Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, November 21, 2011

Nek Lampir / The Witch

Saya & Teteh
Saya sulit menahan senyum setiap kali mendengar kata ‘Nek (Nenek) Lampir’ karena teringat kembali pada nama julukan yang teteh berikan kepsek. Sadis betul ya julukannya. hehe. Makanya jadi orang itu jangan nyebelin dong.

Jadi, ceritanya begini, dari tahun 2005-2011 saya bekerja sebagai guru TK. Jumlah gurunya tidak pernah lebih dari 3, maksimal 4, karena Taman Kanak-Kanaknya tidak besar. Nyempil di gang kecil, di belakang rumah orang.

Tapi justru di tempat super sederhana itulah saya menemukan jati diri saya sebagai seorang guru. Mungkin saat ini saya bekerja tidak sebagai guru karena bulan Juli 2011 saya mengundurkan diri dari sekolah itu untuk bekerja sebagai tenaga tata usaha di gereja tempat saya beribadah. Tapi saya tahu saya adalah seorang guru. Suatu hari nanti saya akan kembali mengajar di sekolah. Tidak hanya mengajar les.

Nah, di sekolah itu tenaga intinya adalah kepsek, 2-3 guru yang membawahi kelas TK A, B & Playgroup, lalu tentunya ada teteh yang bekerja sebagai tenaga kebersihan.

Keprihatinan biasanya membuat orang kompak. Bersatu oleh rasa senasib sepenanggungan. Itulah yang terjadi pada kami. Sayangnya melalui hal-hal yang terjadi selama 6 tahun saya bekerja di situ, kepsek tertendang keluar dari ikatan persatuan itu.

Bagaimana hal itu bisa terjadi? Ya, hasil perbuatan & kepribadiannya sendirilah yang membuatnya tidak lagi bisa kami jadikan figur simpatik. Sebegitu menyebalkannya beliau sampai dalam kekesalannya yang sangat besar membuat teteh menyebutnya dengan ‘Nek Lampir’ atau di singkat menjadi ‘Si Lampir’.

Bukan hal yang baik. Betul. Tapi di dunia ini ada banyak manusia yang membuat dirinya sendiri menjadi sosok ‘Nek Lampir’.

Mereka mengikuti keegoisan hati, kesombongan, hawa nafsu, iri dengki & kebodohan. biasanya mereka merasa berhak memperlakukan orang lain sekehendak hatinya.

Sampai saat ini kalau pun ada penyesalan yang saya rasakan maka penyesalan itu adalah karena harus meninggalkan sekolah itu. Setengah dari hati saya tertinggal di sana.

Bukan kecilnya gaji guru yang membuat saya memutuskan untuk keluar. Bukan beratnya tugas & tanggung jawab sebagai guru yang membuat saya berhenti. Bukan juga karena sekolahnya se-upil.

6 tahun saya menjadi anak buah, rekan sekerja, anak didik, orang kepercayaan & tangan kanan kepsek. Ini tidak berarti saya merasakan segala yang enak-enak. Justru banyak perlakuan & perkataan beliau yang membuat saya harus mengelus dada, mengurut jantung sampai meninju tembok wc sekolah kalau sudah tidak tertahankan lagi emosi di dalam jiwa.

6 tahun saya bertahan tapi tahun terakhir saya bekerja di sekolah itu membuat saya tiba di batas kekuatan saya. Saya tidak lagi menutup mata ketika tawaran pekerjaan yang dua kali datang dari gereja. Saya menerimanya. Saya meninggalkan sekolah itu. Kepergian saya tak pelak memukul & menyedihkan si Nek Lampir walaupun untuk yang terakhir kalinya pun dia masih menyakiti hati saya dengan ucapan bodohnya. Ingin tahu? Telusuri saja tulisan-tulisan saya sebelum bulan Juli 2011.

Saya menganggap kehidupan memiliki tingkatan. Segala hal yang tidak enak akan membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi. Anggaplah itu adalah persiapan & ujian.

Demikianlah saya tiba di tingkat yang lebih tinggi. Setelah menjalani masa-masa keprihatinan yang panjang, saya diberikan waktu & tempat yang membuat saya bisa bernapas lega. Segala sesuatu yang ada di pekerjaan baru ini jauh lebih baik dari yang sebelumnya. Gaji yang lebih besar, suasana kerja yang nyaris tanpa tekanan, orang-orang yang bersikap positif, tempat kerja yang tidak lagi se-upil. Semua jauh lebih enak sampai … BUM! ... saya bertemu seorang ‘Nek Lampir’!

Nek Lampir di gereja rasanya sulit untuk dibayangkan. Saya sendiri merasa seperti harus menampar pipi sendiri saking tidak percaya. Tapi demikianlah yang terjadi.

Kejadian pertama waktu dia protes saya memotret di ibadah mahasiswa. Eh jangan salah, coy, saya ga bakal sembarangan main jepret sana jepret sini. Sebelonnya saya minta ijin dulu ke suaminya (yang menjadi semacam Pembina & penghubung antara komunitas mahasiswa tersebut dengan gereja) & juga ke person in charge  kelompok mahasiswa itu. 

Hah? Itu belum cukup? Saya harus pasang pengumuman juga tho ke semua orang yang ada di situ “Maaf ya bapak, ibu, mbak, mas, kak, dek… permisi mau motretin kalian buat dimasukin ke blog gereja supaya orang pada lihat di jaman edan kayak sekarang masih ada anak-anak muda yang setia cari Tuhan”.

Seumur hidup saya, baru pertama kali itu saya ketemu orang yang kelakuannya nyaingin agen rahasia.

Waktu itu saya belum ngeh tuh ada ‘Nenek Lampir’ nongol di depan saya dengan topi kerucut, sapu terbang & tongkat sihirnya. Hehe. 

Saya memang kesal dengan ulah orang itu tapi karena saya masih tenggelam dalam emosi campur aduk antara lega & senang dengan pekerjaan baru tapi juga sedih & merana karena harus meninggalkan pekerjaan sebagai guru yang amat sangat saya cintai membuat saya tidak menduga bahwa dia sedang membuka jati dirinya yang asli di depan saya.

Kejadian kedua terjadi ketika saya di minta untuk menanyakan harga jual penganan buatan ibu-ibu anggota gereja yang berwiraswasta. Dia adalah salah satunya. Reaksinya? Hmm… bukan senang, bukan lega, bukan pula berterima kasih karena pihak gereja berinisiatif untuk menolong mencarikan orderan bagi usahanya tapi pertanyaan-pertanyaannya menyiratkan kecurigaan. Siapa yang menyuruh saya menanyakan harga-harga penganan itu? Ide itu adalah ide dari bidang yang dibawahi oleh suaminya. Kenapa pula saya yang melaksanakannya? Buset, apa dipikirnya kami mau menyabotase idenya? 


Belakangan saya mengetahui bahwa hal ini sebenarnya sudah dikomunikasikan dengan si empunya ide yang notabene adalah suaminya sendiri & yang langsung memberitahu berapa harga produk makanan buatan mereka saat saya tanya. Tanpa berbelit. Tanpa curiga.

Saya keheranan. Sedikit kesal & tersinggung. Hei, janganlah bersikap macam agen rahasia yang terbongkar penyamarannya. Apa pun keberatanmu, sampaikan itu pada mereka yang meminta saya untuk melakukan tugas itu. Dan itu pula yang saya sampaikan padanya. ‘Sampaikan keberatanmu pada senior saya’. Saya hanya menerima perintah & saya melaksanakan apa yang diperintahkan itu.

Toh, masih juga saya tidak melihat bahwa Nek Lampir berdiri menyeringai di depan saya.

Ketiga kali. Dia datang & tiba-tiba dengan muka asam, suara bernada tinggi yang tidak mau mendengar penjelasan apalagi tawaran saya untuk memperbaiki miskomunikasi yang tanpa sengaja telah saya ciptakan (walau bukan sepenuhnya salah saya). Tapi… “Tidak. Jangan bicara apa-apa lagi. Mbak sudah merusak perjanjian saya & ibu…. dengan pihak….”
Saya bengong jadinya.

Yang disebutnya sebagai ‘perjanjian yang rusak’ itu sebetulnya hanya miskomunikasi. Salah pengertian.

Dalam pengalaman saya kerja dari tahun 1994-2011, lumayan kasus serius sudah saya hadapi & harus selesaikan. Yang ini sih…. ‘perjanjian jadi rusak’ … ih, lebay.com amat lu.

Lagian kita ada di bidang kerohanian, masa sih hal segitu aja bisa menghancurkan segalanya. Pihak lain yang terlibat di sini adalah orang yang sangat ramah & saya yakin satu telpon saja sudah bisa meluruskan duduk perkaranya.

Tapi insiden terakhir itu betul-betul bikin saya mikir. Ini orang emang bawaannya pikirannya serba negatif atau memang ke semua orang dia bersikap nyebelin kayak gitu atau ada sentimen pribadi nih ke saya?

Masih bisa di maklumi deh kalau orangnya “Jenk elin” tapi kalau karena sentimen ke saya… wah, salah apa diriku? Sejauh ini saya tidak pernah cari gara-gara di tempat ini. Dia yang menciptakan gara-gara. Dan yang nyebelin akibatnya saya jadi kena tegur buat 3 perkara tolol bin konyol hasil ciptaan orang ini. ‘Nek Lampir’ banget ga sih kalau udah kayak gitu? Jadi wajar dong kalau saya kasih julukan itu ke dia… hehe.

jadi saudara-saudara, Nek Lampir ada di sekitar kita.

Mereka dapat berwujud orang asing tapi jangan heran kalau mereka adalah orang yang berada dalam lingkaran paling dekat dengan kita di keluarga atau di tempat kerja.

Mereka bisa muncul sebagai orang-orang dari kalangan rendah, tidak berpendidikan, atheis atau mereka adalah orang berpendidikan tinggi, dari strata sosial tinggi, memiliki gelar keagamaan atau aktif dalam kegiatan di tempat ibadah.

Bagaimana menghadapi Nek Lampir? Sedapat mungkin menghindar sebelum dia menyihir kita menjadi kodok. Hehe.

Yah, saya beruntung Nek Lampir yang baru ini bukanlah boss saya. Bukan juga rekan kerja. Frekuensi pertemuan saya dengan dia bisa di hitung dengan jari. Hanya hari Minggu atau sekali-sekali saja kalau dia & suaminya ada keperluan dengan gereja yang membuat mereka muncul di luar hari Minggu.

Tapi setelah peristiwa terakhir itu saya memutuskan sungguh tidak bijak (baca: goblok betul) kalau saya masih bermanis-manis pada Nek Lampir. Jadi saya me-nonpersonagratakan orang tersebut. Saya tidak menegurnya. Bahkan tidak menatapnya. Jadi bagi saya, dia tidak ada walaupun dia ada.

Bagaimana bila dia menegur saya? Sebetulnya hal itu terjadi hari Minggu (30/10 & 20/11). Bagaimana reaksi saya? Oh, kalau diperlukan saya pun bisa bersandiwara seperti seorang aktris sekaliber Julia Roberts. Saya jarang sekali melakukannya karena saya tidak suka berpura-pura tapi apa boleh buatlah.  Tapi... psst..., akting saya pasti bisa memenangkan piala oscar. Eh, ga percaya? coba deh sekali-sekali datang & lihat sendiri. hehe.

Adakah Nek Lampir dalam kehidupan anda saat ini? Asal jangan andalah yang menjadi Nek Lampir itu. Hehe.

Tapi untuk memastikannya, saya sarankan anda melakukan instropeksi diri dengan jujur. Kalau tidak, ya…, lihat saja bagaimana reaksi orang di sekitar anda. Apakah mereka tampak tidak bahagia kalau anda ada & bersyukur kalau anda tidak ada? Kalau jawaban untuk pertanyaan yang terakhir adalah ya maka anda harus memperhitungkan adanya kemungkinan anda sudah menjadi Nek Lampir. Hehe. Gawat neh….  

Bahkan kalau pun orang-orang di sekitar anda tidak terlihat bereaksi seperti itu, tetap saya sarankan supaya anda tetap mawas diri karena siapa tahu sikap manis mereka adalah akting semata. Sama seperti yang saya lakukan terhadap para Nek Lampir yang pernah saya temui maupun terhadap Nek Lampir yang sekarang ini.

Bagaimana pun juga doa saya adalah supaya Tuhan mengasihani para Nek Lampir & membukakan mata mereka sehingga mereka bisa berubah menjadi orang-orang yang lebih baik. Karena tidak bisa saya bayangkan bagaimana rasanya bila ajal menjemput pada saat mereka (atau kita) masih menjadi Nek Lampir.

Nek Lampir adalah orang-orang yang patut kita kasihani. Saya menghindari Nek Lampir yang satu ini tapi tidak berarti saya membencinya. Saya mendoakannya. Supaya kiranya Tuhan mengampuni dia & berbelas kasihan sehingga dia dapat di tuntun menuju pertobatan & mengalami perubahan.
_________________________________________________________________________

I hardly hold myself not to smile everytime I heard the word ‘Witch’ spoken as it reminds me how Teteh dubbed our headmaster ‘The Witch’. I know it is rude to call someone with that name. So we should all aware of how we treat other people. Don't bitch at them because it would give them every excuse to call us with the worst names we could imagine.

I worked as kindergarten teacher from 2005-2011. The school is small. Facing a narrow street that it is more like a pathway than a street. It has only 3 teachers or 4 at max.

However, in that super modest place I discovered my call as a teacher. I may have resigned from that school to work as an administrator in my church but I know I am still a teacher & one day I will have a teaching job again. Not just do tutoring.

So that school has a headmaster, 2-3 teachers & teteh, the cleaning lady.

Hardship brings people together. It tied them in close knit. Having the feeling of being in the same boat. That is us. But sad thing is over the years our headmaster got herself kicked out of our bond.

What have happened? It was caused by her own personality & attitude. We could not find a symphatetic figure in her. She got so worst that teteh dubbed her ‘The Witch’.

Not a good thing. But there are lots of people in this world who make or turn themselves into ‘Witch Character’.

They let their ego, selfishness, pride & foolishness rule their mind & attitude. And they think they can treat other people as they please.

If there is any regret I feel for having to resign my teaching job then it is the regret to leave the school. Half of my heart is left there.

It was not the small amount of teacher’s salary that made me quited my job. Nor because of the heavy burden of responsibility. Neither did the tiny school that made me decided that I could no longer work there.

For 6 years I had become headmaster’s protégé, colleague & right hand man. The position didn’t turn me as her golden child. Instead I had to swallow so many bitterness that she thrown at me. Her words especially.

The restroom wall witnessed my distress because it had to take my punches & kicks.

6 years passed & I just couldn’t take it anymore. I didn’t turn my head away when my church offered me this job for the second time. I accepted it. I resigned. It was a big blow for headmaster though to she was still able to hurt me with her words. Just read my posting before July 2011.

There are stages in life. Every painful or unpleasant experience brings us to the higher stage so just take each of it as something that prepare us for the next stage & also as a test.

So I reach a higher stage. Everything there is so comforting like want to give me the break I desperately need & deserve. The work is not complicated, less stressfull, surround with nice people, the work place is bigger, the money is good. It’s like a perfect nirvana until… BOOM!... I met a ‘Witch’!

A ‘Witch’ at church. I felt I had to slap my own cheek to really believe that it is for real.

The first incident came when I photographed the youth sermon. Please noted that before I did that I have asked for permission from her husband & from one of the student who is the person incharge in that university student’s organization. They didn’t mind me taking photos of the sermon.

I was annoyed and found it didn’t make sense that she got so suspicious about me taking pictures at the youth sermon & then she also refused to inform about the sermon’s theme & the Bible’s verses used as the reference. And that she didn’t come to me first to talk to me about it before she filed her complain to my senior.

All of my life I have never met anyone so discreet about Christianity activity. Even big well known churches never hide their activities as long as they don’t violate human rights or law so why would she behaved as mysterius as an undercover secret agent?

I was too mixed up with my emotions of joy to have a better job & heart broken to have to leave my students in school that I didn’t realize a ‘Witch’ has appeared infront of me with her long black gown, wand & hat, along with the broom.

The second incident happened when I needed information about the prices of snacks & meals the ladies are making. Some ladies in the church sell home made snacks, cakes & meals so church came up with the idea to help them promote & sell their home products.

This person is among them. But she didn’t show any enthusiasm nor happiness when I phoned her to ask the price of her home made mushroom chips. On the contrary she sounded suspicious. The idea to help the ladies promoting & sell their home made products was her husband’s division’s. Why was I the one who phoned the ladies & who asked me to do that? Sigh…, do you think we would sabotage your husband’s idea?

I was truly amazed by her reaction. Don’t act like you were a secret agent whose identity is being uncovered. Make sure you file your complain to my superior, I told her this, because I am just doing what I am asked to do.

Later I learned that her husband has actually talked about his idea to the church board of members. The husband also gave me the price of their mushroom chips when I asked him few days later. No suspicion. No reluctance.

Still, I failed to see the ‘Witch’ has appeared infront of me. Showing a grimace.

The third time she came to me with sour face & with high pitch tone of you-not-entitled-to-speak-or-make-up-for-your-mistake spoke to me “don’t say anything. You have ruined my agreement with …”

I was stunned. It was just a case of misunderstanding. I hav dealt with lots of serious cases at work in my work experience from 1994 to 2011. What she refered as ‘me ruining an agreement’ is actually minor case that I was certain one phone call able to fix the problem. I knew the other part involved in the agreement. He was a nice person & beside, we are in Christianity workship, so everyone is definitely behaves according to Christ’s principles.

But after the last incident I asked myself if the whole thing caused by her annoying personality or she has personal issues with me? I can understand if she is a bitch but the last one is definitely unthinkable since I keep myself at peace with the people in this place.

So as you can find ‘Witch’ anywhere.

They may appear as strangers but don’t be shocked if they are present in your inner circle such as in your family or at work.

They may be came from grass level, uneducated or atheist but they can be found among the high level of society, the educated ones even in the spiritual environment.

How do we deal with the ‘Witches’? The best way is to stay away from them before they put a spell on us & turn us into frogs. Lol.

Well I am lucky that this ‘Witch’ is not my boss nor my colleague. I met her once a week on Sunday. It is rare to meet her on weekdays.

But after the last incident I thought it would be unwise (read : so dumb) of me if I still act nicely to her. For me she no longer exist.

How if she greets me or talk to me? It actually happened on Sundays 30th of October & 13th of November. How did I react? Oh, Julia Roberts is not the only actress who could win Oscar. I should get one too for my acting.

Is there any ‘Witch’ in your life right now? I do hope you are not the ‘Witch’ yourself. Lol.

But to be certain I strongly suggest that you make self instropect. Just take a look how people react to you. Do they look happy when you are around or they look relief & happy when you are not around? If the answer for the last question is yes, you should not ignore the signs showing that you might have become the ‘Witch’. Lol. But you really should take it seriously.

How if they you look happy when you are among them? Don’t quickly assumed they are really sincere because who knows it is just an act. I did that to the former & present ‘Witches’.

However, I pray that God have mercy on those ‘Witches’ so He opens their eyes, make them see how terribly they have become for themselves & for others, move their consciousness so they feel they have to change & thus become better people.

The ‘Witches’ are the people we should have mercy. I feel sorry for the present ‘Witch’. I maybe avoid her but I don’t hate her. I pray for her. Hoping that God will eventually change her into a much better person.

No comments:

Post a Comment