Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, November 23, 2011

Membaca? Pusingggg!! / Reading? So Frustrating!!

“Pa - eng - ku” dengan suara yakin bin lantang Dio membaca tulisan dibukunya. Begitulah aturan mainnya. Saya mendikte satu kata, anak menulis lalu membacanya. Tapi sore itu telinga saya langsung bergoyang mendengar Dio membaca kata itu.

“Ha? Apa?” tak tahan juga saya untuk tidak tertawa.

“Pa - eng – ku, bu Keke” Dio nyengir merasa pasti ada yang salah tapi belum menemukan di mana letak kesalahannya.

Jelas telinga saya tidak salah dengar. Tertawalah saya diikuti Dio walau dengan muka heran.

“Dio” saya tersenyum sambil menunjuk suku kata terdepan “Kalau ‘pa’ di tambah ‘ng’ bunyinya jadi bagaimana?”

“Pa - eng” jawab anak TK B yang sejak bulan September lalu menjadi murid les saya.

“Bukan, nak. Itu dibacanya ‘pang’. Jadi ini … ” Saya diam & Dio dengan gesit langsung menyambung dengan membaca kata itu “Pang-ku”.

“Betul. Pinter” saya tersenyum menatap bocah kecil yang lucu & menggemaskan itu “Bukan pa-eng-ku ya” kami berdua pun sama-sama tertawa.

3 bulan lalu emaknya yang stress karena melihat leletnya kemampuan membaca anak bungsunya ini teringat bahwa sekitar 5 tahun lalu si sulung Joan mengalami kemajuan pesat setelah belajar les membaca pada saya.

Joan, Keke & Doggie
Bahkan Joan lebih parah dari Dio karena dia tidak bisa mengingat huruf jadi kalau misalnya saya menyuruhnya menulis huruf ‘k’ maka dia harus mengurut dari huruf ‘a’ sampai akhirnya ketemu huruf ‘k’. Puyeng ga tuh? Emaknya sendiri sudah minta-minta ampun di suruh mengajarinya membaca hingga di “lemparlah” anak itu kepada saya. Hehe.

Lain lagi kasus yang saya hadapi dengan Raja (Yap, betul. Namanya Raja). Teman sekelas Dio ini membutuhkan waktu hampir sebulan hanya untuk mengingat huruf a-i-u-e-o!

Hal lain yang membuat rambut saya rasanya bertambah keriting adalah perkara huruf b yang dia sudah hafal tapi kalau sudah dipadukan dengan huruf hidup… wah, minta ampun. Untuk membaca satu suku kata saja bisa memerlukan waktu 2-3 menit! Masalahnya dia selalu lupa.

Maksudnya begini, dia akan mulai membaca dengan mengeja dulu. Misalnya saya menyuruhnya membaca ‘ba’ maka prosesnya dimulai dengan dia mengeja ‘b – a. ba’.

“Betul” kata saya “Jadi ini dibunyinya …” nah, mau saya langsunglah dia bilang ‘ba’ karena tadi toh sudah di eja & di baca. Tapi setiap kali pula dia akan mulai lagi dari proses awal yaitu… mengejanya ‘b – a. ba’… aduh mak!!! Cape deh ekke… hehe.

Ceritanya lain lagi dengan Reval. Anak kelas satu SD ini belum bisa membaca dengan lancar. Sampai terbingung-bingung saya memikirkan bagaimana dia mengerjakan ulangan kalau dia tidak bisa membaca soalnya?

Reval hampir mirip dengan Joan. Sulit mengingat huruf. Awalnya dia bahkan tidak bisa mengetahui mana huruf h, r, m & s. 4 huruf itu yang menurut saya paling mudah untuk di ingat & dibedakan dari huruf-huruf lainnya karena bunyinya yang unik.

Jadilah saya harus mengajarinya lebih dulu untuk mengenali bunyi 4 huruf itu & beberapa huruf lainnya.

Kemampuannya sudah membaik sih tapi jangan heran kalau kadang anda masih bisa mendengar saya mengucapkan ‘rrrrrrrrrrrrrr ra’ macam suara geraman anjing saking panjangnya huruf r karena Reval belum bisa menemukan huruf apa sih yang membuat lidah bergetar seperti itu.

Atau di saat lain saya tentunya terdengar seperti ular yang sedang mendesis-desis ketika mendikte ‘sssssssssss sa’. Atau ber-‘hhhhhhhhhh ha’ seperti orang kepedasan. Hehe.

Dalam pengalaman saya mengajar membaca biasanya kira-kira 2-3 bulan anak-anak itu  sudah mengalami kemajuan pesat. Senang. Lega. Bersyukurlah saya.

Apakah saya yang hebat? Tidak.

33 tahun yang lalu atau tepatnya pada waktu umur saya 7 tahun, saya adalah Joan, saya adalah Dio, saya adalah Raja, saya adalah Reval, saya adalah…. (dan banyak lagi nama mantan murid saya yang memulai kehidupan pendidikan mereka dengan terbentur pada hal …. membaca).

Sekian puluh tahun kemudian setelah istilah dyslexia mulai sering terdengar, saya bertanya-tanya apakah mungkin dulu saya pernah menderita dyslexia ringan. Saya sih belum pernah dengar ada tingkatan berat-ringan dalam dyslexia jadi saya tidak tahu apa dugaan saya itu benar atau salah.

Yang jelas saya sempat membuat orang tua saya stress karena saya sulit belajar membaca. Saya sendiri juga ikut stress lho. Rasanya lebih malu-maluin karena tidak bisa membaca dari pada tidak bisa mengerjakan soal berhitung.

Dan tahun 1978 itu amat sangat berbeda dengan jaman sekarang. Pada waktu itu anak baru diberikan pelajaran membaca di kelas 1 SD. Jadi kalau dibandingkan dengan sistem pendidikan sekarang yang menentukan anak sudah harus bisa membaca saat mereka masuk SD tentunya saya ketinggalan jauh sekali karena baru belajar membaca di usia 7 tahun.

Ada untungnya juga ya jadi produk jadul. Hehe. Kalau tidak, waduh!... dulu saja saya sudah stress apalagi kalau baru masuk SD sekarang dengan membawa masalah dalam hal membaca.

Tepat di saat ibu saya sudah kriting karena bolotnya saya dalam belajar membaca, ayah saya menghujani saya dengan komik Tintin. Percaya atau tidak, saya mulai bisa membaca! Dan itu juga yang mengawali kecintaan saya pada komik (kecuali komik-komik Jepang). Dengan berlalunya waktu, bukan hanya komik yang saya gandrungi tapi juga buku-buku cerita. 

Nah, jadi kebayang ga kalau orang yang dulunya susah membaca sudah menjadi seorang kutu buku. Bahkan kegandrungannya membaca melahirkan hobi menulis.

Hidup Tintin!

Tentu saja kasus saya tidak bisa disamaratakan ke semua anak. Ada kasus-kasus yang sama atau hampir mirip tapi ada juga yang berbeda.

Dalam kesemuanya itu yang bisa saya katakan adalah saya bersyukur saya terlahir dengan memiliki begitu banyak kelemahan & kekurangan karena saya jadi bisa berempati dengan anak-anak yang memiliki kelemahan & kekurangan yang sama. Hal tersebut memudahkan saya untuk menangani anak-anak itu.

Seperti yang saya tulis di  atas tadi, saya tidaklah hebat. Pengalaman-pengalaman saya di masa lalu membuat saya bisa menolong anak-anak itu. Dan saya bersyukur karenanya.
________________________________________________________________

“Pa - eng - ku” Dio spelled the word. Loud & clear. That is how it goes, I dictated a word, the boy wrote it & then read it. But something was not right.

“Huh? What’s that again?” I hardly kept myself not to laugh. 

“Pa - eng – ku, miss Keke” Dio grinned. Sensing a mistake but he didn’t know it yet what was it.

In the meantime I knew it for certain that I didn’t mishear anything so I laughed. This made Dio laughed too though he clearly looked puzzled.

“Dio” I pointed the word “How do you read “pa – ng?”

“Pa - eng” said the kindergarten boy who is under my reading tutoring since September.

“No, kiddo. It is read ‘pang’. So the whole word is read…” I stopped & Dio read it oud loud “Pangku” (in English the word means sitting in one’s lap).

“Correct! Atta boy!” I smiled to this funny boy “So it is not read “pa - eng - ku”. And we both laughed.

3 months ago his mother, frustrated at his reading skill, got the idea to put him under my reading tutoring. She remembered that about 5 years ago her eldest child, Joan, had the same problem & she made impressive progress after I tutored her.
Hugging Joan (now is a bright 5th grader)
 Joan’s learning problem was actually worst than Dio because she couldn’t remember letters so if for example I asked her to write the letter ‘k’, it would take a while for her to go from ‘a b c d e’ until she found that ‘k’. Frustrated by this made her mother decided to enroll her in my reading tutoring.

Raja is a different case. It took me nearly a month to make him remember vocals (a i u e o). It almost made me lost my sanity.. lol. 

Another thing that made me nearly insane is the letter b which he has come to know very well but when I add it with one vocal… now, that’s when challenge came. The process would go when he spelled it (for example) ‘ba, b – a, ba’.

“Good” I asked him “So how do you read it?”

And he would go back from the ‘ba, b – a, ba’ when I wanted him to say it ‘ba’ because after all, he has spelled it before. So the whole thing could go for 2-3 minutes to read 2 letters. Sigh….

Reval is another story. This first grader gave me quite a puzzle to think how did he do his test or exam when he couldn’t read well.

Reval has similarity with Joan. Have problem to remember letters. At first he couldn’t remember h, r, m & s. And I think those letters are the easiest ones to remember because of the unique pronounciations.
So I had to teach him first how to pronounce those letters.

He has made good progress so far though he made me sound like a dog growling when I pronounced ‘rrrrrrrrrrrrrr ra’because he couldn’t tell which letter that makes the tongue vibrates like that.

Or other times I must be sounded like a snake hissing when I pronounced ‘sssssssssss sa’ or like someone who has just ate too many chillis when I pronounced hhhhhhhhhh ha’.

In my tutoring experience it usually takes about 2-3 months for the kids with reading skill problems to make progress. I am happy. Glad.

So is it because I am so mighty in teaching? Not at all.

7 year old Keke in 1978
33 years ago when I was 7 years old, I was Joan, I was Dio, I was Reval, I was Raja, I was … (I can fill it with names of my former students who started their education by getting frustrated with their reading problems).

Years after that the name of ‘dyslexia’ has become well known as reading handicapped. I don’t know if there is light dyslexia but if there is then I probably had it when I was 7 years old.

One thing for certain I drove my parents nuts over my reading problem. I got frustrated as well. It seemed so shameful not able to read than not able to do math.

Plus in 1978 reading lesson was given to first grader. So much different with today’s progressive education system that requires first grader to be able to read. I would be so left behind on it if I were to be compared with today’s first graders.

Boy, how am I glad to be a senior generation. With my reading problem I’d be so very stressed to enter first grade.

Back in the past, just when my mom felt so desperate dealing with my reading problem, my dad bought me Tintin comic books. Believe it or not it helped me improve my reading skill! It was also the beginning of a lifetime passion over comic books (except Japanese comic books).

Later it led me to be a bookworm. And the love of reading eventually led me to become a writer.

Long live Tintin!

Of course you can’t apply my case to all children with reading disabilities. There are cases that similar with mine but others are different. In conclusion I can say I am happy I was born with weaknesses & disabilities because it makes me able to understand & emphatised to children born with same disabilities. Makes it easier to handle them too.

As I wrote it earlier, I am not so mighty in teaching. My past experiences make me able to help children with reading problems. For that I am glad & thankfull to God.

2 comments:

  1. Hello colleagues, nice post and nice urging commented at
    this place, I am truly enjoying by these.

    Here is my web site: Harvest Moon

    ReplyDelete
  2. Hi, thanks for your comment. I appreciate it. Glad that you enjoyed reading my post / any post in this blog. I'll check out your website

    ReplyDelete