Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, October 25, 2023

INDIHE, NO MENYE MENYE, PLEASE

Tema di hari ketiga ini tentang film atau drama favorit yang ga bosen ditonton berkali-kali.

 

Walah, mak min Kumpulan Emak Blogger rupanya pengen tau apa kita-kita para member KEB ini ngefans berat sama film tertentu, yang biarpun sudah ditonton berkali-kali, tapi tetap ga ada bosennya.

 

Btw mak min, ssttt, sini deh… saya bisikin, gini, saya tipe orang yang bosenan. Buat urusan film, jarang ada film yang bisa bikin saya mau nonton lebih dari dua kali. Kecuali kalau filmnya bener-bener luar biasa.

 

Luar biasa apanya? Ya, bisa dalam alur ceritanya, kelucuannya atau karena akting para pemerannya.

 

Saya harus putare otake nih, mak min, nyari film apa yang kira-kira ga bakal bikin saya bosan walaupun sudah lebih dari sekali saya tonton… daaaaann…. akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada film ini:

 

Three idiots.

 



Film ini saya masukkan dalam kategori luarbiasa karena dia adalah film India pertama yang sanggup bikin saya duduk manis menonton dari awal sampai akhir tanpa sekalipun mengalihkannya ke film lain.

 

Bayangkan, saudara sekalian. Seorang Keke yang paling anti sama film India bisa menonton sebuah film India dari awal sampai akhir. Bisa tertawa sekaligus meneteskan air mata haru. Bisa jatuh hati pada pemeran utamanya. Bisa tetap teringat pada adegan-adegan dalam film itu bahkan setelah lewat bertahun-tahun sejak saya menontonnya.

 

Nah. Jadi apa kehebatan film ini sih? Penasaran?

 

Satu, ada terjemahan Bahasa Inggris. Paling kesel kan kalau nonton film asing yang tidak ada terjemahannya atau tidak didubbing ke Bahasa Inggris. Wuh, berasa nonton film bisu.

 

Dua, ini film sederhana tapi alurnya enak dan seimbang. Ada tentang masa awal sekolah, ketika masuk ke lingkungan yang serba baru, berasa asing di sana, tidak kenal siapa-siapa, ketemu sama orang-orang yang nyebelin, lalu tanpa sengaja menjalin pertemanan atas dasar rasa senasib. Kemudian mengalir ke masa-masa mulai kuliah, ketemu dosen yang nyebelin, harus ngerjain tugas yang aneh, bolos kuliah, tinggal di asrama, liburan.

 

Nah, untuk poin kedua ini rasanya semua orang yang pernah mengalami masa-masa sekolah atau kuliah pasti bisa merasakan ‘dejavu’ dan itu yang bikin film satu ini tidak terjebak dalam stereotype film India yang biasanya cuma tentang cinta, cinta, cinta dan cinta.

 

Ketiga, kisah persahabatan tiga mahasiswa yang masing-masing punya latar belakang berbeda tapi dipersatukan satu kampus, satu kelas, satu rasa senasib dan satu kekesalan pada teman sekelas dan pada seorang dosen diolah dengan sangat rapi serta memikat oleh penulis cerita dan ditampilkan sedemikian cantik oleh sutradara dan diperankan dengan baik sekali oleh para pemeran inti sehingga saya terhanyut sepenuhnya dalam cerita itu tanpa mampu menolaknya.

 

Keempat, pesan moral yang disampaikan lewat cerita film Three Idiots ini sebetulnya adalah mengenai pribahasa lama yang berkata “Jangan menilai buku dari sampulnya.” Itu sudah terjadi berkali-kali tapi manusia seringkali terlalu bebal hingga tidak menyadari atau menolak untuk membuka mata hatinya sehingga terjebaklah dia dalam keangkuhan yang sungguh tolol saat menjatuhkan penilaian dangkal secara sepihak.

 

Kelima, ini adalah film India yang paling paling amat sangat sedikit sekali menampilkan adegan menari-nari sambil menyanyi atau menyanyi sambil memeluk pohon. Yaps, itulah alasan utama kenapa saya jadi ogah nonton film India. Halah mak! Kagak tahan sama adegan nari-nari, nyanyi-nyanyi dan nangis-nangis. Mosok toh, sedih nyanyi, marah nyanyi, kesal nyanyi, mau pergi nyanyi, lagi masak juga nyanyi… lama-lama ga sabaran saya nontoninnya. Mana bahasanya kagak ngerti. Wakakak banget kan?

 

Keenam, humor humor humor. I mean, hidup sehari-hari sudah penuh dengan segala keruwetan, tantangan, kesedihan dan segala macam hal yang bikin kita sutres, trus, kita pulang dan ingin melegakan hati, mengurai segala benang kusut yang ada di pikiran, melupakan sejenak segala kesengsaraan dan … nonton film atau sinetron yang isinya …. Nangiiiiiiiis mulu, jejeritan marah kayak dedemit kurang sajen. Ya ampun. Yang ada sih, bukannya jadi lega hati, malah bikin tambah rusuh.

 

Nah, Three Idiots memasukkan banyak sekali unsur kelucuan tanpa membuat orang merasa harus terpaksa tertawa. Adegan-adegan konyolnya pun benar-benar kelihatan alami tanpa dibuat-buat. Misalnya, ketika dua sahabat ini sedang dikejar-kejar oleh tokoh antagonis dan seorang di antara mereka menemukan ide untuk mengambil kendi berisi abu almarhum ayah dari si tokoh antagonis. Tentu ini membuat penonton heran. Di tengah-tengah adegan kejar-kejaran kok bisa-bisanya dia menyambar guci berisi abu almarhum ayah si tokoh antagonis itu? Buat apa? Bahkan tadinya saya tidak tahu kalau guci itu berisi abu jenasah. Semua baru menjadi jelas ketika dua tokoh utama itu terpepet di dalam kamar mandi. Tidak bisa kemana-mana. Saat itu baru jelaslah bagaimana abu jenasah bisa menyelamatkan seseorang. Kok bisa? Ya, si tokoh utama yang menyambar guci tadi membuka tutup kloset dan mengancam si tokoh antagonis bahwa dia akan membuang abu almarhum ayahnya ke dalam kloset kalau si tokoh antagonis itu nekad juga menghajar mereka.

 

Saya ngakak sejadi-jadinya. Kocak pol. Dan ini hanya satu dari sekian banyak kelucuan lainnya yang dihadirkan dalam film Three Idiots yang mampu membuat saya terpaku dan kemudian jadi terkesan. Selamanya.

 

Ketujuh, tokoh perempuan itu bukan yang utama. Nah, ini yang penting. Film sering menganggap kehadiran perempuan bisa dipakai untuk menjadi faktor penjual demi menarik penonton atau menaikkan rating. Tapi di film ini, tokohnya semua adalah laki-laki karena ceritanya memang tentang persahabatan tiga orang mahasiswa laki-laki, kehidupan di asrama pria dan konfliknya pun adalah dengan dosen berjenis kelamin laki-laki. Tapi semua itu tidak bikin film jadi terasa kering kerontang karena minus kehadiran perempuan cantik nan bohay yang bersikap jinak-jinak merpati. Tidak. Filmnya tetap menarik dari awal sampai akhir.

 

Delapan, kehidupan dan persahabatan para lelaki ini akhirnya memang menerima kehadiran seorang perempuan cantik tapi tidak terkesan jadi seperti kisah romantika picisan. Tokoh perempuan ini cantik tapi punya karakter dan terasa pas diselipkan dalam cerita dan menjadi bagian dari kehidupan serta klimaks film. Tidak bikin jadi eneg. Tetap menarik tanpa dipaksakan.

 

Sembilan, kemaskulinan lelaki tidak ditampilkan lewat tubuh berotot, badan tinggi atau kemampuan fisiknya. Tidak juga lewat segala kegiatan kaum laki-laki seperti ajang baku hantam atau kebut-kebutan. Tapi tidak lantas berarti pemerannya jadi seperti Lucinta Luna. Ya, nggaklah. Kemachoan mereka tetap terlihat nyata lewat sikap dan kepribadiannya, … buat saya, seorang lelaki itu tampak amat sangat menarik dari dua hal itu.

 

Gimana mak min? Sudah nonton filmnya?




No comments:

Post a Comment