Kindness Overcomes
Evil?
Kebaikan Mengalahkan
Kejahatan?
Ketika saya mengikuti Leadership Camp, saya bertemu dengan
orang yang sudah terkenal dengan reputasinya sebagai manusia tidak ramah.
When I
participated in this Leadership Camp, I met someone whose reputation as a
unfriendly person has been well known.
Saya bisa saja mengerti kalau sikap cueknya kepada saya
disebabkan karena dia sibuk, tegang atau capek.
I could
understand if her ignorance to me was caused by her being busy, in tense or
exhausted.
Tapi kemudian saya perhatikan sikapnya terhadap saya berbeda
dengan sikapnya terhadap orang lain.
But later I
noticed that her attitude to me was different with the one she showed to other
people.
Ketika kami makan siang, dia duduk di
sebelah saya tapi dari awal dia duduk, tidak ada yang namanya menegur saya. Dia
bahkan mengobrol dengan kenalan di sebelah kirinya. Dan dia baru bicara setelah
saya yang menegur dan mengajukan pertanyaan.
She sat
next to me during lunch. But she didn’t say a word to me. She
talked to her friend or acquaintance who sat at her left. And she talked to me
only after I greeted her and asked few questions.
Hal ini malah bikin saya jadi mengamatinya sikapnya.
This made
me watched her closely.
Yang paling mencolok adalah ketika dia bicara demikian ramah
pada sekelompok remaja. Senyumnya demikian manis. Ketika bicara, dia
menghadapkan mukanya kepada orang yang di ajak bicara dan menatap wajah orang
itu.
The one
that stood out particularly was when she talked so friendly to some teenagers.
Her smile was so nice. She turned her face toward the person she talked to and
looked at that person face to face.
Luar biasa! .. saya mengamati sambil berdecak karena masih
jelas sekali dalam ingatan saya bagaimana dia bersikap kepada saya saat makan
siang tadi.
Amazing! ..
I watched and clicked my tongue because it was clear on my mind how she behaved
toward me during lunch.
Apa saya seorang yang demikian menyebalkan sampai membuat
dia bersikap begitu kepada saya? Apa kami pernah bertengkar? Apa saya pernah
melakukan sesuatu yang merugikannya?
Would it
because I were such a bitch to her? Would we ever had a fight? Would I have
done harm to her?
Sama sekali tidak pernah!
Never!
Sejak di hari pertama saya bekerja di tempat ini, saya
selalu ramah pada dia. Saya tidak mau terpengaruh dengan berita miring yang
saya dengar tentang kejutekan dan kejudesannya yang sudah terkenal itu.
Since the
first day I worked here, I have always been nice to her. I never let myself affected
by the negative stuff I heard about her well known bad-ass reputation.
Setiap kali saya mendapat perlakuan atau harus mendengar
perkataan atau nada suaranya yang jutek, saya tidak pernah membalas. Tetap
sabar, tetap ramah, tetap mengalah dan tetap baik.
Everytime I
was treated unfriendly or heard her unfriendly words or tune, I never did or
talk to her the same way. I kept my patience, my friendliness, my give-in and
well attitude.
Bukan berarti saya tidak pernah bersikap jutek kepada
orang-orang di sekitar saya.
It doesn’t
mean that I have never acted like a bitch toward the people around me.
Pada dasarnya saya adalah orang yang pemarah dan tidak
sabaran. Cuma karena saya telah bertambah umur dan banyak pengalaman yang
membuat saya lebih bisa mengalah dan menahan diri.
Basically I am a short tempered and impatient person. It is only because I have
grown older and have many experience that make me able to give-in and have
better self control.
Tapi kadang ada saat dimana saya sedang dalam keadaan capek, merasa tidak sehat
atau stress yang membuat penguasaan diri saya menurun.
But there
were times when I was feeling tired, unwell or stressed that loosened my self
control.
Dari semua, ‘adik’ saya yang paling sering kena semprot
saya. Apalagi waktu dia masih tinggal di kamar tamu kantor yang membuatnya
sering berada di kantor bersama saya.
Of all the
people, my ‘brother’ is the one whom I blew up oftenly. Especially when he occupied the office’s guest room that made him spent more time in the office with
me.
Kadang dia kesal juga menghadapi saya tapi lebih seringnya
adalah dia diam dan mengalah.
It upset
him sometimes but he mostly went quiet and just give-in.
Dan kalau sudah begitu, amarah saya langsung hilang dan saya
amat sangat menyesal karena telah bersikap jutek atau malah marah-marah
padanya.
This made
my anger gone and I felt so sorry I had been bitching or mad at him.
Saya memang pemarah dan tidak sabaran tapi semua itu cepat
hilang kalau orang yang membuat saya kesal bersikap mengalah dan baik seakan
tidak terpengaruh dengan kejutekan saya.
I am short
tempered and impatient but they soon gone when the person who upset me treat me
nicely as if he/she was not affected by my rage.
Senior saya, misalnya, saya pun pernah dibuatnya kesal
sampai saya diam selama mungkin sekitar 3 hari.
My senior,
for example, I was once made so upset by him that I went quiet for probably about
3 days.
Tapi sikap baik dan kesabarannya menghadapi saya membuat
amarah saya akhirnya lumer, saya tidak tahan untuk terus-menerus marah dan saya
juga berpikir saya sendiri toh juga manusia yang jauh dari sempurna jadi
bagaimana saya bisa demikian marah menghadapi ketidaksempurnaan orang lain?
But his
kindness and patience toward me made my anger melted away, I couldn’t stay
anger any longer and I thought I myself am imperfect so why did I have to be so
anger toward other people’s imperfectness?
Lalu apakah itu artinya saya tidak pernah kesal atau marah
lagi?
Is that
mean after that I never get upset or angry?
Ketika kami pulang dari Leadership Camp pun saya sempat
kesal karena USB kantor yang mau di pinjam orang padahal dalam USB itu saya
sudah menyimpan file-file yang dibutuhkan untuk acara keesokan harinya.
Even when
we got back from Leadership Camp, I was upset because someone would borrow the
office’s USB. I have stored files needed for the next day’s event.
Mungkin karena badan capek dan kurang tidur yang membuat
saya jadi gampang naik darah. Saya menyadari hal ini. Karena itu saya diam,
menunduk dan menggigit bibir atas saya dalam upaya saya menahan gelombang
emosi. Saya tidak mau bersikap konyol karena USB secuil itu.
Perhaps I
was tired and didn’t get enough sleep that made my temper rose up easily. I
felt it. That is why I went silent, bowed my head down and bit my upper lip in
my effort to control that wave of emotion. I didn’t want to act silly over a
tiny USB.
Yang tidak saya duga adalah bahwa senior saya yang berdiri
di depan saya rupanya memperhatikan dan langsung mengetahui perasaan dalam hati
saya, yang sebetulnya sedang saya usahakan untuk sembunyikan.
What I
didn’t expect is my senior who stood infront of me was watching me and could
tell what I felt though I was trying to hide it from him.
“Nanti saya belikan USB lagi supaya kantor punya cadangan
selain yang ada ini” katanya.
“I will buy
another USB so the office have a spare beside the one it has now” he said.
Saya langsung mengangkat kepala. Kaget. Tidak menduga akan
mendapat reaksi seperti itu.
I pulled my
head up. Surprised. Never expect to get such reaction from him.
Kami bertatapan. Dan saya tidak melihat ada kekesalan di
mata senior saya. Pengertian dan kesabarannya berhasil mengajuk hati saya.
We stared.
And I didn’t see upsetness in his eyes. His understanding and patience soothed
me.
Amarah dan kekesalan saya langsung hilang saat itu juga.
My anger
and upsetness were just gone at that moment.
Setelah senior saya pulang, saya menjatuhkan diri di atas
kursi. Duduk diam. Merenungkan peristiwa yang baru saja terjadi. Tersenyum
sendiri. Menepuk-nepuk pipi saya. Menggeleng-gelengkan kepala.
After he
left, I took a sit on my seat. Just sat there quietly. Thought over about the
thing that happened moment ago. Smiled to myself. Patted my own cheek. Shook my
head.
Saya malu memikirkan hampir saja saya uring-uringan cuma
gara-gara USB secuil itu.
I was
ashamed to think that I nearly lost my temper over a tiny USB.
Saya malu memikirkan senior saya kok bisa membaca perasaan
saya.
I was
ashamed to think that my senior knew what I was feeling inside.
Saya malu tapi juga bersyukur karena dengan bijak beliau
telah memadamkan api dalam diri saya.
I was
ashamed but also grateful that my senior’s wisdom has put down the fire in me.
Lebih malu lagi saya ketika esok paginya senior saya masuk
ke ruangan saya dan sambil tersenyum lebar menyerahkan USB.
And I was
more ashamed when the next morning he came to my room and smiled broadly, he
handed me the USB.
Ibu saya mengatakan amarah saya seperti badai yang datang
dan pergi sangat cepat.
My mother
said my temper was like a hurricane that comes and go fast.
Jadi ketika saya berhadapan dengan orang yang saya ceritakan
di atas itu dan melihat bagaimana sikapnya acuh kepada saya, orang yang selama
2 tahun ini bersikap positif kepadanya, saya heran.
So when I
met that person I was telling about in the above and seeing how she ignored me,
somebody who has been acted positively toward her for 2 years, I was just
amazed.
Heran karena kok ada ya orang yang bisa bertahan tetap jutek
kepada orang yang selama 2 tahun bersikap baik padanya.
Amazed to
see there is someone who can act unfriendly toward someone who has been nice to
her for 2 years.
Kok bisa ya?
How is that
possible?
Jutek kok bisa awet ya?
How does
she persistently keep such attitude?
Yang lebih saya herankan adalah bisa teganya bersikap
demikian. Rasanya sih tidak mungkin kelakuan demikian terjadi tanpa di sengaja.
What amazed
me most is someone could have a heart to act like that. It is unlikely to think
that she didn’t behave like that on purpose.
Saya hanya bersikap dingin, acuh, menjauhkan diri dan bahkan
tidak mau kenal lagi pada orang-orang tertentu yang sudah amat sangat terlalu
menyakiti hati saya sehingga saya tidak mau repot-repot lagi memaafkan. Saya
menutup hati saya sepenuhnya pada orang-orang semacam itu.
The only
reason I could act coldly, ignore, distance myself and even no longer want to
know certain people is because they have very much hurt me that I didn’t and
don’t want to bother myself to forgive them. I just close my heart for them.
Tapi ini jarang terjadi.
But it is a
rare thing to happen.
Amarah saya tetap gampang muncul tapi juga gampang hilang.
My anger is
still easily come but it is also easily gone.
Pada mereka yang saya sayangi tentunya saya tidak akan bisa
tahan berlama-lama marah. Karena rasa sayang saya kepada mereka mengalahkan amarah
itu.
I can’t
keep my anger to those I love. Because my love to them overcomes the anger.
Tapi melihat perempuan itu dan sikapnya, saya tersenyum
antara getir and mencibir.
But seeing
that lady and her attitude, I smiled in bitter and mockery.
Entah dia sedang menipu dirinya sendiri atau ingin menipu
orang lain dengan pertunjukan itu, yang pasti saya tawar hati padanya.
Whether she
was trying to fool herself or fooling others with such show but one thing for
sure is it sour my heart.
Sejak hari itu, kemanisan dan kebaikan saya padanya semata
hanya demi alasan kesopan-santunan.
Eversince
that day, my nice attitude to her is nothing but for the sake of good manner.
Kalau ada yang mengatakan kebaikan mengalahkan kejahatan..
yah, itu tidak berlaku untuk semua orang.
No comments:
Post a Comment