Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Friday, October 9, 2015

But You Didn’t (Merrill Glass Poem)

Seorang wanita dari Amerika bernama Merrill Glass menuliskan puisi ini mengenai almarhum suaminya yang tewas di medan perang.

An American woman named Merrill Glass wrote this poem about her late husband who died in a war.


Remember the day,
I borrowed your brand new car and dented it?
I thought you’d kill me
But you didn’t

Ingat ga hari,
Waktu saya pinjam mobil baru kamu dan bikin mobil itu penyok?
Saya pikir kamu bakal bunuh saya
Tapi kamu ga marah

Remember that day,
I vomited strawberry pie all over your new carpet?
I thought you’d hate me
But you didn’t

Ingat ga hari itu,
Waktu saya muntahin pie stroberi ke karpet kamu yang masih baru?
Saya pikir kamu bakal benci ke saya
Tapi kamu ga benci saya

Remember that day,
I dragged you to the beach,
And it really was raining as you said it would?
I thought you’d say, “I told you so”
But you didn’t

Ingat ga hari itu,
Waktu saya maksa kamu pergi ke pantai,
Dan ternyata kemudian beneran hari itu hujan kayak yang kamu bilang?
Saya pikir kamu akan ngomong “tadi kan sudah aku bilang”
Tapi kamu ga ngomong gitu

Remember that day,
I flirted with all the guys to make you jealous
And you really did get jealous?
I thought you’d leave me
But you didn’t

Ingat ga hari itu,
Waktu saya bergenit-genit dengan lelaki-lelaki lain buat bikin kamu cemburu
Dan kamu beneran jadi cemburu?
Saya pikir kamu bakal ninggalin saya
Tapi kamu ga ninggalin saya

Remember that day,
I forgot to tell you that dance was formal wear,
And you ended up wearing jeans?
I thought you’d abandon me
But you didn’t

Ingat ga hari itu,
Waktu saya lupa kasih tahu kamu kalau harus pakai baju resmi di acara dansa itu,
Dan jadinya kamu datang dengan makai jeans?
Saya pikir kamu bakal ngejauhin saya
Tapi kamu ga ngejauhin saya

*  *  *  *  *

Saya kira puisi Merrill Glass meninggalkan kesan yang mendalam bagi siapa pun yang membacanya karena kata-katanya sederhana dan menceritakan tentang hal-hal yang bisa dialami oleh siapa saja.

I think Merrill Glass’s poem left deep remark to whoever reads it because the words are simple and tells about every day stuff which anyone can relate to.

Melalui kata-kata yang sederhana itu, Merrill Glass menggambarkan cinta dalam kehidupan sehari-hari. Bukan tentang cinta seperti dalam novel-novel percintaan yang umumnya menggambarkan hal yang indah-indah saja.

Through those simple words, Merrill Glass described love in real life. Not about the kind of love in romance novels which tells only about pretty stuff.

Lewat puisinya tanpa disengaja dan saya yakin tanpa dia sendiri menyadarinya, Merrill Glass menegaskan tentang definisi cinta.

Through her poem Merrill Glass unintentionally and I believe she didn’t even realize that she has underlined the meaning of love.

Dalam hidup sehari-hari cinta yang kita miliki untuk orang-orang disekitar kita seringkali terhalang oleh banyak hal seperti waktu, tenaga, kesehatan, pekerjaan, sifat, kepribadian, ego, emosi, pengalaman-pengalaman di masa lalu, dll.

In everyday’s life the love we have for the people around us is oftenly being blocked by things such as time, energy, health, work, characters, personalities, ego, emotion, past time experiences, etc.

Pengalaman saya belum lama ini menggambarkan bagaimana cinta bisa terhalang dan bahkan bisa dirusakkan oleh hal-hal yang ada dalam diri saya.

My recent experience gives the picture how the things in me can become obstacle or ruining that love.

Sejak empat bulan lalu hari Minggu menjadi hari yang sangat istimewa buat saya karena pada hari itu pacar saya datang ke kantor saya.

Sunday has become a very special day for me since four months ago because it is the day when my boyfriend comes to my office.

Kami tidak kerja satu kantor. Lokasi kantor kami juga tidak berdekatan. Hari libur kami berbeda. Jam kerja kami juga berbeda. Sementara itu kesibukan dan tanggung jawab kami di kantor masing-masing terhitung banyak dan besar.

We don’t work in same office. Our offices are not close with one another. Our days off are different. We don’t have same work hours. In the meantime each of us have lots of work and big responsibilities in our own offices.

Jadi kami sulit untuk menemukan waktu untuk bisa bertemu.

So it is difficult for us to find time to get together.

Hari Minggu pun kami tidak bisa bebas menemukan privasi karena masing-masing punya pekerjaan dan tanggung jawab. Selain itu karena kami sepakat untuk belum mempublikasikan hubungan kami, terpaksalah kami harus tampil seakan-akan kami hanyalah teman dan rekan kerja.

Still we are not free to find privacy every Sunday because we have our own work to do and to carry out our responsibilities. Besides, since we agreed not to publicize our relationship, we have no choice than to have appear ourselves as if we were just friends and colleagues.

Baru setelah semua orang di kantor saya pulang, kami bisa mendapatkan waktu hanya untuk kami berdua buat mengobrol, curhat, bercanda, menikmati kehadiran satu dengan lainnya. Itu pun tidak lama, paling-paling hanya dua jam, karena kami juga capek dan rumah kami jaraknya tidak dekat dengan kantor saya.

Only after everyone in my office have left, it gives us time to for ourselves to talk, share, joke around, enjoying each other’s presence. However, this can only go for about two hours as we are tired and our houses are not in short distance with my office.

Tidak heran kalau saya selalu menantikan hari Minggu itu. Selama enam hari saya harus menahan rasa kangen dan saya selalu tidak sabar menunggu sampai semua orang pulang karena setelah itu kami bisa berdua.

It is nothing out of ordinary if this make me always look forward for Sunday to come. I have been missing him for six days and I always impatiently wait for everyone to leave the office so the two of us can get together in private.

Saya ingin mendengar suaranya ketika dia bicara pada saya, bercerita tentang apa pun yang ingin diceritakannya pada saya atau kami akan mendiskusikan tentang hal-hal dalam pekerjaan, saya senang mendengar dia tertawa, senang ketika dia menjahili saya.

I want to hear his voice when he talks to me, telling me whatever he wants to tell me or we would discuss things at work, I like to hear him laugh, I like it when he teases me.

Saya senang ketika kami duduk bersisian sambil berpegangan tangan, ketika saya menempelkan tangannya ke pipi saya atau ketika dia mencium tangan saya. Kadang tiba-tiba dia menarik saya dan mencium kening saya.


I love it when we sit next to each other, holding hands, when I put his hand on my cheek or when he kisses my hand. Sometimes he would suddenly pulled me and kisses my forehead.

Saya senang melihatnya dia menyenderkan diri ke kursi, memejamkan mata, tersenyum kecil, menghela napas panjang dan terlena. Saya menatapnya sebelum saya menyenderkan diri ke lengannya, mendengarkan suara napasnya atau kadang dengan hati-hati supaya tidak membangunkannya, saya meletakkan tangan saya ke dadanya dan merasakan detak jantungnya.

I like to see him leans on his chair, closes his eyes, smiles slightly, takes a deep breath and dozed off. I stare at him before I lean on his arm, listening to him breathing or sometimes I gently, as not to wake him, put my hand on his chest and feel his heart beating.

Pada saat-saat demikian yang saya rasakan adalah kebahagiaan dan kedamaian. Segala yang rumit dalam diri saya atau dalam hidup menjadi sederhana. Kegelisahan, ketakutan, keraguan dan kecemasan hilang. Semua karena saya berada dengan orang yang saya sayang dan yang menyayangi saya.

At those moments all I feel are happiness and peaceful. Every complicated things in me or in life are made simple. The anxieties, fears, doubts and worries are gone. All because I am with somebody whom I love and who loves me.

Hari Minggu kemarin.. jam menunjukkan hampir tengah hari. Sebentar lagi orang-orang di kantor akan pulang.. oh, oh.. saya menunggu dengan tidak sabar.

Last Sunday.. the clock showed it was almost noon. Just a short while before everyone leave the office.. oh, oh.. I couldn’t wait.

Saya lihat  pacar saya masuk ke ruangan saya, duduk di kursi, memakai jaketnya, mengambil ranselnya, berdiri di depan meja saya, memandang saya dan berkata pelan..

I saw my boyfriend entered my room, sat on the chair, put on his jacket, took his backpack, stood infront of my desk, glanced at me and quietly said..

“Aku pulang ya”

“I am going back”

Hah? Apa?? Pulang? Kenapa?

Huh? What?? Going home? Why?

Saya terlalu kaget dan bingung sampai tidak tahu harus bilang apa.

I was too shocked and confused that I didn’t know what to say.

Saya kira dia bercanda tapi ketika saya melihat dia berjalan menjauh, barulah saya sadar dia serius.

I thought he was joking but when I saw him walking toward the door, I realized he was serious.

Kenapa kamu pulang cepat? Apa kamu lagi ga enak badan? Kamu harus nengokin ibu kamu? Atau kamu harus pergi ke tempat lain? Kenapa? Kamu ga bilang apa-apa lewat sms atau telpon kemarin kalau hari ini kamu mau pulang cepat.

Why are you leaving so early? Are you not feeling well? Do you have to see your mother? Or you have to go somewhere else? Why? There was no text or phone call from you yesterday telling me that today you would leave early.

Pertanyaan-pertanyaan itu berseliweran dalam kepala saya.

Those questions filled my head.

Dia berhenti sejenak untuk bicara dengan seseorang. Tidak sekali pun melihat ke saya.

He stopped for a while to talk to someone. He didn’t look at me.

Beneran dia mau pulang?

Is he really leaving?

Sesak napas saya rasanya teringat bagaimana kangennya saya ke dia, bagaimana inginnya saya bisa berdua dengan dia, bagaimana dari pagi sampai hampir tengah hari itu kami nyaris tidak bisa bicara kepada satu dengan lainnya karena sibuk, bagaimana gembiranya saya ketika mengetahui hari Minggu itu saya tidak usah harus ke Jakarta karena orang-orang yang rencananya ingin kumpul hari Minggu ternyata bisa datang ke Bogor hari Sabtu, dan Sabtu malam saya langsung memberitahu pacar saya tentang hal ini lewat sms.

It choked me when I remembered how I miss him, how I wish we could be together, how from morning to almost noon we barely able to talk to each other as we were busy, how happy I was when I knew I didn’t have to go to Jakarta on that Sunday because the people who planned to get together on that day could come on the gathering held on Saturday and I have passed this information my boyfriend about it by text on Saturday night.

Saat itu ruangan saya sedang penuh dengan orang. Berisiknya minta ampun, persis seperti berada di pasar yang sedang kebakaran. Tiba-tiba saya merasa benci pada mereka semua. Kenapa tidak langsung pada pulang sih supaya saya punya waktu sedikit untuk bisa berdua dengan pacar saya sebelum dia pulang..

There were many people in my room at that time. It was so noisy that it were like being in a market that caught on fire. I just suddenly hated them all. Why aren’t they leave so I could have a little time to be with my boyfriend before he leaves..

Tiba-tiba saja mata saya sudah penuh dengan air mata. Dia mau pulang dan saya harus nunggu sampai hari Minggu depan sebelum kita bertemu lagi.

Tears just filled my eyes. He is leaving and I have to wait for next Sunday before we can be together.

Saya tidak tahan lagi. Takut tidak bisa mengendalikan emosi. Ga lucu dong kalau di depan begitu banyak orang begini tiba-tiba saya nangis. Saya tidak mau bikin adegan sinetron satu babak.


I couldn’t stand it. I was worried I lost control over my emotion. It wouldn’t a good thing if I cried infront of those people. Creating a scene was the last thing I had on mind.

Jadi saya buru-buru keluar dari ruangan saya. Pergi ke toilet and mengurung diri di sana selama lebih dari lima belas menit.

So I hurriedly left my room. I went to the toilet and locked myself there for more than fifteen minutes.

Kalau pacar saya memang benar-benar pulang, biarlah.. saya tidak mau melihatnya pergi dan merasakan kekosongan besar dalam hati saya (besoknya rekan kerja saya menanyakan kemana saya menghilang karena pacar saya mencari-cari saya).

If my boyfriend did leave, let him leave.. I didn’t want to see him leave and felt big emptiness in my heart (the next day my colleague asked where did I go because my boyfriend was looking for me).

Tapi peristiwa itu membuat saya marah dan saya demikian marah hingga sampai beberapa hari berikutnya saya tidak mau bicara padanya, dia menelpon dan mengirimkan sms beberapa kali tapi saya tidak merespon.


But that incident angered me and I was so angry that for few days after that I didn’t want to speak to him, he called and texted me several times but I didn’t respond.

Sekali kami sempat bicara di telpon dan saya sama sekali tidak ramah padanya.

We talked on the phone once and I wasn't really nice to him.

Setelah amarah saya menyurut, saya begitu menyesal ketika saya menyadari dalam empat bulan hubungan kami ini sudah tiga kali saya marah dan yang terakhir ini adalah yang paling parah. Tidak adil buat dia karena harus menghadapi saya dengan sifat pemarah dan keras seperti ini.

After my anger ceased, I was so sorry when I realized in our four months relationship I have three time gone mad like this and the last one was the worst. It is so unfair for him to have to deal with somebody with a bad temper and head strong like me.

Jadi saya mengirimkan pesan whatsapp padanya. Meminta dia untuk berhenti mencintai saya karena saya hanya akan membuat hidup dan pikirannya jadi ruwet. Itu tidak adil buat dia. Dan selama dia mendampingi saya apa dia punya cukup banyak kesabaran dan pengertian untuk bisa menerima serta memahami saya? Saya tidak ingin menjadi beban baginya.

So I sent him a whatsapp message. Telling him to stop loving me because I would only put trouble to his life and mind. It is unfair for him. And would he has enough patience and understanding to accept and understand me all the time he is with me? I don’t want to burden him.

Dia tidak menanggapi pesan saya.

He didn’t give any respond for my message.

Mungkin dia berpikir otak saya sedang tidak waras ketika saya mengirimkan pesan itu atau dia terlalu mencintai saya sehingga dia tidak menanggapinya.

Maybe he thought my brain was in a mess when I sent that message or he loves me too much that he refused to respond it.

Dua hari setelah saya mengirimkan pesan itu, hujan turun deras ketika saya sedang dalam perjalanan pulang dari kantor. Hujan kali itu turun cukup lama dan saya bertanya-tanya apa dia juga kehujanan? Saya khawatir.

Two days after I sent that message, it was raining heavily when I was on the way home from the office. It rained longer than it used and I wondered if he caught by it? I was worried.

Jadi saya mengiriminya sms untuk menanyakan apa dia kehujanan. Saya menunggu balasannya dengan hati sedikit cemas dia tidak akan membalas. Tapi toh dia menjawab dengan gaya seakan saya tidak pernah marah padanya.

So I texted him to ask if he was caught by the rain. I waited for him to reply anxiously, wondered if he would reply it. He did reply and he sounded as if I have never got mad at him.

*  *  *  *  *

Saya bukan Merrill Glass. Saya tidak menulis puisi. Yang saya tuliskan adalah hal-hal yang terjadi dalam hubungan kami, yang indah dan yang menyebalkan..

I am not Merrill Glass. I don’t write poems. What I write is about the things happened in our relationship, the good and bad things..

                                                      *  *  *  *  *

FYI, mulai 13 Desember 2015 saya memutuskan hubungan kami tidak bisa diteruskan oleh karena hal-hal pribadi. 

FYI, effectively since 13 December 2015 I decided our relationship had to be ended due to personal matters.

No comments:

Post a Comment