Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Wednesday, September 16, 2015

Between You and I

Kami tidak bertengkar.

We didn’t fight.

Kami sedang mengobrol ketika tiba-tiba percakapan kami masuk ke suatu topik tertentu.

We were having a conversation when it turned into one specific subject.

Topik yang saya benci. Topik yang saya harap tidak pernah kami percakapkan. Tapi di sisi lain percakapan itu membuat kami akhirnya lebih membuka mata kami pada perbedaan-perbedaan dalam kepribadian kami.

The subject that I hated. The subject that I wished would never got into our conversation but in other side that talk was an eye opener for us about the differences in our personality.

Selama dua hari yang ada dalam hati dan pikiran saya adalah marah, bingung, sedih dan frustrasi.

For two days all I had in my heart and mind were anger, confusion, sadness and frustration.

Permintaan maaf dan pernyataan bahwa dia masih menyayangi saya dan saya sangat berharga baginya tidak cukup untuk menentramkan hati karena saya naluri saya mengatakan saya perlu mencari akar permasalahannya dan menemukan jalan keluarnya.

Apology and his statement that he loves me and I am precious to him were not enough to ease my heart as my instinct told me that I needed to find the bottom of the problem and work on it.

Pembicaraan saya lewat whatsapp dengan seorang teman lama tanpa terduga membantu saya menemukan jawaban yang saya cari.

The talk I had through whatsapp messages with an old friend has unexpectedly given me the answer I was looking for.

Kepribadian kami berbeda.

We have different personalities.

Topik pembicaraan boleh berganti. Masalah bisa berbeda. Situasi dan kondisi juga berganti dan berbeda. Tapi reaksi saya dan dia pada dasarnya akan selalu sama karena hal itu ditentukan oleh tipe kepribadian kami masing-masing.

The topic of conversation may change. Problem maybe different. The situation and condition may also change and different. But each of us will have same reaction as it is determined by the types of our personality.

Membutuhkan waktu beberapa menit sebelum saya teringat pada sebuah buku yang dulu pernah sangat membantu saya untuk memahami murid-murid saya ketika saya bekerja sebagai guru TK.

It took few minutes to remind me to a book that was once help me to understand my students when I worked as kindergarten teacher.

Siapa duga buku itu akhirnya juga menolong saya untuk memahami tipe kepribadian saya dan pacar saya.

Who would guess the book came as a big help for me to understand the type of my personality and my boyfriend.

Choleric vs Phlegmatic

Orang bertipe kepribadian koleris adalah orang yang keras, tegas, penuh enerji, punya keyakinan diri yang kuat, pantang menyerah, penuh inisiatif, mandiri, berbakat menjadi pemimpin, cepat dalam bertindak dan berpikir tapi juga seorang yang sangat menuntut. Jabaran lengkapnya ada dalam daftar dibawah ini;


A choleris is a tough, firm, energetic, has strong self confidence, never giving up, full of initiative, has leadership skill, quick in taking action and in thinking but also a very demanding person. Detail can be seen in the above list.

Seperti itulah pacar saya.

That is how my boyfriend is.

Dan itulah hal-hal yang membuat saya mengagumi dan menjadi tertarik padanya.

And those are the things that make me admire and later became attracted to him.

Dari dulu saya mencari dan membutuhkan sosok laki-laki yang tegas, kokoh, bisa diandalkan, yang bisa melindungi, menjadi pemimpin dan bisa membimbing saya.

I have always seek and need a tough, firm, reliable man who can protect, lead and guide me.

Kehidupan telah membentuk saya menjadi seorang yang mandiri dan tegar tapi ada sisi-sisi dalam diri saya yang tetap tidak bisa hilang; saya terlalu sensitif dan itu membuat saya gampang parno, gampang stress, gampang depresi.

Life has formed me into an independent and strong person but there is one part in me that remains the same and that is me being too sensitive and it makes me get anxieties easily, also to fall easily into stress and depression.

Sepanjang hidup saya berjuang melawan sisi gelap dalam diri saya itu. Kadang saya menang tapi lebih sering saya kalah dan perjuangan untuk bangkit lagi membutuhkan waktu yang panjang serta proses yang sulit.

All of my life I am in battle with that dark side within me. Sometimes I win but mostly I lost the battle and the struggle to stand again takes a long time and difficult process.

Karena itu saya membutuhkan seorang yang jauh lebih tegar, tegas dan kuat dari saya tapi penuh dengan kasih, kelembutan, kesabaran dan pengertian.

That is why I need somebody who is tougher, firmer and stronger than me but has lot of love, gentleness, patience and understanding.

Saya bukan orang yang lemah tapi ketika saya sedang parno, saya membutuhkan seseorang yang mampu menarik saya keluar, yang memegangi saya kuat-kuat supaya saya jangan tenggelam dalam segala kecemasan, ketakutan dan kegelisahan serta menolong saya supaya saya bisa kembali berdiri tegak.

I am not a weak person but when I am having anxieties attack, I need somebody who can pull me out, who hold me tight so I won’t drown in my worries, fear and stress and helping me so I can stand again.

Saya menemukan potensi ini dalam diri pacar saya tapi karena dia belum sepenuhnya mengenal diri saya, tanpa dia sadari dan tanpa di sengaja hal-hal dalam dirinya yang seharusnya bisa menolong saya malah jadi memukul saya.

I found this in my partner but since he has not completely known me, the things in him that supposed to help me had unintentionally turned against me.

Nah, berbeda dengan Koleris, orang dengan tipe kepribadian Phlegmatis adalah orang yang tidak mendesak, tidak suka memerintah, pemalu, tidak mau menonjolkan diri, tidak suka dengan konflik serta pertentangan, yang lebih senang memberikan dukungan, melayani, mengalah, tertutup, ingin menyenangkan orang lain, sulit mengatakan tidak, tidak menuntut, sabar, rendah hati, punya rasa simpati dan empati yang besar untuk orang lain.


So, far different with Choleric, Phlegmatic is somebody who is not pushy, not bossy, shy, stay out of the spotlight, dislike conflict and disagreement, supportive, caregiver, give in, reserved, wants to please other people, hard to say no, not demanding, patient, low profile, has big sympathy and empathy for others.

Seperti itulah saya.

That is me.

Kelihatanlah bagaimana kontrasnya perbedaan pribadi kami berdua.

It clearly shows the contrast in our personality.

Sebetulnya hal itu tidak jadi masalah. Kami bisa menempatkan diri dengan baik.

It is actually not become a problem. We can get along well.

Masalah timbul ketika dia menuntut saya untuk menjadi seperti yang dia inginkan, untuk mengikuti kemauan dan caranya tanpa mengukur atau menyadari bahwa saya bukanlah dirinya. Apa yang tepat untuk dirinya belum tentu tepat untuk diri saya, apa yang terbukti berhasil ketika diterapkan pada dirinya belum tentu memberikan hasil yang sama ketika hal itu dipraktekkan kepada saya.

It became a problem when he demanded me to be what he wanted, to follow his will and his ways without measuring it or realized that I am not him. What is right for him doesn’t make it right for me as well, what works for him doesn’t mean will do the same when it is applied on me.

Saya tahu apa niatnya baik, dia tidak ingin menyusahkan saya, dia malah ingin menolong saya dan saya mengakui hal-hal yang dikatakannya adalah benar tapi caranya tidak tepat dan tidak cocok untuk diterapkan pada orang dengan tipe pribadi seperti saya.

I knew he meant well, he didn’t mean to give me trouble, instead, he wanted to help me and I admit the things he said were right but his way was improper and surely unfitted to be applied to someone with my kind of personality.

Disinilah timbul konflik karena saya merasa dipojokkan, saya merasa dia tidak bisa mengerti saya dan tidak menerima diri saya apa adanya.

This is when conflict aroused because I felt cornered, I felt he didn’t understand me and unwilling to accept me the way I am.

Akibatnya dua hari saya stress memikirkan bagaimana cara mengatasi gejolak emosi saya dan bagaimana mengatasi masalah ini.

As the result I spent two days having stress thinking how to calm myself down and to find solution for this problem.

Dalam kekacauan pikiran dan ketidakstabilan emosi, saya sempat mengatakan saya tidak mau meneruskan hubungan kami.

In a complete mess and unstable emotion and mind, I told him I didn’t want to continue our relationship.

Bukan karena saya benar-benar ingin putus.

I didn’t really want to break up with him.

Hal itu lebih dikarenakan saya merasa tidak tahu bagaimana harus menghadapi pasangan saya kalau sekiranya di kemudian hari kami menghadapi suatu perkara dan dia kembali memberikan reaksi yang sama, apa lalu saya harus kembali menjadi marah, bingung, sakit hati dan sedih? Apa diam selama dua hari atau permintaan maaf akan membuat segalanya kembali menjadi baik?

It was mostly because I didn’t know how to deal with my partner if something shall come up in the future and he gives same reaction, would it anger, confuse, offended and sad again? Would two days in silence or apology suppose to make everything okay again?

Saya tidak mau meneruskan hubungan kami kalau saya tidak menemukan cara yang bisa saya pakai kalau di kemudian hari saya kembali harus berhadapan dengan sifat penuntutnya.

I didn’t want to continue our relationship if I didn’t find something that I can use when I bump into his demanding character in the future.

Syukurlah saya menemukan caranya. Komunikasi.

Good thing I found the best way to handle it. Communication.

Saya bersyukur juga pasangan saya memiliki kemampuan untuk mau mengakui dan menerima input, kritikan dan saran, mau mengakui kesalahannya dan mau mengubah dirinya. Saya amat menghargainya.

I am grateful that my partner has the ability to admit and accept input, critic and suggestion, willing to admit his fault and willing to change. I really appreciate it.

Di antara kami berdua ada dua kepribadian yang amat berbeda tapi kami belajar untuk saling mengenal satu dengan lainnya supaya kepribadian itu bisa saling mengisi dan melengkapi.

There are two different personalities between us but we learn to know each other so those personalities can complete each other.

No comments:

Post a Comment