“Aduh, saya lupa bawa test kepribadian itu. Tadinya saya mau
minta kamu fotocopy”
“Shoot, I forgot to bring that
personality test. I wanted to ask you to make copies of it”
Hmm? Test kepribadian apa?
Hmm? What personality test?
“Iya, nanti setelah di isi, dari nilainya kita bisa tahu
kepribadian kita seperti apa” senior saya menerangkan “Oprah Winfrey juga
memakai test ini”
“Yes, after we filled it, the
score will tell us about our personality” my senior explained “Oprah Winfrey
took this test too”
Terus?
So?
“Dan… sejauh ini kita belum tahu seperti apa kepribadian
kita masing-masing?” saya nyengir, tidak tahan untuk tidak mengajukan
pertanyaan itu.
“And… so far we just haven’t
known what is our personalities?” I grinned, couldn’t hold myself not to ask
that question.
Senior saya yang kocak itu menatap saya dengan gemas dan
saya tertawa karena mukanya seakan mengatakan dia ingin menjitak kepala saya..
hehehe..
My funny senior looked at me
and I laughed because his face telling me that he wanted to slap me in the
head… lol..
Saya kadang heran bagaimana si babe bisa tetap tampil ceria
dan lucu. Setelah menghadapi berbagai hal dan bermacam manusia dikantornya,
dirumahnya dan di jalan atau ketika sedang merasa tidak enak badan pun, belum
pernah saya melihatnya bermuka masam atau jadi jutek.
I am amazed to see him always
appear cheerful and funny. After having so many things and dealing with
many people in his office, at home and on the road or even when he feels unwell,
I have never seen him put sour face or acted nastily.
Saya kebalikannya. Kalau otak saya lagi mumet, saya lagi
banyak pikiran atau badan saya lagi tidak enak, saya hilang selera untuk bicara
atau bercanda.
I am so much opposite.
Whenever I am stressed up, I have many thoughts on mind or feeling unwell, I
lost the mood to talk or joke.
Orang tua saya sudah terlalu kenal dengan diri saya. Jadi
kalau mereka melihat saya sampai di rumah dalam keadaan bisu, mereka tidak
bertanya karena mereka tahu 1-2 jam kemudian setelah saya mandi dan istirahat,
saya akan bercerita tentang apa yang ada dalam pikiran saya atau apa yang saya
rasakan.
My parents knew me too well.
So when they see me turn silent once I got home, they wouldn’t ask as 1-2 hours
later, after I took a bath and rest, I would tell them what I’ve got in my mind
or what I feel inside.
Andre lain lagi. Kalau dia melihat saya diam di mobil, diam
di sepanjang perjalanan, tetap diam setelah kami sampai dirumahnya dan masih
juga tidak banyak bicara lama setelahnya, dia tidak akan mendiamkan saya.
Andre would do differently. If
he saw me quiet in the car, quiet all the way to his place, remained quiet
after we got there and still said little afterward, he wouldn’t take it.
“Kamu diam saja dari tadi, ada apa? Kamu marah ke saya?
Kesal dengan kerjaan? Ada yang nyebelin di kantor? Atau ga enak badan? Ngomong
dong ke saya”
“You are quiet, what is it?
Mad at me? Pissed off with work? Something in the office upset you? Or you
don’t feel well? Talk to me”
Kadang pertanyaannya melumerkan kebisuan saya. Tapi kadang
tidak mempan. Tergantung dari berat ringannya hal yang sedang saya pikirkan
atau rasakan.
Sometimes his question melted
my silence. But sometimes it didn’t work. Depends on the things I was thinking
or feeling. Were they light stuff or not.
Penjelasannya sederhana saja. Saya berdiam diri untuk
mengendalikan dan meredakan emosi.
Simple explanation. I went
quiet to control and cooling my emotion.
Kadang saya suka sirik sama senior saya yang lucu itu. Enak
betul ya seandainya saya bisa tetap ceria, lucu dan sabar biar pun telah atau
harus menghadapi berbagai hal dan berbagai manusia. Hidup akan terasa lebih
menyenangkan dan saya akan lebih berbahagia karenanya.
Sometimes I envy my funny
senior. Wouldn’t it be nice if I could keep cheerful, funny and patient no
matter I have dealt or am dealing with so many things and people. Life would be
so much fun and I would be much happier.
Tapi saya tidak bisa. Jadi sungguh beruntung dan
bersyukurlah saya untuk adanya orang-orang yang punya kepribadian seperti itu
karena ketika saya sedang tenggelam dalam keruwetan pikiran, mereka menarik
saya keluar dari semua itu; ketika hati saya sedang panas, mereka
mendinginkannya.
But I can’t. I feel so
lucky and am grateful to have people with that kind of personality because when I
am drowned in my troubled mind, they pulled me out; when my heart burnt with
emotion, they cooled it down.
Jadi, masih dibutuhkankah selembar atau beberapa lembar
kertas untuk mengetahui seperti apa kepribadian seseorang?
No comments:
Post a Comment