Troublesome People
Orang-Orang Yang Sulit
Ketika saya mengikuti Leadership Camp ini saya menyadari
bahwa manusia dewasa sama saja dengan anak-anak kecil itu yang pernah menjadi
murid-murid saya.
When I
participated in this Leadership Camp I realized that adults are just the same
with those children whom were my students.
Saya bertemu dengan seorang peserta yang reputasinya sebagai
orang yang kurang ramah dan kurang bersahabat sudah terkenal sampai
kemana-mana.
I met a
participant whose reputation as a unfriendly person have been
precede her.
Saya selalu berusaha untuk bersikap fair.
I always try to
be fair.
Saya tidak mau menilai seseorang hanya berdasarkan dari
omongan orang lain. Saya anggap kalau sampai saya menilai seseorang seperti itu
maka saya telah melakukan penilaian dengan dasar pengertian yang sangat
dangkal.
I don’t want to
judge anyone based on what people said about that person. I would see it as a
shallow understanding if I ever make such judgement based on general opinion.
6 tahun bekerja sebagai guru membuat saya belajar bahwa
untuk mengubah murid saya menjadi pribadi yang lebih baik adalah dengan tidak
menyebutnya dan memperlakukannya seperti yang dilakukan oleh orang-orang
disekitarnya.
6 years working
as a teacher made me learned that to change my student into a better person is
not to call him / her nor treat him / her like the people around him / her did.
Misalnya, saya pernah memiliki seorang murid yang bandelnya
minta ampun. Orang-orang disekitarnya menyebutnya anak nakal, anak badung, anak
bandel sampai ke anak kurang ajar.
For example, I
had a student who was so naughty. The people around him called him a brat,
naughty boy, trouble maker.
Sulit untuk tidak naik darah menghadapi anak ini.
Dimana-mana dia membuat ulah. Dia mengganggu teman perempuan dan hampir selalu
terlibat dalam pertengkaran dengan teman-teman lelakinya.
It was hard not
to lost your temper to deal with him. He caused trouble anywhere he was. He
teased the girls and almost jumped into quarrel with the boys.
Dengan segala ulahnya itu, sulit untuk tidak menganggap dan
menyebutnya sebagai pembuat onar.
With all the
things he did, it was hard not to think and called him a trouble maker.
Selama beberapa hari saya mengamatinya dan saya
berkesimpulan anak lelaki ini sebetulnya bukan anak yang jahat. Dia membuat
berbagai ulah itu untuk menarik perhatian. Bahkan sebetulnya dia anak yang
baik. Dia jujur, adil dan berani berkelahi untuk membela temannya.
I watched him
closely for few days and I concluded that this boy was not a bad child. He did
those annoying stuff to get attention. He was actually a good child. He was
honest, fair and wouldn’t mind to fight to defend his friend.
Saya memutar otak memikirkan cara terbaik untuk merubah anak
ini. Dan secara tidak sengaja saya menemukan metode paling baik.
I thought hard
how to find the best way to change this boy. And I found the best method when I
least expect it.
Saya melihat dia memberikan respon baik ketika saya meminta
tolong.
I saw him gave
positive respond when I asked him to help me.
Banyak yang heran, termasuk kepala sekolah dan rekan-rekan
guru, ketika saya menjadikan anak terbandel di sekolah sebagai ketua kelas dan
sekaligus merangkap asisten kecil saya.
Many amazed,
including the headmaster and fellow teachers, when they saw me made the
naughtiest student in school as the head of his class and also played as my
little assistant.
Di taman kanak-kanak memang tidak ada ketua kelas tapi saya
menunjuknya untuk berperan sebagai ketua dikelasnya.
There is no
such thing of head of class in kindergarten but I appointed him to be one.
Dia menjadi anak pertama yang datang ke sekolah dan anak
terakhir yang meninggalkan sekolah karena saya memintanya demikian untuk membantu
saya menyiapkan kelas dan merapikan segala sesuatunya.
He was the
first to come to school and the last to leave because I asked him to help me
make preparation before class and tidying up after school.
Di dalam kelas, saya memperlakukannya sebagai asisten.
In class I
treated him as if he were my assistant.
Karena dia anak yang pintar maka hampir selalu dia yang
selesai duluan. Nah, dari pada dia bengong dan akhirnya jadi membuat ulah maka
saya minta supaya dia memperhatikan teman-temannya, melihat kalau ada yang
mengalami kesulitan dalam melakukan tugas yang saya berikan dan memberi
pertolongan sebagaimana mestinya.
Since he was a
smart child, he could finish his given projects ahead of his classmates. So I
had to come up with something to keep him busy. This would prevent him did
annoying things. And thus, I asked him to look around at his classmates to see
if any of them had problem doing his / her project. I showed him how to give
proper help.
Saya memang membutuhkan bantuan karena saya tidak punya
asisten guru. Mengajar 16-18 anak berusia 4-5 tahun di dalam kelas bukanlah
perkara mudah. Jadi sekecil apa pun kontribusi yang diberikan anak ini telah
sangat meringankan beban saya dan saya memberikan pengakuan itu kepadanya.
I was definitely
needed help in class because I had no assistant. In charging in a class of 16-18
students aged 4-5 years was not an easy task. So no matter how small was his
contribution, it had lightened my burden and he earned my gratification.
Tidak sampai satu semester berlalu, saya berhasil
menjinakkan anak paling badung di sekolah.. hehe..
A semester had
not even ended, I had tamed the naughtiest boy in school.. lol..
Saya bersyukur bahwa saya tidak ikut menjatuhkan penilaian
terhadap dirinya berdasarkan penilaian orang. Karena kalau tidak, dia tidak
akan berubah.
I am just glad
that I didn’t see him like others saw him. Because if not, he wouldn’t change.
Selama 6 tahun saya bertemu dengan anak-anak pemalu,
pemarah, pengambek, pencemburu, penakut, minder dan bahkan yang senang mencuri.
Berbekal pengalaman saya dengan anak lelaki itu, saya tidak menyebut atau
memperlakukan anak-anak itu seperti yang dilakukan oleh orang-orang pada
umumnya.
In 6 years I
met children who were shy, short tempered, bad tantrum, envious, fainthearted,
feeling inferior and even liked to steal. Equipped with my experience with that
boy, I didn’t call or treat these kids the same way people called or treated
them.
Metode saya berhasil merubah anak-anak itu menjadi lebih
baik walau perubahan itu tentunya berbeda.
My method had
changed those children into better ones though each change was different with
the other.
Ada yang cepat, ada yang perlu waktu lama untuk berubah
menjadi baik.
There were the
fast changed kids, while others needed more time to show positive change.
Ada yang berubah banyak, ada yang perubahannya
tersendat-sendat.
There were
those who showed great change, while some had rough road to change.
Ada yang berhasil tapi ada juga yang tidak.
Some succeed but
others were not.
Siapa kira saya harus menerapkan metode yang sama pada orang
dewasa.
Who would guess
that I have to use the same method to adults.
Lebih sulit menerapkannya pada orang dewasa karena saya
menilai mereka seharusnya punya akal dan penalaran lebih baik dari pada
anak-anak.
It is harder to
apply it on adult because I thought they have better understanding and common
sense than children.
Tapi kenyataannya tidak.
But it is not.
Kesukaran dan masalah yang di buat oleh orang dewasa berbeda
dengan yang diperbuat oleh anak-anak.
The trouble and
problem made by adults are different with the ones done by children.
Jadi lebih sulit bagi saya untuk tidak menyetujui pendapat
umum tentang seorang dewasa yang memang sudah terlalu di kenal dengan pribadi
atau kelakuan menyebalkan.
So it is harder
for me not to agree on public opinion about an adult who is well known for
having bad-ass personality or attitude.
Apalagi kalau orang itu menyakiti hati saya.
Especially when
that person has hurt me.
Orang yang terkenal punya sikap tidak ramah dan tidak
bersahabat ini sudah saya kenal selama dua tahun ini.
I have known
this person whose known for her un-nice and unfriendly attitude for two years.
Selama dua tahun saya tidak pernah menganggapnya sebagai
orang yang menyebalkan sekali pun berkali-kali fakta menunjukkan bahwa dia
memang menyebalkan.
For two years I
have never thought her as a bad-ass person though fact shows that she has many
times been acted like a bitch.
Selama dua tahun itu pula saya berusaha untuk tetap bersikap
positif kepadanya.
For those two
years too I tried to be positive toward her.
Dan selama mengikuti Leadership Camp ini saya tetap bersikap
demikian kepadanya.
And during this
Leadership Camp I behaved that way to her.
Tapi sikapnya acuh kepada saya sampai saya bertanya-tanya
ada apa dalam sikap, perbuatan atau diri saya yang membuat dia bersikap
demikian pada orang yang selama dua tahun ini boleh dikatakan hampir selalu
bersikap positif kepadanya.
But she was
ignorance to me that I wondered what have I done or was it something in me or
my attitude or my appearance that made her acted that way to me, someone who
most of the time have showed her positive attitude.
“Jangan pedulikan orang kayak gitu” kata Andre ketika saya
mendiskusikan hal ini dengannya “ga ada gunanya. Kalau memang bangsat, ya,
tetap bangsat mau gimana pun baiknya kamu ke dia”
“Just ignore her”
said Andre when I discussed this matter with him “It’s pointless, anyway. Once a bitch,
remains a bitch no matter how nice you are to her”
Ya, saya tahu metode saya memang tidak selalu membawa
perubahan seperti yang terjadi pada mantan murid saya itu.
Yes, I am well
aware that my method is not always worked well like in the case of my former
student.
Tapi saya tetap merasa sedih memikirkan bahwa seseorang
telah menyia-nyiakan kesempatan untuk membuatnya berubah menjadi seorang yang
lebih baik.
But it saddened
me to think that someone has wasted a chance to make her/himself into a better
person.
Bukankah amat sangat menyedihkan bila orang berpikir,
berkata atau berpendapat ‘seorang bangsat adalah seorang bangsat’ tentang diri
anda?
No comments:
Post a Comment