my presence there more efficient.

But this ‘Martha’ stuff has bothered me deeply when I was at Easter service. Well so I was not get too many distraction. I thought I could sit nicely through the service but not quite because I saw and heard all the hustle-bustle of the other ‘Marthas’. I felt guilty for being in there. I couldn’t consentrate to the sermon and thus, there was a big hole of emptiness in my heart that day.

I went home and I remember how I told God about it. I was masquerading while I was there. I enjoyed the food and beverages, I chatted, joked, laughed, took photos and so I seemed to be very much part of the event but the truth is I felt empty.

At the end I concluded that for me the real Truth in God’s words are the things I experience, the people I meet and through my own behavior and thinking. It should be enough, right?

No, it does not satisfy me. I can’t help not to feel jealous to ‘Mary’ who sits peacefully at God’s feet, who could be left alone, listening to Him. I want to be ‘Mary’. I have become a ‘Martha’ too long. I want to quit it. I need a break. I want to be free.

‘Occupational hazard’, you would say. Call it a quit if you don’t want it anymore… yeah..

There are many 'Martha' in this world. We need them. Definitely. But their needs are oftenly neglected.

No comments:

Post a Comment