Ini punya saya!
Wah, pusing saya kalau Dio, Dite dan Joan sudah mulai saling
ngotot-ngototan sambil berebut pensil atau penghapus yang di aku sebagai
miliknya.
Man, it gives me
the headache whenever Dio, Dite and Joan start to argue among themselves over who’s
the owner of a pencil or an eraser.
“Dio, itu pensil mbak” seru Joan.
“Dio, that is my
pencil” exclaimed Joan.
“Bukan!” Dio menolak menyerahkan pensil yang jadi bahan
rebutan itu.
Dio & Dite |
“No, it’s not!”
Dio refused to give the pencil to his sister.
Atau di saat lain giliran penghapus yang diperebutkan..
Or at other time
it was the eraser that become the object of their argumentation.
“Ih, Dio, ini penghapus mas!” Dite merebut penghapus itu
dari tangan adiknya.
“Dio, this is my
eraser!” Dite grabbed that eraser from his brother’s hand.
“Bukan!” Dio berupaya mengambil penghapus itu.
“No, it’s not!”
Dio tried to get that eraser back.
Astaga, nak, ampun deh!
Kids, please,
knock it out!
Yang bikin kriting adalah sulit membedakan pensil dan
penghapus mereka karena sama warna. Beda cuma di ukuran. Ada yang sudah jadi
pendek, ada yang masih panjang.
The thing that
brought dizzy to me is I couldn’t tell who’s really the owner of that pencil or
eraser because they have same color. The size is the only thing to tell the
difference. One is short, the other is long.
Tapi gara-gara begini, saya jadi susah memposisikan diri
sebagai wasit yang adil. Saya tidak tahu siapa yang berkata benar dan siapa
yang keliru membedakan pensil atau penghapus milik saudaranya sebagai miliknya.
But it always
makes it hard for me to play the role as a fair referee. I have always found it
hard to tell who told the truth and who couldn’t recognize his/her pencil or
eraser with his/her brother’s or sister’s.
Joan & Keke |
“Ibu!” seru Joan atau Dite kepada saya. Mencari dukungan.
“Ma’am!” Joan or
Dite called out to me. Looking for my help.
“Mama!” Dio sudah berapa kali tidak memanggil saya ‘ibu’
tapi ‘mama’.. hehe.. dan setiap kali ini terjadi, perdebatan sejenak berhenti karena
kami semua melongo (termasuk juga Dio) dan kemudian tertawalah kami
bersama-sama.
“Momma!” Dio has
been calling me that instead of ma’am.. lol.. and whenever it happens, all
argumentation stops for few seconds because we all kind of stunned (including
Dio himself) and followed by a big laugh.
Akhirnya pensil dan penghapus itu saya beri nama. Beres deh.
I wrote the
owner’s name on the pencil and eraser. There, problem’s solved.
Yah, walau tidak lama karena kalau mereka berganti pensil
atau penghapus atau tulisan nama itu hilang.. mulai lagi..
Not for long,
though, because once it wore off or they use new pencils or erasers, hmm.. same
old argumentation may erupt at anytime..
Punya pengalaman seperti itu dengan anak anda atau dengan
kakak-adik?
Have same
experience with your children or with your brother-sister?
Saya merasakan punya adik hanya 5 tahun. Saya sulung dari 3
bersaudara.
I had only 5
years of experience of having a sister. I was the oldest of 3 siblings.
Tahun 1973 adik saya yang tengah meninggal karena radang
paru-paru di usia yang baru 2 bulan. Umur saya baru 2 tahun waktu itu dan saya
sama sekali tidak ingat apa pun tentang dia. Apalagi tidak ada fotonya.
Satu-satunya bukti dia pernah ada di dunia ini hanyalah akte lahirnya.
In 1973 my sister
died of pneumonia. She was 2 months old. I was 2 years old at that time and
there is no slight memory of her left in my mind. There is no photo of her. The
only proof of her existence is her birth certificate.
Tahun 1981 adik saya yang paling bungsu meninggal karena
demam berdarah. Usianya 5 tahun. Usia saya 10 tahun. Jadi saya merasakan punya
adik hanya selama 5 tahun. Setelah itu saya hidup sebagai anak tunggal.
In 1981 my
youngest sister died of dengue fever. She was 5 years old. I was 10 years old.
So I had the experience of having a sister for just 5 years because after that
I lived completely as an only child.
Sebagai anak tunggal tentu saja saya tidak perlu
memperebutkan apa pun karena semuanya adalah untuk saya dan menjadi milik saya.
As an only child
I need not to fight over anything because everything is for me and is mine.
Jadi kalau saya melihat kakak-adik ribut memperebutkan
benda-benda remeh seperti pensil, penghapus, permen atau apalah.. saya bingung.
Saya sudah lupa apakah saya dan almarhum adik saya pernah bertingkah seperti
itu juga.
So whenever I see
brother-sister are fighting over silly stuff such as pencil, eraser, candy or
whatever.. it puzzles me. I have forgotten if my late sister and I had it too.
Kadang saya juga heran dan ngeri melihat bagaimana
kakak-adik bisa menjadi sangat buas. Saya bertanya-tanya apa dulu saya dan adik
saya pernah menjadi seperti itu juga.
Sometimes it
amazes and also scares me to see how brother-sister turn like predators. I asked
myself if my late sister and I were ever be like that too.
Di saat lain saya iri. Alangkah beruntungnya mereka yang
memiliki kakak atau adik. Seandainya saya juga punya..
At other time I
was envious. How lucky are those who have brother or sister. I wish I had..
Kemudian saya berpikir seandainya saya bisa memutar kembali
waktu yang telah lewat, maka saya akan memberikan semua pensil, penghapus atau
apa pun yang diinginkan atau di minta oleh adik saya. Saya tidak memerlukan
semua itu.
Then I thought if
I could turn back the hand of time, I would give all my pencil, eraser or
whatever my late sister wanted or asked. I don’t need them.
Yang saya perlukan adalah kesempatan untuk kembali memiliki
seorang adik dan mendapat waktu untuk memperbaiki setiap kelakuan buruk saya
kepadanya.
What I need is a
chance to have my sister back, and time, so I could fix every bad thing I did
to her.
Yang saya inginkan adalah waktu lebih lama supaya saya bisa
mengatakan atau menunjukkan kepadanya bahwa saya mengasihinya.
What I want is
more time so I could tell or show my sister that I love her.
Mungkin waktu adalah satu-satunya hal yang harus kita
katakan ‘ini milik saya!’ karena sekali waktu itu telah lewat, dia tidak akan
mengembalikan apa yang telah dibawa atau diambilnya.
No comments:
Post a Comment