T R U S T
P E R C A Y A
Untuk orang-orang tertentu gampang-gampang saja untuk
memiliki rasa percaya.
Some people
find it easy to trust.
Tapi ada orang-orang yang susahnya setengah mati untuk punya
rasa percaya.
But there
are people who find it so damn hard to have trust.
Menjadi pemimpin tidak mudah.
It is not
easy to become a leader.
Bagian terberat dari menjadi seorang pemimpin adalah
memberikan kepercayaan pada anak buahnya.
The hardest
thing of being a leader is to trust his or her men.
Tahun 1997 sebuah kantor baru akan didirikan di Jakarta.
Perwakilan dari Singapura datang menemui saya.
In 1997 a
new office was established in Jakarta. The representative from Singapore came
to meet me.
Penjelasan yang saya terima darinya sangat minim. Dia
memberitahu selintas tentang jenis usaha dari kantor perwakilan ini, lokasinya
di gedung mana, lantai berapa dan kantor itu harus sudah berbentuk kantor saat
atasan saya tiba dari Jepang.
I was given
less information. He briefed me slightly about the line of business the representative office would do, where the
office would be taken place, in which building, which floor and that it should
be ready when my superior arrived from Japan.
Dan dia menambahkan karena kesibukannya, dia tidak bisa
mendampingi saya. Jadi saya harus melakukannya sendiri. Kantornya akan
mengirimkan seorang anak buahnya untuk mengatur pembelian dan pengantaran
mebel, mesin fax dan pesawat telpon. Hanya itu.
Furthermore
he said due to his own many activities made him unable to be by my side. So I
had to set the office by myself. His office would send his man to arrange and
deliver the furniture, fax machine and phones. That was all.
Kemudian dia mengambil dompetnya. Mengeluarkan setumpuk uang
tunai. Gaji saya satu setengah bulan di bayar di muka, di tambah sekian juta
rupiah dan sekian ratus dollar Amerika untuk keperluan kantor.
After that
he took his wallet. Took out some cash. He gave me 1 ½ months of my salary in
advance, plus some millions of Rupiah and some hundreds of US dollar to pay for
any expenses for the office.
Saya bengong.
I was
stunned.
Kami baru sekali itu bertemu.
We just met
that day.
Saya adalah orang pertama dan satu-satunya yang
direkomendasikan oleh rekan bisnisnya ketika dia memberitahu bahwa dia
membutuhkan seorang karyawan untuk kantor baru ini.
I was the
first and the only one recommended by his business colleague when he told him
he needed a staff for the new office.
Tapi apakah dia menaruh kepercayaan demikian besar kepada
saya karena mempercayai rekan bisnisnya yang merekomendasikan saya kepadanya?
But would he
put so much trust on me because he trusted his business colleague who
recommended me to him?
Ataukah karena dia memang orang yang mudah percaya?
Or is it
because he was an easy man to trust others?
Rasanya sulit percaya ada orang yang mau memberikan
kepercayaan demikian besar kepada orang lain yang baru pertama kali ditemuinya.
Apalagi sampai bersedia memberikan uang dalam jumlah banyak.
It is hard
to believe that someone would give such big trust on a person whom he just met
for the first time. Let alone to leave the person with big sum of money.
Seorang pengusaha biasanya sangat perhitungan dalam hal
memberikan kepercayaan dan terutama uang.
A businessman
is usually very picky and sceptical when it comes to give away his or her trust and money.
Atau dia sedang menguji saya?
Or he was
testing me?
Tahun 1997 itu umur saya baru 26 tahun. Saya belum menjadi seorang pribadi seperti
sekarang.
I was just
26 in 1997. I was not like I am today.
Biar pun sebelumnya saya pernah bekerja di dua perusahaan
besar tapi posisi saya hanyalah staff biasa. Pengalaman kerja dan keahlian saya
belum sebanyak sekarang. Kemandirian, ketabahan, rasa percaya diri dan
kekerasan hati saya belum seperti sekarang.
Eventhough I
had earlier worked in two major companies but I was just a staff there. My
working experience and expertise were not as much as what I have now. So it was
the same with my independency, strong will, self confident and resoluteness.
Dulu saya selalu dikategorikan orang yang tidak diunggulkan.
Saya diremehkan oleh keluarga dari pihak ayah saya, teman-teman sekolah dan
rekan-rekan kerja. Jadi pandangan saya terhadap diri sendiri pun sama seperti
pandangan mereka terhadap diri saya. Rendah.
In the past
I was categorized as an under dog. I was underestimated by my father’s family,
friends in school and colleagues. So I valued myself just as they valued me.
Low.
Lalu ketika orang yang tidak saya kenal ini memberi saya
kepercayaan yang luar biasa besar, reaksi saya saat itu adalah amat sangat
tidak percaya, takut dan kemudian berpikir saya tidak akan mengecewakannya.
And then when
this stranger gave me an extraordinary huge of trust, my reaction was first stunned,
scared and then I thought I wouldn’t let him down.
Dengan membawa setumpuk rasa takut, cemas dan ragu, saya
mendatangi kantor baru itu di lantai 12 gedung Surya di jalan MH. Thamrin,
Jakarta.
With lots of
fears, worries and self doubt, I went to see the office at 12th
floor of Surya building on MH. Thamrin street, Jakarta.
Hari pertama saya tiba di sana, saya di buat kebat-kebit
melihat ruangan itu belum berbentuk ruangan kantor karena masih di renovasi.
Tukang-tukang masih bekerja memasang pintu, karpet dan instalasi listrik serta
telpon-fax.
The first
time I got there, I was like having a hangover to see the room was far from
being an office because it was still under renovation. There were men working
on putting the door, carpet and installing the power and phone-fax lines.
Saya sudah lupa bagaimana caranya sendirian saya mengawasi
kerja tukang-tukang itu, membeli berbagai keperluan kantor, menghubungi
perusahaan air mineral untuk berlangganan air minum, menemukan orang untuk
membersihkan kantor dan memasang mebel. Semua kelar dalam waktu seminggu.
Ketika atasan saya tiba dari Jepang, semua sudah rapi.
I forgot how
I could arranged it all by myself from watching the men working to buying
office supplies, contacting mineral water to get them deliver the drinking
water, finding a man to do office cleaning regularly and placing the
furniture. All done in a week. When my superior arrived from Japan, everything
was in order.
Yang saya ingat adalah belum pernah saya bekerja dengan rasa
demikian gembira karena mendapatkan kepercayaan yang sangat besar.
What I
remember is that I had never did my work happily because I had been given so
much trust.
Atasan saya yang orang Jepang itu ternyata juga memberikan
saya kepercayaan yang besar.
My Japanese
superior also gave me big trust.
Karena pekerjaannya mengharuskan dia untuk lebih banyak
berada di luar kantor maka dia mempercayakan operasional kantor kepada saya.
Since his
work made him had to leave the office often, he entrusted me to fully in charge
our office.
Dia juga seorang yang tidak menganggap diri lebih tinggi
dari saya. Selama hampir dua tahun kami bekerja di perusahaan itu kami menjadi
lebih dari atasan dan bawahan. Kami adalah rekan kerja, sahabat dan sekutu.
He was also
not the kind of person who sees himself higher than me. For almost two years we
worked there we were more than a boss and a secretary. We were colleagues,
bestfriends and allies.
Kami punya peran dan tanggung jawab yang berbeda tapi kami
sama-sama merasa memiliki perusahaan itu dan berusaha supaya dia berjalan,
berkembang dan berhasil.
We had
different roles and responsibilities but we had the same sense of belonging in
that company and we did the best we could to make it worked, grow and succeed.
Dua orang asing itu telah meletakkan dasar pembentukan diri
saya. Kepercayaan yang mereka berikan kepada saya membuat kepribadian,
kepercayaan diri dan kemampuan saya berkembang seperti bunga yang mekar dengan
indahnya.
Those two
foreigners had put the based that formed me. The trust they gave me made my
personality, self confident and abilities grown like a beautiful blossomed
flower.
Tahun 2005 saya bekerja sebagai guru di sebuah taman
kanak-kanak. Dengan hanya berbekal pengalaman 3 bulan mengajar di gereja dan
tanpa ijasah guru, saya di terima.
In 2005 I
had got myself a job as kindergarten teacher. With only 3 months experience of
teaching Sunday school in church and with no teaching degree, I got that job.
Yah, saya pikir wajar saja bila pada tahun-tahun pertama
saya mengajar disana, kepala sekolahnya bersikap skeptis, sangat mengawasi,
mendominasi dan mendikte saya.
Well, I
thought it made sense that in the first few years of me teaching there, the
headmaster was skeptical, watched me closely, dominating and even controlling
me.
Tapi di tahun ke 4, hati saya mulai berontak.
But in the 4th
year, my heart started to feel restless.
Sudah 4 tahun saya bekerja di sana. Mengajar hampir 7 hari
seminggu. Masa sih saya masih di nilai tidak becus? Bukan saya terlalu pede
tapi saya kan bisa melihat perkembangan pada diri dan kemampuan saya sebagai
guru. Juga bagaimana perkembangan positif murid-murid itu di bawah didikan saya
serta reaksi orang tua mereka terhadap diri saya.
I had worked
there for 4 years. I taught nearly 7 days a week. Would I still be seen incapable? It wasn’t that I over confident but I could see my own progress as a
person and as a teacher. Plus seeing my students positive progress and the parents’
reaction toward me.
Di tahun ke 5 dan ke 6, saya berontak yang akhirnya berakhir
pada pengunduran diri saya.
In the 5th
and 6th years I finally stood up that eventually led to my
resignation.
Tahun terakhir itu saya dijadikan wali kelas TK A, kelas
untuk anak-anak berusia 4-5 tahun.
That last
year I was appointed as the head of A class, the class for children aged 4-5
years.
Tapi dalam prakteknya, kepala sekolah sering melakukan
intervensi ketika saya sedang mengajar. Bahkan mengambil alih kegiatan yang
sedang saya jalankan di kelas sehingga saya berpikir buat apa saya dijadikan
wali kelas kalau saya tidak bisa di percaya untuk bertanggung jawab sepenuhnya
atas kelas itu? Lalu saya ini apa? Wali kelas di atas kertas saja?
But in
reality, headmaster intervened often when I was teaching my class. She took
over the activities I was having in my own class that made I thought what was
the point of appointing me as that class’s teacher if I couldn’t be trusted to
in charge fully of it? So who was I? The head of that class only on paper?
Kenyataannya adalah selama 6 tahun saya mengajar disana,
saya adalah guru favorit. Disukai, dihormati dan disayangi oleh murid serta
orang tua murid. Kalau saya tidak becus sebagai guru dan tidak punya pribadi
atau sifat baik, mana mungkin mereka bisa melihat dan memperlakukan saya
seperti itu.
The fact is
for 6 years I taught there, I was the favorite teacher. I was liked, respected
and loved by the students and their parents. Would I get such adoration,
respect and admiration if I was a lousy teacher and a bad-ass person?
Saya tidak mencari pujian. Saya tidak butuh sanjungan. Saya
hanya ingin di percaya dan justru itu yang tidak bisa diberikan oleh kepala
sekolah. Aneh memang. Beliau membutuhkan saya tapi tidak bisa mempercayai saya,
bahkan sebetulnya tidak seorang pun dipercayainya.
I didn’t
look for praise. I didn’t need to be idolized. All I wanted was just trust and
it wasn’t something headmaster could give me. It is weird. She needed me but
she couldn’t trust me, infact, she trusted no one.
Pola pikir dan sikap itu akhirnya merugikan dirinya sendiri.
Her mindset
and attitude gave nothing but great loss to herself.
Karena akibatnya dia kehilangan saya, seorang yang selama 6
tahun telah ikut dia bentuk sehingga akhirnya saya menjadi guru yang lumayan
berpengalaman dan handal.
One of the
impact is losing me, someone whom in 6 years had been formed by her until I
made it into a quite experienced and good teacher.
Selama 2 tahun ini saya dengar mereka yang menggantikan saya
hanya bertahan antara satu semester sampai paling lama setahun.
In the past
2 years I heard that my replacements lasted only one semester to a year.
Kalau tidak karena merasa telah menemukan panggilan jiwa
dalam bidang pendidikan dan sangat mencintai murid-murid saya, tidak akan
sampai 6 tahun saya bertahan bekerja di bawah pimpinan orang seperti kepala
sekolah itu.
If it wasn’t
because I felt I had found my true passion and because I loved my students so
much, I wouldn’t stay for 6 years working under the supervision of someone like
that headmaster.
Senior saya di tempat kerja saya sekarang ini adalah orang
yang tetap mempercayai saya bahkan di saat ketika saya di nilai telah melakukan
kesalahan yang sangat besar.
My senior at
my present work place is someone who trusts me even when I was seen as someone
who had done terrible huge mistake.
Beliau tetap berdiri di pihak saya bahkan ketika saya merasa
semua menyalahkan saya.
He stood by
my side even when I thought everyone blamed me.
He defended me
when others seemed had lost their tongues.
Beliau bahkan masih tetap mempercayai saya sekali pun saya
masih melakukan kesalahan.
He still
trusts me even when I made mistakes.
Tidak mudah mempercayai seseorang.
It is not
easy to trust someone.
Karena itu dengan setulus hati, saya menghormati orang-orang yang memberikan
kepercayaan kepada saya.
It is why with
all my sincerity, I respect those who have given me
trust or still trust me.
Saya berupaya sebaik-baiknya untuk tidak mengecewakan mereka
yang telah mempercayai saya.
No comments:
Post a Comment