Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, October 5, 2015

For Old Times' Sake

Belum lama ini saya menginap di rumah teman lama saya, Santi, di Jakarta. Sudah setahun kami tidak bertemu dan rasanya tiga hari tidak cukup untuk menghapus rasa kangen.


A short while ago I stayed at my old friend’s place in Jakarta. Santi and I haven’t met for a year and three days were not enough to pay off the time when we were apart.

Kami bertemu ketika sama-sama kuliah di Jakarta tahun 1990. Kami mengambil jurusan yang sama dan berada di kelas yang sama selama hampir tiga tahun. Persahabatan kami tetap berjalan walau pun setelah lulus kami terpisah oleh pekerjaan di tempat yang berbeda dan kemudian terpisah oleh kota setelah saya pindah ke Bogor tahun 1998.

We met in 1990 when we were in college in Jakarta. We took the same major and were in same class for nearly three years. Our friendship continues though we were separated after the graduation as we had different workplace and later by cities after I moved to Bogor in 1998.

Dua tahun lalu saya memutuskan untuk mengunjunginya sekali atau dua kali dalam setahun.

Two years ago I decided to visit her once or twice a year.

Demi persahabatan.


For the sake of friendship.

Dan demi masa lalu.

And for the old time sake.

Tidak semua persahabatan dari masa lalu dapat bertahan sampai ke masa sekarang atau masa depan.

Not all friendship from the past can last to the present or makes it to the future.

Cuma beberapa gelintir teman saya dari masa lalu yang bisa bertahan sampai ke masa sekarang.

It’s just very few of my friends from the past that can last to the present time.

Padahal ada banyak juga teman dari masa sekolah, kuliah dan kerja yang terhubung dengan saya lewat beberapa media sosial, saya bahkan menggabungkan diri dengan kelompok alumni mantan sekolah saya tapi saya perhatikan yang lebih aktif berkomunikasi dengan saya justru bukan mereka.

There are many friends from school, college and former workplaces who are connected to me through few social media, I am even join my former school’s alumnae group, but I have noticed that those who actively communicate with me are not them.

Menurut saya kemungkinan besar penyebabnya adalah karena teman-teman dari masa lalu itu masih membawa kenangan tentang kesan mengenai satu dengan lainnya dan sulit melepaskan diri dari kesan itu tanpa menyadari bahwa sekian belas tahun atau malah sekian puluh tahun kemudian, orang-orang yang dulunya pendiam, pemalu atau berkepribadian sulit telah berubah menjadi individu yang lebih baik.

In my opinion the reason is because those past time friends still keep the memory of each other’s image and hold on to it without realizing that some decades later people who were quiet, shy or had difficult personalities have become better individuals.

Hal ini yang kadang membuat saya berpikir apa yang ada di masa lalu biarlah tetap berada di masa lalu.

This is what sometimes make me think what’s in the past better stays in the past.

*  *  *  *  *

“Saya benar-benar merindukan saat kebersamaan kita ini” saya dengar Andre menghela napas.


“I really miss our time together” I heard Andre took a deep breath.

Dia menoleh untuk menatap saya. Ada kesedihan terlihat dimatanya.

He turned his head to look at me. There was sadness in his eyes.

“Selama empat bulan ini setiap hari Kamis sore saya pulang dan packing. Jumat pagi ransel saya bawa ke kantor. Sorenya saya naik taksi ke bandara. Malamnya saya sudah sampai di Bogor” dia tersenyum pahit “Persis seperti yang sebelumnya selalu saya lakukan. Padahal saya tahu saya hanya akan menemui rumah yang kosong”

“In these four months I went home every Thursday and do the packing. I brought my backpack to the office on Friday morning. I took the cab to the airport in the evening. Arrived in Bogor at night” he smiled bitterly “Exactly as I always did. When infact I knew I would only met an empty house”

Saya diam karena tidak tahu apa yang harus saya katakan. Saya hanya spontan mengulurkan tangan saya ke arahnya. Dia menggenggam tangan saya erat-erat.

I was quiet for I didn't know what to say. I just spontaneously reached out my hand to him. He held it tightly.

“Saya melihat kamu di rumah ini. Ketika saya membuka pintu, saya bisa merasakan kehadiranmu. Saya melihat kamu berjalan masuk, meletakkan ranselmu di sofa, mencuci tangan lalu pergi ke dapur, mengambil piring dan menaruh makanan yang kita beli” dia menatap langit Bogor yang cerah malam itu “Saya bisa mendengar suaramu begitu jelas ketika kamu bertanya ke saya ‘mau kopi?’. Saya bahkan masih bisa mencium bau parfum kamu, bau handbodymu.. ketika saya melihat kamar mandi, saya bahkan bisa mencium harumnya bau sabun mandi dan shampoo ketika kamu keluar dari kamar mandi setelah mandi”

“I saw you in this house though. When I opened the door, I could feel your presence. I saw you walked in, put your backpack in the sofa, washed your hands and went to the kitchen, took the plates and put the meals we bought on them” he stared at the clear sky of Bogor in that evening “I could hear your voice when you asked me ‘want some coffee?’. I still can smell your perfume, the smell of your handbody.. when I see the bathroom, I can still smell the smell of your soap and shampoo when you got out of it after taking a bath”

Saya merasakan jari-jarinya mengelus tangan saya.

I felt his fingers caressed my hand.

“Malam hari rasanya saya melihat kamu duduk di atas tempat tidur, sibuk dengan hp atau asyik menonton tv. Kalau saya terbangun malam-malam dan saya melihat tempat tidur di samping saya kosong, otomatis saya bangun dan pergi keluar kamar.. saya bisa melihat kamu di dapur, duduk menghadapi laptop, mengetik atau kamu sedang menari-nari sendiri sambil mendengarkan musik lewat headphone dan sambil makan eskrim karena katamu kamu pegal duduk terus. Ketika kamu melihat saya, kamu kaget tapi selalu menegur dengan kalimat sama ‘hei ganteng, mau eskrim?’.. lalu kita akan makan eskrim sambil mengobrol atau kita berdansa”

“At night it seemed I could see you sat on the bed, busy with you phone or watching tv. When I woke up in the middle of the night and I saw the bed next to me was empty, I automatically got up and went out the bedroom.. I could see you in the kitchen, sitting infront of the laptop, typing or you were dancing around with headphone on your ears and eating icecream. It surprised you when you saw me but you always greeted me with the same line ‘hey handsome, want some icecream?’.. so we ate icecream while we talked or we danced”

Saya tersenyum teringat pada malam-malam ketika saya masih melek karena membuat draft untuk postingan di blog ini. Sengaja saya tidak mengetik di kamar tidur karena tidak mau membangunkan Andre. Jadi saya bawa laptop ke dapur. Mengetik sambil mendengarkan musik lewat headphone dan tentu saja dengan ditemani semangkok eskrim. Kalau mata serta punggung saya pegal, saya berdiri dan menari-nari sendiri mengikuti musik yang saya dengarkan lewat headphone. Kadang-kadang Andre terbangun dan dia pasti mencari saya. Kami lalu akan mengobrol sambil makan eskrim atau berdua berdansa.

I smiled as I remember the nights when I was still awake, working on making draft for this blog post. I took the laptop to the kitchen as I didn’t want to wake Andre with the sound of me typing on it. so alone in the kitchen, I was accompanied by music through my headphone and a bowl of icecream. When my eyes or my back were tired, I would dance around with the music from my headphone. Sometimes Andre woke up and he would look for me. We would talk and ate icecream or we would dance.

“Pagi hari saat bangun, saya otomatis selalu langsung ke dapur untuk menyiapkan sarapan buat kita” dia nyengir sambil masih menatap langit “Untuk urusan bikin sarapan memang lebih baik saya yang ambil alih dari pada saya harus makan pancake gosong”

“In the morning when I got up, I went straight to the kitchen to fix us breakfast” he grinned as he was still staring at the sky “Leave it to me when it comes to make breakfast or I would have half burnt pancake”

Saya ngakak teringat pada insiden pagi itu ketika pancake yang saya bikin kelewat matang. Ada bagiannya yang agak hangus.

I bursted out my laugh as I remembered that morning incident when I made the pancake a bit too well done. There were burnt parts on it.

“Eh, jangan dimakan yang hangus itu!” saya kaget ketika melihat dia dengan santai menuangkan sirop di atas pancake itu “Buang saja”

“No, don’t eat it!” I exclaimed when I saw him poured the syrup on that burnt pancake “Throw it away”

“Ah, rasanya tidak terlalu menyeramkan kok kalau dimakan dengan sirop” jawabnya santai sambil dengan ‘gagah berani’ memakan pancake hangus itu.

“Nah, it doesn’t taste that horrible if it’s eaten with syrup” he said calmly as he ‘bravely’ ate that burnt pancake.

“Yah, pagi itu saya makan pancake rasa hangus bercampur sirop dan airmata” Andre tertawa sambil menatap saya.

“Yeah, that morning I ate burnt pancake mixed with syrup and tears” Andre laughed as he looked at me.

Saya ikut tertawa teringat bagaimana saya spontan memeluk dan menciumnya disertai dengan airmata saking terharunya karena merasa saya disayang dan dihargai tidak peduli hasil masakan saya rasanya tidak karuan.

I laughed too when I remembered how I spontaneously hugged and kissed him with tears fell down as it touched me for feeling I was loved and appreciated no matter how awful my cooking tasted.

“Rasanya seperti baru kemarin semua itu terjadi” dia mengelus pipi saya “Sulit percaya bahwa sudah empat bulan saya hidup tanpa kamu. Saya sangat merindukan masa-masa itu, saya merindukan kamu setiap saat”

“It feels like yesterday” he caressed my cheek “It is hard to believe that I have lived without you for four months now. I miss those moments, I miss you every single second of my life”

Dia mengambil hpnya “Saya menemukan lagu ini dan saya pikir kata-katanya mencerminkan perasaan saya”

He took his cellphone “I found this song and I think the words are reflection of my feelings”

“Lagu apa?” tanya saya.

“What song?” I asked him.

“Ed Sheeran” dia menekan tombol play “All of the stars”

“Ed Sheeran” he pressed the play button “All of the stars”

Dia menarik saya berdiri “Berdansalah dengan saya”

He pulled me up “Dance with me”

Ketika saya menyimak kata-kata dalam lagu itu, mata saya terasa hangat.


When I listened to the words in that song, my eyes felt warm.

“Ini terasa seperti masa lalu” bisik Andre pelan.

“This feels like the old time” Andre whispered softly.

Sabtu kemarin kami berdua berkumpul bersama beberapa temannya di rumah seorang dari mereka. Kami makan malam, minum, mengobrol, bercanda, berdansa.

Last Saturday the two of us got together with some of his friends at one of their place. We had dinner, we drank, talked, joked, danced.

Seperti di masa lalu.

Just like the old time.

Saya datang karena Andre dan teman-temannya itu mengajak saya untuk datang.

I came because Andre and his friends invited me.

“Sulit untuk percaya kalian tidak bersama lagi” kata Sheila ketika dia dan saya sedang memperhatikan Andre dan yang lainnya bermain bilyard “Ketika aku tadi melihat kalian berdua datang, ketika kalian bicara, tertawa dan terutama saat kalian berdansa, rasanya seperti masa lalu ketika kalian masih bersama”

“It is hard to believe that you two are no longer together” said Sheila as she and I watched Andre and the others played pool “When I saw you guys came, when you talked, laughed and danced, it felt like the old time”

Kami berpandangan.

We glanced at each other.

“Dia amat sangat terluka ketika kamu memutuskan hubungan kalian” Sheila melanjutkan “Demi Tuhan, delapan tahun, Keke.. kalian telah bersama-sama selama delapan tahun”

“It hurt him so much when you broke him up” Sheila went on “For Christ’s sake, eight years, Keke.. you guys have been together for eight years”

Saya menunduk.

I bowed my head down.

“Tapi sekarang kamu ada di sini bersama dengan kami, bersama dengan Andre..”

“But you’re here now with us, with Andre..”

“Karena saya berjanji untuk tidak meninggalkannya selama masa sulit ini, sampai dia bisa mengatasi dan melewatinya”

“Because I have promised not to leave him in this difficult time, until he can overcome and pass it”

Dengan selamat.., saya menambahkan dalam hati.

Safely.., I said the latter in my mind.

Kira-kira dua minggu setelah saya mengatakan pada Andre bahwa saya ingin hubungan kami diakhiri karena saya jatuh cinta dan saya ingin menjalin hubungan dengan laki-laki lain, seorang teman Andre memberitahu saya kalau dalam keadaan sangat mabuk, Andre pulang dari bar dan menabrakkan mobilnya ke sebuah bangunan. Mobilnya rusak berat tapi luar biasanya dia hanya menderita luka ringan.

About two weeks after I told Andre that I wanted to break our relationship for I have fallen in love and seeing somebody else, one of Andre’s friend informed me that while heavily drunk, Andre left the bar and slammed his car into a building. His car was badly damaged but amazingly he suffered only bruishes.

Saya sudah menghadapi berbagai reaksinya setelah kami putus. Dari mulai rajin menelpon, mencoba membujuk saya sampai menangis di depan saya ketika meminta saya untuk kembali dan beberapa waktu kemudian berubah menjadi marah, memaki saya dengan segala kata yang paling kasar, sesuatu yang belum pernah dia lakukan kepada saya.

I have had him reacted in various ways after the break up. From calling me oftenly, tried to persuade me up to cried infront of me begging me to change my mind and later changed into anger when he yelled at me using all the nastiest words, something he never did to me.

Walau pun semua itu mengganggu dan menyakitkan hati saya tapi mendengar dia hampir celaka membuat saya ketakutan. Saya tidak akan bisa memaafkan diri saya kalau sampai dia membuat dirinya celaka gara-gara depresi akibat saya memutuskan hubungan kami.

Though it all bothered and hurt me but to hear that he almost hurt himself really terrifies me. I can never forgive myself if he hurt himself out of depression after I broke our relationship.

Yang bisa saya lakukan adalah menempatkan diri saya sebagai seorang sahabat. Memberikannya kesadaran bahwa sekali pun kami tidak lagi bersama tapi kami masih tetap bisa bersahabat. Saya menjadi sahabat yang tidak akan meninggalkannya.


What I can do is to place myself as his bestfriend. To instill in him that though we are no longer together, we can still be friends. I am his bestfriend who will not leave him.

Hal ini bisa menenangkannya dan saya harap waktu akan menyembuhkan luka dihatinya. Sampai semua itu terjadi, saya akan tidak akan meninggalkannya.

This calms him down and I hope time will heal the wounds in his heart. I will not leave him until it happens.

*  *  *  *  *

Saya diam terpekur selama beberapa menit setelah mengirimkan pesan sms itu.

I sat quietly few minutes after sending that text message.

Saya baru saja memberitahu tentang keputusan saya untuk membatalkan suatu acara, meminta maaf untuk itu serta permintaan saya untuk menonaktifkan kelompok pemuda di tempat kerja saya ini.

I just informed my decision to cancel the gathering, apologizing for it and my request to deactivated the youth group in my workplace.

Saya kecewa dengan mereka yang tergabung dalam kelompok ini.

I am disappointed with them who are in this group.

Saya sudah berusaha untuk menyatukan mereka, memperjuangkan supaya kelompok ini tetap hidup dan menumbuhkan rasa persatuan tapi akhirnya saya harus mengakui segala upaya saya seperti menurunkan hujan di gurun pasir. Bekasnya tidak bertahan lama.

I have tried to unite them, fought for the group’s existence and to grow the feeling of unity but finally I have to admit that everything I have done were like trying to bring rain into the dessert. Its mark didn’t last long.

Percuma saja. Seperti melemparkan mutiara ke lumpur.

It’s useless. It were like throwing pearl into a mud.

Dulu mereka menyatu karena satu orang. Bukan karena Tuhan. Waktu akhirnya membuktikan bahwa bila seseorang mengikuti suatu kegiatan rohani dengan motif bukan karena Tuhan dan bukan untuk Tuhan, dia berdiri pada dasar yang rapuh.

They were united by one person. Not because of God. Time finally shows that when somebody joins in a spiritual activity not because of God and for God, he/she stands on fragile ground.

Orang yang dulu menyatukan mereka kini sudah tidak ada dan mereka pun satu persatu menghilang.

The person who united them has long gone and one by one they too vanished.

Saya menyesalkannya.

I feel sorry for this.

Tapi di sisi lain saya pikir mungkin ini artinya perjalanan hidup saya sedang dibelokkan menuju tujuan lain.

But in other side I thought maybe this means that my life path is being turned into another direction.

Mereka kini hanyalah satu periode di masa lalu. Saya tidak mengikatkan diri pada periode tersebut jadi tidak ada istilah ‘demi masa lalu’.

www.thequotepedia.com
Now they are nothing but one period of time in the past. I won’t bound myself to that period so there shall never the term ‘for old time sake’.

No comments:

Post a Comment