Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, October 25, 2023

SI BLOGGER TANPA PENDUKUNG

Tema hari keempat adalah: support system dalam menjalani peran sebagai blogger. 


Suwer tekewer-kewer, urusan blogging akan menjadi sangat mulus lus lus bagaikan selendang sutra seandainya saya punya support system.


Apa pula maksudnya support system sebagai blogger? Weleh, masa ga tau? Itu loh, maksudnya, para pendukung atau hal-hal yang mendukung kegiatan sebagai blogger.


Trus, apakah saya punya?


Mmm ... sejenak merenung. Mmm ... mmm ... masih merenung sambil merem melek.


Woi! Udah! Udah! Itu lagi merenung atau lagi ngeden di atas kloset sih? Gubrak! Dah, ga perlu diperjelas.


Seandainya saya punya support system sebagai blogger, harusnya di kantor ada seorang aspri yang bisa saya perintahkan untuk mengetik surat, menghubungi pengkhotbah untuk hari Minggu, pergi ke toko untuk beli kopi beserta kawan-kawannya, trus pulangnya dia mencatat duit yang keluar untuk belanja itu ke laporan petty cash dan dia juga yang terpuyeng-puyeng bikin liturgi ibadah, bikin slide untuk ibadah, warta digital, dia yang kelimpungan menghubungi kiri kanan mencari orang yang mau mengganti worship leader yang sakit tipesnya tiba-tiba kumat. Aspri yang malang ini juga yang harusnya mengambil alih seribu satu pekerjaan lainnya sehingga ringanlah hati dan pikiran saya dari segala beban.


Tanpa kesibukan, tanpa tekanan dan tanpa sejibun pekerjaan yang beraneka ragam itu tentu akan membuat saya bisa duduk dengan santai sambil menikmati secangkir teh panas di depan komputer sementara angin cepoi cepoi dari ac berhembus pelan, menyejukkan ruangan yang terisi dengan harumnya bau lilin aromaterapi yang nyala apinya memantulkan bayang-bayang misterius di dinding, lampu yang diredupkan semakin menciptakan aura yang dibutuhkan oleh seorang blogger untuk menulis.


Ide demi ide segera bermunculan dan jari jemari lincah menari di atas tuts-tuts komputer. Ah, indahnya. Jangankan membuat satu postingan sehari, tujuh postingan pun pasti bisa kelar dikerjakan dalam hanya beberapa jam.

Seandainya saya punya support system sebagai blogger, seharusnya setibanya di rumah dari kantor, tak perlulah saya mengajak jalan anjing saya, sesudahnya tak perlu juga saya terbirit-birit memberi makan dua ekor anjing, menyapu, mengelap mereka dengan tisu basah, menyapu lantai, mencuci piring, menyiapkan beras yang akan dimasak esok harinya, menyemprot ruangan dengan obat nyamuk dan memastikan semua pintu sudah terkunci rapat.


Alangkah indahnya hidup sebagai blogger seandainya begitu tiba di rumah dan membuka pintu, saya hanya perlu meletakkan tas, mengganti baju, mandi, makan dan kemudian berkonsentrasi membuat postingan karena di rumah pun saya punya support system yang mengambil alih seluruh pekerjaan hingga waktu, tenaga dan mood saya bisa terfokus hanya untuk blogging, blogging dan blogging. Oh, jangankan tantangan memposting satu postingan selama seminggu, lima postingan untuk sehari pun jadi perkara encer.


Tapi semua itu cuma khayalan. Kenyataannya adalah, sudah hampir jam sepuluh malam ketika saya bisa duduk dan mulai mengejar ketinggalan saya. Berharap pada hari terakhir ini saya bisa membuat empat postingan lagi.


Yah, semoga bisa. Bukan hadiah yang saya harapkan. Konsistensi yang sedang saya perjuangkan.


Kalian mungkin bertanya tidak adakah seorangpun yang mendukung saya?


Jadi begini, saya bekerja di kantor yang irit pegawai. Yang bekerja di kantor ini diharapkan (baca: dituntut) untuk serba bisa dan serba sanggup. Dari mulai belanja keperluan kantor sampai mendesain warta mingguan dapat dilakukan sendiri. Dari mengelap kaca jendela sampai ke perkara urusan mencetak buku acara untuk pernikahan pun harus bisa.


Sulit? Tidak juga. Orang bilang 'Bisa karena terbiasa.' Saya sudah melakukan pekerjaan ini selama dua belas tahun. Dari yang rumit sampai akhirnya jadi makanan sehari-hari.


Handal ya. Babak belur, sangat. Karena berbeda dengan orang yang di kantornya melakukan hanya satu jenis pekerjaan saja, sampai dia bosan karena tidak ada variasi, saya malah jungkir balik saking pekerjaan saya terlalu banyak variasinya.


Bayangkanlah ini, sedang sibuk dengan liturgi dan slide ibadah, tiba-tiba worship leader mengirim pesan whatsapp "Ke, gue kayaknya ga bisa tugas Minggu ini. Gue sakit. Tipes gue kumat." Mimpi buruk betul kalau di tengah minggu atau saat h-2 ada pemain musik atau worship leader yang berhalangan karena itu artinya saya yang harus cari penggantinya. Nah, jadi tugas saya bertambah satu.


Di tengah-tengah semua itu, ada yang menghubungi, minta alamat atau minta ditransfer pembayaran ini itu, ada yang kirim surat lewat email, ada yang minta dibuatkan surat, ada yang minta uang untuk beli snack untuk pengkhotbah hari minggu.


Ketika jam menunjukkan pukul 4.30 sore, otak saya sudah jadi bubur rasanya. 


Sambil bersiap-siap untuk pulang hati berkata: ntar di angkot ngeblog deh.

Kenyataan: di dalam angkot saya terkantuk-kantuk atau duduk dengan tatapan kosong, otak tak mampu lagi diajak berkompromi untuk mikir. Seluruh inspirasi, ide dan mas ilham pun menguap entah kemana.


Di rumah gimana? Tak punya pembantu. Gaji pembantu mahal, bo. Kerja cuma untuk 3-4 jam saja selama sebulan minta bayaran setengah jeti. Mending dikerjain sendiri dong.


Apa ga ada orang lain di rumah yang bisa bantu?


Ibu saya meninggal tahun 2017. Ayah saya meninggal bulan Juni tahun ini. Saya tidak punya kakak atau adik. Suami tidak ada. Tunangan saya jauh di Amerika sana.


Jadi ya saya sendirian di kantor dan di rumah. Mau tidak mau smua harus dikerjakan sendiri.


Sebelum mama meninggal, saya masih lebih bisa aktif menulis karena mama papa masih bisa mengerjakan kerjaan di rumah dan pada waktu itu kantor saya belum jadi full kantor cabang hingga pekerjaan belum jadi sebanyak setelah tahun 2020.


Untuk blogger yang punya support system... Wah, sungguh saya iri. Kepengen banget saya punya sepasukan bala bantuan di kantor dan di rumah.


Tapi yah, kenyataannya tidak ada. Positifnya adalah saya punya mental baja, ga cengeng. Kendalanya adalah saya ngeblog dengan sisa tenaga. Itu sebabnya tahun ini blog saya mati suri sejak bulan Januari.


Ini saja rasanya tidak mungkin saya menuntaskan challenge menulis satu postingan setiap hari selama seminggu. Untuk menyelesaikan postingan ini saja perlu perjuangan melawan rasa capek, ngantuk dan selingan ngobrol dengan yayang mbeb di Amerika sono.


Maaf bila hanya empat postingan yang bisa saya buat dan itu pun urutan ngepostnya sudah melewati jadwal. Mudah-mudahan bisa dimengerti sikon yang harus saya hadapi yang bikin membuat satu postingan satu hari itu jadi sesuatu hal yang butuh perjuangan. 


Tapi saya gembira bisa ikut dengan event ini. Kembali ngeblog itu rasanya bahagia banget.


No comments:

Post a Comment