Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, November 2, 2016

Black and White

Buat saya nih, asyiknya mengajar itu sudah dimulai saat mikir "Selasa depan apa ya yang mau diajarin ke anak-anak itu?".

For me the fun of teaching has started when I thought "What will I teach those kids next Tuesday?"

Karena saya mengajar hanya seminggu sekali maka saya tidak perlu membahas semua materi. Tinggal saya pilih saja topik apa yang mau saya fokuskan. Misalnya, minggu ini tema pengajaran masih tentang hewan. Nah, saya bisa mengajarkan nama-nama binatang dalam bahasa Inggris dan menghubungkannya dengan topik mengenai angka, warna atau ukuran.

Since my teaching schedule is just once a week I don't need to teach the whole material. I need to pick the topic which I will focus on. For example, this week's teaching theme is still about animal. So I can teach them names of animal in English and connects it with the topic about number, color or size.

Kalau sudah begini tinggal mikir kegiatan apa yang pas sama topiknya. Contoh, buat Selasa 11 Oktober tema besarnya tentang hewan, topiknya pada ukuran tubuh hewan (besar dan kecil).


Now I only need to find what activity that matches with the topic. For example, the main theme for Tuesday 11 October is about animal, the topic is on animal's body size (big and small).

Saya menyimpan segala macam kegiatan yang selama enam tahun menjadi guru TK pernah saya buat untuk kelas saya. Jadi tinggal buka file-file dan akhirnya terpilihlah si ikan paus ini.

I file the activities I did in my class during my six years teaching in kindergarten. All I need is just open the files and my choice fell on the whale.

Perlu diperbanyak nih. Fotocopy? Ah, ga ada serunya.

I ran out of copies. Fotocopy? Nah, where's the fun?

Saya bawa kertas-kertasnya ke kantor dan pada waktu jam istirahat, sambil makan siang saya menjiplak gambar ikan paus itu. Mmm.. begini baru asyik... seharian sendirian diruangan bisa bikin stress. Kerjaan juga bikin bete. Internet lama-lama ngebosenin. Saya perlu cari sesuatu yang baru buat ngusir stress dan kebosanan.


I brought the papers to the office and during lunch break I draw those whales as I had lunch. Now that's what I called fun.. being alone in the room the whole day can be stressing. Work is another boring stuff. So does internet. I need to find something new to get rid the stress and boredom.

Tidak sampai satu jam selesailah saya menjiplak empat puluh satu gambar ikan paus. Yap. Empat puluh satu. Anak TK A ada tujuh belas dan TK B ada dua puluh empat.

Less than an hour later I was done drawing forty one whales. Yep. Forty one. The class for 4-5 year olds has seventeen kids and the class for the 5-6 year olds has twenty four kids.

I love teaching

* * * * *

Dunia saya hitam putih; sehari-hari mengerjakan itu lagi, itu lagi.. bertemu dengan orang-orang yang itu lagi, itu lagi.. berurusan dengan perkara yang itu lagi, itu lagi.. jiahh.., benar-benar menghilangkan gairah hidup.

My world is black and white; doing same thing everyday.. meeting same people everyday.. struggling with same matters everyday.. man, it's really taking away the spirit of life.

Ya, saya bersyukur punya kerjaan tapi setelah lima tahun.. intinya adalah; ini bukan tempat yang tepat untuk dijadikan pelabuhan terakhir.

Yes, I'm grateful to have a job but after five years.. the point is it's not the right place to be made as the final harbor.

* * * * *

Dua bulan lalu saya main ke TK tempat dulu saya kerja tahun 2005-2011. Murni cuma buat main, nengokin teman-teman di sana mumpung lagi cuti dan cuti itu tidak dipakai buat traveling.

Two months ago I went to the kindergarten where I taught in 2005-2011. It was purely to make a quick stop to see how my friends were doing there while I was on leave and I was not going traveling on that leave.

"Ke, ngajar lagi dong di sini. Sekolah butuh guru bahasa Inggris"

"Keke, will you get back to your teaching post here? School needs an English teacher"

Saya tolak. Saya punya kerjaan fulltime.

I refused the offer. I have a fulltime job.

"Mengajarlah di sini seminggu sekali"

"Teach here once a week"

Pekerjaan saya membuat saya tidak bisa libur pada akhir minggu. Hari libur saya jatuh pada hari Selasa.

My job makes me can't have days off on the weekend. My day off is on Tuesday.

"Kalau gitu hari Selasa aja kamu ngajarnya"

"So teach here every Tuesday"

Deal

* cerita rincinya baca deh di postingan berjudul: We Need You, Teacher (26 September 2016), Back to School (28 September 2016), A Teacher's Happiness (10 Oktober 2016) dan Happy Learner (22 Oktober 2016).

* details can be read in my posts under the title: We Need You, Teacher (26 September 2016), Back to School (28 September 2016), A Teacher's Happiness (10 October 2016) and Happy Learner (22 October 2016).

* * * * *

Capek sih sebetulnya karena itu artinya saya kerja pol tujuh hari seminggu. Sore pulang dari kantor saya mengajar les bahasa Inggris. Selasa pagi saya mengajar dua kelas di TK dari jam 8.30 sampai jam 11. dan sorenya saya mengajar les bahasa Inggris di rumah.

It's exhausting actually because it means I work seven days a week. I tutor English after work. I teach two classes on Tuesday morning from 8.30 to 11 am and in the afternoon I tutor English at home.

"Bu Keke pinter cari duit" komentar seseorang.

"Miss Keke knows how to make money" said somebody to me.

Saya bersyukur Tuhan memberikan saya bakat mengajar dan kepintaran dalam bahasa Inggris karena kedua-duanya itu menjadi cara untuk saya menghidupi diri saya dan orang tua saya.

I am thankful that God gave me the talent in teaching and in English because those two have became my way to support myself and my parents.

Keduanya juga menjadi cara Tuhan untuk menghibur saya, membuat saya merasa hidup saya berarti dan berharga.

They also becomes God's way to cheer me up, to make me feel my life is meaningfull and precious.

Anak-anak itu membuat hidup saya berwarna-warni.

Those children makes my life colorful.

* * * * *

Hai, saya Keke. Saya punya gelar sarjana D3 Manajemen Perbankan tapi pengalaman kerja saya di bank tidak sampai tiga bulan karena saya keburu meloncat pindah kerja ke tempat lain. Itu tahun 1996. Saya tidak pernah lagi mendapat kerja di bank karena tidak ada bank yang menerima saya dan sejujurnya, saya juga tidak berminat untuk kerja di bank.. hehe..


Hi, I'm Keke. I have a degree in Banking Management but I worked in a bank for less than three months because I got another job. That was in 1996. I never had a job at a bank eversince that because none hired me and to be honest, I never keen on working in a bank either.. haha..

Sejak saya lulus kuliah tahun 1993 sampai sekarang, saya sudah bekerja di lebih dari sepuluh perusahaan yang berbeda-beda bidang usahanya.

I have worked in more than ten companies since I graduated college in 1993 and each company has different business field.

Yang paling beda adalah ketika di awal tahun 2005..

The most different one came to me in early 2005..

Saya lagi nganggur waktu itu. Bokek. Bangrut. Bingung mau kemana Tuhan membawa saya. Semua upaya saya cari kerja tidak berhasil. Masa depan tidak lagi terlihat hitam dan putih. Semuanya hitam. Gelap.

I was jobless at that time. I had no money. Bankrupt. I had no idea where would God take me to. All my job hunting was fruitless. The future was appeared not just black and white. It was black. Dark.

Jadi sementara orang-orang lain pada usia pertengahan tiga puluh sudah mapan, mungkin malah sudah sukses, sudah berkeluarga dan siapa tahu malah mungkin sudah bercucu.., saya lajang, pengangguran dan tidak tahu hidup saya mau jadi apa.

So while other people in their mid-thirties have made it all, probably have even became success, have raised family and who knows maybe have even had grandchildren.., I was single, unemployed and had no idea what my life would turn to.

Di saat seperti itu tiba-tiba seorang tetangga mengajak saya ke gerejanya. Lalu ada yang mengajak saya untuk mengajar Sekolah Minggu. Kelas balita paling banyak anaknya dan karena itu butuh lebih banyak guru, mau ga saya ngajar di kelas itu?

GKI Pengadilan Bogor - Sunday School Teachers
A neighbor asked me to go to her church. Later somebody asked me to teach Sunday School. The toddlers class had lots of kids and so it needed more teachers, would I like teaching in that class?

"Gila lo, Ke, tau apa lo soal ngajar? Ngajar anak kecil pula. Lo aja belon pernah punya anak" kata saya pada diri sendiri.

"What are you insane, Keke, what do you know about teaching? For crying out loud, it's teaching young kids. You don't even have kids" I told myself.

Dan pengalaman pertama saya di kelas itu memang bikin saya keringat dingin.

And indeed my first time in that class made me had cold sweat.

Tapi saya menemukan sesuatu yang mengikat hati saya pada anak-anak itu.

But I found something that bound my heart to those children.

Sesuatu yang dulu dan sampai sekarang tidak bisa saya tinggalkan.

Something that I couldn't and still can't let go.

* * * * *

"Ada TK lagi butuh guru" kata orang tua murid les saya. Ya, tidak lama setelah saya mengajar di Sekolah Minggu, seorang ibu minta saya mengajar anaknya bahasa Inggris.

"A kindergarten is looking for a teacher" said a parent of my tutoring student. Yes, shortly after I taught Sunday School, a lady asked me to tutor her son English.

Saya datang menemui kepala sekolahnya. Tidak membawa lamaran kerja karena niat saya memang cuma untuk melihat seperti apa sih sekolahnya.

I came to see the headmaster. I brought no application because I went there just to check how the school was like.

Kami mengobrol singkat.

We talked for a while.

Saya diterima.

I got the job.

Saya heran seheran-herannya. Tiga bulan lalu saya nganggur, bokek, bankrut dan bingung mau dibawa kemana hidup saya sama Tuhan.

I was just speechless, completely amazed. Three months earlier I was jobless, had no money, bankrupt and had no idea where God would take me to.

Rasa dalam sekedip mata, saya dijadikan guru. Guru TK pula.

It was like a blink of an eye that I was made a teacher. A kindergarten teacher.

Saya adalah guru tanpa ijasah guru.

I'm a teacher without any teaching degree.

2005-2011 saya mengajar sebagai guru TK. Saya mungkin tidak memiliki ijasah guru tapi apakah selembar ijasah itu bisa menentukan seseorang berbakat di bidang pendidikan? Apakah bisa menjamin bahwa dia mencintai bidang pendidikan? Apakah menjadikannya sebagai seorang yang mengajar dengan penuh kasih sayang?

I taught as kindergarten teacher in 2005-2011. I probably don't have any degree in teaching but is a sheet of diploma can make a person talented in education? Can it guarantee that person loves teaching? Can it turn that person as a loving teacher?

Saya tidak menghakimi. Saya tidak menyanjung diri. Saya hanya menemukan fakta bahwa ada banyak orang seperti saya; selama bertahun-tahun menjalani hidup tanpa mengetahui bahwa dirinya terlahir untuk menjadi guru.

I don't judge. Nor do I flatterd myself. I just found the fact that many people are just like me; spending years living their lives not knowing that they are born to be teachers.

* * * * *

Saya memandangi tangan-tangan kecil yang terangkat tinggi-tinggi.

I stared at those small hands that raised up high.

Saya meminta mereka untuk maju dan menggambar ikan besar atau ikan kecil di papan tulis.

I asked them to come forward and draw big fish or little fish on the whiteboard.

Semua antusias.

Everyone was enthusiastic.

Ada yang gambarnya awut-awutan tapi semua tetap gembira. Semua tetap bersemangat. Dan kami saling menularkan kegembiraan serta semangat itu hingga yang tadi ragu untuk maju karena takut gambarnya jelek, takut diejek dan bahkan takut tidak bisa menggambar jadi lupa pada keraguan dan ketakutannya.


Some drawings looked like scribbles but everyone remained happy. Every single person was excited. And we passed those happiness and excitement that made the ones who hesitated to come forward for fearing his/her drawing would not be good, feared to be teased and even feared to be unable to draw became totally forgot of his/her hesitation and fears.

Saya menunjukkan appresiasi pada setiap anak yang telah maju. Semangat dan keberanian mereka itu yang saya hargai.

I showed appreciation to every child who came forward. It was their exicitement and courage that I appreciated.

Saya melakukannya dengan sepenuh hati.

I did it with all my heart.

Karena saya tahu bagaimana rasanya telah berusaha sebaik mungkin tapi tidak dihargai. Saya tahu seperti apa rasanya segala yang baik dalam diri saya tidak diperhatikan tapi yang buruk cepat sekali diperhatikan, dipamerkan dan diingatkan.

Because I know how it feels to have done the best I could but it remained unappreciated. I know how it feels when the good things in me left unnoticed but the bad ones got quickly noticed, being put on a show and being always reminded.

Dunia kerja saya tidak lebih hanyalah tempat dimana saya bekerja untuk uang. Saya hanyalah orang bayaran. Hati saya sudah tidak ada lagi di sana. Kenapa? Tanya kenapa??

My work is nothing but a place where I work for money. I am just a paid worker. My heart is no longer there. Why? You ask why??

Ketika saya bersama-sama dengan murid-murid saya, dunia saya menjadi berwarna, terang dan penuh kehangatan.

When I'm with my students, my world becomes colorful, bright and warm.

 * * * * *

"Begini ya, bu Keke?"

"Is this ok, miss Keke?"

Saya sedang berjalan berkeliling kelas, memperhatikan anak-anak itu satu persatu sementara mereka sibuk mewarnai si ikan paus.


I was walking around in the classroom, watching the kids one by one as they were busy coloring the whale.


Saya tidak hanya berjalan berkeliling. Saya memuji pekerjaan mereka, menepuk pundak anak laki-laki, mengusap rambut anak-anak perempuan. Mereka menyukai pendekatan personal seperti itu. Mereka merasa dihargai, mereka suka diperhatikan, mereka tahu mereka disayang. Semua itu menimbulkan rasa tenang dan aman yang akhirnya membuat mereka betah di kelas, suka bersekolah, bisa mengerjakan tugas yang diberikan dan menyerap pelajaran dengan baik.

I did not just walk around. I praised their work, I patted the boys' shoulder, I caressed the girls' hair. They loved such personal approachment. They felt appreciated, they liked to get attention, they knew they are loved. It all brought the feelings of at ease and safe which make them enjoy to be in class, love to go to school, can do the tasks given to them and absorbing the lesson easily.

Satu pertanyaan itu menghentikan langkah saya.

That one question stopped me.

Jotta.

Saya tidak mengira dia akan bertanya seperti itu.

I didn't expect him to ask me that question.

Dua minggu lalu dia mau maju ke depan dan menghitung satu sampai lima dalam bahasa Inggris. Lalu minggu berikutnya dia kembali menjadi diam dan pasif.

Two weeks ago he came forward and counted one to five in English. The next week he turned into his old self of quiet and passive.

Melihat dia seperti itu kebahagiaan saya rasanya bagaikan balon yang sempat ditiup sampai besar untuk kemudian kembali kempes.

Seeing him like that was like having my happiness blown into a big balloon only to be flattened.

Jadi saya tidak menduga dia akan bertanya seperti itu. Saya bahkan tidak berharap dia akan bersuara selama jam pelajaran bahasa Inggris.

So I really didn't expect him to ask me that question. I didn't even hope he would make a sound in my English class.

Saya langsung berhenti dan menunduk. Memperhatikan ikan pausnya. "Ya, bagus sekali. Kamu bisa mewarnai dengan baik" saya tepuk bahunya dan saya usap kepalanya.

I stopped right away and bowed. Looking at his whale. "Yes, that's good. You can do good coloring" I patted his shoulder and caressed his head.

Di akhir pelajaran.. saya menaruh buku gambar mereka di depan. Beberapa saya potret untuk dokumentasi pribadi dan juga untuk laporan saya ke sekolah. Anak-anak itu sudah hafal dengan kebiasaan saya ini.

At the end of the class.. I put their drawing books infront of the class. I took pictures on few of them for personal documentation and for my report to school. The kids have already familiar with my habit.

Jotta membuntuti saya. Memperhatikan saya ketika saya memotret ikan pausnya yang sudah diwarnai, dicocok dan ditempel ke buku gambar.

Jotta followed me. Watched me when I took picture of his colored and collated whale that glued to his drawing book.

"Mau ga kamu dipotret sambil pegang buku gambar kamu?" tiba-tiba saya dapat ide.

"Will you hold this while I take your picture?" I got the idea.

Dia mau. Dia berdiri dan memasang senyum.


He would. He stood there and smiled.

"Kita taruh di sini ya" kata saya sambil menaruh buku gambarnya di antara buku gambar teman-temannya "Supaya teman-teman bisa lihat ikan paus kamu"

"Let's put it here" I put his drawing book among his classmates drawing books "So your friends can see your whale"

Jotta si super cool itu tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya memperhatikan buku gambarnya tapi dimuka yang datar itu saya melihat sesuatu. Kebahagiaan. Bangga.


Jotta the super cool kid said nothing. He just looked at his drawing book but on his poker face I saw something. It was happiness. Pride.

Dia tidak tahu hati saya menari-nari oleh kebahagiaan.

He didn't know my heart danced of joy.

Itulah yang membuat hidup saya jadi berwarna.

That is what makes my life colorful.

Saya tidak hanya mengajarkan anak-anak ini bahasa Inggris. Saya memberikan lebih dari itu. Saya mengajari mereka kasih, penghargaan, dukungan, pengertian dan pengampunan.


I don't just teach these kids English. I give them more than that. I teach them about love, appreciation, support, understanding and forgiveness.

Saya tidak berada di antara mereka untuk menjadi mandor, majikan atau pengawas mereka.

I am not being among them to be their supervisor, master or controller.

Saya harus menjadi diri mereka untuk dapat mengerti mereka dan untuk dapat menolong mereka menjadi lebih baik. Saya harus keluar dari diri saya untuk bisa memahami mereka. Saya harus melupakan bahwa saya adalah Keke, seorang dewasa, supaya saya bisa merasakan seperti apa rasanya menjadi seorang Jotta atau Reta atau Yuna atau Ferry atau Phanny.

I have to be them to understand them and to help them improve. I must get out of myself to understand them. I must forget that I am Keke, an adult, so I can feel how it is like to be Jotta or Reta or Yuna or Ferry or Phanny.

Kalau saya tidak merendahkan diri seperti itu, menjadikan diri seperti anak berusia empat, lima atau enam tahun.. bagaimana saya bisa mengerti apa yang ada dalam hati dan pikiran mereka, bagaimana saya bisa merasakan seperti apa ketakutan, kecemasan, kebingungan mereka? Saya harus melihat dari sudut pandang mereka. Sebab kalau tidak, bagaimana saya bisa menolong mereka? Bagaimana saya bisa menjadikan mereka lebih baik?

If I don't humble myself like that, put myself as a four, five or six year old child.. how can I understand what they have in their hearts and minds, how can I feel their fears, worries, confusion? I must see from their perspective. Because if I don't, how can I help them? How can I make them improve?

Itulah yang membuat saya merasa hidup.

That is what makes me feel alive.

Ketika saya mengajar, saya bukanlah orang bayaran.

When I teach, I am not a paid worker.

Ada kebahagiaan dan kepuasan yang nilainya melebihi jumlah bayaran yang saya terima.

There are happiness and satisfaction that worth more than the money given to me as payment.

2 comments:

  1. Keke, in Holland we have a song, the smile of a child makes you realize that you're alive. The smile of a child who has a life to live.
    This song was previously sung by Willy Alberty and his daughter Willeke Alberty.
    She is now 71 years. She sings it with her son Johnny de Mol.
    That made me think of your story.

    ReplyDelete